Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Distosia adalah persalinan sulit yang di tandai dengan hambatan kemajuan


persalinan.

Persalinan normal adalah persalinan dengan presentasi belakang kepala yang


berlangsung dengan kekuatan his dan tenaga mengedan ibu sendiri dalam kurung waktu
maksimal 18 jam.

Persalinan normal merupakan suatu keadaan fisiologis, normalnya dapat


berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor
”P” utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin
(passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu), penolong saat bersalin, dan
posisi ibu saat persalinan.
Dan dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P"
tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu
atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Salah satu penyebab dari
distosia adalah karena kelainan janin. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin.
Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan prognosis pada ibu dan janin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Distosia
2.1.1 Definisi
Distosia adalah waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan
yang terhambat. Distosia bahu merupakan kegawat daruratan obstetric karena
terbatasnya waktu persalinan, terjadi trauma janin,dan kompikasi pada ibunya,
kejadiannya sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti kura-kura dan
persalinan bahu mengalami kesulitan.

2.1.2 Etiologi
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage, dan
passanger :
a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan kekuatan
ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan pada fundus uteri,
simetris, kekuatannya semakin lama semakin kuat dan sering serta mengalami fase
relaksasi yang baik. Kelainan his ini dapat berupa inersia uteri hipertonik atau
inersia uteri hipotonik. Kontraksi uterus atau his secara normal terjadi pada awal
persalinan yakni pada kala 1, pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1
kali dalam 15 menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan timbul
semakin cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit dengan
kekuatan 50 sampai 100 detik. Apabila kontraksi tidak adekuat, maka serviks tidak
akan mengalami pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut dilakukan induksi
persalinan, dan apabila tidak ada kemajuan persalinan maka dilakukan seksio
sesaria, namun pada persalinan kala II apabila ibu mengalami kelelahan maka
persalinan dilakukan dengan menggunakan vacum ekstraksi.
Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila placenta belum lahir
dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada kontraksi uterus atau
karena adanya perlengketan sehingga merangsang uterus maka di berikan pemberian
induksin dan melakukan massage uterus.
b) Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya kelainan pada
jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Jalan
lahir keras atau tulang panggul dapat berupa kelainan bentuk panggul, dan kelainan
ukuran panggul. Sedangkan jalan lahir lunak yang sering dijumpai karena adanya
tumor ovarium yang menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada jalan lahir
yang dipaksakan.
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk yaitu bentuk
panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid, android, dan
platipeloid. Terutama pada panggul android distosia sulit diatasi, selain itu terdapat
kelainan panggul yang disertai dengan perubahan bentuk karena pertumbuhan
intrauterine yaitu panggul Naegele, robert, split pelvis dan panggul asimilasi.
Perubahan bentuk panggul juga dapat terjadi karena adanya penyakit seperti rakhitis,
osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrifi, karies, nekrosis maupun penyakit pada sendi
sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea. Penyakit tulang belakang seperti kifosis,
skoliosis dan spondilolistesis serta penyakit pada kaki seperti koksiis, luksasio koksa
dan atrofi atau kelumpuhan satu kaki merupakan termasuk penyulit dalam proses
persalinan pervaginam.

c) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun bentuk
janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan kelainan posisi,
pada kondisi normal, kepala memasuki pintu atas panggul dengan sutura sagitalis
dalam keadaan melintang atau oblik sehingga ubun-ubun kecil berada dikanan atau
dikiri lintang atau dikanan atau kiri belakang, setelah kepala memasuki bidang
tengah panggul (Hodge III), kepala akan memutar ke depan akibat terbentur spina
ischiadika sehingga ubun-ubun kecil berada didepan (putaran paksi dalam), namun
terkadang tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun kecil tetap berada dibelakang
atau melintang, keadaaan ini disebut dengan deep transvere arrest, oksipitalis
posterior persisten atau oksipitalis transversus persisten, keadaan ini akan
mempersulit persalinan.
Presentasi muka merupakan salah satu kelainan janin, diagnosis presentasi
muka berdasarkan pemeriksaan luar yakni dada akan teraba seperti punggung,
bagian belakang kepala berlawanan dengan bagian dada, dan daerah dada ada bagian
kecil denyut jantung janin terdengan jelas, dan berdasarkan pemeriksaan dalam
umumnya teraba mata, hidung, mulut dan dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi
pada umumnya merupakan kedudukan sementara sehingga biasanya dapat menjadi
presentasi belakang kepala dan presentasi muka.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana letak janin memanjang dengan
kepala dibagian fundus uteri dan bokong dibagian bawah cavum uteri hal ini pula
merupakan penyulit dalam persalinan. Selain letak sungsang, letak lintang pula
cukup sering terjadi, presentasi ini merupakan presentasi yang tidak baik sama sekali
dan tidak mungkin dilahirkan pervaginam kecuali pada keadaan janin yang sangat
kecil atau telah mati dalam waktu yang cukup lama.
Beberapa kelainan dalam bentuk janin yaitu karena adanya pertumbuhan janin
yang berlebihan, berat neonatus pada umunya adalah 4000 gram, makrosomia atau
bayi besar apabila lebih dari 4000 gram, umumnya hal ini karena adanya faktor
genetik, kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan post matur atau pada grande
multipara. Hidrocephalus pula merupakan kelainan bentuk janin, hal ini merupakan
keadaan dimana cairan serebrospinal dalam ventrikel janin berlebih sehingga kepala
janin menjadi besar dan keadaan ini dapat menyebabkan cephalo pelvic
disproportion.

2.1.3 Klasifikasi Klinis


Penyebab distosia dapat dibagi 3 golongan besar menurut gangguan terhadap 3
macam faktor (kelainan 3 P), yakni:
1. Kekuatan (power) pendorong janin yang kurang memadai, baik ketika keluar dari
rongga rahim maupun melalui jalan lahir sehingga persalinan berlangsung
melebihi batas waktu fisiologis. Kelainan ini dapat disebabkan oleh :
 Kelainan his, yang merupakan sebab distosia yang terpenting dan tersering.
 Kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya kelainan dinding perut akibat luka
parut baru, diastasis muskulus rektus abdominalis, atau kelainan keadaan
umum ibu, seperti sesak napas atau kelelahan ibu.

2. Kelainan janin (passenger) itu sendiri, yang dapat berupa :


 Kelainan letak janin (letak sungsang; letak lintang);
 Kelainan presentasi janin (muka,dahi, bokong);
 Kelainan posisi (ubun-ubun kecil di belakang);
 Kehamilan ganda (gemeli);
 Bayi besar (makrosomia);
 Cacat bawaan (hidrosefalus, monstrum), dll.

3. Kelainan ukuran maupun bentuk panggul/jalan lahir (passage).


Kelainan dapat terjadi pada ukuran antero-posterior maupun transversal
bidang-bidang panggul. Panggul sempit dapat terjadi bila ukurannya lebih kecil
dari ukuran normal atau terdapat kelainan bentuk panggul itu sendiri.
Kelainan jalan lahir juga dapat disebabkan oleh neoplasma organ genitalia
interna (uterus dan atau ovarium) maupun visera lain di rongga panggul yang
berukuran besar, sehingga mengganggu turunnya bayi ketika melalui jalan lahir.

2.1 Distosia Karena Kelainan Tenaga


2.2.1 Hypotonic uterine contraction
2.2.1.1 Definisi
Inersia uteri hipotoni atau hipotonic uterine contraction merupakan suatu
keadaan dimana kontraksi uterus terkoordinasi namun tidak adekuat dalam membuat
kemajuan dalam persalinan, biasanya his yang muncul kurang kuat, terlalu lemah,
pendek dan jarang. Inersia uteri terbagi menjadi dua macam, yakni inersia uteri
primer dan inersia uteri sekunder. Inersia uteri primer adalah ketika his yang timbul
sejak awal lemah, sedangkan inersia uteri sekunder his lemah timbul setelah
sebelumnya mengalami his yang kuat.

2.2.1.2 Etiologi
Penyebab inersia uteri umumnya belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa yang menyebutkan penyebab terjadinya inersia uteri karena ibu merupakan
primi tua, psikis ibu dalam kondisi ketakutan, peregangan uterus yang berlebih
umumnya pada kondisi gemeli dan hidramnion, herediter, uterus bikornis, atau
karena bagian janin tidak merapat pada segmen bawah rahim dalam hal ini kelainan
letak atau CPD (cephalo-pelvic disproportion).
Secara normal his muncul sejak memasuki persalinan kala 1, his yang timbul
dominan pada bagian fundus uterus, terjadi secara simetris, kekuatan his semakin
lama semakin sering dan mengalami fase relaksasi, sehingga his yang baik akan
memberikan kemajuan persalinan. Apabila sejak awal his yang timbul bersifat
lemah, atau kurang kuat, pendek serta jarang, maka hal ini disebut dengan inersia
uteri primer hal ini umumnya terjadi pada kala 1 fase laten. Namun apabila
sebelumnya his baik, lalu menjadi lemah, kurang kuat, pendek serta jarang, biasanya
terjadi pada kala 1 dan 2 serta saat pengeluaran placenta, maka hal ini dinamakan
inersia uteri sekunder.

2.2.1.3 Diagnosis
Dalam membantu melihat kelainan his dapat didukung dengan pemeriksaan
CTG dan USG, pada inersia uteri hipotoni, his yang timbul tetap dominan pada
fundus, namun kontraksi yang terjadi biasanya lebih singkat dari biasanyanya,
keadaan umum pasien pada umumnya baik, rasa nyeri yang timbul tidak terlalu
sakit. Apabila ketuban masih utuh, keadaan ini tidak berbahaya baik bagi ibu
maupun bagi janin, kecuali apabila persalinan berlangsung lama.

2.2.1.4 Penatalaksanaan
Penanganan kasus inersia uteri hipotoni yaitu dilakukan pengawasan yang
meliputi tekanan darah, denyut jantung janin, dehidrasi serta tanda-tanda asidosis,
diberikan diet cair sebagai persiapan operasi, infus D5% atau NaCl dan apabila nyeri
diberikan pethidine 50 mg, serta dilakukan pemeriksaan dalam di analisa apakah ada
CPD menggunakan pelvimetri atau MRI.
Apabila pasien inersia uteri dengan CPD maka dilakukan seksio sesaria,
apabila tidak ditemukan CPD maka perbaiki terlebih dahulu keadaan umum pasien,
apabila kepala atau bokong sudah masuk panggul maka pasien di edukasi untuk
aktivitas berjalan, lakukan pemecahan ketuban, berikan oksitosin drip 5 IU per D5%
dimulai 8 tetes permenit sampai dengan 40 tetes permenit, pasien harus diawasi terus
menerus mengenai kekuatan interval his dan denyut jantung janin dan apabila
oksitosin drip gagal, maka dilakukan seksio sesaria.

2.2.2 Hypertonic uterine contraction


2.2.2.1 Definisi
His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraction.
Walaupun pada golongan incoordinated hypertonic uterine contraction bukan
merupakan penyebab distosia, namun hal ini dibicarakan di sini dalam rangka
kelainan his. His yang terlalu kuat dan yang terlalu efisien menyebabkan persalinan
selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam,
dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa,
kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah
terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan
perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena
bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian dinamakan lingkaran retraksi
patologik atau lingkaran Bandl. Ligamentum rotundum menjadi tegang secara lebih
jelas teraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya,
apabila tidak diberi pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui
kekuatan jaringan dan terjadilah ruptura uteri.

2.2.2.2 Etiologi
Kelainan his pertama kali ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kelainan his,
belum ada persesuaian paham antara para ahli. Hipertonic uterine contraction dan
incoordinate uterine contraction sering terjadi bersama-sama yang ditandai dengan
peningkatan tekanan uterus, kontraksi yang tidak sinkron dan peningkatan tonus otot
di segmen bawah rahim serta frekuensi kontraksi yang menjadi lebih sering. Hal ini
pada umumnya berhubungan dengan solutio plasenta, penggunaan oksitosin yang
berlebihan, disproporsi sefalopelvik dan malpresentasi janin.

2.2.2.3 Diagnosis
Kelainan his dapat didukung oleh pemeriksaan :
1. CTG
2. USG

2.2.2.4 Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang
bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam,
pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala preeklampsia.
Denyut jantung janin dicatat dalam setengah jam dalam kala I dan lebih sering kala
II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya.
Karena pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan
pembedahan dengan narkosis, hendaknya wanita jangan diberi makanan biasa
melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan
larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri
dapat diberi pethidin 50 mg yang dapat diulangi; pada permulaan kala I dapat diberi
10 mg morfin. Pemeriksaan dalam perlu diadakan, akan tetapi harus selalu disadari
bahwa tiap pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan
berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang
seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah
persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false labour, apakah
ada inersia uteri atau incoordinate uterine action dan apakah tidak ada disproporsi
sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal terakhir ini, jika perlu dilakukan
pelvimetri roentgenologik atau MRI (Magnetis Resonence Imaging). Apabila serviks
sudah terbuka sedikit-dikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan
dapat dimulai. Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban
sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk
menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan bahaya
infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil
keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesaria dalam waktu singkat, atau
persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena biasanya
bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah
mengalami partus presipitatus, kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada
persalinan berikutnya. Karena itu sebaiknya wanita dirawat sebelum persalinan,
sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik. Pada persalinan keadaan diawasi
dengan cermat, dan episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk
menghindarkan terjadinya ruptura uteri. Dalam keadaan demikian janin harus segera
dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan
anak.
2.2.3 Incoordinate uterine action
Tonus uterus otot meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-
bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Di samping itu tonus
otot uterus yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi
ibu dan menyebabkan hipoksia dalam janin. His jenis ini juga disebut sebagai
uncoordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang dalam persalinan
lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spamus
sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini
dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi.
Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, akan tetapi biasanya
ditemukan pada batas antara bagian atas dan bagian segmen uterus. Lingkaran
konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali pembukaan
sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh
sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal
kelainan ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada
serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder.
Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak
mengadakan relaksasi berhubungan dengan incoordinate uterinaction. Penderita
biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jalan serviks
yang kaku. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala uterus terus menerus
akan menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya
bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh
kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena
karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar
kebagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita yang pernah mengalami
operasi pada serviks, selalu diawasi persalinannya di rumah sakit.

2.2.4 Cara Pemberian oksitosin


Lima satuan (5 I.U) oksitosin dilarutkan ke dalam 500 cc glukosa 5%,
diberikan sebagai infus dengan kecepatan awal 10 tetes/menit. Tetesan dapat
dinaikkan 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai diperoleh his yang kekuatan,
frekuensi, dan lamanya memadai. Bila hal ini sudah tercapai jumlah tetesan
dipertahankan. Jumlah tetesan/menit tidak dinaikkan lagi bila kualitas his sudah
memadai. Maksimum jumlah tetesan/menit adalah 60 tetes/menit. Bila jumlah
tetesan sudah 60 tetes/menit, tidak boleh dinaikkan lagi meskipun his belum ada.

2.3 Distosia Karena Kelainan Letak dan Bentuk Janin


2.3.1 Posisi Oksipitalis Posterior Persisten (POPP)
2.3.1.1 Definisi
Posisi belakang kepala oksiput posterior menetap adalah ubun-ubun kecil
menetap di belakang karena tidak ke depan ketika mencapai dasar panggul. Kepala
janin akan lahir dengan keadaan muka di bawah simfisis pubis.

2.3.1.2 Etiologi
Panggul antropoid dan android, lembeknya otot dasar panggul pada multipara,
atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tidak ada paksaan pada belakang
kepala untuk memutar ke depan.

2.3.1.3 Penatalaksanaan
Lakukan pengawasan persalinan dengan seksama dengan harapan terjadinya
persalinan spontan. Bila kala II terlalu lama atau ada tanda gawat janin, lakukan
tindakan mempercepat persalinan. Lakukan ekstraksi cunam, sebelumnya usahakan
ubun-ubun kecil di depan dengan cara memutar kepala dengan tangan atau cunam.

2.3.2 Presentasi Puncak Kepala


2.3.2.1 Definisi
Presentasi puncak kepala atau presentasi sinsiput (ubun-ubun besar) adalah
kelainan akibat defleksi ringan kepala janin ketika memasuki ruang panggul
sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah. Pada presentasi puncak
kepala tidak terjadi fleksi kepala maksimal sehingga bagian kepala yang melalui
jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan glabela di bawah simfisis
sebagai hipomoklion.

2.3.1.2 Etiologi
Letak defleksi ringan biasanya karena adanya kelainan panggul (panggul
picak), kepala bentuknya bundar, janin kecil atau mati, kerusakan dasar panggul
atau karena penyebab lain yaitu keadaan-keadaan yang memaksa terjadi defleksi
kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala, hal ini sering
ditemukan pada janin besar atau panggul sempit, multiparitas, perut gantung,
anensefalus, tumor leher bagian depan.

2.3.1.3 Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis presentasi puncak kepala, pada pemeriksaan
lokalis abdomen biasanya didapatkan pada bagian fundus uteri teraba bokong dan
diatas panggul teraba kepala, punggung terdapat pada satu sisi, bagian-bagian kecil
terdapat pada sisi yang berlawanan, oleh karena tidak ada fleksi maupun ekstensi
maka tidak teraba dengan jelas adanya tonjolan kepala pada sisi yang satu maupun
sisi lainnya. Pada auskultasi denyut jantung janin terdengar paling keras di kuadran
bawah perut ibu, pada sisi yang sama dengan punggung janin. Pemeriksaan dalam
didapatkan sutura sagitalis umumnya teraba pada diameter transversa panggul,
kedua ubun-ubun sama-sama dengan mudah diraba dan dikenali, keduanya sama
tinggi dalam panggul. Pemeriksaan radiologis akan membantu dan menegakkan
diagnosis kedudukan dan menilai panggul.

2.3.1.4 Penatalaksaan
Pasien dapat melahirkan spontan pervaginam. Mekanisme persalinan pada
presentasi puncak kepala, putaran paksi dalam ubun-ubun besar (UUB) berputar ke
simfisis, UUB lahir kemudian dengan glabella sebagai hipomoglion, kepala fleksi
sehingga lahirlah oksiput melalui peineum. Lingkaran kepala yang melewati panggul
adalah circum fronto-occiput sebesar kurang lebih 34cm, oleh karena itu partus akan
berlangsung lebih lama dibandingkan dengan persalinan normal dimana diameter
yang melewati panggul adalah cirkum suboksipitobregmatikus (32cm). Kepala
masuk panggul paling sering pada diameter transversa PAP. Kepala turun perlahan-
lahan, dengan ubun-ubun kecil dan dahi sama tingginya (tidak ada fleksi maupun
ekstensi) dan dengan sutura sagitalis pada diameter transversa panggul, sampai
puncak kepala mencapai dasar panggul. Sampai di sini ada beberapa kemungkinan
penyelesaiannya, sering kali kepala mengadakan fleksi, ubun-ubun kecil (UUK)
berputar ke depan dan kelahiran terjadi dengan kedudukan occipito anterior, atau
kepala mungkin tertahan pada diameter transverse panggul, diperlukan pertolongan
operatif untuk deep transverse arrest, atau pada keadaan kepala mungkin berputar
ke belakang dengan atau tanpa fleksi, UUK menuju ke lengkung sakrum dan dahi ke
pubis, mekanisme pada kondisi ini adalah kedudukan UUK belakang menetap dan
kelahiran dapat spontan atau dengan seksio sesaria.

2.3.3 Presentasi Muka


2.3.3.1 Definisi
Presentasi muka adalah kepala dalam kedudukan defleksi maksimal sehingga
oksiput tertekan dalam punggung dan muka merupakan bagian terendah. Kalau dagu
di bagian belakang dan tidak dapat memutar kedepan waktu posisi paksi dalam
disebut posisi mentoposterior persisten dan janin tidak dapat lahir spontan.

2.3.3.2 Etiologi
Keadaan yang memaksa defleksi kepala seperti panggul sempit, tumor di leher
bagian depan atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala, seperti janin
besar, anensefalus, dan kematian janin intrauterin.

2.3.3.3 Diagnosis
Pemeriksaan luar : dada teraba seperti punggung, belakang kepala terletak
berlawanan dengan letak dada, teraba bagian-bagian kecil janin dan denyut jantung
janin terdengar lebih jelas pada dada.
Pemeriksaan dalam : teraba dagu, mulut, hidung, dan pinggir orbita bila muka
sudah masuk ke dalam rongga panggul.
Diagnosis presentasi muka tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi
sehingga pada periksa luar didapatkan dada teraba seperti punggung, bagian
belakang kepala berlawanan dengan dada, bagian dada ada bagian kecil dan DJJ
terdengan lebih jelas. Sedangkan pada pemeriksaan dalam, teraba dagu, mulut,
hidung, tepi orbita, bila ada caput maka sulit dibedakan dengan bokong, apabila
ragu, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiologis , rontgen atau MRI.

2.3.3.4 Penatalaksaan
Tentukan ada/tidak diproporsi sefalopelvic. Bila tidak ada dan dagu berada di
depan, diharapkan terjadi persalinan spontan. Rujuk pasien ke rumah sakit bila ada
disproporsi sefalopelvik ataudagu berada di belakang. Bila dagu berada di belakang,
berikan kesempatan pada dagu untuk memutar ke depan. Pada posisi mentoposterior
persisten, usahakan untuk memutar dagu ke depan dengan satu tangan yang
dimasukkan ke dalam vagina. Presentasi muka diubah menjadi presentasi belakang
kepala bila dagu berada di belakang atau kepala belum turun ke dalam rongga
panggul dan masih mudah di dorong ke atas, dengan cara memasukkan tangan
penolong ke dalam vagina kemudian menekan muka pada daerah mulut dan dagu ke
atas. Bila tidak berhasil, dapat dicoba perasat Thorn, yaitu satu tangan penolong
dimasukkan ke dalam vagina untuk memegang bagian belakang kepala janin,
kemudian menariknya ke bawah. Tangan yang lain berusaha meniadakan ekstensi
tubuh janin dengan menekan dada dari luar. Pada kala II yang berlangsung lebih dari
2 jam diindikasikan untuk ekstraksi cunam. Bila tidak berhasil atau didapatkan
disproporsi sefalopelvik, lakukan seksio sesarea.

2.3.3.6 Prognosis
Pada umumnya persalinan berlangsung tanpa kesulitan. Kesulitan persalinan
dapat terjadi karena adanya disproporsi sefalopelvik. Angka kematian perinatal pada
presentasi muka ialah 2,5-5%.

2.3.4 Presentasi Dahi


2.3.4.1 Definisi
Presentasi dahi adalah kedudukan kepala di antara fleksi maksimal dan
defleksi maksimal sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya
presentasi dahi merupakan kedudukan sementara dan sebagian besar akan berubah
menjadi presentasi muka atau belakang kepala.

2.3.4.2 Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya presentasi dahi adalah presentasi muka.
Keadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala, seperti panggul sempit, tumor di
leher bagian depan atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala, seperti
janin besar, anensefalus, dan kematian janin intrauterin.
2.3.4.3 Diagnosis
Pemeriksaan luar : dada teraba seperti punggung, belakang kepala terletak
berlawanan dengan letak dada, teraba bagian-bagian kecil janin dan denyut jantung
janin terdengar lebih jelas pada dada.
Pemeriksaan dalam : teraba sutura frontalis, yang diikuti, teraba ubun-ubun
besar pada ujung yang satu dan pangkal hidung dan lingkaran orbita pada ujung
yang lain.
Diagnosis presentasi dahi berdasarkan pemeriksaan luar seperti pada
presentasi muka namun bagian belakang kepala tidak begitu menonjol, DJJ akan
jelas terdengar pada bagian dada. Pemeriksaan dalam akan teraba sutura frontalis,
ujung yang satu akan teraba UUB dan ujung yang lainnya akan teraba pangkal
hidung dan tepi orbita.

2.3.4.4 Penatalaksaan
Pada janin kecil dan panggul luas, penanganan sama dengan presentasi
muka. Pada presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak
dapat dilakukan persalinan spontan pervaginam sehingga harus dilaakukan seksio
sesaria. Maka, pasien dirujuk ke rumah sakit. Bila persalinan maju atau ada harapan
presentasi dahi dapat berubah menjad presentasi belakang kepala atau muka, tidak
perlu dilakukan tindakan. Bila pada akhir kala I pintu atas panggul belum memasuki
pintu atas panggul, presentasi dapat diubah dengan perasat Thorn. Bila tidak
berhasil, lakukan seksio sesaria. Bila kala II tidak mengalami kemajuan,
meskipunkepala sudah masuk rongga panggul, lakukan pula seksio sesaria.
Prognosis persalinan dengan presentasi dahi ditentukan oleh janinnya, jika
janin kecil maka persalinan mungkin terjadi spontan karena bisa jadi janin berubah
menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka, namun jika janin berat
atau besarnya normal maka persalinan tidak dapat pervaginam sehingga dilakukan
seksio sesaria oleh karena sirkumfarensia maksilo parietalis lebih besar dari
lingkaran pintu atas panggul. Pada kala I persalinan dilakukan perasat THORN,
apabila gagal maka janin tetap dilahirkan perabdominam yaitu seksio sesaria.
2.3.5 Letak Sungsang
2.3.5.1 Definisi
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong di bagian bawah kavum uteri. Pada letak sungsang berturut-turut lahir
bagian-bagian yang makin lama makin besar, dimulai dari lahirnya bokong, bahu,
kemudian kepala.

2.3.5.2 Etiologi
Multiparitas, prematuritas, kehamilan ganda, hidramnion, hidrosefalus,
anensefalus, plasenta previa, panggul sempit, kelainan uterus dan kelainan bentuk
utrus, implantasi plasenta di kornu fundus uteri.

2.3.5.3 Diagnosis
Anamnesis : kehamilan terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih
banyak di bagian bawah. Pemeriksaan luar : di bagian bawah uterus tidak teraba
kepala, balotemen negatif, teraba kepala di fundus uteri, denyut jantung ditemukan
setinggi atau sedikit lebih tinggi dari umbilikus. Pemeriksaan dalam : setelah kedua
ketuban pecah, teraba sakrum, tuberositas iskii, dan anus. Bila teraba bagian kecil
bedakan apakah kaki atau tangan.
Diagnosis letak bokong dapat ditentukan dengan persepsi gerakan janin oleh
ibu, pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas umbilikus,
pemeriksaan dalam, USG dan Foto sinar-X.

2.3.5.4 Penatalaksanaan
Lakukan versi luar pada kehamilan 34-38 minggu bila syarat versi luar
terpenuhi. Bila pada persalinan masih letak sungsang, singkirkan indikasi untuk
seksio sesaria. Lahirkan janin dengan perasat Bracht. . Bila kepala dan bahu tidak
dapat dilahirkan dengan perasat Bracht, lakukan manual aid atau dibantu cunam.
Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni dan Andros
telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan dapat
dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang atau sama dengan 3
dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi kembali secara
cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam,
jika nilai lebih dari 5 dilahirkan pervaginam.
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai
lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominal,
sebagai berikut.

0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Umur >39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Kehamilan
Taksiran >3630 gr 3629 gr -3176 gr < 3176 gr
berat janin
Pernah Tidak 1x >2x
letak
sungsang
Pembukaan <2 cm 3 cm >4cm
serviks
Station <3 <2 1 atau lebih
rendah

Arti nilai :
< 3 : persalinan perabdomen
4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila
nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam
> 5 : dilahirkan pervaginam

Prosedur persalinan sungsang secara spontan :


a. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak
berbahaya.
b. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk
PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
c. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih
rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk menghindari
pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum).
Teknik persalinan
a. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
b. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong mulai
membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus. Dilakukan
episiotomi.
c. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu kedua
ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang
panggul.Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih
dahulu.
d. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi
anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat
sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi
fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
e. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan, dagu,
mulut dan akhirnya seluruh kepala.
f. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.

Prosedur manual aid (partial breech extraction) :


Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
a. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
b. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik
(Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
c. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin
Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.

Cara klasik :
a. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan belakang
berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian melahirkan lengan
depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit dilahirkan maka lengan
depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah
belakang dan kemudian lengan belakang dilahirkan.
b. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan kakinya
dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.
c. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan
dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa cubiti
kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
d. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti
dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu.
e. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
f. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang.
Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua tangan
penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di
punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain mencengkram
dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin sehingga lengan depan terletak di
belakang kemudian lengan dilahirkan dengan cara yang sama.

Cara Mueller
a. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi, baru
kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
b. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong
diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan jari-
jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke bawah
sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan depan
dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
c. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih dipegang
secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir. Bila bahu
belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan dengan
mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Cara louvset :
a. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada
dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
b. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke
bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi
bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi ke arah
yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik sehingga
bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.

Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :


a. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir.
Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4
mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan anak
diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda.
Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari arah
punggung.
b. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang
asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh
tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika
suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung,
mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.

Cara cunam piper :


Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan pemasangan
lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam dimasukkan pada
arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada kasus ini cunam
dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Setelah
suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan
suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan
akhirnya seluruh kepala lahir.

2.3.6 Letak Lintang


2.3.6.1 Definisi
Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus
dengan sumbu memanjang tubuh ibu. Bila sumbu memanjang tersebut membentuk
sumbu lancip, disebut letak lintang oblik, yang biasanya sementara karena akan
berubah menjadi posisi longitudinal pada persalinan. Pada persalinan, bahu berada
diatas pintu atas panggul. Kepala berada disalah satu fossa iliaka dan bokong apada
fossa iliaka yang lain. Pada keadaan ini janin biasa berada pada presentasi
bahu/akromion. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), belakang
(dorsoposterior), atas (dorsosuperior), atau bawah (dorsoinferior). Bila persalinan
dibiarkan tanpa pertolongan, bahu akan masuk ke dalam panggul sehingga rongga
panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat
turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Bila janin kecil, sudah mati,
dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat berlangsung spontan. Janin
lahir dalam keadan terlipat melalui jalan lahir (konduplikasio korpore) atau lahir
dengan evolusio spontanea menurut cara Dwnman atau Douglas.
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan sumbu
panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di dalamnya bila
janin dalam posisi oblique). Letak lintang kasep adalah letak lintang kepala janin
tidak dapat didorong ke atas tanpa merobekkan uterus.1 Letak lintang dapat dibagi
menjadi 2 macam, yang dibagi berdasarkan:
a. Letak kepala
1. Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu
2. Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu
b. Letak punggung
1. Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
2.Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-posterior
3. Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
4. Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior,
2.3.6.2 Etiologi
Relaksasi berlebih dinding abdomen akibat multiparitas, uterus abnormal (uterus
arkuatus atau subseptus), panggul sempit, tumor daerah panggul, pendulum dari
dinding abdomen. Plasenta previa, insersi plasenta di fundus, bayi prematur,
hidramnion, kehamilan ganda.
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai faktor, sering
pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor – faktor tersebut adalah :
1) Fiksasi kepala tidak ada karena panggul sempit, hidrosefalus, anesefalus, plasenta
previa, dan tumor pelvis.
2) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, atau sudah mati.
3) Gemeli.
4) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek

2.3.6.3 Diagnosis
Pemeriksaan luar : uterus lebih melebar dan fundus uteri lebih lebih rendah, tidak
sesuai dengan umur kehamilan. Fundus utri kosong, kepala janin berada di samping. Di
atas sisfisis juga kosong, kecuali bila bahu sudah turun ke dalam panggul. Denyut
jantung ditemukan di sekitar umbilikus. Pemeriksaan dalam : teraba bahu dan tulang-
tulang iga/ketiak/punggung (teraba skapula dan ruas tulang belakang)/ dada (teraba
klavikula). Kadang-kadang teraba talipusat yang menumbung.
1) Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2) Palpasi
Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk
ke dalam pintu atas panggul, Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri.
3) Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
4) Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara bersalaman.
Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila kepala
terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri. Letak punggung ditentukan dengan
adanya skapula, letak dada dengan klavikula. Pemeriksaan dalam agak sukar
dilakukan bila pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada letak lintang
biasanya ketuban cepat pecah.

2.3.6.4 Penatalaksanaan
Lakukan versi luarbila syarat versi luar terpenuhi. Ibu diharuskan masuk
rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan. Pada permulaan persalinan masih
dapat diusahakan untuk melakukan versi luar asalkan pembukaan masih kurang dari
4 cm dan ketuban belum pecah. Pada primigravida, bila versi luar tidak berhasil,
segera lakukan seksio sesaria. Pada multigravida, bila riwayat obstetri baik, tidak
ada kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi
sampai pembukaan serviks lengkap, kemudian dilakukan versi ekstraksi. Pada letak
lintang kasep, bila janin masih hidup, segera lakukan seksio sesaria. Bila janin sudah
mati, lahirkan pervaginam dengan dekaptasi.

2.3.7 Makrosomia (Distosia Bahu)


2.3.7.1 Definisi
Makrosomia dimana janin diperkirakan memiliki berat > 4000 gram. Faktor
resiko terjadinya makrosomia yaitu riwayat melahirkan bayi besar sebelumnya,
obesitas pada ibu, multiparitas, kehamilan postterm, dan ibu dengan diabetes
mellitus. Makrosomia dapat menyebabkan terjadinya penyulit pada persalinan
diantaranya distosia bahu dan chepalo pelvic disproportion (CPD).
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana diperlukannya tambahan manuver
obstetrik oleh karena terjadi impaksi bahu depan diatas simphisis sehingga dengan
tarikan ke arah belakang pada kepala bayi tidak bisa untuk melahirkan bayi.

2.3.7.2 Etiologi
Penyebab terjadinya distosia bahu antara lain :
1) Makrosomia (bayi yang dikandung oleh seorang ibu dengan diabetes mellitus,
obesitas, dan kehamilan postterm).
2) Kelainan bentuk panggul.
3) Kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul.
2.3.7.3 Diagnosis
Penegakan diagnosis pada kondisi terjadinya persalinan dengan distosia bahu
antara lain:
1) Kepala janin telah lahir namun masih menekan vulva dengan kencang.
2) Dagu tertarik dan menekan perineum.
3) Turtle sign : suatu keadaan dimana kepala sudah dilahirkan gagal melakukan
putaran paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu
posterior dengan kepala.
4) Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu.

2.3.7.4 Penatalaksanaan
Penanganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan “ALARM“ (Ask
for help, Lift the legs and buttocks, Anterior shoulder disimpaction, Rotation of
posterior shoulder, Manual remover posterior arm).
1) Ask for help
Meminta bantuan asisten untuk melakukan pertolongan persalinan.
2) Lift the legs and buttocks
Melakukan manuver McRoberts yang dimulai dengan memposisikan ibu dalam
posisi McRoberts yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga posisi
lutut menjadi sedekat mungkin dengan dada, dan merotasikan kedua kaki ke arah
luar. Manuver ini dapat menyebabkan terjadinya pelurusan relatif dari sakrum
terhadap vertebra lumbal disertai dengan rotasi simphisis pubis ke arah kepala ibu
serta pengurangan sudut kemiringan panggul. Mintalah asisten untuk melakukan
penekanan suprasimphisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangan
(Manuver Massanti). Penekanan ini bertujuan untuk menekan bahu anterior agar
mau masuk ke simphisis. Sementara itu lakukanlah tarikan pada kepala janin ke
arah postero kaudal.
3) Anterior shoulder disimpaction
Melakukan disimpaksi bahu depan dengan menggunakan dua cara yaitu eksternal
dan internal. Disimpaksi bahu depan secara eksternal dapat dilakukan dengan
menggunakan manuver massanti, sedangkan disimpaksi bahu depan secara
internal dapat dilakukan dengan menggunakan manuver rubin. Manuver Rubin
dilakukan dengan cara (masih dalam manuver McRoberts) masukkan tangan pada
bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar
menjadi posisi obliq atau transversa dan dengan bantuan penekanan simphisis
maka akan membuat bahu bayi semakin abduksi sehingga diameternya mengecil.

4) Rotation of posterior shoulder


Melakukan rotasi bahu belakang dengan manuver Woods. Manuver ini
dilakukan dengan cara memasukkan tangan penolong sesuai dengan punggung
bayi (jika punggung kanan gunakan tangan kanan, dan sebaliknya) ke vagina dan
diletakkan di belakang bahu janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat ke anterior
dengan gerakan seperti membuka tutup botol.
5) Manual remover posterior arm
Pelahiran bahu belakang secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan
manuver Shwartz. Manuver ini dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke
vagina sepanjang humerus posterior janin yang dipisahkan ketika lengan
disapukan ke arah dada, namun tetap terfleksi pada siku. Tangan janin digenggam
dan ditarik sepanjang sisi wajah dan kemudian lengan belakang dilahirkan dari
vagina.
2.3.8 Hidrosefalus
2.3.8.1 Definisi
Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan cairan
serebrospinal yang berlebihan di ventrikel dan mengakibatkan terjadinya
pembesaran dari kranium. Volume cairan biasanya 500 – 1500 ml namun bisa juga
mencapai 5000 ml. Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 hingga 38
cm, namun pada hidrosefalus dapat mencapai 50 cm. Pada presentasi apapun
umumnya hidrosefalus dapat mengakibatkan terjadinya cephalo pelvic disproportion
yang berat.

2.3.8.2 Etiologi
Hidrosefalus sebagian besar disebabkan oleh tidak lancarnya aliran
serebrospinalis atau berlebihannya produksi cairan serebrospinal pada janin.

2.3.8.3 Diagnosis
Hidrosefalus pada janin dapat didiagnosis melalui:
1) Pada letak kepala dapat ditemukan kepala lebih besar dari biasanya sehingga
menonjol diatas simphisis.
2) Djj terletak lebih tinggi dari biasanya.
3) Pada pemeriksaan VT dapat diraba adanya sutura dan ubun-ubun yang melebar
tegang dan tulang kepala tipis.
4) Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya BPD lebih besar dari usia
kehamilannya.

2.3.8.4 Penatalaksanaan
Persalinan pada janin dengan hidrosefalus upaya yang pertama kali dilakukan
adalah pengecilan ukuran kepala bayi dengan menggunakan sefalosintesis sehingga
bayi dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominam. Namun, sefalosintesis dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan intrakranial pada janin sehingga sebaiknya
teknik ini digunakan pada janin dengan kelainan yang sudah cukup parah. Pada
kehamilan dengan janin hidrosefalus sebaiknya dilakukan pelahiran secara
perabdominal.

2.4 Distosia Karena Kelainan Tulang Panggul


2.4.1 Definisi
Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang disebabkan
oleh adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul. Menurut Caldwell dan
Moloy bentuk panggul di bagi dalam empat jenis, yaitu:
a) Panggul Ginekoid
Pintu panggul yang bundar dengan diameter transversa yang sedikit lebih panjang
daripada diameter anteroposterior dan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas. Dinding samping panggul lurus, spina tidak menonjol, dan
diameter transversa spina ischiadika 10 cm atau lebih.
b) Panggul Antropoid
Panggul jenis ini memiliki diameter anteroposterior yang lebih panjang dari pada
diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit. Spina ischiadika pada
panggul jenis ini cenderung menonjol dan dinding samping panggul cenderung
berbentuk konvergen.
c) Panggul Android
Panggul android memiliki ciri pintu atas panggul berbentuk segitiga dengan spina
ischiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit. Dinding samping
biasanya konvergen, spina ischiadika menonjol, dan os sakrum tidak melengkung
tetapi lurus dan maju ke depan.
d) Panggul Platipelloid
Panggul dengan diameter anteroposterior yang lebih pendek daripada diameter
transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas. Sudut panggul
anterior sangat lebar dan kelengkungan os sakrum biasanya cukup.

Dari keempat jenis panggul diatas panggul ginekoid merupakan jenis panggul dengan
prognosa persalinan paling baik, sedangkan ketiga jenis panggul lainnya dapat
menyebabkan terjadinya distosia persalinan.
Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvik) dapat
disebabkan karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu besar, atau
kombinasi diantara keduanya. Setiap penyempitan pada diameter panggul baik pintu
atas panggul, pintu tengah panggul, maupun pintu bawah panggul dapat menyebabkan
terjadinya distosia pada persalinan.
a) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu masuk panggul dianggap menyempit apabila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10 cm atau diameter transversa terbesarnya kurang dari 12
cm.
b) Penyempitan pintu tengah panggul
Pintu tengah panggul dikatakan menyempit apabila jumlah diameter intraspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah kurang dari atau sama dengan
13,5 cm.
c) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul menyempit didefinisikan sebagai pemendekan diameter
intertuberosum hingga 8 cm atau kurang.

2.4.2 Diagnosis
Penegakan diagnosis pada distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul dapat
ditegakkan dengan melakukan pengukuran pengukuran kapasitas panggul.
a) Pintu atas panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan konjugata diagonalis yang diukur
dari tepi bawah simphisis pubis hingga ke promomtorium os sacrum. Pintu atas
panggul berukuran cukup apabila promontorium tidak menonjol dan ukuran
konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm.
b) Pintu tengah panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kapasitas pintu tengah panggul,
pintu tengah dikatakan tidak menyempit apabila spina ischiadika tidak menonjol,
dinding samping tidak teraba melengkung, dan kecekungan os sacrum tidak dangkal.
c) Pintu bawah panggul
Dilakukan pengukuran diameter intertuberosum dengan meletakkan tangan terkepal
pada perineum diantara kedua tuberositas ischii. Ukuran normal apabila lebih dari 8
cm.

2.4.3 Penatalaksanaan
Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau kelainan
bentuk panggul sebaiknya dilakukan melalui sectio cessaria. Persalinan pervaginam
dapat dilakukan tetapi memiliki resiko kegagalan yang cukup besar dan dapat
menimbulkan terjadinya cedera pada kepala janin.
BAB III
SIMPULAN

 Distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan atau
merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun ibu.
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, kelainan passage, dan
kelaian passanger.
 Distosia karena kelainan tenaga terbagi atas hypotonic uterine contraction, hypertonic
uterine contraction, dan incoordinate uterine action. Pada hypertonic uterine
contraction hal yang ditakutkan adalah partus presipitatus karena dapat
membahayakan ibu dan bayi.
 Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin terbagi atas PPOP, presentasi puncak
kepala, presentasi muka, presentasi dahi, letak sungsang, letak lintang, kehamilan
multipel, makrosomia, distosia bahu, dan hidrosefalus.
 Pada letak lintang, persalinan dilakukan dengan cara seksio sesaria (perabdominal).
 Penyulit dalam persalinan pada kehamilan kembar diantaranya persalinan preterm,
disfungsi uterus, kelainan presentasi, prolaps tali pusat, dan perdarahan post partum.
 Presentasi kepala-kepala merupakan presentasi paling stabil selama persalinan dan
memungkinkan untuk terjadinya persalinan pervaginam. Penanganan persalinan
dengan distosia bahu dikenal dengan “ALARM“
 Pada kehamilan dengan janin hidrosefalus sebaiknya dilakukan persalinan secara
sectio cessaria. Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang
disebabkan oleh adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul.
 Panggul ginekoid merupakan jenis panggul dengan prognosa persalinan pervaginam
paling baik. Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvik) dapat
disebabkan karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu besar, atau
kombinasi diantara keduanya.
 Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau kelainan
bentuk panggul sebaiknya dilakukan melalui sectio cessaria.

Anda mungkin juga menyukai