Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan normal adalah proses
pengeluaran bayi yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-40 minggu), letak bujur atau
sejajar sumbu badan ibu, dengan presentasi belakang kepala terdapat keseimbangan antara
diameter kepala bayi dan panggul ibu, lahir spontan dengan kekuatan tenaga ibu sendiri, dan
proses kelahiran berlangsung kurang lebih 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin.
Sebagian besar persalinan adalah persalinan normal, hanya 12-15% merupakan persalinan
patologis, seperti distosia. Distosia sendiri dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang salah
satunya disebabkan oleh kelainan tenaga.
Distosia karena kelainan tenaga (HIS) adalah HIS yang tidak normal, sehingga dapat
menimbulkan penyulit pada saat persalinan, dan pada beberapa kasus dapat mengakibatkan
kematian pada janin maupun ibu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian tentang distosia kelainan tenaga/his?
2. Bagaimana pengertian tentang distosia kelainan alat kandungan?
C. Tujuan
1. Mengerti dan memahami pengertian tentang distosia kelainan tenaga/his.
2. Mengerti dan memahami pengertian tentang distosia kelainan alat kandungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Distosia karena Kelainan His
1. Definisi
Baik tidaknya his dinilai dengan :
a. Kemajuan persalinan
b. Sifatnya his : frekuensi, kekuatan dan lamanya his. Kekuatan his dinilai dengan menekan
dinding rahim pada puncak kontraksi.
c. Besarnya caput succedaneum
Kekuatan his tidak boleh dinilai dari perasaan nyeri penderita. His itu diketahui kurang kuat
kalau : terlalu lemah, terlalu pendek dan terlalu jarang.
Yang dinamakan inersia uteri ialah pemanjagan fase latent atau fase aktif atau kedua-duanya
dari kala pembukaan. Pemanjangan fase latent dapat disebabkan karena serviks yang belum
matang atau karena penggunaan analgesi yang terlalu cepat. Pemanjangan fase decelerasi
diketemukan pada disproporsi cephalopelvik atau kelainan anak. Perlu diinsyafi bahwa
pemanjangan fase latent maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal.
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his)
yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancran persalinan.
Dibawah ini dikemukakan lagi ringkasan dari his normal :
a. Tonus otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkatkan pada waktu his. Pada
kala pmbukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang digambarkan pada srvikogram
menurut friedman.
b. b. Kotraksi rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri, lalu
menjalar keseluruh otot rahim.
c. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagian-bagian lain.
Bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan tidak sekuat kontraksi fundus
uteri bagian bawah (segmen bawah rahim)dan servik tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat
lemah.
d. Sifat-sifat his :lamanya, kuatnya, keteraturannya, seringnya dan relaksasinya, serta sakitnya.
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia dapat disebabkankarena
kelainan HIS (HIS hipotonik dan hipertonik), karena kelainan mbesar anak, bentuk anak
(Hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat), letak anak (letak sungsang dan lintang), serta
karena kelainan jalan lahir.
2. Etiologi
a. Inersia uteri hipotoni : panggul sempit, kelainan letak kepala, penggunaan analgesi terlalu cepat,
hidramnion, gemelli, ibu merasa takut, salah memimpin persalinan.
b. Inersia uteri hipertoni : pemberian oksitosin berlebihan.
Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua sedangkan inersia uterisering dijumpai
pada multigravida dan grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pula peranan dalam
kelainan his dan juga factor emosi (ketakutan) mempengaruhi kelainan his. Salah satu sebab
yang penting dalam kelainan his inersia uteri, ialah apabila bahwa janin tidak berhubungan
rampat dengan segmen bawah rahim ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan
disproporsi sefalopelvik. Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat-obatan seperti
oksitosin dan obat penenang. Kelainan pada uterus misalnya uterus birkornis unikolis dapat pula
mengakibatkan kelainan his.
o Primigravida, multigravida dan grandemultipara.
o Herediter, emosi dan ketakutan memegang peranan penting.
o Salah pimpinan persalinan, atau salah dalam pemberian obat-obatan.
o Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim. Ini dijumpai pada
kelainan letak janin dan disproporsi sefalopelvik.
o Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis.
o Kehamilan postmatur.

3. Klasifikasi
Dulu inersia uteri dibagi dalam :
a. Inersia uteri primer ialah kalau his lemah dari permulaan persalinan.
b. Inersia uteri sekunder kalau mula-mula his baik tapi kemudian menjadi lemah karena otot-otot
rahim lelah jika persalinan berlangsung lama (inersia kelelahan).
Dalam obstetri modern partus lama dengan kehabisan tenaga ibu tidak boleh terjadi, maka
inersia uteri sekunder menurut pengertian di atas jarang diketemukan, malaupun begitu di
Indonesia inertia uteri karena kelelahan masih sering terjadi.
Pembagian inersia yang sekarang berlaku ialah
a. Inersia uteri hypotonis dimana kontraksi terkoordinasi tapi lemah hingga menghasilkan tekanan
yang kurang dari 15 mmHg. His kurang sering dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih
dapat ditekan ke dalam. Pada his yang baik tekanan intrsuterin mencapai 50-60 mmHg biasanya
terjadi dalam fase aktif atau kala II, makan dinamakan juga kelemahan his sekunder. Asfiksia
anak jarang terjadi dan reaksi terhadap pitocin baik sekali.
 Pengertian
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering di jumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu terenggang misalnya karena hidramion atau kehamilan kembar atau
grandemultipara atau primipara serta pada penderita yang keadaan emosinya kurang baik.
Inersia uteri terbagi dua yaitu:
 Inersia primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat (kelemahan his
yang timbul sejak dari permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah
penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum
 Inersia sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan
selanjutnya terdapat gangguan dan kemudian melemah maka pada persalinan akibat inersia uteri
sekunder ini tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama karena dapat menimbulkan kelelahan
otot uterus maka inersia uteri sekunder ini jarang di temukan. Kecuali pada wanita yang tidak
diberi pengawasan baik waktu persalinan.
 Etiologi
 Anemia
 Primigravida terutama pada usia tua
 Perasaan tegang dan emosional
 Ketidak tepatan pengunaan analgetik seperti saat pemberian oksitosin atau obat penenang
 Salah pimpinan persalinan
 Kelinan uterus seperti bikornis unikolis
 Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramion
 Kehamilan postmatur
 Tanda dan gejala
 Waktu persalinan memanjang
 Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek
 Dilatasi serviks lambat
 Membran biasanya masih utuh
 Lebih rentan terdapatanya plasenta yang tertinggal
 Diagnosis
 Menurut prof. Dr. Sarwono prawihardjo (1992) diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase
laten sehingga diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang di sertai rasa nyeri, tidak cukup
untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk pada kesimpulan ini di perlukan
kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu pendataran
dan pembukaan. Kesalahan yang sering terjadi pada inersia uteri adalah mengobati pasien
padahal persalinan belum di mulai

Penanganan :
a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan.
b) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang, kemungkinan yang
ada.
c) Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong bila sudah masuk
PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila
tidak berhasil maka akan dilakukan sectio cesaria.
d) Melakukan stimulasi puting susu dengan cara menggosok, memijat atau melakukan gerakan
melingkar di daerah puting dengan lembut yang diyakiniakan melepaskan hormon oksitosin yang
dapat menyebabkan kontraksi. adabeberapa rekomendasi dalam hal penggunaannya, yaitu:
 Hanya memijat satu payudara pada suatu waktu
 Hanya memijat puting selama 5 menit, lalu tunggu selama 15 menit untuk melihat apa yang terjadi
sebelum melakukan pemijatan kembali
 Sebaiknya tidak menstimulasi payudara selama kontraksi
 Jangan menggunakan stimulasi payudara jika kontraksi sudah terjadi setiap 3 menit atau 1 menit

d) Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dektrosa 5% ,dimulai dengan 12 tetes
permenit,dinaikkan setiap 10-15 tetes permenit sampai 40-50 tetes permenit.
e) Pemberian oksitosin tidak perlu terus menerus, sebab bila tidak memperkuat HIS setelah
pemberian beberapa lama,hentikan dulu dan ibu disuruh istirahat. Pada malam hari berikan obat
penenang misalnya valium10 mg dan esoknya dapat diulangi lagi pemberian oksitosin drips.
f) Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan Secsio
Sesarea
g) Bila semula HIS kuat kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah dan partus
berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada gunanya memberikan
oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
indikasi obstetrik lainnya (ekstraksi vakum atau forcep, atau secsio sesarea)

b. Inersia uteri hypertonis dimana kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya : kontraksi segmen
tengah lebih kuat dari segmen atas. Inertia uteri ini sifatnya hypertonis, sering disebut inertia
spastis. Pasien biasanya sakit kesakitan. Inertia uteri hypertonis terjadi dalam fase latent, maka
boleh dinamakan inertia primer. Tanda-tanda fetal distress cepat terjadi.

 Pengertian
Adalah inersia hipertonik bisa disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat
hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannnya terletak pada kekuatan his. His
yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam di sebut
partus presipitatus). Pasien merasa kesakitan karena his yang terlalu kuat dan berlangsung
hampir terus menerus pada janin akan terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter.
 Etiologi
a. Ketuban pecah dini disertai adanya infeksi
b. Infeksi intrauteri
c. Pemberian oksitosin yang berlebihan
 Tanda dan gejala
a. Persalinan menjadi lebih singkat (partus presipitatus)
b. Gelisah akibat nyeri terus menerus sebelum dan selama kontraksi
c. Ketuban pecah dini
d. Distres fetal dan maternal
e. Regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat terjadi ruptura
 Diagnosis
a. Anamesa
Dilihat dari keadaan ibu yang mengatakan his yang terlalu kuat dan berlangsung hampir
terus menerus
b. Pemeriksaan fisik
Di lihat dari kontraksinya yang terlalu kuat dan cepat sehingga proses persalinan yang
semakin cepat

 Penanganan:
a) Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya asal janin tidak akan lahir dalam waktu
dekat (4-6 jam).
b) Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan secsio sesaria.
c) Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan
cepat.

Jadi secara ikhtisar perbedaan antara inersia hypotonis dan hypertonis adalah sebagai berikut :
Hypotonis Hy[ertonis
Kejadian 4% dari persalinan 1% persalinan
Tingkat persalinan Fase aktif Fase latent
Nyeri Tidak nyeri Nyeri berlebihan
Fetal distress Lambat terjadi Cepat
Reaksi terhadap oksitocin Baik Tidak baik
Pengaruh sedativa sedikit besar
c. Aksi Uterus Inkoordinasi (incoordinate uterine action)
Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan singkronisasi antara kontraksi dan
bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam
pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak maju.
Penanganan:
a) Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obat anti sakit dan
penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin, dan valium.
b) Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut-larut selesaikanlah partus
menggunakan hasil pemriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forseps atau seksio
sesaria.

4. Faktor Risiko
Penggunaan analgesi terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi, regangan
dinding rahim (hydramnion, gemelli), perasaan takut dari ibu.
5. Komplikasi terhadap Ibu dan Janin
a. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau jejas kelahiran
b. Kemungkinan infeksi bertambah, yang juga meninggikan kematian anak.
c. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya pols naik, suhu meinggi, acetonuri, nafas
cepat, meteorismus dan turgor berkurang.
Infus harus diberikan kalau partus lebih lama dari 24 jam, untuk mencegah timbulnya gejal-
gejala di atas.
6. Penatalaksanaan
Kelainan his dapat diatasi dengan :
a. Pemberian infus pada persalinan lebih 18 jam untuk mencegah timbulnya gejala-gejala atau
penyulit diatas.
b. Inersia uteri hipotoni : jika ketuban masih ada maka dilakukan amniotomi dan memberikan
tetesan oksitosisn (kecuali pada panggul sempit, penanganan di seksio sesarea)

B. HIS YANG TIDAK TERKOORDINASI


Di sini sifat his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak
adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan. Di samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan
rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin.
His jenis ini juga disebut sebagai uncoordinated hypertonic uterine contraction.
Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah :
Faktor usia penderita relatif tua
Pimpinan persalinan
Karena induksi persalinan dengan oksitosin
Rasa takut dan cemas
Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini
menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavumuteri pada tempat
itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini
dapat terjadi di mana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan
segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam,
kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum
uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan
ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang
dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis
dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung
dengan incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi
lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaaan ini dibiarkan, maka
tekanan kepala terus menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat
mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder
disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena
karsinoma. Dengan his kuat serviks 5 bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar ke bagian
bawah uterus. Oleh karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu
harus diawasi persalinannya di rumah sakit. Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis
karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian
uterus. Usaha-usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi
ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin,
pethidin dan lain-lain. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau
ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap,perlu dipertimbangkan
seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau
lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis.
Jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus diselesaikan
sengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran konstriksi dalam kala II baru diketahui, setelah usaha
melahirkan janin dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam cavum uteri
untuk mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran konstriksi, mudah dapat diraba. Dengan
narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan
dengan cunam. Apabila tindakan ini gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio
sesarea. Pada distosis servikalis primer dimbil sikap seperti pada incoordinate uterine action.
Pada distosia servikalis sekunder harus dilakukan seksio sesarea sebelum jaringan parut serviks
robek, yang dapat menjalar ke atas sampai segmen bawah
C. Distosia Kelainan Alat Kandungan
1. Vulva
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah oedema vulva, stenosis vulva, kelainan
bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata dan fistula.
a. Klasifikasi
1.Oedema Vulva
Bisa timbul pada waktu hamil, biasanya sebagai gejala pre eklamsia akan tetapi dapat pula
mempunyai sebab lain misalnya gangguan giza. Pada persalinan lama dengan penderita
dibiarkan mengedan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva. Kelainan ini umumnya jarang
merupakan rintangan bagi kelahiran per vaginam
Edema (oedema) vulva adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan
ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam
sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan) pada
vulva.
Edema bisa timbul pada waktu kehamilan. Biasanya sebagai gejala pre eklamsi akan
tetapi dapat pula timbul karena sebab lain misalnya gangguan gizi atau malnutrisi atau pada
persalinan yang lama. Edema dapat juga terjadi pada persalinan dengan dispoporsi sefalopelvik
atau wanita mengejan terlampau lama (terus menerus), sedangkan kepala belum cukup turun. Hal
itu mempersulit pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan persalinan yang akhirnya dapat
menimbulkan kerusakan luas pada jalan lahir.
Diagnosa Subjektif
Ibu mengatakan terjadi pembengkakan pada alat kelaminnya (vulva),sehingga timbul
ketidaknyamanan pada ibu,bengkak tidak hilang setelah beristirahat, bengkak disertai dengan
keluhan fisik lainnya, seperti: sakit kepala yang hebat, pandangan mata kabur
Diagnosa Objectif
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menginspeksi adanya pembengkakan pada daerah vulva
 Penatalaksanaan
a. Istirahat cukup
b. Mengatur diet, yaitu meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung protein dan
mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat serta lemak.
c. Kalau keadaan memburuk,kemungkinan dokter akan mempertimbangkan untuk segera
melahirkan bayi demi keselamatan ibu dan bayi

2. Stenosis Vulva
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang menyebabkan ulkus-ulkus yang
sembuh dengan parut-parut yang dapat menimbulakn kesulitan. Walaupun umumnya dapat
diatasi dengan mengadakan episiotomi, yang cukup luas. Kelainan congenital pada vulva yang
menutup sama sekali hingga hanya orifisium utrethra eksternum tampak dapat pula, terjadi.
Penanganan ini ialah mengadakan sayatan median secukupnya untuk melahirkan kepala.
Stenosis vulva merupakan kelainan congenital pada vulva yang menutup sama sekali,atau dapat
pula terjadi hanya orifisium uretra eksternum saja yang nampak/ penyempitan vulva/vagina atau
akibat perlengketan dan parut karena peradangan atau perlukaan pada persalinan yang lalu.

 Penyebab
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang menyebabkan ulkus-ulkus yang
sembuh dengan parut-parut yang dapat menimbulkan kesulitan.
 Diagnosa
Diagnosa Subjectif
Nyeri pada daerah vulva

Diagnosa Objectif
Inspeksi : Adanya penutupan pada daerah vulva,ataupun hanya terlihat bagian orifisium uretra
eksternum saja
 Penatalaksanaan
Walaupun umumnya dapat diatasi dengan mengadakan episiotomi yang cukup luas namun
penanganan dengan sayatan median secukupnya untuk melahirkan kepala juga dapat
dilakukan.Dan biasa tindakan persalinan dengan operasi merupakan pilihan utama.
.

4. Varises
Wanita hamil sering mengeluh melebarnya pembuluh darah di tungkai, vagina, vulva dan
wasir. Serta dapat menghilang setelah kelahiran. Hal ini karena reaksi system vena pembuluh
darah seperti otot-otot di tempat lain melemah akibat hormone estroid. Bahaya varises dalam
kehamilan dan persalinan adalah bila pecah dapat mengakibatkan fatal dan dapat terjadi pula
emboli udara. Varises yang pecah harus dijahit baik dalam kehamilan maupun setelah lahir.
 Pengertian
Pelebaran pembuluh darah vena yang terjadi pada vulva.Selain kelihatan kurang baik pelebaran
pembuluh darah ini dapat merupakan sumber perdarahan potensial pada waktu hamil maupun
persalinan.Kejadian varises ini makin meningkat pada kehamilan makin tinggi dan segera akan
menghilang atau berkurang setelah persalinan.
 Penyebab
 Hal ini karena reaksi system vena pembuluh darah, seperti otot-otot di tempat lain melemah
akibat hormone estrogen. Penyebab utama varises adalah lemah/rusaknya katup pembuluh vena.
Pada pembuluh vena terdapat katup – katup yang berfungsi untuk menahan agar darah tidak
turun/bergerak mundur. Dengan adanya katup pada pembuluh vena menyebabkan darah akan
terus mengalir ke arah jantung. Katup yang rusak atau lemah akan membuat darah bergerak
mundur yang mengakibatkan darah berkumpul di dalam dan menyebabkan gumpalan yang
mengganggu aliran darah yang disebut sebagai varises.
 Karena factor heriditer
Bahaya dalam kehamilan dan persalinan adalah :
 Bila pecah akan terjadi perdarahan sedikit/banyak
 Bila pecah dapat pula terjadi emboli udara dan bisa berakibat fatal
 Diagnosa
 Diagnosa
Diagnosa Subjectif
Wanita hamil sering mengeluh melebarnya pembuluh darah di tungkai, vagina, vulva dan terjadi
wasir.
Diagnosa Objectif
Inspeksi : Pembuluh darah vena akan menonjol di permukaan kulit yang berwarna ungu atau biru
gelap biasa tampak seperti tali sepatu, Jika varises sudah kronik maka akan tampak pembuluh
darah vena yang menyerupai jaring laba – laba (spider navy).
 Penatalaksanaan
 Kurangi konsumsi garam dan makan yang mengandung kolesterol tinggi.
 Perbanyak konsumsi sayuran dan buah berserat tinggi dan makanan yang dapat merangsang
sirkulasi darah, seperti bawang merah, bawang putih, bawang bombay, jahe dan cabai merah.
Juga makanan yang kaya dengan vitamin B kompleks, vit C, vit E, vit B6, magnesium, asam
folat, kalsium dan zinc seperti gandum dan kacang kedelai (susu kedelai).
 Perbanyak makanan dan minuman yang mengandung antioksidan tinggi seperti sayur – sayuran
hijau, buah apel, wortel dan jeruk. Dianjurkan minum susu kedelai karena mengandung tinggi
flavonoid yang mengandung antioksidan, vitamin B kompleks, vit C, vit E, vit B6, magnesium,
asam folat, kalsium dan zinc yang sangat bermanfaat untuk mencegah dan membantu pemulihan
pembuluh darah vena.
 Jangan berdiri atau duduk terlalu lama. Jika pekerjaan anda dituntut untuk berdiri lama maka
usahakan tidak diam namun sekali – sekali anda berjalan agar otot anda tidak statis (diam) dan
sekali – kali anda duduk istirahat.
 Pada saat tidur, tinggikan kaki anda, lebih tinggi dari posisi pinggul atau jantung anda. Posisi
kaki yang lebih tinggi dari jantung akan memudahkan aliran darah vena kembali ke jantung.
 Jangan memakai ikat pinggang terlampau kencang (ketat)
 Jalan-jalan dan senam hamil untuk memperlancar peredaran darah
 Dapat diberikan obat-obatan : Venosan,Glyvenol,Venoruton,dan Varemoid.
 Dengan beberapa pertimbangan pada kasus dengan varises vulva maupun vagina yang besar
dapat dianjurkan persalinan dengan seksio sesarea.
 Dan untuk wanita hamil dengan keluhan wasir untuk sementara dapat diatasi dengan pengobatan
sampai persalinan berlangsung.Setelah persalinan berakhir,keluhan wasir berkurang sampai
menghilang dan tidak memerlukan tindakan lain.

5. Hematoma
Pembuluh darah pecah sehingga hematoma dijaringan ikat yang renggang divulva, sekitar
vagina atay ligamentum latum. Hematoma vulva dapat juga terjadi karena trauma misalnya jatuh
terduduk pada tempat yang keras atau koitus kasar. Bila hematoma kecil resorbsi sendiri, bila
besar harus insisi dan bekuan darah dikeluarkan.
 Pengertian
Pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan perdarahan,yang dapat terjadi saat
kehamilan berlangsung atau yang lebih sering pada persalinan.Hematoma vulva dan vagina dapat
besar,disertai bekuan darah bahkan perdarahan yang masih aktif.

 Penyebab
 Hematoma vulva disebabkan oleh kebocoran pembuluh darah yang mengalami nekrosis akibat
tekanan yang lama.
 Kumpulan darah diluar pembuluh darah terjadi karena dinding pembuluh darah, arteri, vena atau
kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor kedalam jaringan-jaringan dimana tidak pada
tempatnya.
Pembuluh darah yang pecah menyebabkan hematoma dijaringan ikat menjadi renggang, di
sekitar vulva atau ligamentum latum.
 Hematoma vulva dapat juga terjadi karena trauma(diluar persalinan) misalnya jatuh terduduk
pada tempat yang keras atau koitus kasar.
 Diagnosa
Diagnosa Subyektif
 Hematoma vulva mudah didiagnosis dengan adanya rasa nyeri perineum yang hebat dan tumbuh
infeksi yang menyeluruh dengan ukuran yang bervariasi
 Adanya keputihan yang berlangsung lama dan perdarahan uterus yang tidak teratur atau
berlebihan yang disebabkan oleh jaringan yang melapisi gumpalan hematoma dapat menghilang
karena mengalami nekrosis akibat penekanan,sehingga terjadi perdarahan yang banyak.

Diagnosa Obyektif
Inspeksi : pada kehamilan uterus akan teraba lebih besar
Palpasi : pada kehamilan uterus lebih lunak daripada keadaan normalnya

 Penatalaksaan
 Hematoma yang besar harus dilakukan eksisi untuk mengeluarkan bekuan darah dan mengikat
pembuluh darah yang pecah
 Bila hematoma kecil resorbsi sendiri,
 Hematoma yang terjadi pada pertolongan persalinan saat ini sudah jarang terjadi apalagi
kehamilan grandemultipara sangat kurang.Bidan yang dalam pertolongan persalinan menghadapi
hematoma sebaiknya mengirimkan penderita ke tempat yang dapat memberikan pertolongan
yang adekuat.

6. Peradangan
Peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan vagina dan dapat terjadi akibat
infeksi spesifik, seperti sifilis, gonorea, trikomoniasis.
Sifilis disebabkan oleh troponema palladium. Luka primer di vulva sering tidak disadari
penderita dalam stadium 2 dijumpai kondiloma akuminata yaitu tonjolan kulit lebar-lebar dengan
permukaan licin, basah, warna putih atau kelabu dan sangat infeksius. Wanita hamil fluor albus
harus diperiksa kemungkinan lues di samping pemeriksaan gonorea, trikomoniasias dan
kandidiasis. Gonorea dapat menyebabkan vulvovaginitis dalam kehamilan dengan keluhan fluor
albus dan disuria.Bayi yang lahir dengan ibu yang menderita gonorea dapat mengalami blenora
neonaturum. Trikomoniasis vaginalis yang disebabkan parasit golongan protozoa menimbulkan
gejala fluor albus dan gatal. Pasangan pria dapat ditulari melalui persetubuhan dan sebaliknya dia
dapat menulari pasangan wanita. Penularan dapat terjadi juga melalui handuk.
 Pengertian
Peradangan pada vulva biasa disebut dengan vulvitis

 Penyebab
 Peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan vagina
 Dapat terjadi akibat infeksi spesifik, seperti sifilis, gonorea, trikomoniasis.
 Dapat terjadi akibat infeksi non spesifik seperti : eksema,pruritus vulvae,skabie,pedikulus
pubis,bartholinitis.

 Diagnosa
Diagnosa subjectif
 Mengeluh adanya keputihan (four albus)
 Demam
 Pada sifilis stadium II di jumpai kondiloma lata
Diagnosa Objectif
Inpeksi : adanya keputihan dan infeksi pada vulva
 Penatalaksanaan
 Pada kehamilan,radangan tersebut harus diobati.Obat yang diberikan harus dipikirkan apakah
mempunyai efek buruk terhadap anak terutama dalam proses pertumbuhan organogenensis.
 Dalam pertolongan persalinan menghadapi peradangan sebaiknya mengirimkan penderita ke
tempat yang dapat memberikan pertolongan yang adekuat.
7. Kondiloma Akuminata
Merupakan pertumbuhan pada kulit selaput lender yang menyerupai jengger ayam jago.
Berlainan dengan kondiloma latum permukaan kasar papiler, tonjolan lebih tinggi, warnaya lebih
gelap. Sebaiknya diobati sebelum bersalin, banyak penulis menganjurkan insisi dengan
elektrocavteratau atau dengan tingtura podofilin. Kemungkinan residiv selalu ada penyebab
rangsangan tidak berantas lebih dahulu atau penyakit primernya kambuh.
 Pengertian
Merupakan pertumbuhan pada kulit selaput lendir yang menyerupai jengger ayam jago.
Berlainan dengan kondiloma latum: permukaan kasar papiler, tonjolan lebih tinggi, warnaya
lebih gelap. Kondiloma akuminata berbentuk seperti kembang kumis atau cauliflower dengan
ditengahnya jaringan ikat dan ditutup terutama bagian atas oleh epitel dengan hyperkeratosis.
Penyakit terdapat dalam bentuk kecil dan besar, sendirian atau dalam suatu kelompok. Lokasinya
ialah pada berbagai bagian vulva, pada perineum, pada daerah perianal, pada vagina dan serviks
uteri. Dalam hal-hal yang terakhir ini terdapat leukorea.
 Penyebab
Kondiloma Akuminata disebabkan oleh suatu jenis virus yang banyak persamaanya dengan
penyebab veruka vulgaris. Adanya leukorea oleh sebab lain mempermudah tumbuhnya virus dan
kondiloma akuminata. Kelainan ini juga lebih sering ditemukan pada kehamilan karena lebih
banyak vaskularisasi dan cairan pada jaringan.

 Diagnosa
Diagnosa Subjectif
Mengeluh mengalami keputihan

Diagnose Objectif
Umumnya diagnosis Kondiloma Akuminata tidak sukar dibuat dan dapat dibedakan dari
kondilomata lata, satu manifestasi dari sifilis.

 Penatalaksanaan
 Kondiloma Akuminata yang kecil dapat disembuhkan dengan larutan 10% podofili dalam
gliseril atau dalam alcohol. Pada waktu pengobatan daerah sekitarnya harus dilindungi dengan
vaselin, dan setelah beberapa jam tempat pengobatan harus dicuci dengan air dan sabun.
 Pada Kondiloma Akuminata yang luas, terapinya terdiri atas pengangkatan dengan pembedahan
atau kauterisasi. Untuk mencegah timbulnya residif, harus diusahakan kebersihan pada tempat
bekas Kondiloma Akuminata, dan leukoria harus diobati. Sebaiknya diobati sebelum bersalin,
banyak penulis menganjurkan insisi dengan elektrocavter atau dengan tingtura podofilin.
8.Fistula
Fistula vesikovaginal atau fistula rectovaginal biasanya terjadi pada waktu bersalin baik
sebagai tindakan operatif maupun akibat nekrosis tekanan. Tekanan lama antara kepala dan
tulang panggul gangguan sirkulasi sehingga terjadi kematian jaringan local dalam 5-10 hari lepas
dan terjadi lubang. Akibatnya terjadi inkotenensia alvi. Fistula kecil yang tidak disertai infeksi
dapat sembuh dengan sendirinya. Fistula yang sudah tertutup merupakan kontra indikasi per
vaginam.
 Pengertian
Kejadian fistula ini sudah jarang dijumpai karena persalinan kasep yang makin jarang
terjadi.Fistula vesikovaginal atau fistula rectovaginal biasanya terjadi pada waktu bersalin baik
sebagai tindakan operatif maupun akibat nekrosis tekanan.

 Penyebab
Akibat tekanan langsung jaringan lunak antara kepala janin yang telah berada di dasar panggul
dengan jalan lahir tulang.Tekanan lama antara kepala dan tulang panggul,menyebabkan
gangguan sirkulasi sehingga terjadi kematian jaringan local dalam 5-10 hari lepas dan terjadi
lubang. Akibatnya terjadi inkotenensia alvi. Oleh karena itu,setelah melakukan pertolongan
persalinan kasep perlu dilakukan eksplorasi untuk mencari kemungkinan robekan jalan lahir
yang dapat menjadi fistula.

 Penatalaksaan
 Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh dengan sendirinya. Fistula yang sudah
tertutup merupakan kontra indikasi per vaginam.
 Untuk menghindari terjadinya fistula postpartum,selalu di pasang daure kateter sehingga
vaskularisasi jaringan yang tertekan membaik dan terhindar dari nekrosis dan fistula.
 Operasi rekonstruksi fistula sulit dan keberhasilannya belum memuaskan.
 Untuk mengurangi kejadian fistula maka persalinan harus telah dirujuk pada saat mencapai garis
waspada,sehinggan dapat dilakukan tindakan tepat dan cepat untuk dapat menurunkan morbilitas
dan mortalitas.
Diagnosa Subjektif
Ibu mengatakan terjadi pembengkakan pada alat kelaminnya (vulva),sehingga timbul
ketidaknyamanan pada ibu,bengkak tidak hilang setelah beristirahat, bengkak disertai dengan
keluhan fisik lainnya, seperti: sakit kepala yang hebat, pandangan mata kabur
Diagnosa Objectif
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menginspeksi adanya pembengkakan pada daerah vulva

2. Vagina
a. Klasifikasi
1. Kelainan Vagina (Aplasia vagina)
 Pengertian
Pada aplasia vagina, diintroitus vagina terdapat cekungan yang agak dangkal atau yang agak
dalam.

 Penyebab
Kelainan congenital,atau pertumbuhan atau pembentukan organ janin yang tidak sempurna di
dalam kandungan pada masa kehamilan

 Penatalaksanaan
Terapi terdiri atas pembuatan vagina baru, beberapa metode sudah dikembangkan untuk
keperluan itu, operasi ini sebaiknya pada saat wanita bersangkutan akan menikah. Dengan
demikian vagina dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat menyempit.
2. Stenosis Vagina Kongenital
 Pengertian
Jarang terdapat , lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap
atau tidak lengkap pada bagian kanan atau bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak
menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus
maupun lahirnya janin.
Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus
dipotong dahulu.

 Penyebab
Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang
tetap kaku dalam kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan
seksio ceaserea.
3. Tumor Vagina
Dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin per vaginam, adanya tumor vagina bisa pula
menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko.
Tergantung dari jenis dan besarnya tumor perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat
berlangsung secara per vaginam atau diselesaikan dengan seksio sesar.

4. Kista Vagina
 Penyebab
Kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak lateral dalam vagina bagian
proximal, ditengah, distal di bawah orifisium urethra eksterna.Bisa berukuran kecil dan besar
sehingga bukan saja mengganggu pertumbuhan namun dapat pula menyukarkan persalinan.

 Penatalaksanaan
 Kehamilan muda : diekstirpasi setelah kehamilan 3-4 bulan
 Dalam persalinan : jika kecil maka tidak menghalangi turunnya
kepala,tidak mengganggu persalinan.Setelah 3
bulan pasca persalinan dilakukan ekstirpasi
tumor.Bila besar dan menghalangi turunnya
kepala untuk mengecilkannya dilakukan aspirasi
cairan tumor.

3. Uterus
a. Retroflexio Uteri
 Pengertian
Adalah uterus hamil yang semakin lama semakin besar terkurung dalam rongga panggul,tidak
dapat keluar memasuki rongga perut.
Kehamilan pada retrofleksi uteri tidak banyak dijumpai karena kemampuan mobilisasi uterus
selama hamil dan melepaskan diri dari ruangan pelvis minor.
Jarang sekali kehamilan pada uterus dalam retroflexio mencapai umur cukup

 Penyebab
Terkurung uterus,mungkin uterus retrofleksi,tertahan karena adanya perlekatan-perlekatan atau
oleh sebab lain yang tidak diketahui (fiksata).Terdapat kemungkinan dari nasib kehamilannya :
a. Koreksi spontan : dimana pada kehamilan 3 bulan korpus dan fundus naik masuk kedalam
rongga perut.
b. Abortus : hasil konsepsi terhenti berkembang dan keluar,karena sirkulasi terganggu.
c. Koreksi tidak sempurna : dimana bagian yang melekat tetap tertinggal sedangkan bagian uterus
yang hamil naik masuk ke dalam rongga perut disebut retrofleksia uteri gravidi partialis.Nasib
kehamilan selanjutnya bisa abortus, partus prematurus,terjadi kesalahan letak dan bersalin biasa.

 Diagnosa
Diagnosa Subjectif
Adanya gangguan miksi,defekasi rasa sakit dan penuh di dalam rongga panggul.Keluhan muncul
pada UK di atas 16 minggu,dimana uterus mengisi rongga panggul.
 Penatalaksanaan
 Salah satu penanganan yang masih dianjurkan adalah melakukan tidur dengan kedudukan dada-
kaki beberapa waktu dengan harapan agar retrofleksi uteri gravidi dapat lepas dari ruangan pelvis
minor.Disamping itu dapat pula dilepaskan dengan kedudukan tidur dada-kaki dan mendorong
uterus gravidus keluar dari ruangan pelvis minor.
 Bila tidak terjadi perlekatan dapat dilakukan :
a. Reposisi digital jika perlu dalam narkosa
b. Koreksi dengan posisi genu-pektoral selama 3 x 15 perhari atau langsung dikoreksi melalui
vagina dengan 2 jari mendorong korpus uteri kearah atas keluar rongga panggul
c. Posisi trendelenberg dan istirahat
d. Reposisi operatif.

b. Prolapsus Uteri
 Pengertian
Prolapsus uteri atau turunnya uterus dapat dibagi menjadi 3 tingkat :
a. Tingkat I : Uterus turun dengan serviks uteri sampai introitus vagina
b. Tingkat II : Sebagian uterus keluar dari vagina
c. Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina dengan inversion
vaginae.
Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkurang karena setelah bulan ke IV uterus naik dan
keluar dari rongga panggul kecil. Tetapi ada kalanya portio ini menjadi oedemateus.Kadang-
kadang disertai pula dengan sistokel dan rektokel.

 Penyebab
 Terjadi karena kelemahan ligament endopelvik terutama ligamentum tranversal dapat dilihat
pada nullipara dimana terjadi elangosiopoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada
enterokele.Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang
kerenggangannya
 Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.
 Persalinan lama dan sulit:
a. Meneran sebelum pembukaan lengkap
b. Laserasi dinding vagina bawah pada kala 2
c. Penatalaksaan pengeluaran plasenta
d. Reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik
 Pada menopause
Karena hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi melemah.

 Diagnosa
Diagnosa Subjektif
 Pasien biasanya merasa adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia
eksterna
 Rasa sakit dipanggul dan pinggang(backache).Biasanya jika penderita berbaring keluhan
menjadi berkurang.
 Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Kencing sering dan sedikit-sedikit ,mula-mula pada siang hari kemudian bila lebih berat pada
malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing ketika batuk,mengejan.
 Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina
 Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja.Gesekan
porsio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio uteri.
b. Leukhorea karean kongesti pembuluh darah didaerah serviks dan karena infeksi serta luka pada
porsio uteri.
 Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di vagina.

Diagnosa Objectif
 Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan
jari.Apakah porsio uteri pada posisi normal tau porsio sampai introitus vagina atau apakah
serviks uteri sudah keluar dari vagina.Selanjutnya penderita diminta berbaring dengan posisi
litotomi ditentukan pula panjangnya servik uteri.Servik uteri yang lebih panjang dari biasa
dinamakan elongasio kolli.
 Pada sistokel dijumpai didinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri
tekan.Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan.Jika dimasukkan kedalam kandung
kencing kateter logam,kateter itu diarahkan kedalam sistokel dapat diraba kateter tersebut dekat
sekali pada dinding vagina.
 Menegakkan diagnose rektokel mudah yaitu menonjolnya rectum kelumen vagina sepertiga
bagian bawah.Penonjolan ini berbentuk lonjong,memanjang dari proksimal ke distal ,kistik dan
tidak nyeri.Untuk memastikan diagnosis jari dimasukkan kedalam rectum dan selanjutnya dapat
diraba dinding rektokel yang menonjol ke lumen vagina.

 Penatalaksaan
Indikasi melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa factor seperti umur
penderita,keinginannya untuk mendapatkan anak atau untuk mempertahankan uterus,tingkat
prolapsus dan adanya keluhan.
c. Kelainan Bawaan Uterus
 Pengertian
Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk dari kedua duktus muller yang dalam
pertumbuhan mudigah mengalami proses penyatuan.

 Penyebab
Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam penyatuan, dalam berkembangnya kedua
saluran muller dan dalam kanalisasi. Uterus didelfis atau uterus duplek terjadi apabila kedua
saluran muller berkembang sendiri-sendiri tanpa penyatuan sedikitpun sehingga terdapat 2
saluran telur, 2 serviks, dan 2 vagina. Uterus subseptus terdiri atas 1 korpus uteri dengan septum
yang tidak lengkap, 1 serviks, 1 vagina, cavum uteri kanan dan kiri terpisah secara tidak lengkap.
Uterus arkuatus hanya mempunyai cekungan di fundus uteri. Kelainan ini paling ringan dan
sering dijumpai. Uterus birkornis unilateral. Radi mentarius terdiri atas 1 uterus dan
disampingnya terdapat handuk lain. Uterus unikornis terdiri atas 1 uterus, 1 serviks yang
berkembang dari satu saluran kanan dan kiri. Kelainan ini dapat menyebabkan abortus,
kehamilan ektopik dan kelainan letak janin.

 Penatalaksanaan
Tindakan operatif.
4. Serviks
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan ialah
Distosia Servikalis
 Penyebab
Karena dysfunctional uterine action atau karena parut pada serviks uteri. Kala I serviks uteri
menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas dibawah
kepala janin.

 Diagnosis
Diagnosa Objectif
Dibuat dengan menemukan lubang kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan
tipis atau disebut dengan konglutinasio orifisii eksterni bila ujung dimasukkan ke orifisium,ini
biasanya serviks yang kaku pada primi tua sebagai akibat infeksi atau operasi.

 Penatalaksanaan
Merujuk untuk dilakukan tindakan operatif
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dinamakan inersia uteri ialah pemanjagan fase latent atau fase aktif atau kedua-duanya
dari kala pembukaan. Pemanjangan fase latent dapat disebabkan karena serviks yang belum
matang atau karena penggunaan analgesi yang terlalu cepat. Pemanjangan fase decelerasi
diketemukan pada disproporsi cephalopelvik atau kelainan anak. Perlu diinsyafi bahwa
pemanjangan fase latent maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal.
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his)
yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancran persalinan.
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah oedema vulva, stenosis vulva, kelainan
bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata dan fistula.
DAFTAR PUSTAKA
MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK,Lia Yulianti,Am.keb.2010.Asuhan Kebidanan 4
(Patologi).Jakarta:Trans Info Media
Fraser,Diane M.Cooper,Margaret A.2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta:EGC
Sarwono Prawirohardjo.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai