PENDAHULUAN
Inersia uteri adalah kondisi yang terjadi pada persalinan ketika kontraksi
lemah, frekuensi kurang atau lebih pendek dari normal. Inersia uteri masih
dan Ginekologi di Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tahun 2012 menunjukkan
1.468 kasus operasi sesar karena inersia uteri dari 2.947 persalinan (49%).
Kegagalan induksi oksitosin pada inersia uteri merupakan indikasi yang paling
Data dari RSUD Kota Semarang menyebutkan bahwa pada bulan Januari
sampai Juni 2012 terdapat 231 kasus inersia uteri dari 841 persalinan (27,47%),
kejadian inersia uteri meningkat pada bulan Juli sampai Desember 2012 yaitu 412
Inersia uteri terbagi atas dua keadaan, yaitu inersia uteri primer dan inersia
uteri sekunder. Terdapat beberapa penyebab yang berperan pada inersia uteri,
yaitu primigravida tua, faktor emosi, salah pimpinan persalinan atau salah
berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, kelainan uterus misalnya uterus
komplikasi yang dapat terjadi pada inersia uteri, seperti persalinan berlangsung
1
lama, korioamnionitis, meningkatkan risiko persalinan seksio sesarea, dan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Inersia uteri adalah kondisi yang terjadi saat persalinan ketika kontraksi
mengalami kelelahan, frekuensi kurang dan lebih pendek dari his normal.1
Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lama, lebih singkat, dan
lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dapat
B. EPIDEMIOLOGI
Hasan Sadikin pada tahun 2012 menunjukkan 1.468 kasus operasi sesar
karena inersia uteri dari 2.947 persalinan (49%). Kegagalan induksi oksitosin
pada inersia uteri merupakan indikasi yang paling signifikan untuk dilakukan
operasi sesar.2
Januari sampai Juni 2012 terdapat 231 kasus inersia uteri dari 841 persalinan
(27,47%), kejadian inersia uteri meningkat pada bulan Juli sampai Desember
2012 yaitu 412 kasus dari 1029 persalinan (40,04%). Pada bulan Januari
sampai Juni 2013 terdapat 301 kasus inersia uteri dari 1224 persalinan
(24,59%), namun kembali meningkat pada bulan Juli sampai Desember 2013
3
C. KLASIFIKASI
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat teratur dan
D. ETIOLOGI
nervus. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada primigravida tua daripada
multigravida, oleh karena itu usia lanjut mempunyai peranan penting. Hal
yang terjadi karena proses menua jaringan reproduksi dan jalan lahir.1,4,6,7
4
2. Faktor emosi dan ketakutan memegang peranan penting.
merasatakut dengan cobaan yang akan dihadapi, dan karena rasa takut
relaksasi yang terjadi diantara nyeri, selama itu juga penggunaan otot
dilatasi serviks.4,6,8
keadaan tertentu, bagi ibu yang tidak tahan dan meminta pertolongan
adekuat.4,9,10
sefalopelvik.
Pada akhir kehamilan, untuk melewati jalan lahir, kepala janin harus
berhadapan dengan segmen bawah uterus yang relatif tebal dan serviks
5
yang belum membuka, sementara otot fundus uteri kurang berkembang
karena his yang kurang baik. Mungkin fungsi uterus kurang baik karena
6. Kehamilan postmatur.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala1,4
6
c) Kontraksi dirasakan tidak adekuat sejak awal untuk inerisa uteri
primer.
2. Tanda1,10,14,15
a) Kontraksi kurang dari 3-5 kali atau tekanan kurang dari 200 mmHg
d) Kontraksi iregular.
F. DIAGNOSIS1,4,11,14,15
1. Anamnesis
atau sekunder.
7
b) Apakah telah terjadi pelepasan darah, lendir atau air ketuban untuk
pecah dini.
d) Selain itu, dapat juga ditanyakan faktor psikis dari pasien, apakah
persalinan.
sedatif sebeumnya.
2. Pemeriksaan Fisik
c) Pemeriksaan thoraks
d) Pemeriksaan abdomen
e) Pemeriksaan obstetri
i. Leopold I-IV
8
ii. Denyut Jantung Janin
a. Kontraksi kurang dari 3-5 kali atau tekanan kurang dari 200
d. Kontraksi iregular.
G. PENATALAKSANAAN4,6
tetes permenit, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes per
membuka.
2. Pemberian oksitosin tidak perlu diberikan secara terus menerus. Jika tidak
9
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya
4. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu
lemah, dan partus telah berlangsung > 24 jam pada primigravida dan > 18
jam pada multigravida, ketuban telah pecah > 24 jam, terjadi fetal
H. KOMPLIKASI
lama.1,8
b) Korioamnionitis
vagina umumnya terpisah dari saluran reproduksi bagian atas oleh ostium
Pintu masuk organisme dapat menyebabkan infeksi awal pada korion dan
10
di sepanjang permukaan korioamnionik dan menginfeksi cairan
ketuban.5,16
Jika partus telah berlangsung > 24 jam pada primigravida dan >18 jam
pada multipara, ketuban telah pecah > 24 jam, terjadi fetal distress, atau
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya
korion sehingga terjadi bakteremioa dan sepsis pada ibu dan janin.
persalinan lama.1
I. PROGNOSIS
11
setiap kehamilan. Peningkatan ini tergantung dari dilatasi serviks yang
12
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS OBSTETRI
Jam : 13.30
IDENTITAS
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
ANAMNESIS
13
Keluhan Utama :
Pasien baru masuk rumah sakit dengan G2P0A1 gravid aterm. Keluhan sakit
masuk rumah sakit, awalnya sakit perut tembus belakang sering dirasakan namun
sejak tadi pagi sakit yang dirasakan mulai berkurang, terdapat pelepasan air
bercampur lendir sejak 2 hari lalu, volume banyak, tidak ada pelepasan darah.
Tidak ada pusing, tidak ada mual, tidak ada muntah, tidak adanyeri ulu hati, BAB
biasa, BAK lancar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan merasa takut saat akan
Tidak ada riwayat hipertensi, tidak ada riwayat diabetes mellitus, tidak ada
riwayat penyakit jantung, tidak ada riwayat asma, tidak ada riwayat penyakit
ginjal.
Riwayat Obstetri :
2. Hamil sekarang
14
PEMERIKSAAN FISIK
BB : 69 kg Respirasi : 24 kali/menit
Kepala – Leher :
Thorax :
P : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa
Abdomen :
I : Tampak cembung
P : Timpani
15
Pemeriksaan Obstetri :
DJJ : 12-11-12
TBJ : 3565
Janin : Tunggal
Genitalia :
Ekstremitas :
16
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
RESUME
Pasien perempuan usia 26 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sakit
perut tembus belakang, keluhan dirasakan hilang timbul sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit,awalnya sakit perut tembus belakang sering dirasakan namun
sejak tadi pagi sakit yang dirasakan mulai berkurang, terdapat pelepasan air
bercampur lendir sejak 2 hari lalu, volume banyak, tidak terdapat pelepasan darah,
BAB biasa, BAK lancar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan merasa takut saat
processus xiphoideus (34 cm), Leopold II: Punggung kiri, Leopold III: Presentasi
kepala, Leopold IV: Belum masuk pintu atas panggul, DJJ: 12-11-12, HIS:
Tidak ada, Pergerakan Janin: aktif, Janin Tunggal, TBJ: 3565 gr.
17
Pada pemeriksaan dalam vagina didapatkan vulva/vagina normal,
pembukaan 2 cm, portio lunak tebal, kepala Hodge 1, terdapat pelepasan lendir
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Observasi
18
FOLLOW UP
11Feb 2016
O : TD : 120/80 mmHg
N : 88x/menit
R : 20x/menit
S : 36,5ºC
DJJ : 11-12-12
P : Observasi
Observasi
19
Jam 11.45 DJJ : 11-11-12
20
Jam 00.45 DJJ : 13-13-13
12 Feb 2016
S : Sakit perut tembus belakang (+) hilang timbul, pelepasan lendir(+), air
O : TD : 130/80 mmHg
N : 74x/menit
R : 24x/menit
S : 37ºC
DJJ : 11-12-11
Gagal induksipersalinan
Observasi
Observasi
21
PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir
Jam 12.25 PDV : pembukaan 5 cm, portio lunak tebal, kepala H1, pelepasan
DJJ : 12-12-12
Amoxicillin 3x1
Jam 15.45 PDV : pembukaan 6 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan
22
Jam 18.25 DJJ : 12-11-12
Rencana SC
DJJ : 11-11-12
Bayi lahir hidup dengan jenis kelamin laki-laki dengan berat badan
lahir 3600 gram, panjang badan lahir 48 cm, Apgar Score 8/9,
- IVFD RL 28 tpm
- Amoxicillin 3x1
- Metronidazole 3x1
23
Jam 00.00 WBC 16,1
RBC 3,54
HGB 8,3
HCT 27,2
PLT 257
Transfusi WB 1 labu
13 Feb 2016
S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),
O : TD : 110/80 mmHg
N : 80x/menit
R : 20x/menit
S : 36,5ºC
Anemis -/-
ASI -/-
Lokia (+)
HB 8,6 HCT 26
RBC 3,4
24
A : P1A1 post SC H1 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi
persalinan
P : IVFD RL 28 tpm
Amoxicillin 3x1
Metronidazole 3x1
14 Feb 2016
S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),
O : TD : 110/70 mmHg
N : 82x/menit
R : 22x/menit
S : 36,5ºC
Anemis -/-
ASI +/+
Lokia (+)
A : P1A1 post SC H2 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi
persalinan
P : IVFD RL 28 tpm
Amoxicillin 3x1
25
Metronidazole 3x1
15 Feb 2016
S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),
O : TD : 110/80 mmHg
N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,5ºC
Anemis -/-
ASI +/+
Lokia (+)
A : P1A1 post SC H3 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi
persalinan
P : Amoxicillin 3x1
Metronidazole 3x1
26
16 Feb 2016
S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),
O : TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,5ºC
Anemis -/-
ASI +/+
Lokia (+)
A : P1A1 post SC H4 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi
persalinan
P : Amoxicillin 3x1
Metronidazole 3x1
Pasien pulang
27
BAB IV
PEMBAHASAN
minggu masuk rumah sakit dengan keluhan sakit perut tembus belakang, keluhan
dirasakan hilang timbul sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya sakit
perut tembus belakang sering dirasakan namun sejak tadi pagi sakit yang
dirasakan mulai berkurang, terdapat pelepasan air bercampur lendir sejak 2 hari
lalu, volume banyak, tidak terdapat pelepasan darah, BAB biasa, BAK lancar.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan merasa takut saat akan mengalami persalinan
processus xiphoideus (34 cm), Leopold II: punggung kiri, Leopold III: presentasi
kepala, Leopold IV: belum masuk pintu atas panggul, DJJ: 12-11-12, HIS: Tidak
ada, Pergerakan Janin: aktif, Janin Tunggal, TBJ: 3565 gr. Pada saat observasi
didiagnosis dengan Inersia Uteri Sekunder karena sebelumnya terjadi his yang
kuat dan kemudian melemah, serta pada saat dilakukan observasi ditemukan his
yang tidak adekuat,jarang, dan singkat. Hal ini sesuai dengan teori dimana pada
inersia uteri sekunder akan terjadi kelemahan his setelah adanya his yang kuat dan
teratur. Inersia uteri disertai dengan his yang lemah, jarang, dan singkat. Pada
pasien ini inersia uteri disebabkan oleh faktor emosi dan ketakutan dimana pasien
28
takut karena hal ini merupakan persalinan pertama. Hal ini sesuai dengan teori
dimana salah satu penyebab terjadinya inersia uteri adalah faktor emosi.1,4,6,8
pervaginam namun tidak terjadi his yang adekuat sehingga dilanjutkan dengan
induksi drips oksitosin ½ amp/iv dimulai dari 28 tpm hingga 40 tpm dalam cairan
persalinan masih tetap berada pada kala I dan persalinan telah berlangsung lebih
dari 24 jam, sehingga diputuskan untuk melakukan operasi seksio sesarea. Hal ini
telah sesuai dengan teori dimana penanganan pada pasien inersia uteri awalnya
Pada pasien ini terdapat komplikasi akibat inersia uteri yaitu persalinan
yang berlangsung lama, dimana pada pasien ini persalinan telah berlangsung lebih
dari 24 jam. Hal ini sesuai dengan teori dimana salah satu komplikasi dari inersia
29
DAFTAR PUSTAKA
30
9. Susilo C. Analgesia dan Anestesia Dalam Obstetri. In: Saifuddin AB,
Rachimhadi T, Wiknjosastro, editor. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2010; p.428-38
10. Anestesia Obstetris. In: Cunningham FG, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse,
Spong. Obstetri Williams Vol.1. 23th ed. Jakarta: EGC; 2012; p.463-83
11. Distosia Persalinan Abnormal dan Disproporsi Fetopelvik. In:
Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrap LC, Wenstrom
KD. Obstetri Williams Vol.1. 21th ed. Jakarta: EGC; 2005; p.466-95
12. Penyakit dan Kelainan Pada Perineum dan Alat Kandungan. In:
Wiknjosastro H, Saiffuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007; p.401-28
13. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. In: Wiknjosastro H, Saiffuddin AB,
Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2007; p.302-22
14. Dystocia. In: Wright J,Wyatt S, editor. The Washington
ManualTMObstetrics and Gyneology Survival Guide. Philadelphia: Wolters
Kluwer Company; 2008; p.105-08
15. Dystocia. In: Aghjanian P, Ainbinder AW, Akhter MW, Andrew DW,
Anti DR, Archie CL. Current Diagnosis & Treatmen Obstetrics &
Gynecology. 10th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007; 1-13
16. Kelainan Plasenta, Tali Pusat, dan Membran. In: Cunningham FG,
Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri Williams Vol.1. 23th ed.
Jakarta: EGC; 2012; p.603-14
31