Anda di halaman 1dari 31

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A217111


** Pembimbing/ dr. Hanif M. Noor, Sp.OG

PERSALINAN LAMA
Marisa Hana’ Mardhiyah, S.Ked* dr. Hanif M. Noor, Sp.OG**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI

1
TAHUN 2019

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan lama ialah suatu persalinan yang sulit dan ditandai dengan
kemajuan persalinan yang lambat. Terdapat faktor-faktor yang berperan dalam
proses persalinan yaitu kekuatan mendorong janin keluar (power), yang meliputi
his (kekuatan uterus), kontraksi otot dinding perut, dan kontraksi diafragma.
Faktor lain adalah faktor janin (passanger), faktor jalan lahir (passage) dan faktor
penolong serta faktor psikis.1

Apabila semua faktor ini dalam keadaan baik, sehat dan seimbang, maka
proses persalinan akan berlangsung dengan baik. Namun apabila salah satu dari
faktor tersebut mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan his
tidak adekuat, kelainan pada bayi, kelainan jalan lahir, kelainan penolong ataupun
gangguan psikis maka persalinan tidak dapat berjalan secara baik. Persalinan yang
mengalami kesulitan untuk berjalan spontan normal juga dipengaruhi berbagai
faktor yang kompleks, misalnya ketidaktahuan akan bahaya persalinan,
keterampilan yang kurang, sarana yang tidak memadai, masih tebalnya
kepercayaan pada dukun serta rendahnya pendidikan dan rendahnya keadaan
sosial ekonomi rakyat.2

Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia. Berdasar hasil


Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010-2013 dilaporkan
bahwa partus lama / macet merupakan penyebab kematian ibu.3

2
3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan lama merupakan persalinan abnormal atau sulit. Persalinan lama


(distosia) diartikan sebagai persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara.1

Penyebab kemacetan dapat disebabkan karena beberapa faktor, yaitu kelainan power,
passage, passanger dan faktor penolong :

a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan
kekuatan ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan pada
fundus uteri, simetris, kekuatannya semakin lama semakin kuat dan sering
serta mengalami fase relaksasi yang baik. Kelainan his ini dapat berupa inersia
uteri hipertonik atau inersia uteri hipotonik.1
Kontraksi uterus atau his secara normal terjadi pada awal persalinan
yakni pada kala 1, pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1 kali
dalam 15 menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan timbul
semakin cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit
dengan kekuatan 50 sampai 100 detik.2
Apabila kontraksi tidak adekuat, maka serviks tidak akan mengalami
pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut dilakukan induksi persalinan, dan
apabila tidak ada kemajuan persalinan maka dilakukan seksio sesaria, namun
pada persalinan kala II apabila ibu mengalami kelelahan maka persalinan
dilakukan dengan menggunakan vacum ekstraksi.1,2,4

4
Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila placenta belum
lahir dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada kontraksi
uterus atau karena adanya perlengketan sehingga merangsang uterus maka di
berikan pemberian induksin dan melakukan massage uterus.4
b) Kelainan Passage
Kelainan Passage yaitu karena adanya kelainan pada jalan lahir, jalan
lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras
atau tulang panggul dapat berupa kelainan bentuk panggul, dan kelainan
ukuran panggul. Sedangkan jalan lahir lunak yang sering dijumpai karena
adanya tumor ovarium yang menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada
jalan lahir yang dipaksakan..5
c) Kelainan Passanger

Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun


bentuk janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan
kelainan posisi.

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian di Amerika Serikat, dari semua persalinan presentasi


kepala, 8–11% akan mengalami gangguan pada persalinan kala I. Persalinan sectio
caesar atas indikasi distosia adalah sekitar 60%. Morbiditas dan mortalitas ibu dan
anak meningkat pada kasus persalinan abnormal. Meskipun demikian, identifikasi
persalinan abnormal dan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat akan
menurunkan resiko tersebut. 7

Secara global, sekitar 8 – 11% ibu hamil mengalami abnormalitas kala 1


persalinan. Perlambatan persalinan pada fase aktif ditemukan pada 25% wanita
nulipara dan 15% wanita multipara. Sebuah studi di Swedia menemukan bahwa
23% pasien yang akan menjalani persalinan mengalami perlambatan kemajuan
5
pada fase laten. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa perlambatan
kemajuan lebih banyak ditemukan pada wanita nulipara dibandingkan multipara
(29,2% vs 17%). Data dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
menyebutkan bahwa partus lama menyebabkan 1 – 1,8% kematian ibu pada tahun
2010 – 2013.3,8,9

2.3 Klasifikasi

Partus lama diklasifikasikan menjadi beberapa fase, yaitu :

1. Fase laten yang memanjang

Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14
jam pada multipara merupakan keadaan abnormal. Sebab-sebab fase laten yang
panjang mencakup :

a. Serviks belum matang pada awal persalinan

b. Posisi janin abnormal

c. Disproporsi fetopelvik

d. Persalinan disfungsional

e. Pemberian sedatif yang berlebihan

Serviks yang belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan


kebanyakan serviks akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran.
Sekalipun fase laten berlangsung lebih dari 20 jam, banyak pasien mencapai
dilatasi serviks yang normal ketika fase aktif mulai. Meskipun fase laten itu
menjemukan, tapi fase ini tidak berbahaya bagi ibu atau pun anak.10,11

2. Fase aktif yang memanjang pada primigravida


6
Para primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan
keadaan abnormal, yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah
kecepatan dilatasi serviks. Pemanjangan fase aktif menyertai :

a. Malposisi janin

b. Disproporsi fetopelvik

c. Penggunaan sedatif dan analgesik secara berlebihan

d. Ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan

Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan forceps tengah,


secsio caesarea dan cedera atau kematian janin. Periode aktif yang memanjang
dapat dibagi menjadi dua kelompok klinis yang utama, yaitu kelompok yang masih
menunjukkan kemajuan persalinan sekalipun dilatasi servik berlangsung lambat
dan kelompok yang benar-benar mengalami penghentian dilatasi serviks.12

3. Fase aktif yang memanjang pada multipara

Fase aktif pada multipara yang berlangsung lebih dari 6 jam (rata-rata 2,5
jam) dan laju dilatasi serviks yang kurang dari 1,5 cm per jam merupakan keadaan
abnormal. Kelahiran normal yang terjadi di waktu lampau tidak berarti bahwa
kelahiran berikutnya pasti normal kembali. Pengamatan yang cermat, upaya
menghindari kelahiran pervaginam yang traumatik dan pertimbangan secsio
caesarea merupakan tindakan penting dalam penatalaksanaan permasalahan ini.12

2.3 Etiologi

2.3.1 Faktor Kekuatan Ibu

1. Kelainan His

7
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan
pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat diatasi

dapat megakibatkan kemacetan persalinan. His yang normal dimulai dari salah
satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh
korpus uteri dengan adanya dominasi kekutan pada fundus uteri, kemudian
mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh. Baik atau tidaknya his
dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu sendiri (frekuensinya,
lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum.2

Berikut adalah ringkasan his normal :

1. Tonus otot uterus diluar his tidak seberapa tinggi. Lalu meningkat pada
waktu his. Pada kala pembukaan serviks ada 2 fase; fase laten dan fase
aktif.
2. Kontraksi uterus dimulai pada salah satu tanduk uterus, sebelah kanan atau
sebelah kiri, lalu menjalar ke seluruh otot uterus.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama
dibandingkan bagian-bagian lain. Bagian tengah berkontraksi agak lambat,
lebih singkat dan tidak seadekuat kontraksi fundus uteri. Bagian bawah
(segmen bawah uterus) tetap pasif dan berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his: lamanya, kuatnya, teraturnya, seringnya dan relaksasinya.1

Jenis-jenis kelainan his diantaranya inersia uteri, incoordinate uterine contraction.

a. Inersia Uteri

Pada kondisi ini, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada
bagian-bagian yang lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak pada
kontraksi uterus yang lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibandingkan
biasanya. Keadaan umum penderita baik dan biasanya nyeri tidak seberapa. Selama
8
ketuban masih utuh umumnya tidak banyak berbahaya, kecuali jika persalinan
berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini disebut inersi uteri primer. Inersia uteri
sekunder adalah timbulnya inersia uteri setelah sempat berlangsung his kuat untuk
waktu yang lama.9

b. Incoordinate Uterine Contraction


Pada keadaan ini sifat his berubah, tonus otot uterus terus meningkat, juga di
luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
diantara bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi pada kontraksi uterus bagian
atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang meningkat menyebabkan rasa nyeri
yang lebih hebat dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia janin.5

2.3.2 Faktor Janin

a. Posisi Oksiput Posterior


Persisten prevalensi kondisi ini adalah 10%. Pada posisi ini ubun-ubun
tidak berputar ke depan, tetapi tetap berada di belakang. Salah satu penyebab
terjadinya adalah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran
panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar panggul yang lembek pada
multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tidak ada paksaan
pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.9
b. Presentasi Puncak Kepala
Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika
melewati jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Pada
presentasi puncak kepala, lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah
sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah
simfisis adalah glabella.4
9
c. Presentasi Muka
Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan
defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka
merupakan bagian terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi muka
dikatakan primer jika terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan sekunder jika
baru terjadi pada masa persalinan. Pada umumnya penyebab terjadinya
presentasi muka adalah keadaan-keadaan yang memaksa terjadinya defleksi
kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu
presentasi muka dapat ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar.
Multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor yang memudahkan
terjadinya presentasi muka. Kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di
leher depan juga dapat menyebabkan presentasi muka. Terkadang presentasi
muka dapat terjadi pada kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah
kehilangan tonusnya.9
d. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada
diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan
bagian terendah. Pada umumnya, presentasi dahi bersifat sementara, dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang
kepala. Sebab terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama dengan sebab
terjadinya presentasi muka karena semua presentasi muka biasanya melewati
fase presentasi dahi lebih dahulu.4
e. Presentasi Bokong
Presentasi bokong merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis presentasi bokong, yaitu presentasi
bokong, presentasi bokong sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna,
dan presentasi kaki. Diagnosis presentasi bokong umumnya tidak sulit. Pada

10
pemeriksaan luar, kepala teraba di fundus uteri, sementara pada bagian bawah
uterus teraba bokong yang tidak dapat digerakkan semudah kepala. Selain dari
pemeriksaan luar, diagnosis juga dapat ditegakkan dari pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan penunang seperti USG dan MRI.9
Faktor yang menyebabkan terjadinya presentasi bokong adalah
multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, panggul
sempit, dan usia prematur. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak
lebih leluasa, sehingga janin dapat menempatkan diri pada presentasi kepala,
presentasi bokong, atau letak lintang. Pada kehamilan triwulan akhir janin
tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong
dan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong
dipaksa untuk mengisi tempat yang lebih luas di fundus uteri, sedang kepala
berada pada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus.10
f. Letak Lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi yang lain.
Sebab tersering terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai dinding
uterus dan perut yang lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion, dan
kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak lintang. Kelainan bentuk
rahim seperti uterus arkuatus atau subseptus juga merupakan penyebab
terjadinya letak lintang. Adanya letak lintang dapat diduga hanya dengan
inspeksi. Uterus tampak melebar dan fundus tampak lebih rendah tidak sesuai
dengan usia kehamilannya. Pada palpasi, fundus uteri kosong, kepala janin
berada di samping, dan diatas simfisis juga kosong .10
g. Presentasi Ganda
Presentasi ganda adalah presentasi dimana disamping kepala janin di
dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan

11
disamping bokong janin dijumpai tangan. Presentasi ganda terjadi karena pintu
atas panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada
seorang multipara dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin
kecil.4
h. Pertumbuhan Janin yang Berlebihan
Berat neonatus yang besar adalah apabila berat janin melebihi 4000
gram. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peran penting. Selain itu
janin besar juga dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus,
postmaturitas, dan grande multipara.5
i. Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar dan terjadi
pelebaran sutura serta ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel
biasanya berkisar antara 500- 1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi
di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam keadaan sungsang.
Bagaimanapun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi
sefalopelvik dengan segala akibatnya.9
j. Prolaps Funikuli
Prolaps funikuli adalah suatu keadaan dimana tali pusat berada di
samping atau melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah
ketuban pecah. Pada presentasi kepala, prolaps funikuli sangat berbahaya bagi
janin, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit diantara bagian terendah janin
dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigenasi janin. Keadaan yang
menyebabkan gangguan adaptasi bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu
atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin tersebut, merupakan
predisposisi turunnya tali pusat dan terjadinya prolaps funikuli. Dengan
demikian prolaps funikuli sering didapatkan pada letak sungsang dan letak

12
lintang. Pada presentasi kepala dapat dijumpai pada disproporsi sefalopelvik.
Pada kehamilan premature lebih sering dijumpai karena kepala anak yang kecil
tidak dapat menutup pintu atas panggul secara sempurna.9

2.3.3 Faktor Jalan Lahir

Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang


disebabkan oleh adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul.
pada jalan lahir yang dipaksakan..Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa
kelainan bentuk yaitu bentuk panggul yang tidak normal, diantaranya
gynecoid, antropoid, android, dan platipeloid. Selain itu terdapat kelainan
panggul yang disertai dengan perubahan bentuk karena pertumbuhan
intrauterine yaitu panggul Naegele, robert, split pelvis dan panggul asimilasi.
Perubahan bentuk panggul juga dapat terjadi karena adanya penyakit seperti
rakhitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, karies, nekrosis maupun
penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea. Penyakit tulang
belakang seperti kifosis, skoliosis dan spondilolistesis serta penyakit pada
kaki seperti koksitis, luksasio koksa dan atrofi atau kelumpuhan satu kaki
merupakan termasuk penyulit dalam proses persalinan pervaginam.2,5
Menurut Caldwell dan Moloy bentuk panggul di bagi dalam empat jenis,
yaitu 5
a) Panggul Ginekoid
Pintu panggul yang bundar dengan diameter transversa yang sedikit lebih
panjang daripada diameter anteroposterior dan panggul tengah serta pintu
bawah panggul yang cukup luas. Dinding samping panggul lurus, spina tidak
menonjol, dan diameter transversa spina ischiadika 10 cm atau lebih.
b) Panggul Antropoid

13
Panggul jenis ini memiliki diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit. Spina
ischiadika pada panggul jenis ini cenderung menonjol dan dinding samping
panggul cenderung berbentuk konvergen.
c) Panggul Android
Panggul android memiliki ciri pintu atas panggul berbentuk segitiga dengan
spina ischiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit. Dinding
samping biasanya konvergen, spina ischiadika menonjol, dan os sakrum tidak
melengkung tetapi lurus dan maju ke depan.
d) Panggul Platipelloid
Panggul dengan diameter anteroposterior yang lebih pendek daripada
diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Sudut panggul anterior sangat lebar dan kelengkungan os sakrum biasanya
cukup.
Dari keempat jenis panggul diatas panggul ginekoid merupakan jenis panggul
dengan prognosa persalinan paling baik, sedangkan ketiga jenis panggul lainnya
dapat menyebabkan terjadinya distosia persalinan.
Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvik) dapat
disebabkan karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu
besar, atau kombinasi diantara keduanya. Setiap penyempitan pada diameter
panggul baik pintu atas panggul, pintu tengah panggul, maupun pintu bawah
panggul dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan.
a) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu masuk panggul dianggap menyempit apabila diameter
anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm atau diameter transversa
terbesarnya kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala memiliki
kemungkinan lebih besar tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga serviks
uteri kurang mengalami tekanan kepala.
b) Penyempitan pintu tengah panggul
14
Ukuran terpenting pada pintu tengah panggul adalah distansia
interspinarum kurang dari 9.5 cm, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan
kesukaran pada persalinan jika diameter sagitalis posterior pendek.
c) Penyempitan pintu bawah panggul

Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari


15cm, maka sudut arkus pubis juga mengecil (<80º) sehingga timbul kemacetan
pada kelahiran janin ukuran biasa.5

2.4 Diagnosis

Diagnosis partus lama ditegakkan berdasarkan adanya partus lama yang


disertai tanda dan gejala klinis akibat partus lama.

Tabel 2.1. Kriteria diagnostik kelainan persalinan akibat persalinan lama


berdasarkan The American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)5
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan Lama(protraction disorders)
Pembukaan <1,2 cm/jam < 1,5 cm/jam
Penurunan <1,0 cm/jam < 2,0 cm/jam
Persalinan macet (arrest disorders)
Tidak ada pembukaan > 2 jam > 2 jam
Tidak ada penurunan > 1 jam > 1 jam

Selain itu, juga tentukan etiologi gangguan kemajuan persalinan dengan


melakukan penilaian klinik berupa:

 Kondisi dan kekuatan kontraksi

15
 Kemampuan ibu dalam menghasilkan tenaga ekspulsi

 Kondisi janin

- didalam atau diluar rahim

- jumlah

- letak

- presentasi dan penurunan bagian terbawah janin

- posisi maulase dan kaput suksadenum

- bagian kecil janin disamping presentasi (tangan, tali pusat)

- anomali kongenital yang dapat menghalangi proses ekspulsi bayi

- taksiran berat janin

- janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak

 Ukuran panggul dan imbangan feto-pelvik

 Tentukan ada atau tidaknya tumor pada jalan lahir yang dapat
menghalangi persalinan pervaginam.

16
Tabel 2.2 Diagnosis etiologi persalinan lama

Faktor Temuan Diagnosis


Jalan lahir - Palpasi luar menunjukkan bagian terbawah Kesempitan pintu
janin belum masuk pintu atas panggul atas panggul
- Diameter anteroposterior lebih kecil dari
normal atau pintu atas panggul berbentuk
segitiga
- Promontorium sangat menonjol
- Dinding samping panggul menyempit dan Kesempitan
krista iliaka sangat menonjol panggul tengah

- Arcus pubis kurang dari 900


- Sacrum melengkung kedepan dan coccygeus Kesempitan pintu
mengarah pada sumbu jalan lahir bawah panggul

Bayi - Taksiran berat badan bayi sangat ekstrim Makrosomia


- presentasi muka (bagian terbawah) Presentasi muka
- dagu berada dibelakang dan dasar panggul Mentoposterior
persisten
- Sutura sagitalis melintang dan parietal tertahan
di promotorium Asinklitismus
- Teraba tangan atau lengan disamping kepala Presentasi majemuk
atau bokong
- Teraba rusuk dan atau lengan dengan posisi
kepala di lateral Letak lintang

- Bahu di posisi anteroposterior dan tertahan Distosia bahu


pada dasar panggul
Tenaga - kontraksi lemah dan tidak terkoordinasi Inertia uteri
ekspulsi
- Ibu tidak mampu atau tak dapat membuat posisi Ibu kelelahan
efektif untuk mengedan
Disproporsi
- lingkaran konstriksi fetopelvik

17
Gejala klinis yang dapat diamati dapat berasal dari ibu ataupun dari janin.
Gejala klinis yang tampak pada ibu meliputi:

 Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat dan lemah,
pernapasan cepat dan meteorismus.
 Cincin retraksi patologis, edema vulva, edema serviks, his hilang atau lemah.
 Cincin retraksi patologis Bandl sering timbul akibat persalinan yang terhambat
disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, dan
menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.
 Pada persalinan lama dapat juga muncul tanda-tanda ruptur uteri yang berupa
perdarahan dari OUE, his menghilang, bagian janin mudah teraba dari luar, pada
pemeriksaan dalam didapatkan bagian terendah janin mudah didorong ke atas,
robekan dapat meluas sampai serviks dan vagina.10

Sementara gejala klinis yang nampak pada bayi meliputi:

 Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif.


 Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
 Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya kaput suksedaneum,
bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.
 Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain.
 Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death (IUFD).10

2.5 Patofisiologi
Persalinan normal rata-rata berlangsung tidak lebih dari 24 jam dihitung awal
pembukaan sampai lahirnya anak. Apabila terjadi perpanjangan dari fase laten (primi
20 jam, multi 14 jam) dan fase aktif (primi 1,2 cm per jam, multi 1,5 cm per jam)
18
atau kala pengeluaran (primi 2 jam dan multi 1 jam), maka kemungkinan akan timbul
partus lama.

Fase laten memanjang dapat disebabkan akibat oversedasi atau menegakkan


diagnosa inpartu terlampau dini dimana masih belum terdapat dilatasi dan
pendataran servik. Diagnosa adanya hambatan atau berhentinya kemajuan persalinan
pada fase aktif lebih mudah ditegakkan dan umumnya disebabkan oleh faktor power,
passage, dan passenger. Komponen power, frekuensi kontraksi uterus mungkin
memadai namun intensitas nya tidak memadai. Adanya gangguan hantaran saraf
untuk terjadinya kontraksi uterus misalnya adanya jaringan parut pada bekas sectio
caesar, miomektomi atau gangguan hantaran saraf lain dapat menyebabkan kontraksi
uterus berlangsung secara tidak efektif. Apapun penyebabnya, gangguan ini akan
menyebabkan kelainan kemajuan dilatasi dan pendataran sehingga keadaan ini
seringkali disebut sebagai distosia fungsionalis. Kekuatan kontraksi uterus dapat
diukur secara langsung dengan menggunakan kateter pengukur tekanan intrauterine
dan kekuatan kontraksi uterus dinayatakan dalam nilai MONTEVIDEO UNIT. Nilai
kekuatan kontraksi uterus yang adekwat adalah 200 MVU selama periode kontraksi
10 menit. Diagnosa arrest of dilatation hanya bisa ditegakkan bila persalinan sudah
dalam fase aktif dan tidak terdapat kemajuan selama 2 jam serta berlangsung dengan
kontraksi uterus yang adekwat ( > 200 MVU ).4

Passage (atau kapasitas panggul), kelainan pada kapasitas panggul (kelainan


bentuk, luas pelvik) dapat menyebabkan persalinan abnormal. Baik janin maupun
kapasitas panggul dapat menyebabkan persalinan abnormal akibat adanya obstruksi
mekanis sehingga seringkali dinamakan dengan distosia mekanis. Harus pula diingat
bahwa selain tulang panggul, organ sekitar jalan lahir dapat pula menyebabkan
hambatan persalinan (soft tissue dystocia akibat vesica urinaria atau rectum yang
penuh). Passanger (janin), kelainan besar dan bentuk janin serta kelainan letak,
presentasi dan posisi janin dapat menyebabkan hambatan kemajuan persalinan..4

19
Tujuan persalinan adalah untuk melahirkan janin dan kemudian plasenta, dan
untuk mengetahui apakah terdapat hambatan pada ibu. Uterus akan membutuhkan
energi untuk berkontraksi dan relaksasi. Kondisi metabolik ini dapat berlangsung
jika energi ibu cukup, dan aktivitas ini dipertahankan selama berjam-jam. Namun,
jika kondisi ini berlangsung terlalu lama lebih dari 24 jam, akan menimbulkan
terjadinya komplikasi. Pertama-tama, akan timbul gangguan emosi dan kelelahan
pada ibu yang mengakibatkan cadangan glikogen pada uterus akan berkurang,
sehingga ATP yang dihasilkan juga akan berkurang. Selain itu juga dapat terjadi
asidifikasi karena timbunan asam laktat untuk memenuhi kebutuhan ATP.
Timbunan asam laktat ini bisa mengurangi kemampuan uterus untuk berkontraksi.
Oleh karena itu, kontraksi uterus akan melemah jika bekerja berkepanjangan
karena alasan fisiologis dan biokimia. 11

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kontraktilitas uterus yang


berkurang mengakibatkan kesulitan persalinan pada primigravida. Hal ini
mungkin disebabkan oleh uterus yang berhenti berkontraksi karena miometrium
yang mengalami asidifikasi. Asidifikasi ini disebabkan oleh penurunan energi
miometrium, metabolisme anaerob, dan ketosis sistemik. Pada multigravida,
kemungkinan miometrium tolerans terhadap efek asidifikasi yang mekanismenya
belum diketahui, sehingga kontraksi uterus tidak berhenti. Kontraksi yang terus-
menerus pada miometrium yang mengalami deplesi energi dan hipoksia akan
mengakibatkan edema miometrium dan nekrosis yang yang dapat menimbulkan
ruptur uteri.11

2.6 Penatalaksanaan

1. Penanganan Umum

Dalam menangani persalinan lama, keadaan ibu perlu diawasi. Tekanan


darah diukur tiap 4 jam. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam
20
kala I dan lebih sering dalam kala II. Ibu puasa karena mungkin akan dilakukan
tindakan dalam narkose. Diberikan infus larutan glukosa 5 % dan larutan NaCl
isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat
diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi; pada permulaan kala I dapat
diberikan 10 mg morfin. Pantau pembukaan dengan pemeriksaan dalam. Apabila
persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti perlu diadakan
penilaian yang seksama.5,12

2. Penanganan Khusus

Manajemen fase laten memanjang

 Sebelum persalinan, selama perawatan prenatal, konsultasikan mengenai


manfaat antenatal care

 Diagnosis fase laten memanjang didasarkan pada kriteria Friedman (20


jam di nullipara dan 14 jam dalam multipara antara onset persalinan dan
fase aktif).

 Evaluasi pasien dan nilai tingkat kelelahan dan kebutuhan dukungan.

 Jika kondisi ibu baik dan telah dinilai ulang keadaan janin, jaga pasien
tetap rumah selama mungkin dan pastikan asupan cairan yang cukup dan
makan sedikit tapi sering. Minta pasien kembali jika ada lendir darah atau
ketuban pecah atau perubahan kekuatan dan frekuensi kontraksi. Bahkan
jika tidak ada perubahan pada pasien, tetapkan waktu tertentu untuk
mengevaluasi kembali status pasien secara berkala.

 Bagi pasien yang butuh istirahat, dapat diberi obat tidur (zolpidem, 5-10
mg per oral), dapat diberikan untuk dikonsumsi di rumah, atau mereka
dirawat dengan sedasi morfin (15-20 mg).

21
 Jika pembukaan pasien telah 3 cm, sarankan perawatan dengan
manajemen aktif. Oksitosin harus dimulai dan dititrasi hingga mencapai
kontraksi setiap 2-3 menit. Amniotomi dini adalah pilihan, baik dengan
oksitosin atau sebagai alternatif oksitosin. Amniotomi lebih baik ditunda
sampai serviks 2 cm atau hodge 2, terutama jika bukan presentasi verteks.

Manajemen kelainan fase aktif

 Serviks harus berukuran minimal 4 cm untuk mendiagnosis kelainan fase aktif

 Pemberian oksitosin berguna untuk mencapai tiga hingga lima kontraksi setiap
10 menit, atau kontraksi setiap 2 hingga 3 menit

 Opsi untuk memasang kateter intrauterin dengan tujuan untuk mengukur


kekuatan kontraksi, dimana nilai yang normal adalah 200 Montevideo unit
setidaknya selama 2 jam

 Amniotomi harus dilakukan jika ruptur membran belum terjadi, sebelum


menjadi distosia

 Minimal 4 jam kontraksi yang adekuat, seperti yang dijelaskan sebelumnya atau
minimal 2 jam kontraksi dengan kateter intrauterin yang adekuat, harus dilewati
sebelum perkembangan fase aktif yang abnormal terjadi

 Bahkan setelah 4 jam adanya kelainan persalinan, persalinan aktif (tanpa bekas
luka rahim) masih dapat dilanjutkan 6 hingga 8 jam dengan kemungkinan
persalinan pervaginam selama pemantauan janin meyakinkan dan ada bukti
kemajuan persalinan

Manajemen Kala II memanjang

22
 Waktu adekuat untuk terapi konservatif kala 2 : nullipara 3 jam dengan
epidural, 2 jam tanpa epidural; Multipara : 2 jam dengan epidural, 1 jam tanpa
epidural

 Jika tidak ada tanda – tanda infeksi (maternal atau fetal), tidak ada tanda
kelelahan maternal, dan menilai ulang, persalinan dapat dilanjutkan selama
tidak ada partus macet/lama.

 Dorongan/ibu mengeran harus segera dimulai saat pembukaan lengkap


kecuali jika fetus yang malposisi ( contoh, oksiput posterior) atau bila epidural
padat sehingga tidak ada keinginan mengeran/ dorongan.

 Penundaan mengeran dikaitkan dengan kala II lama, dengan meningkatnya


konsekuensi risiko infeksi maternal-fetal dan pH neonatus yang rendah.
Persalinan pada pasien yang sengaja menunda dorongan harus waspada akan
risiko ini.

a. Medikamentosa

Manajemen persalinan aktif dapat diterapkan pada wanita nulipara dengan


presentasi kepala saat aterm. Penggunaan oksitosin dosis tinggi, dengan dosis awal
6 mU / menit dan titrasi sebesar 6 mU / menit setiap 15 menit hingga maksimum
42 mU / menit. Sectio cesaria dilakukan bila selama 12 jam penggunaan oksitosin
tidak ada kemajuan persalinan dan ada tanda gawat janin.16

Dinoprostone dan misoprostol adalah analog prostaglandin yang


digunakan untuk merangsang pelebaran serviks dan kontraksi uterus, dan
merupakan alternatif farmakologis untuk menggunakan laminaria atau
menempatkan bola Foley di serviks. Analog prostaglandin dikontraindikasikan
pada pasien dengan riwayat sesar sebelumnya atau miomektomi karena beresiko
terjadinya ruptur uteri.17
23
b. Tatalaksana bedah

Amniotomi sering digunakan pada persalinan fase aktif , meskipun belum


terbukti dapat mempercepat waktu persalinan. Praktik ini tidak direkomendasikan
pada fase persalinan laten karena hanya dapat meningkatkan risiko infeksi
intrauterin atau prolaps tali pusat. Pada malposisi janin, operator dapat mencoba
rotasi manual dari oksiput janin. Bila tindakan konservatif tidak berhasil, dan jika
pola jantung janin tidak meyakinkan, persalinan per vaginam operatif atau operasi
sektio cesaria dapat dilakukan. Namun persalinan pervaginam operatif memiliki
risiko cedera neonatal yang lebih tinggi.14,15

2.7. Komplikasi

A. Komplikasi pada Ibu

1. Infeksi intrapartum

Bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi


desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakterimia dan sepsis pada ibu dan
janin. Infeksi pada ibu dapat terjadi terutama ketika pecahnya selaput lebih dari 18
jam. Berikan antibiotik untuk tanda dan gejala korioamnionitis.5,7

2. Ruptur Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius


selama partus lama, terutama ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan
riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul
sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap dan tidak terjadi penurunan segmen
bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptur. Pada
kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai

24
sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan melintang diuterus antara
simpfisis dan umbilikus. 4,7

3. Cincin Retraksi Patologis

Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus
pada persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin
retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang
berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah rahim. Pada keadaan ini,
kontriksi tesebut kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang
sesuai dan janin dilahirkan secara normal, namun sektio secaria hasilnya lebih
baik.5

4. Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi
tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak
diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan.
Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam bebrapa
hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikovaginal,
atau rektovaginal.

5. Cedera otot-otot Dasar Panggul

Saat kelahiran bayi dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala
janin serta tekanan dari bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya ini meregangkan
dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan
anatomik otot, saraf dan jaringan ikat. Melahirkan dapat menyebabkan
inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.18

25
B. Komplikasi pada Janin

1. Kaput Suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput


suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput
dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap.
Kaput suksedaneum akan hilang dalam beberapa hari.

2. Molase Kepala Janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling


bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar. Biasanya batas median
tulang parietal yang berkontak dengan promontorium bertumpang tindih dengan
tulang disebelahnya; hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Faktor
faktor yang berhubungan dengan molase adalah nuliparitas, stimulasi persalinan
dengan oksitosin, dan pengeluaran janin dengan ekstraksi vakum. Tanda-tanda
khas penekanan dapat terbentuk dikulit kepala, pada bagian kepala yang melewati
promontorium.

Fraktur tengkorak dapat dijumpai setelah dilakukan upaya paksa pada


persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan atau bahkan
sektio sesaria. Fraktur tampak sebagai alur dangkal atau cekungan berbentuk
sendok. Tepat diposterior sutura koronaria. Fraktur yang membentuk sendok bila
tidak ditangani secara bedah dapat menyebabkan kematian neonatus.

2.8 Prognosis

Prognosis kehamilan berikutnya tergantung pada penyebab persalinan


abnormal. Misalnya, jika persalinan abnormal terjadi dari makrosomia, bayi

26
berikutnya mungkin tidak makrosomik. Namun, jika persalinan abnormal adalah
sekunder dari panggul yang sempit dengan bayi berukuran normal atau kecil, maka
kemungkinan terulangnya persalinan abnormal adalah tinggi.

Tindakan augmentasi oksitosin, persalinan lama, persalinan instrumen, dan


persalinan sesar intrapartum (termasuk sesar untuk distosia) semuanya meningkat
secara signifikan dan semakin bertambah usia ibu. Baik distosia fungsional dan
mekanik lebih banyak terjadi pada kelahiran pertama daripada kelahiran
berikutnya.19,20

27
BAB III

KESIMPULAN

Persalinan lama merupakan persalinan abnormal atau sulit. Persalinan


lama (distosia) diartikan sebagai persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Terjadinya partus macet
dan lama disebabkan oleh berbagai faktor yang telah dijelaskan mendetail
diatas seperti kelainan pada tenaga power/ibu, kelainan pada jalan lahir,
kelainan pada bayi, gangguan psikologi ibu dan kesalahan dari penolong
persalinan.

Diagnosis persalinan lama didasarkan pada keadaan persalinan yang


telah berlangsung lama yang telah mengakibatkan komplikasi terhadap ibu,
janin maupun keduanya dimana ditemukan gejala-gejala klinis yang khas.
Penanganan pada persalinan lama harus secepatnya dilakukan, diantarannya
memperbaiki keadaan umum ibu, mempercepat persalinan dan melakukan
terminasi kehamilan.

Persalinan lama yang tidak secepatnya ditangani akan menyebabkan


komplikasi kepada ibu maupun bayi. Seperti infeksi, sampai sepsis, syok,
rupture uteri, trauma pada janin, gawat janin sampai kematian janin. Prognosis
pada persalinan lama baik bila gejala terjadinya persalinan lama diketahui
dengan cepat dan juga ditangani dengan cepat sesuai dengan indikasi dan
prosedur.

28
29
DAFTAR PUSTAKA

1. Muchtar R. 2002. Kelainan dalam Persalinan. Dalam. Sinopsis Obseteri: Obstetri


Fisiologis, Obstetri Patologi Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal 308-384
2. Manuamba I B G. 2007 Persalinan Distosia dalam Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit
Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal: 735 – 800
3. Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. InfoDatin. 2014.
Available from: http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin
/infodatin/infodatin-ibu.pdf]
4. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al. 2010.
Abnormal Labor. In. Williams Obstetrics 22rd Edition. Thw Mc Graw-Hill Companies,
New York. Hal: 415-434
5. Mose, C, Johanes. Alamsyah, Muhammad. 2010. Persalinan lama. Dalam. Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta. Hal 562-580
6. Heriani. 2016. Cendekia Medika: faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian partus lama
di ruang kebidanan Rsud ibnu sutowo baturaja Tahun 2015. STIKES Al-Ma’arif Baturaja.
1: 1:8-10
7. Olsen S N, abnormal labor.Medscape.Diunduh dari URL :
https://emedicine.medscape.com/article/273053-overview#a6.

8. Ness A, Goldberg J, Berghella V. Abnormalities of the first and second stages of labor.
Obstet Gynecol Clin North Am. 2005 Jun;32(2):201-20

9. Winkjosastro, Hanifa. Saifudin, A, Bari.2010. Jalan Lahir, Objek persalinan, Tenaga


persalian dan Mekanisme Persalinan. dalam. Ilmu bedah Kebidanan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. Hal 1-29.
10. Pernoll, M. L. 2001. Nonvertex Presentation, Dystocia Shoulder and Cord Accidents. In.
Benson & Penroll’s handbook of obstetrics and gynecology. Tenth editon. New York. Hal.
403- 422
11. Neilson. J.P, Lavender,T.et al, Obstructed Labour: reducing maternal death and disability
during pregnancy. 2003. british medical bulletin, vol 67. www.bmb.oxforddjournals.org

30
12. Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.
13. Cheng YW, Kaimal AJ, Snowden JM, Nicholson JM, Caughey AB. Induction of labor
compared to expectant management in low-risk women and associated perinatal
outcomes. Am J Obstet Gynecol. 2012 Dec. 207(6):502.e1-8.
14. Smyth RM, Alldred SK, Markham C. Amniotomy for shortening spontaneous
labour. Cochrane Database Syst Rev. 2007 Oct 17. CD006167.
15. Le Ray C, Serres P, Schmitz T, Cabrol D, Goffinet F. Manual rotation in occiput posterior
or transverse positions: risk factors and consequences on the cesarean delivery rate. Obstet
Gynecol. 2007 Oct. 110 (4):873-9.
16. Shields SG, Ratcliffe SD, Fontaine P, Leeman L. Dystocia in nulliparous women. Am
Fam Physician. 2007 Jun 1. 75(11):1671-8.
17. Oppenheimer LW, Labrecque M, Wells G, et al. Prostaglandin E vaginal gel to treat
dystocia in spontaneous labour: a multicentre randomised placebo-controlled trial. BJOG.
2005 May. 112(5):612-8.
18. Allen VM, Baskett TF, O'Connell CM, McKeen D, Allen AC. Maternal and perinatal
outcomes with increasing duration of the second stage of labor. Obstet Gynecol. 2009 Jun.
113(6):1248-58.
19. Treacy A, Robson M, O'Herlihy C. Dystocia increases with advancing maternal age. Am
J Obstet Gynecol. 2006 Sep. 195(3):760-3.
20. Zhu BP, Grigorescu V, Le T, et al. Labor dystocia and its association with interpregnancy
interval. Am J Obstet Gynecol. 2006 Jul. 195(1):121-8.

31

Anda mungkin juga menyukai