Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Inersia uteri adalah kondisi yang terjadi pada persalinan ketika kontraksi

lemah, frekuensi kurang atau lebih pendek dari normal. Inersia uteri masih

menjadi masalah dalam bidang obstetri. Laporan tahunan Departemen Obstetri

dan Ginekologi di Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tahun 2012 menunjukkan

1.468 kasus operasi sesar karena inersia uteri dari 2.947 persalinan (49%).

Kegagalan induksi oksitosin pada inersia uteri merupakan indikasi yang paling

signifikan untuk dilakukan operasi sesar.1,2

Data dari RSUD Kota Semarang menyebutkan bahwa pada bulan Januari

sampai Juni 2012 terdapat 231 kasus inersia uteri dari 841 persalinan (27,47%),

kejadian inersia uteri meningkat pada bulan Juli sampai Desember 2012 yaitu 412

kasus dari 1029 persalinan (40,04%).3

Inersia uteri terbagi atas dua keadaan, yaitu inersia uteri primer dan inersia

uteri sekunder. Terdapat beberapa penyebab yang berperan pada inersia uteri,

yaitu primigravida tua, faktor emosi, salah pimpinan persalinan atau salah

pemberian obat-obatan seperti obat penenang, bagian bawah janin tidak

berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, kelainan uterus misalnya uterus

bikornis unikolis, dan kehamilan postmatur.1,3

Penatalaksanaan pada kasus ini dapat dilakukan dengan induksi persalinan

atau tindakan seksio sesarea dengan berbagai pertimbangan. Terdapat beberapa

komplikasi yang dapat terjadi pada inersia uteri, seperti persalinan berlangsung

1
lama, korioamnionitis, meningkatkan risiko persalinan seksio sesarea, dan

meningkatkan infeksi dan bakteremia pada intrapartum.1,4,5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Inersia uteri adalah kondisi yang terjadi saat persalinan ketika kontraksi

mengalami kelelahan, frekuensi kurang dan lebih pendek dari his normal.1

Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lama, lebih singkat, dan

lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dapat

menjadi hal yang mempersulit pada proses persalinan.3,4

B. EPIDEMIOLOGI

Laporan tahunan Departemen Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit

Hasan Sadikin pada tahun 2012 menunjukkan 1.468 kasus operasi sesar

karena inersia uteri dari 2.947 persalinan (49%). Kegagalan induksi oksitosin

pada inersia uteri merupakan indikasi yang paling signifikan untuk dilakukan

operasi sesar.2

Data dari RSUD Kota Semarang menyebutkan bahwa pada bulan

Januari sampai Juni 2012 terdapat 231 kasus inersia uteri dari 841 persalinan

(27,47%), kejadian inersia uteri meningkat pada bulan Juli sampai Desember

2012 yaitu 412 kasus dari 1029 persalinan (40,04%). Pada bulan Januari

sampai Juni 2013 terdapat 301 kasus inersia uteri dari 1224 persalinan

(24,59%), namun kembali meningkat pada bulan Juli sampai Desember 2013

yaitu 511 kasus inersia uteri dari 1141 persalinan (44,79%).3

3
C. KLASIFIKASI

Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan, yaitu :4

1. Inersia uteri primer

Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus

dibedakan dengan his pendahuluan yang juga lemah dan kadang-kadang

menjadi hilang (false labour).

2. Inersia uteri sekunder

Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat teratur dan

dalam waktu yang lama.

D. ETIOLOGI

1. Primigravida tua dan multigravida.

Karena menyadari bahwa dalam kebanyakan kasus, frekuensi dan

intensitas kontraksi uterus dipengaruhi oleh tekanan dari presentasi bagian

segmen bawah, malposisi, malpresentasi, dan deformitas pelvis dikatakan

sebagai faktor predisposisi. Hal ini kemungkinan karena kurangnya

stimulus pada serviks sehingga mempengaruhi segmen atas dan rute

nervus. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada primigravida tua daripada

multigravida, oleh karena itu usia lanjut mempunyai peranan penting. Hal

ini terutama disebabkan kekakuan jaringan panggul yang belum pernah

dipengaruhi oleh kehamilan dan persalinan, disamping adanya perubahan

yang terjadi karena proses menua jaringan reproduksi dan jalan lahir.1,4,6,7

4
2. Faktor emosi dan ketakutan memegang peranan penting.

Rasa takut merupakan penyebab paling penting dari inersia. Pasien

merasatakut dengan cobaan yang akan dihadapi, dan karena rasa takut

tersebut mungkin pasien telah berbulan-bulan berada dalam keadaan

cemas dan tertekan. Ketika pasien mengalami ketakutan, tidak ada

relaksasi yang terjadi diantara nyeri, selama itu juga penggunaan otot

volunter akan melawan kontraksi uterus. Hal ini akan menghambat

dilatasi serviks.4,6,8

3. Salah pemberian obat-obatan seperti oksitosin dan obat-obatan penenang.

Kebanyakan ibu hamil mengalami tingkat nyeri persalinan sedang sampai

berat. Nyeri persalinan meliputi komponen viseral dan somatik. Pada

keadaan tertentu, bagi ibu yang tidak tahan dan meminta pertolongan

untuk dihilangkan nyeri persalinannya sehingga dapat diberikan analgesia

ataupun penenang. Sedasi atau analgesia epidural yang berat dapat

mengurangi refleks yang mendesak untuk mendorong dan dapat

mengganggu kemampuan otot abdomen untuk berkontraksi dengan

adekuat.4,9,10

4. Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah

rahim; ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi

sefalopelvik.

Pada akhir kehamilan, untuk melewati jalan lahir, kepala janin harus

berhadapan dengan segmen bawah uterus yang relatif tebal dan serviks

5
yang belum membuka, sementara otot fundus uteri kurang berkembang

sehingga mungkin efektivitas gaya dorongnya kurang. Pada tahap ini,

kontraksi otot uterus, resistensi serviks, dan tekanan ke depan yang

ditimbulkan oleh kepala janin bagian depan merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kemajuan persalinan kala satu.1,11

5. Kelainan uterus misalnya uterus bikornis unikolis.

Jalannya partus pada kelainan bawaan uterus umumnya kurang lancar.,

karena his yang kurang baik. Mungkin fungsi uterus kurang baik karena

miometrium tidak normal akibat perkembangan yang tidak wajar.1,12

6. Kehamilan postmatur.

Saat menjelang partus terjadi penurunan kadar hormon progesteron,

peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang

paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang

menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin teah dibuktikan berperan

penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Nwosu dan kawan-kawan

menemukan perbedaan dalam rendahnya kadar cortisol pada darah bayi,

sehingga disimpulkan kerentanan akan stress merupakan faktor tidak

timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.4,13

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala1,4

a) Keadaan umum penderita biasanya baik.

b) Pasien merasa nyeri yang tidak adekuat selama kontraksi.

6
c) Kontraksi dirasakan tidak adekuat sejak awal untuk inerisa uteri

primer.

d) Kontraksi dirasakan melemah setelah sebelumnya ada kontraksi

yang kuat untuk inersia uteri sekunder.

2. Tanda1,10,14,15

a) Kontraksi kurang dari 3-5 kali atau tekanan kurang dari 200 mmHg

Montevideo unit dalam 10 menit.

b) Durasi kontraksi < 60 detik.

c) Frekuensi kontraksi > 2-3 menit.

d) Kontraksi iregular.

e) Dilatasi serviks terjadi> 1 jam setiap pembukaan 1,2 cm pada

primigravida dan 1,5 cm pada multigravida.

f) Persalinan telah berlangsung > 24 jam untuk primigravida dan > 18

jam untuk multigravida.

F. DIAGNOSIS1,4,11,14,15

1. Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditanyakan:

a) Apakah kontraksi yang dirasakan sejak awal adekuat atau tidak

untuk menentukan apakah kelainan his termasuk inersia uteri primer

atau sekunder.

7
b) Apakah telah terjadi pelepasan darah, lendir atau air ketuban untuk

mengetahui apakah telah terjadi pematangan serviks atau ketuban

pecah dini.

c) Perlu juga ditanyakan tentang riwayat persalinan.

d) Selain itu, dapat juga ditanyakan faktor psikis dari pasien, apakah

pasien mengalami ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi

persalinan.

e) Apakah ada riwayat penggunaan obat-obatan selama hamil untuk

menentukan apakah ada riwayat penggunaan obat analgesia atau

sedatif sebeumnya.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum pasien biasanya baik

b) Pemeriksaan tanda vital

c) Pemeriksaan thoraks

d) Pemeriksaan abdomen

e) Pemeriksaan obstetri

i. Leopold I-IV

Pemeriksaan ini dapat menentukan bagian terbawah janin

apakah sudah masuk pintu atas panggul atau belum yang

merupakan salah satu penyebab inersia uteri.

8
ii. Denyut Jantung Janin

Pemeriksaan ini harus diperhatikan untuk memantau apakah

terjadi distress janin atau tidak yang dapat mempengaruhi

tindakan yang harus dilakukan.

iii. Kontraksi uterus

a. Kontraksi kurang dari 3-5 kali atau tekanan kurang dari 200

mmHg Montevideo unit dalam 10 menit.

b. Durasi kontraksi < 60 detik.

c. Frekuensi kontraksi > 2-3 menit.

d. Kontraksi iregular.

iv. Pemeriksaan Dalam Vagina

a. Dilatasi serviks terjadi > 1 jam pada setiap pembukaan 1,2

cm pada primigravida dan 1,5 cm pada multigravida.

b. Biasanya ketuban ditemukan masih intak.

G. PENATALAKSANAAN4,6

1. Oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa, dimulai dengan 12

tetes permenit, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes per

menit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah agar serviks dapat

membuka.

2. Pemberian oksitosin tidak perlu diberikan secara terus menerus. Jika tidak

ada kemajuan, maka pemberian dihentikan dan pasien dianjurkan untuk

istirahat. Pemberian oksitosin kembali dapat diberika keesokan harinya.

9
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya

dilakukan seksio sesarea.

4. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu

lemah, dan partus telah berlangsung > 24 jam pada primigravida dan > 18

jam pada multigravida, ketuban telah pecah > 24 jam, terjadi fetal

distress, atau konservatif gagal maka harus segera dilakukan seksio

sesarea sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil

pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (ekstraksi vakum atau forseps

atau seksio sesarea).

H. KOMPLIKASI

a) Inersia akan menyebabkan persalinan berlangsung lama.

Kontraksi yang tidak adekuat dapat menghambat dilatasi serviks

sehingga menyebabkan proses dilatasi lambat dan persalinan berangsung

lama.1,8

b) Korioamnionitis

Persalinan yang lama dapat menyebabkan ketuban pecah lama. Bakteri

vagina umumnya terpisah dari saluran reproduksi bagian atas oleh ostium

servikalis internum yang tertutup dan sumbatan mukus intraservikal.

Pintu masuk organisme dapat menyebabkan infeksi awal pada korion dan

desidua yang berdekatan pada daerah di atas ostium internum.

Selanjutnya, perkembangan infeksi akan menyebabkan penebalan penuh

lapisan membran (korioamnitis). Kemudian organisme dapat menyebar

10
di sepanjang permukaan korioamnionik dan menginfeksi cairan

ketuban.5,16

c) Meningkatkan risiko persalinan seksio sesarea

Jika partus telah berlangsung > 24 jam pada primigravida dan >18 jam

pada multipara, ketuban telah pecah > 24 jam, terjadi fetal distress, atau

konservatif gagal maka harus segera dilakukan seksio sesarea untuk

mencegah komplikasi lebih lanjut.5,7

d) Meningkatkan infeksi dan bakteremia pada intrapartum

Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya

pada partus lama, terutama bila disertai peahnya ketuban. Bakteri

didalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta

korion sehingga terjadi bakteremioa dan sepsis pada ibu dan janin.

Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi

adalah konsekuensinya serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari

tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan

ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi

persalinan lama.1

I. PROGNOSIS

Sekitar sepertiga wanita yang telah mengalami inersia uteri sengaja

menghindari kehamilan yang selanjutnya. Umumnya inersia uteri jarang

kambuh dalam persalinan berikutnya dan kekuatan uterus membaik dengan

11
setiap kehamilan. Peningkatan ini tergantung dari dilatasi serviks yang

dicapai pada persalinan sebelumnya.6

12
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS OBSTETRI

Tanggal Pemeriksaan : 10-02-2016 Ruangan : Semangka RSD Madani

Jam : 13.30

IDENTITAS

Nama : Ny. R Nama Suami : Tn. A

Umur : 26 tahun Umur : 27 tahun

Alamat : Ds. Batunga Alamat : Ds. Batunga

Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : S1 Pendidikan : S1

ANAMNESIS

G2P 0A1 Usia Kehamilan : 36-37 minggu

HPHT : ?-05-2015 Menarche : 14 tahun

TP : ?-02-2016 Perkawinan : I / 2 tahun

13
Keluhan Utama :

Pasien baru masuk rumah sakit dengan G2P0A1 gravid aterm. Keluhan sakit

perut tembus belakang,keluhan dirasakan hilang timbul sejak 2 hari sebelum

masuk rumah sakit, awalnya sakit perut tembus belakang sering dirasakan namun

sejak tadi pagi sakit yang dirasakan mulai berkurang, terdapat pelepasan air

bercampur lendir sejak 2 hari lalu, volume banyak, tidak ada pelepasan darah.

Tidak ada pusing, tidak ada mual, tidak ada muntah, tidak adanyeri ulu hati, BAB

biasa, BAK lancar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan merasa takut saat akan

mengalami persalinan dengan alasan baru pertama kali merasakan melahirkan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada riwayat hipertensi, tidak ada riwayat diabetes mellitus, tidak ada

riwayat penyakit jantung, tidak ada riwayat asma, tidak ada riwayat penyakit

ginjal.

Riwayat Obstetri :

1. Abortus pada usia kehamilan 12 minggu dan tidak dilakukan kuret.

2. Hamil sekarang

Riwayat Kontrasepsi : Tidak pernah

Riwayat Antenatal Care : 4 kali di Bidan

Riwayat Imunisasi : Tetanus Toksoid 2 kali

14
PEMERIKSAAN FISIK

KU : Baik Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Kesadaran : Compos mentis Nadi : 80 kali/menit

BB : 69 kg Respirasi : 24 kali/menit

TB : 156 cm Suhu : 36,5 °C

Kepala – Leher :

Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, palpebra tidak edema

Tidak ada pembesaran KGB

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Thorax :

I : Pergerakan dada simetris, tidak ada sikatrik

P : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

massa

P : Sonor kedua lapang paru, batas jantung dalam batas normal

A : Bunyi pernapasan vesikuler, tidak ada rhonki, tidak adawheezing, bunyi

jantung I/II murni reguler

Abdomen :

I : Tampak cembung

A : Peristaltik usus kesan normal

P : Timpani

P : Tidak ada nyeri tekan

15
Pemeriksaan Obstetri :

Leopold I : 1 jari di bawah processus xiphoideus (34 cm)

Leopold II : Punggung kiri

Leopold III : Pressentasi kepala

Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul

DJJ : 12-11-12

HIS : Tidak ada

TBJ : 3565

Pergerakan Janin : Aktif

Janin : Tunggal

Genitalia :

Pemeriksaan Dalam Vagina :

Vulva/vagina normal, pembukaan 2 cm, portio lunak tebal, kepala Hodge 1,

terdapat pelepasan lendir dan air, tidak terdapat pelepasan darah.

Ekstremitas :

Atas : Akral hangat, tidak edema

Bawah : Akral hangat, tidak edema

16
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium:

Leukosit 7,7 10^3/uL (4,0 – 12,0)

Eritrosit 3,81 10^6/uL (4,0 – 6,20)

Hemoglobin 8,6 g/dL (11,0 – 17,0)

Hematokrit 28,1 % (35 – 56)

Trombosit 175 10^3/uL (150 – 400)

RESUME

Pasien perempuan usia 26 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sakit

perut tembus belakang, keluhan dirasakan hilang timbul sejak 2 hari sebelum

masuk rumah sakit,awalnya sakit perut tembus belakang sering dirasakan namun

sejak tadi pagi sakit yang dirasakan mulai berkurang, terdapat pelepasan air

bercampur lendir sejak 2 hari lalu, volume banyak, tidak terdapat pelepasan darah,

BAB biasa, BAK lancar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan merasa takut saat

akan mengalami persalinan dengan alasan baru pertama kali merasakan

melahirkan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 120/80 mmHg,

nadi: 80 kali/menit, respirasi: 24 kali/menit, suhu: 36,5 °C, konjungtiva anemis.

Pada pemeriksaan obstetri didapatkan, Leopold I: 1 jari di bawah

processus xiphoideus (34 cm), Leopold II: Punggung kiri, Leopold III: Presentasi

kepala, Leopold IV: Belum masuk pintu atas panggul, DJJ: 12-11-12, HIS:

Tidak ada, Pergerakan Janin: aktif, Janin Tunggal, TBJ: 3565 gr.

17
Pada pemeriksaan dalam vagina didapatkan vulva/vagina normal,

pembukaan 2 cm, portio lunak tebal, kepala Hodge 1, terdapat pelepasan lendir

dan air, tidak terdapat pelepasan darah. Pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan hemoglobin 8,6 g/dL.

DIAGNOSIS

G2P0A1gravid aterm inpartu kala I lama + Inersia uteri sekunder

PENATALAKSANAAN

IVFD Dex 5% 28 tpm

Induksi misoprostol ¼ tab pervaginam

Observasi

18
FOLLOW UP

11Feb 2016

S : Sakit perut tembus belakang (+) hilang timbul,pelepasan lendir(+), air

(+), darah (-),BAB (-), BAK (+).

O : TD : 120/80 mmHg

N : 88x/menit

R : 20x/menit

S : 36,5ºC

DJJ : 11-12-12

His : 2x/10 mnt (durasi 20 detik)

A : G2P0A1 gravid aterm inpartu kala I lama + Inersia uteri sekunder +

Gagal induksi persalinan

P : Observasi

Observasi

Jam 08.45 DJJ : 11-12-12

His : 2x/10 mnt (durasi 20 detik)

PDV : Pembukaan 3 cm, portio lunak tebal, kepala H1, pelepasan

lendir (+),air ketuban merembes, darah (-).

Induksi misoprostol ¼ tab pervaginam

Jam 10.45 DJJ : 12-12-12

His : 2x/10 mnt (durasi 20 detik)

19
Jam 11.45 DJJ : 11-11-12

His : 3x/10 mnt (durasi 35 detik)

Amoxicillin 500mg 3x1

Jam 13.30 DJJ : 12-12-12

His : 2x/10 mnt (durasi 25-30 detik)

Jam 14.00 DJJ : 11-11-10

His : 2x/10 mnt (durasi 20-25 detik)

Jam 14.45 DJJ : 11-11-12

His : 2x/10 mnt (durasi 35 detik)

PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir

(+), airketuban merembes, darah (-)

Induksi Misoprostol ¼ tab pervaginam

Jam 18.45 DJJ : 11-11-12

His : 2x/10 mnt (durasi 30-35 detik)

PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir

(+), airketuban merembes, darah (+)

Jam 20.45 DJJ : 11-11-11

His : 2x/10 mnt (durasi 30-35 detik)

PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir

(+), airketuban merembes, darah (-)

Induksi Misoprostol ¼ tab pervaginam

Jam 21.15 DJJ : 11-12-12

His : 3x/10 mnt (durasi 25-30 detik)

20
Jam 00.45 DJJ : 13-13-13

His : 3x/10 mnt (durasi 35-40 detik)

PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir

(+), airketuban merembes, darah (+)

12 Feb 2016

S : Sakit perut tembus belakang (+) hilang timbul, pelepasan lendir(+), air

(+), darah (-),BAB (-) 1 hari, BAK (+).

O : TD : 130/80 mmHg

N : 74x/menit

R : 24x/menit

S : 37ºC

DJJ : 11-12-11

His : 3x/10 mnt (durasi 30-35 detik)

A : G2P0A1 gravid aterm inpartu kala I lama + Inersia uteri sekunder +

Gagal induksipersalinan

P : Induksi Misoprostol ¼ tab pervaginam

Amoxicillin 500 mg 3x1

Observasi

Observasi

Jam 10.50 DJJ : 13-13-13

His : 3x/10 mnt (durasi 35-40 detik)

21
PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir

(+), airketuban merembes, darah (+)

Jam 12.25 PDV : pembukaan 5 cm, portio lunak tebal, kepala H1, pelepasan

lendir (+),air ketuban merembes, darah (-).

DJJ : 12-12-12

His : 3x/10 mnt (durasi 30-35 detik)

Stop induksi Misoprostol

Dex 5% + oksitosin ½ amp/iv 28 tpm

Jam 12. 45 DJJ : 12-12-13

His : 4x/10 mnt (durasi 40 detik)

Jam 13. 15 DJJ : 12-12-13

His : 4x/10 mnt (durasi 40 detik)

Jam 14. 20 DJJ : 11-11-12

His : 3x/10 mnt (durasi 35 detik)

Jam 15.15 Dex 5% + oksitosin ½ amp/iv 40 tpm

Amoxicillin 3x1

Jam 15.45 PDV : pembukaan 6 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan

lendir (+),air ketuban merembes, darah (-).

22
Jam 18.25 DJJ : 12-11-12

His : 4x/10 mnt (durasi 40-45 detik)

PDV : pembukaan 7 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir

(+),air ketuban merembes, darah (-).

Lanjut Dex 5% + oksitosin ½ amp/iv 40 tpm

Jam 19.00 DJJ : 12-12-12

His : 4x/10 mnt (durasi 40-45 detik)

PDV : pembukaan 7 cm, portio lunak, kepala H2, pelepasan lendir

(+),air ketuban merembes, darah (-).

Rencana SC

Jam 20.25 Pasien didorong ke OK

DJJ : 11-11-12

Jam 21.00 Hasil operasi:

Bayi lahir hidup dengan jenis kelamin laki-laki dengan berat badan

lahir 3600 gram, panjang badan lahir 48 cm, Apgar Score 8/9,

plasenta lahir lengkap.

Jam 22.00 Post op

- IVFD RL 28 tpm

- Drips oxytocin 10 IU dalam cairan RL

- Amoxicillin 3x1

- Metronidazole 3x1

- As. Mefenamat 3x1

- Cek HB 2 jam post op

23
Jam 00.00 WBC 16,1

RBC 3,54

HGB 8,3

HCT 27,2

PLT 257

Transfusi WB 1 labu

13 Feb 2016

S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),

muntah (-), BAB (-) 2 hari, BAK lancar.

O : TD : 110/80 mmHg

N : 80x/menit

R : 20x/menit

S : 36,5ºC

Anemis -/-

TFU 1 jari atas pusat

ASI -/-

Lokia (+)

Kontraksi uterus baik

HB 8,6 HCT 26

WBC 13,5 PLT 175

RBC 3,4

24
A : P1A1 post SC H1 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi

persalinan

P : IVFD RL 28 tpm

Amoxicillin 3x1

Metronidazole 3x1

As. Mefenamat 3x1

14 Feb 2016

S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),

muntah (-), BAB (-) 3 hari, BAK lancar.

O : TD : 110/70 mmHg

N : 82x/menit

R : 22x/menit

S : 36,5ºC

Anemis -/-

TFU sejajar pusat

ASI +/+

Lokia (+)

Kontraksi uterus baik

A : P1A1 post SC H2 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi

persalinan

P : IVFD RL 28 tpm

Amoxicillin 3x1

25
Metronidazole 3x1

As. Mefenamat 3x1

15 Feb 2016

S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),

muntah (-), BAB (+), BAK lancar.

O : TD : 110/80 mmHg

N : 84 x/menit

R : 20 x/menit

S : 36,5ºC

Anemis -/-

TFU sejajar pusat

ASI +/+

Lokia (+)

Kontraksi uterus baik

A : P1A1 post SC H3 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi

persalinan

P : Amoxicillin 3x1

Metronidazole 3x1

As. Mefenamat 3x1

26
16 Feb 2016

S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),

muntah (-), BAB (+), BAK lancar.

O : TD : 110/70 mmHg

N : 80 x/menit

R : 20 x/menit

S : 36,5ºC

Anemis -/-

TFU 2 jari bawah pusat

ASI +/+

Lokia (+)

Kontraksi uterus baik

A : P1A1 post SC H4 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi

persalinan

P : Amoxicillin 3x1

Metronidazole 3x1

As. Mefenamat 3x1

Pasien pulang

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 26 tahun dengan G2P0A1 usia kehamilan 36-37

minggu masuk rumah sakit dengan keluhan sakit perut tembus belakang, keluhan

dirasakan hilang timbul sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya sakit

perut tembus belakang sering dirasakan namun sejak tadi pagi sakit yang

dirasakan mulai berkurang, terdapat pelepasan air bercampur lendir sejak 2 hari

lalu, volume banyak, tidak terdapat pelepasan darah, BAB biasa, BAK lancar.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan merasa takut saat akan mengalami persalinan

dengan alasan baru pertama kali merasakan melahirkan.

Pada pemeriksaan obstetri didapatkan, Leopold I: 1 jari di bawah

processus xiphoideus (34 cm), Leopold II: punggung kiri, Leopold III: presentasi

kepala, Leopold IV: belum masuk pintu atas panggul, DJJ: 12-11-12, HIS: Tidak

ada, Pergerakan Janin: aktif, Janin Tunggal, TBJ: 3565 gr. Pada saat observasi

ditemukan his yang tidak adekuat,jarang, dan singkat.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan obstetri yang didapat, pasien ini

didiagnosis dengan Inersia Uteri Sekunder karena sebelumnya terjadi his yang

kuat dan kemudian melemah, serta pada saat dilakukan observasi ditemukan his

yang tidak adekuat,jarang, dan singkat. Hal ini sesuai dengan teori dimana pada

inersia uteri sekunder akan terjadi kelemahan his setelah adanya his yang kuat dan

teratur. Inersia uteri disertai dengan his yang lemah, jarang, dan singkat. Pada

pasien ini inersia uteri disebabkan oleh faktor emosi dan ketakutan dimana pasien

28
takut karena hal ini merupakan persalinan pertama. Hal ini sesuai dengan teori

dimana salah satu penyebab terjadinya inersia uteri adalah faktor emosi.1,4,6,8

Pada pasien ini awalnya dilakukan induksi dengan misoprostol ¼ tablet

pervaginam namun tidak terjadi his yang adekuat sehingga dilanjutkan dengan

induksi drips oksitosin ½ amp/iv dimulai dari 28 tpm hingga 40 tpm dalam cairan

dekstrosa 5%. Namun, setelah dilakukan induksi dengan oksitosin,tahap

persalinan masih tetap berada pada kala I dan persalinan telah berlangsung lebih

dari 24 jam, sehingga diputuskan untuk melakukan operasi seksio sesarea. Hal ini

telah sesuai dengan teori dimana penanganan pada pasien inersia uteri awalnya

dilakukan induksi, namun jika tidak terjadi kemajuan persalinan dapat

dipertimbangkan untuk melakukan operasi seksio sesarea.4,14

Pada pasien ini terdapat komplikasi akibat inersia uteri yaitu persalinan

yang berlangsung lama, dimana pada pasien ini persalinan telah berlangsung lebih

dari 24 jam. Hal ini sesuai dengan teori dimana salah satu komplikasi dari inersia

uteri yaitu persalinan berlangsung lama.1,8

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Johanes C, Mohammad A. Persalinan Lama. In: Saifuddin AB,


Rachimhadi T, Wiknjosastro, editor. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2010; p.562-80
2. Adillia L, Anwar DA, Purnama HB, Tjahyadi D, Madjid HT, Susirno H, et
al. Serum Calcium and Magnesium Level Ratio in Patiens With and
Without Hypotonic Uterine Inertia.American Journal of Research
Communication [internet]. 2015 [cited 2016 March 08]; 3(2) 1-11.
Available from: http://www.usa-journals.com/wp-content/uploads/2015/01/
Adillia_Vol32.pdf
3. Perestroika GD. Pengaruh Stimulasi Kutan Slow Stroke Back Massage
Terhadap Perubahan Endorphin dan Nyeri Persalinan Pada Ibu Inpartu di
RSUD Kota Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2014.
4. Distosia Karena Kelainan His (Power). In: Sofian A. Rustam Mochtar
Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jilid 1. 3rd ed.
Jakarta: EGC; 2005; p.215-17
5. Jessica DY. Labor Dystocia. In: Posner DG, Jessica DY, Black AY, Jones
DG. Oxorn-Foote Human and Labor & Birth. 6 th ed. New York: Mc Graw
Hill; 2013; p.194-209
6. Kennedy C. Emergencies In General Practice Uterine Inertia. British
Medical Journal [internet]. 1955 Jun [cited 2016 March 08]; 1(4929)
1522-4. Available from: http://www.jstor.org/stable/20364028.com
7. Suswadi. Penyulit Kehamilan dan Persalinan Pada Wanita Usia Tua.
Semarang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2000.
8. McNair JA. Section of Obstetrics and Gynaecology. Procedings of the
Royal Society of Medicine [internet]. 1948 Jan [cited 2016 Apr 08]; XLI
23-8. Available from: http://www.nbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC218
4666/.com

30
9. Susilo C. Analgesia dan Anestesia Dalam Obstetri. In: Saifuddin AB,
Rachimhadi T, Wiknjosastro, editor. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2010; p.428-38
10. Anestesia Obstetris. In: Cunningham FG, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse,
Spong. Obstetri Williams Vol.1. 23th ed. Jakarta: EGC; 2012; p.463-83
11. Distosia Persalinan Abnormal dan Disproporsi Fetopelvik. In:
Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrap LC, Wenstrom
KD. Obstetri Williams Vol.1. 21th ed. Jakarta: EGC; 2005; p.466-95
12. Penyakit dan Kelainan Pada Perineum dan Alat Kandungan. In:
Wiknjosastro H, Saiffuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007; p.401-28
13. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. In: Wiknjosastro H, Saiffuddin AB,
Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2007; p.302-22
14. Dystocia. In: Wright J,Wyatt S, editor. The Washington
ManualTMObstetrics and Gyneology Survival Guide. Philadelphia: Wolters
Kluwer Company; 2008; p.105-08
15. Dystocia. In: Aghjanian P, Ainbinder AW, Akhter MW, Andrew DW,
Anti DR, Archie CL. Current Diagnosis & Treatmen Obstetrics &
Gynecology. 10th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007; 1-13
16. Kelainan Plasenta, Tali Pusat, dan Membran. In: Cunningham FG,
Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri Williams Vol.1. 23th ed.
Jakarta: EGC; 2012; p.603-14

31

Anda mungkin juga menyukai