Anda di halaman 1dari 22

KOMPLIKASI

PERSALINAN
DISTOSIA KELAINAN TENAGA
KELOMPOK 1
AGUSTINA HIDAYATUL KHASANAH (R0420002)
AMATULLAH MUFIDAH (R0420004)
AMELIA ZULFA FARIDA (R0420006)
ANNISA ALFI AZIZAH (R0420010)
ARINA DINAL HAQUE (R0420012)
DARA DINANTI (R0420014)
DEWI WUNGKAS INTISARI (R0420017)
INSAN DIENUARI (R0420028)
KIRANI RAUDHAHTUL JANNAH (R0420034)
NITA DIAH PUTRI ANDAYANI (R0420041)
NYIMAS NABILATUL FITHRIYYAH (R0420045)
OKTA FAJRIANI FALIHA (R0420046)
PRAMUDYA DWI ANDIENY (R0420050)
Pengertian Distosia
Distosia adalah persalinan abnormal yang
ditandai dengan kemacetan atau tidak
adanya kemajuan dalam persalinan atau
persalinan eustasia yang menunjukkan
kegagalan. Dalam istilah medis, distosia
disebut dengan kesulitan melahirkan.
Distosia Kelainan
Tenaga
1. Inersia Uteri
2. Tetania Uteri
3. His yang tidak terkoordinasi
01 Inersia Uteri
Inersia Uteri Hipotonik adalah kelainan his dengan
kekuatan yang lemah/ tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Disii
keukatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering
dijumpai pada penderita dengan kurang baik seperti
anemia, uterus yang terlalu teregang, misalnya: akibat
hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada pederita
dengan keadaan emosi kurang baik. Inersia uteri di bagi
menjadi inersia uteri primer dan sekunder.
Inersia Uteri Inersia Uteri
Primer Sekunder
Pada inersia uteri primer, Pada Inersia Sekunder,
kelemahan his timbul sejak dari kelemahan his timbul
permulaan persalinan, jika setelah adanya his yang
persalinan berlngsung lama, kuat, teratur, dan dalam
maka terjadi pada kala 1 fase waktu yang lama, terjadi
laten, hal ini harus dibedakan pada kala 1 fase aktif.
dengan his pendahuluan yang
juga lemah kadang-kadang juga
menjadi hilang (false labour).
Gejala Inersia Uteri
1. Waktu persalinan memanjang
2. Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam
jangka waktu pendek
3. Dilatasi serviks lambat
4. Membran biasanya masih utuh
5. Lebih rentan terdapatanya plasenta yang tertinggal
Etiologi Inersia Uteri
1. Kelainan his, his yang tidak terkoordinasi frekuensinya,his yang melemah
dan tidak memicu rangsangan pada serviks
2. Faktor herediter dan psikologis, seperti keadaan ibu yang terlalu cemas atau
ketakutan saat persalinan.
3. Kualitas mengejan, metabolisme anaerob juga menghasilkan produk
samping berupa asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri dan kelelahan
otot apabila terjadi akumulasi sehingga terjadi inersia uteri yang
mempengaruhi kualitas mengejan ibu (Sherwood, 2014).
4. Faktor uterus, karena overdistensi uterus pada kehamilan gemelli dan
hidramnion.
5. Disproporsi sevalopelvik, seperti pada makrosomia merupakan faktor yang
mempengaruhi kejadian inersia uteri, hal ini disebabkan oleh karena bagian
terbawah janin tidak dapat berhubungan langsung dengan segmen bawah
rahim.
6. Paritas <3 merupakan paritas yang paling aman dan paritas ≥3 mempunyai
risiko lebih besar untuk terjadinya inersia uteri pada ibu bersalin
Diagnosis Inersia Uteri
Pada masa laten, diagnosis inersia uteri lebih sulit untuk ditegakkan. Kontraksi
uterus yang disertai nyeri tidak cukup untuk menentukan diagnosis bahwa
persalinan sudah mulai. Untuk mendapatkan simpulan ini, maka diperlukan
kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu
pendataran dan pembukaan.
Penatalaksanaan Inersia Uteri
1. Nilai keadaan umum ibu, tanda-tanda vital ibu
2. Tentukan keadaan janin, pastikan DJJ dalam batas normal. Jika ketuban sudah
pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan kemungkinan
terjadi gawat janin. Jika terdapat gawat janin lakukan seksio sesarea.
3. Apabila terdapat disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya lakukan seksio sesarea
4. Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi seperti
berjalan-jalan. Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan
partograf.
5. Apabila tidak ada kemajuan persalinan maka lakukan induksi dengan oksitosin drip
5 IU dalam 500 cc RL dengan tetas 8/menit dan dinaikkan tiap 30 menit maximal 40
tetes.
6. Apabila ada kemajuan persalinan, maka evaluasi kemajuan tiap 2 jam.
02 Tetania Uteri
Tetania uteri yaitu his yang yang terlalu kuat dan
sering, sehingga tidak terdapat kesempatan untuk
relaksasi otot rahim, akibatnya yaitu, terjadinya
partus presipitatus atau partus yang berlangsung
dalam waktu 3 jam, yang mengakibatkan hal
yang fatal seperti terjadinya persalinan tidak pada
tempatnya, terjadi trauma pada janin, trauma
jalan lahir ibu yang luas, dan dapat menyebabkan
asfiksia. (Manuaba, 2010).
Gejala Tetania Uteri
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan
berlangsung hampir terus-menerus. Akibatnya terjadilah
luka-luka jalan lahir yang luas pada serviks, vagina dan
perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan
intrakranial,dan hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter.
Etiologi dan Diagnosis Tetania Uteri

Diagnosis
1. Anamnesa, dilihat dari keadaan
Etiologi ibu yang mangatakan his yang
1. Ketuban pecah dini disertai adanya terlalu kuat dan berlangsung
infeksi terus menerus
2. Infeksi intrauteri 2. Pemeriksaan Fisik, dilihat dari
3. Pemberian oksitosin yang berlebihan kontraksinya yang terlalu kuat
dan cepat sehingga proses
persalinan yang semakin cepat
Penatalaksanaan Tetania Uteri
1. Pasien perlu melakukan sedasi untuk menurunkan kecemasannya dan
memerlukan analgesi untuk menguarangi rasa nyeri (agar pasien tidak
kelelahan ketika benar benar menjalani persalinan yang sesungguhnya). Karena
ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan
pembedahan dengan narcosis.
2. Kandung kemih dan usus dikosongkan bila perlu
3. Pemeriksaan dalam perlu dilakukan
03 His yang tidak terkoordinasi
Yaitu kelainan his dengan kekuatan cukup besar
(kadang sampai melebihi normal) dan sifatnya berubah-
ubah ,his ini disebut accordinat hypertonic uterine
contraction, tonus otot meningkat diluar his dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena
tidak ada sinkronisasi antara kontraksinya.
Gejala His yang tidak terkoordinasi
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas ,tengah dan
bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Kontraksi uterus yang tidak menentu dan tidak adekuat tidak dapat
membantu serviks untuk mendatar dan membuka, sehingga terjadi partus
lama.
Dengan kekuatan seperti ini, maka tonus otot terus meningkat
sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang terus menerus dan hipoksia janin.
Macamnya adalah hipertonik lower segment, colicky uterus, lingkaran
kontriksi dan distosia servikalis
Etiologi His yang tidak terkoordinasi
1. Faktor usia penderita relatif tua dan relatif muda
2. Pimpinan persalinan
3. Karena induksi persalinan dengan oksitosin
4. Rasa takut dan cemas
Diagnosis His yang tidak
terkoordinasi
Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui kecuali
kalau lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak sehingga dapat diraba
melalui kanalis servikalis.
Jika diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat
persalinan harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran
konstriksi dalam kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan
cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam cavumuteri untuk
mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran konstriksi, mudah dapat diraba.
Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat dihilangkan,
dan janin dpat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan ini gagal dan janin
masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
Penatalaksanaan His yang tidak terkoordinasi

1. Keadaan umum dan gizi kehamilan harus diperhatikan


2. Pasien dipersiapkan menghadapi persalinan, dan di jelaskan tentang
kemungkinan yang akan terjadi
3. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin turunnya bagian terbawah
janin dan keadaan janin
4. Jika sudah masuk PAP anjurkan pasien untuk jalan-jalan ringan
5. Melakukan perubahan posisi ketika terjadi kontraksi nisa dengan miring ke
kiri atau ke kanan
6. Melakukan stimulasi putting susu karena diyakini akan melepas hormone
oksitosin yang dapat menyebabkan kontraksi
7. Buatkan rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan
misalnya pada letak kepala. Pada kala II his akan menjadi lebih kuat dan cepat
karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk ke ruang panggul. Maka,
his yang dirasakan tekanan otot-otot dasar panggul secara rektoktoris
menimbulkan rasa ingin mengejan.
8. Penderita dapat dikirim pada saat mencapai garis waspada sehingga keadaan janin
dan ibu tiba di rumah sakit yang mempunyai fasilitas dalam keadaan optimal
9. Mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat
dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin dan lain-lain.
10. Memasukkan tangan ke dalam cavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam,
lingkaran konstriksi. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang
dapat dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan ini
gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
Komplikasi Distosia
Dampak bagi ibu di antaranya berisiko terjadi perdarahan postpartum,
trauma atau cedera jalan lahir, serta infeksi. Komplikasi jangka panjang pada
ibu yaitu terbentuknya fistula obstetri. Sementara bagi bayi, persalinan yang
berjalan lama atau distosia dapat menyebabkan berbagai hal, seperti :
1. Bayi tercekik karena kadar oksigen yang rendah (asfiksia pada bayi baru
lahir).
2. Ada benjolan berupa kumpulan darah di kepala (hematoma kepala).
3. Jaringan di kulit kepala tidak berfungsi atau mati (nekrosis kulit kepala).
4. Detak jantung bayi tidak normal.
5. Ada zat asing di dalam air ketuban bayi.
Thank
You!

Anda mungkin juga menyukai