Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan. Salah
satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan
bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi.
Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9%
kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria
diagnosa diatas.
Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya
distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal
interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada
distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu
tersebut lebih dari 60 detik.
American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia
bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan (patologi) tentang Distosia
Bahu.
2. Memahami dan mengerti tentang Distosia yaitu definisi, patofisiologi, etiologi, faktor
penyebab distosia, Komplikasi Distosia, Penatalaksanaan.

1.3 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini dengan cara mencari materi yang
dibutuhkan diberbagai sumber dan internet.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI DISTOSIA BAHU

Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh
karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan
bayi. pada persalinan persentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan
cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. insidensi distosia
bahu sebesar 0,2-0,3 % dari seluruh persalinan vaginal persentasi kepala. apabila distosia bahu
didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari
60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki
panggul dalam posisi oblig. bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu
anterior. ketika kepala melakukan putaran paksi luar bahu posterior berada dicekungan tulang
sakrum atau disekitar spina ischiadika dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior
untuk memasuka panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator.
Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul,

2
maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis.
Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan puter
fraksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala
(disebut dengan turtle sign).

2.2 PATOFISIOLOGI
S e t e l a h k e l a h i r a n k e p a l a , a k a n t e r j a d i p u t a r a n p a k s i l u a r ya n g
m e n ye b a b k a n kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada
umumnya akanberada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat
ibumeneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila
bahug a g a l untuk mengadakan p u t a r a n m e n ye s u a i k a n d e n g a n s u m b u
m i r i n g d a n t e t a p berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahudepan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

2.3 ETIOLOGI
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformita panggu, kegagalan
b a h u untuk “melipat” ke dalam panggul (misal:pada makrosomia) disebabkan oleh
faseaktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan
kepalayang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau
kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II
sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

2.4 FAKTOR PENYEBAB DISTOSIA


1. Distosia Karena Kelainan His
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
A. Inersia Uteri Hipotonik.
Inersia Uteri Hipotonik. Adalah kelainan his dengan kekuatan yang
lemah atau tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong
anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering
dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar
atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan
keadaan emosi kurang baik.

3
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun
pada kala pengeluaran.

Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :


1) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak
adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan), sehingga
sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan
inpartu atau belum.

2) Inersia uteri sekunder


Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada
keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.

Penanganan :
1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
diperhatikan.
2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang
kemungkinan-kemungkinan yang ada.
3. Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.

B. Inersia Uteri Hipertonik


Inersia Uteri Hipertonik Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup
besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi
dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk
membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai
incoordinate uterine action. misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika
yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung
hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan
sirkulasi uteroplasenter.

4
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada
uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama
dengan disertai infeksi, dan sebagainya.

Penanganan :
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri,
mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila dengan cara
tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.

2. Distosia Karena Kelainan Letak


A. Letak Sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
Macam –Macam Letak Sungsang :
1) Letak bokong murni ( frank breech )
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.
2) Letak sungsang sempurna (complete breech)
Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
3) Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.

Etiologi Letak Sungsang :


1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul sempit, hidrocefalus,
anencefalus, placenta previa, tumor.
2. Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
3. Gemelli
4. Kelainan uterus ; mioma uteri
5. Janin sudah lama mati
6. Sebab yang tidak diketahui.

Diagnosis Letak Sungsang :


1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri
2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua kaki.

5
Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :
1. janin tidak terlalu besar
2. tidak ada suspek CPD
3. tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multípara dengan
riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.

B. Prolaps Tali Pusat


Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah
ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan. Pada keadaan
prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada
waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.
Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin
masih berada di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada
persalinan; hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul,
premature, kelainan letak.
Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang
senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang senggama atau
teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.

Pencegahan Prolaps Tali Pusat :


Menghindari pecahnya ketuban secara premature akibat tindakan kita.
Penanganan Tali Pusat Terdepan ( Ketuban belum pecah ) :
a. Usahakan agar ketuban tidak pecah
b. Ibu posisi trendelenberg
c. Posisi miring, arah berlawanan dengan posisi tali pusat
d. Reposisi tali pusat

Penanganan Prolaps Tali Pusat :


a. Apabila janin masih hidup , janin abnormal, janin sangat kecil harapan hidup Tunggu
partus spontan.
b. Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil, pembukaan lengkap
Vacum ekstraksi, porcef.
c. Pada Letak lintang atau letak sungsang Sectio cesaria

6
3. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan
keras atau tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
A. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras Dapat berupa :
1. Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya panggul jenis Naegele,
Rachitis, Scoliosis, Kyphosis, Robert dan lain-lain.
2. Kelainan ukuran panggul.
Panggul sempit (pelvic contaction) Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 – 2 cm kurang
dari ukuran yang normal.

Kesempitan panggul bisa pada :


1. Kesempitan pintu atas panggulInlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm
atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila
CD kurang dari 11,5 cm.
2. Kesempitan midpelvis
a) Diameter interspinarum 9 cm
b) Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5
cm. Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO – pelvimetri. Midpelvis
contraction dapat member kesulitan sewaktu persalinan sesudah kepala melewati pintu
atas panggul.
3. Kesempitan outlet
Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm. Kesempitan
outlet, meskipun mungkin tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat menyebabkan
rupture perineal yang hebat. Karena arkus pubis sempit, kepala janin terpaksa melalui ruang
belakang.

Ukuran rata-rata panggul wanita normal


1) Pintu atas panggul (pelvic inlet) :
Diameter transversal (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata kedua
diameter minimal 22.0 cm.
2) Pintu tengah panggul (midpelvis) :
Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm. Jumlah
rata-rata kedua diameter minimal 20.0 cm.

7
3) Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :
Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah rata-
rata kedua diameter minimal 16.0 cm. Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul tersebut
kurang, maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan pervaginam spontan.
B. Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir
yang menghalangi lancarnya persalinan.
1) Distosia Servisis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri.
Walaupun harus normal dan baik, kadang – kadang permukaan servik menjadi macet karena
ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.

Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :


· Servik kaku (rigid cervix)
· Servik gantung (hanging cervix)
· Servik konglumer (conglumer cervix)
· Edema servik

2) Kelainan selaput dara dan vagina


· Selaput dara yang kaku, tebal
· Penanganannya : dilakukan eksisi selaput dara (hymen)
· Septa vagina
· Sirkuler Anteris–posterior

Penanganan :
· Dilakukan eksisi sedapat mungkin sehingga persalinan berjalan Lancar
· Kalau sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan sectio Cesaria

3) Kelainan – kelainan lainnya


· Tumor-tumor jalan lahir lunak: kista vagina; polip serviks, mioma
uteri, dan sebagainya.
· Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.
· Rectum yang penuh skibala atau tumor.
· Kelainan letak serviks yang dijumpai pada multipara dengan perut gantung.

8
· Ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis.
· Kelainan–kelainan bentuk uterus: uterus bikorvus, uterus septus, uterus arkuatus dan
sebagainya.

2.5 KOMPLIKASI DISTOSIA


Komplikasi Maternal
· Perdarahan pasca persalinan

· Fistula Rectovaginal

· Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”

· Robekan perineum derajat III atau IV

· Rupture Uteri

Komplikasi Fetal
· Brachial plexus palsy

· Fraktura Clavicle

· Kematian janin

· Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen

· Fraktura humerus

Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu


Meskipun ada sejumlah faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual sebelum
distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.

Faktor resiko:
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan
dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.

9
Faktor Resiko Distosia Bahu :
1. Maternal
· Kelainan anatomi panggul

· Diabetes Gestational

· Kehamilan postmatur

· Riwayat distosia bahu

· Tubuh ibu pendek

2. Fetal
· Dugaan macrosomia

3. Masalah persalinan
· Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)

· “Protracted active phase” pada kala I persalinan

· “Protracted” pada kala II persalinan

Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan
persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang. Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia
bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien.

Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk


penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:
1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan, intoleransi
glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya.

2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik dengan
pasien dan keluarganya.

American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002) : Penelitian yang dilakukan


dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah.

2. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin makrosomia

adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya kehamilan yang melebihi

10
5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari
4500 gram.

2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Distosia Bahu:
1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.

2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam
bawah sambil meminta ibu untuk meneran.

3. Lakukan episiotomi.

Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu
anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :
1. Tekanan ringan pada suprapubic

2. Maneuver Mc Robert

3. Maneuver Woods

4. Persalinan bahu belakang

5. Maneuver Rubin

6. Pematahan klavikula

7. Maneuver Zavanelli

8. Kleidotomi

9. Simfsiotomi

11
1. Tekanan ringan pada suprapubic

Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan
traksi curam bawah pada kepala janin.
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada
kepala janin.

12
2. Maneuver Mc Robert

Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William
A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi
sehingga paha menempel pada abdomen ibu
Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala
maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi
cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.
Maneuver Mc Robert

13
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana
terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan
(panah vertikal)
Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray
Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior
terbebas dari simfisis pubis

14
3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )

Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior
yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.
Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian
diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis

15
4. Melahirkan bahu belakang

A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan
kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan
posisi fleksi siku
B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
C. Lengan posterior dilahirkan

16
5. Maneuver Rubin

Terdiri dari 2 langkah :


(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen
ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan
kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga
diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis

Maneuver Rubin II
A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu
mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit

6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.

17
7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui
SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang
sudah terjadi. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala
kedalam vagina.

8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.

9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan
emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
1. Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.

2. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.

3. Lakukan episiotomi mediolateral luas.

4. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.

5. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.

Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila
tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
1. Wood corkscrew maneuver

2. Persalinan bahu posterior

3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.

Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun
tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.

2.7 TANDA DAN GEJALA TERJADINYA DISTOSIA BAHU

a) Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala
akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar normal.
b) Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan
postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
c) Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak melahirkan bahu.

18
2.8. PENCEGAHAN

Upaya pencegahan distosia bahu dan cidera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakukan

dengan cara:

1) Tawarkan untuk melakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi janin luar

biasa besar(>5 kg) janin sangat besar(>4,5 kg) dengan ibu diabetes janin besar(>4 kg) dengan

riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya kala II yang memanjang dengan janin besar.

2) Identifikasi dan obati diabetes pada ibu

3) Selalu bersiap bila waktu-waktu terjadi

4) Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin menekan suprapubis atau fundus dan traksi

berpotensi meningkatkan cidera pada janin.

5) Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui, bantuan

diperlukan untuk membuatan posisi Mcrobert, pertolongan persalinan, resusitasi bayi dan

tindakan anestesi (bila perlu).

DIAGNOSIS DISTOSIA BAHU

Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:

1) Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tepat berada dekat vulva

2) Dagu tertarik dan menekan perineum

3) Tarikan pada kepala gagal, melahirkan bahu yang terperangkap dibelakang simfisis pubis.

PENANGANAN DISTOSIA BAHU

Diperlukan seorang asisten untuk membantu sehingga bersegeralah minta bantuan,

jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah

masuk kepanggul, bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit

19
dilahirkan tarikan pada kepala, untuk mengendorkan ketegangan yang menyulit bahu posterior

masuk panggul tersebut dapat dilakukan episiotomy yang luas, posisi Mcrobert, atau posisi

dada-lutut, dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena akan semakin menyulit

bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan rupture uteri, disamping perlunya asisiten

dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan dengan

distosia bahu juga ditentukan oleh waktu setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteri

umbilikalis dengan lalu 0,04 unit/menit. Dengan demikian pada bayi sebelumnya tidak

mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan

bahu sebelum terjadi cidera hipoksik pada otak.

Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut diagnosis:

a) Hentikan fraksi pada kepala, segera memanggil bantuan

b) Manuver Mcrobert, posisi Mcrobert, episiotomy bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan

kepala.

c) Manuver Rubin (posisi tetap Mcrobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik tarikan

kepala)

d) Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau maneuver wood.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut buku acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2005,
setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu m i r i n g ( o b l i q u e ) d i b a w a h r a m u s p u b i s .
Dorongan pada saat ibu mengedan akan meyebabkan bahu
depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal
u n t u k mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada
pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap
simfisis.

3.2 Saran
Bagi ibu hamil hendaknya memeriksakan kehamilannya secara dini, memeriksakan
kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilannya, agar bisa terdeteksi secara dini komplikasi
yang mungkin terjadi pada kehamilannya dan bisa meminimalisir terjadinya komplikasi
tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor : Abdul Bari
Saifuddin, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. I, Cet. 5, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003.
(Prawirohadjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiirohardjo. Jakarta)
(Maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Trans Info Media. Jakarta)
(Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan Keperawatan.
2012. Nuha Medika. Yogyakarta)

22

Anda mungkin juga menyukai