Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpah rahmatnya,

penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN

PADA DISTOSIA BAHU’’ sebagai tugas untuk seminar, tidak lupa penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ibu sebagai dosen pembimbing kami dengan mata kuliah “MATERNITAS”

2. Teman- teman seperjuangan yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

karena itu, penulis menerima kritik dan saran darai perbaikan makalah ini.

Demikian Makalah ini dapat penulis ucapkan melalaui kesempatan yang sangat berharga

ini,penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan

makalah ini.

Akhir kata,semoga makalah ini bermanafaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi

penulisnya khususnya .

Malang, September 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumnya dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu
bangsa. Selain itu,angka kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan tingginya
resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarka survey Demogrfi dan Kesehatan Indonesia
tahun 2015 AKI di indonesia mencapai 305/100000 kelahiran hidup dan angka kematian
bayi sebesar 22,23/1000 (Direktorat Kesehatan Keluarga,2016) kelahiran hidup umumnya
kematian terjadi pada saat melahirkan.

Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu pada saat
proses persalinan. Distosia adalah penyulit persalinan, sedangkan distosia bahu adalah
penyulit persalinan bahu. Setelah kelahiran kepala, akan terjadi perputaran lagi paksi luar
yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu
pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ramus publis.
Dorongan saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah
pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring
panggul dan tetap berada pada posisi anterior posterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan terhadap simfisis.

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk
“melipat” kedalam panggul (misal pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga kepala yang terlalu cepat
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui
pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil
melipat masuk kedalam panggul.

Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam
untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan
episiotomi. Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian
distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa
diatas.untuk menentukan distosia bahu di gunakan criteria objektif yaitu interval waktu
antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara
persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79
detik. Distosia bahu adalah komplikasi gawat yang memerlukan penanganan yang cepat
tepat dan terencana secara jelas.
1.2    Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar pembaca dapat mengetahui tentang persalinan yang patologis


khususnya persalinan dengan distosia bahu dan dapat mengetahui cara menangani
bila mendapatkan kasus distosia bahu.

1.2.2 Tujuan Khusus

         a.   Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang distosia bahu

         b.   Agar tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosis suatu tindakan

    c.   Agar dapat melakukan segera dalam penanganannya


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Distosia Bahu


Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral
promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa
lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih
mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.

2.2 Tanda dan Gejala Terjadinya Distosia Bahu


1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia
bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang
normal.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu
pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.

3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil
melahirkan bahu.

2.3 Etiologi Distosia Bahu


Sebab-sebab dystocia bahu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar :
1.    Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak keluar karena kuat.
a.    Karena kelainan his :
-       Inersia Uteri Hipotonik, adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak
adekuat       untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini
kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada         penderita
dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang
misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang
baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun
pada kala pengeluaran. Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
 
   Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat (
kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit
untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
   Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan
selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
b.      Karena kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya karena cicatrix  baru pada dinding
perut, hernia, diastase musculus rectus abdominis atau karena sesak nafas.
2.    Distosia karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang, letak dahi,
hydrochepalus atau monstrum.
3.    Distosia karena kelainan jalan lahir : panggul sempit, tumor-tumor yang mempersempit jalan
lahir.
Penyebab lain dari distosia bahu adalah fase aktif memanjang, yaitu :
a.       Malposisi (presentasi selain belakang kepala).
b.      Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD).
c.       Intensitas kontraksi yang tidak adekuat.
d.      Serviks yang menetap.
e.       Kelainan fisik ibu, missal nya pinggang pendek.
f.       Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui.

2.4 Diagnosis Distosia Bahu


Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya
distosia bahu yaitu interval waktu antara lainnya kepala dengan seluruh tubuh .
1. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah
24 detik, pada distosia bahu 79 detik.
2. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60
detik.
American College of Obstetrician and Gynocologist (2002) menyatakan bahwa angka
kejadian distosia bahu bervariasi antara 0,6- 1,4 % dari persalinan normal.
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
1.    Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2.    Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dan kencang.
3.    Dagu tertarik dan menekan perineum.
4.    Tarikan pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial simfisis
pubis.
2.5 Patofisiologi Distosia Bahu
a)  Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada
sumbu miring (oblique) dibawah ramus pubis.
b) Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada
dibawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengna sumbu
miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak lahir mengikuti kepala.
2.6 Komplikasi Distosia Bahu
Komplikasi distosia bahu antara lain sebagai berikut:
a)    Komplikasi pada ibu :
Menurut Benedetti dan Gabbe (1978) ; Parks dan Ziel (1978), komplikasi yang terjadi pada
ibu sebagai berikut :
1. Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum.
2. Perdarahan tersebut biasanya disebabkan oleh atonia uteri, rupture uteri, atau karena
laserasi vagina dan servik yang merupakan risiko utama kematian ibu.
b)   Komplikasi pada bayi :
Pada bayi, distosia bahu antara lain dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut:
1. Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan.
2. Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering dijumpai.
3. Selain itu dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal.
Beberapa factor resiko distosia disebukan dibawah ini :
1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan
diabetes gestasional (Keller,dkk).
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan
berat lahir yang lebih besar, meski demikian hamper separuh dari kelahiran
distosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
3. Multiparitas
4. Ibu dengan obesitas.
5. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus
tumbuh setelah usia 42 minggu.
6. Riwayat obstetric dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia
bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) diantara 42 wanita
( Smith dkk., 1994).

2.8 Syarat-Syarat Dapat dilakukan Tindakan Untuk Menangani Distosia Bahu


a.       Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerja sama untuk
menyelesaikan persalinan
b.      Masih mampu untuk mengejan
c.       Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai akomodasi tubuh bayi
d.      Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
e.       Bukan monstrum atau kelainan conginetal yang menghalangi keluarnya bayi

2.7 Penatalaksanaan Distosia Bahu


Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakukan
dengan cara :
a.    Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi: janin luar
biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4 kg)
dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan
janin besar.
b.     Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
c.    Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.
d.    Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau
fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada janin.
e.    Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui. Bantuan diperlukan
untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan
anestesia (bila perlu).

Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta bantuan.


Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah
masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin
sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang
menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas,
posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan
karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri.
Disamping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan,
keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala
lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0,04unit/menit. Dengan
demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalamai hipoksia tersedia waktu antara 4-5
menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut:

1. Manuver Mc. Robert


Maneuver Mcrobert dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi Mcrobert, yaitu
ibu telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin kedada dan
rotasikan kedua kaki kearah luar (aduksi). Lakukan episiotomy yang cukup lebar. Gabungan
episiotomy dan posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium
dan masuk ke dalam panggul. Mintalah assisten menekan suprasimfisis kearah posterior
menggunakan pangkal tanggannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah
simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal dengan
mantap.
Lakukan tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan
karena akan mencederai pleksus brachialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan persentasi kepala. Maneuver ini cukup
sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai
sedang.
Gambar posisi McRobert :

               Gambar 1 : Posisi Mc Robert                          Gambar 2 : Tekanan Suprapubic


2. Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter
oblik  atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi
posisi oblik atau transversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan
putarn pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah
memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik ke arah dorsal. Pada
umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan
pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian
posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik
atau tranversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung
bayi menghadap ke arah anterior (Maneuver Rubin Anterior) oleh karena kekuatan tarikan
yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu
anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke arah posterior.[3] Ketika dilakukan
penekanan suprapubikpada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi,
sehingga diameternya mengencil. Dengan bantuan tekan suprasimfisis ke arah posterior,
lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
3. Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau maneuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu
posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan punggung
bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina.
Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa
dilakukandengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan
mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan
memberikan ruang cukup bagi anterior masuk ke bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior.
Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang
berseberangan dengan punggung bayi (pumggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri
berarti tangan kiri) yang diletakkan di bagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi
180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada di
bawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah
menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat
dilahirkan.

Gambar 3: Melahirkan bahu posterior


4.  Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
5.  Maneuver Zavanelli :
         Mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC. 
         Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah
terjadi.
         Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam
vagina.

6. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.

7.  Simfisiotomi. 
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan
emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu

1.                  Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.


2.                  Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
3.                  Lakukan episiotomi mediolateral luas.
4.                  Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk
melahirkan kepala.
5.                  Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila
tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :

1.                  Wood corkscrew maneuver


2.                  Persalinan bahu posterior
3.                  Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun
tindakan dengan maneuver Mc Robertsebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.
BAB III
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala distosia bahu adalah pada proses
persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan
tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami putaran paksi luar yang normal. Disebabkan
oleh karena faktor-faktor komplikasi pada maternal atau neonatal. Untuk penatalaksanaan
nya dilakukan episiotomy secukupnya dan dilakukannya Manuver
Mc.Robert,karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar
distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
4.2  Saran
1.      Ibu Hamil
Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan kunjungan /
pemeriksaan ANC maksimal 4 x selama kehamilan, untuk mengetahui perubahan berat badan
pada ibu dan bayi bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang
mengalami riwayat penyakit sistematik dan berfungsi juga untuk mendeteksi secara dini
adanya komplikasi. Sehingga nantinya bisa didiagnosa apakah ibu bisa bersalin dengan
normal atau tidak.
2.      Petugas Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar memiliki kompetensi yang baik khususnya bidan
agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara mengurangi komplikasi-komplikasi yang
terjadi pada ibu hamil
3.      Penulis
Agar dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan pembelajaran serta pengalaman
dalam praktek asuhan kebidanan. Khususnya mengenai asuhan kebidanan ibu bersalin
dengan komplikasi seperti distosia bahu.
4.      Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi bahan kajian maupun referensi dalam menambah ilmu
pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai