INVERSIO UTERI
Preseptor:
dr. Suhadi, Sp.OG
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
Uteri” ini dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
mengenai ruptur uteri, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan
membantu dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Suhadi, Sp.OG
sebagai preseptor dan dokter-dokter residen Obstetri dan Ginekologi yang telah
kepada penulis.
uteri.
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inversio uteri merupakan suatu kasus obstetri yang gawat namun jarang
terjadi.1 Kasus ini termasuk perdarahan pasca persalinan yang harus ditangani
dengan segera sebelum terjadi komplikasi yang serius seperti syok dan kematian.2
Insidens terjadinya inversio uteri bervariasi dan dapat terjadi dari 1 per 2000
kelahiran hingga 1 per 50,000 kelahiran. Suatu penelitian mendapatkan bahwa
inversio uteri mempunyai angka mortalitas sebanyak 12-25%.1
3
Penulisan ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor
resiko, klasifikasi,patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis pemeriksaan
penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis inversio
uteri.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Inversio Uteri
2.2 Epidemiologi
Insidens terjadinya inversio uteri bervariasi dan dapat terjadi dari 1 per 2000
kelahiran hingga 1 per 50,000 kelahiran. Suatu penelitian mendapatkan bahwa
inversio uteri mempunyai angka mortalitas sebanyak 12-25%.1 Sama seperti
komplikasi obstetri yang lain, kemungkinan seorang perempuan mengalami
inversio uteri dihubungkan dengan lokasi geografis, di mana insidens inversio uteri
di India adalah 3 kali lebih tinggi dari Amerika. Namun, sebuah penelitian
mendapatkan bahwa dengan pengenalan manajemen aktif pada kala III, insidens
5
terjadinya inversio uteri akut pada persalinan pervaginam telah berkurang sebanyak
4 kali lipat yaitu dari 1 per 2304 kelahiran ke 1 per 10044 kelahiran.9
Penyebab pasti dari inversio uteri masih belum diketahui.1 Secara umum,
kejadian inversio uteri dihubungkan dengan perlakuan traksi umbilikus yang
berlebihan pada pertolongan aktif kala III.Namun,terdapat beberapa kasus inversio
uteri yang terjadi tanpa dilakukan traksi umbilikus.1,3Faktor resiko yang
berhubungan dengan terjadinya inversio uteri adalah sebagai berikut1,5,7:
1. Manajemen kala III yang salah (Contoh: Traksi umbilikus yang dini atau
berlebihan pada pertolongan aktif kala III, tekanan fundus sebelum
terlepasnya plasenta)
2. Plasenta yang menempel secara abnormal (plasenta akreta)
3. Inversio uteri spontan yang tidak diketahui penyebabnya
4. Umbilikus yang pendek
5. Pengosongan uterus secara tiba-tiba
6. Nuliparitas
7. Letak plasenta pada fundus
8. Penggunaan magnesium sulfat saat kehamilan
9. Janin makrosomia
10. Kekenduran ligamentum uteri
11. Kelainan kongenital uterus
2.4Klasifikasi
6
Berdasarkan waktu kejadian5,6,11
2.5 Patofisiologi
7
Gambar 3. Patofisiologi inversio uteri
8
2.7 Diagnosis
Suatu diagnosis inversio uteri dapat ditegakkan dari keluhan pasien yang
ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik. Inversio uteri yang komplit
dapat ditegakkan dengan mudah sekiranya teraba fundus uteri pada ostium externa
servikalis atau pada introitus sementara palpasi fundus uteri pada segmen bawah
uterus dan serviks diperlukan untuk inversio uteri imkomplit. Perdarahan yang
masif, nyeri abdomen, fundus uteri yang tidak teraba atau cekungan pada fundus
uteri saat palpasi abdomen serta syok pada pasien dengan hipotensi yang nyata
dapat menkonfirmasi diagnosis inversio uteri.1,7
9
2.10 Penatalaksanaan
Inversio uteri merupakan suatu kasus gawat darurat.1 Oleh itu, tindakan
yang cepat dan tuntas harus dilakukan untuk mencegah terjadinya syok dan
kematian pasien. Pada kasus inversio uteri, untuk suatu prognosis yang baik,
tindakan resusitasi serta reposisi uterus haruslah dilakukan secara bersamaan.13
Setelah suatu diagnosa inversio uteri ditegakkan, secara garis besar tindakan
yang dilakukan adalah sebagai berikut2,3,6,8,9
1. Resusitasi harus dimulai segera mungkin. Bantuan anestesi harus dipanggil.
2. Pemasangan infus untuk cairan dilakukan sementara darah pengganti dan
pemberian obat disediakan.Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1
mg/kgBB (jangan melebihi 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau
berikan morfin 0,1 mg/kgBB IM.2
3. Reposisi uterus dilakukan secara manual sama ada plasenta sudah lepas atau
tidak. Fundus uteri didorong ke atas masuk ke dalam vagina dan terus
melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi
normalnya. Jika uterus belum dapat direposisikan, uterus dapat dilemaskan
dengan menggunakan obat tokolitik seperti terbutalin, MgSO4 atau
nitrogliserin.3 Penggunaan tokolitik masih kontroversial karena beberapa
literature berpendapat bahwa penggunaanya dapat memperberatkan
perdarahan postpartum. Oleh itu, penggunaan tokolitik sebaiknya dilakukan
di kamar operasi di bawah anestesi umum.6,9
4. Sekiranya plasenta belum lepas, plasenta tidak boleh dilepaskan secara
manual sehingga reposisi uterus telah dilakukan sepenuhnya (resiko
perdarahan masif).
5. Setelah reposisi uterus dilakukan, tangan tetap dipertahankan di posisi agar
konfigurasi uterus kembali normal dan kontraksi uterus dirasakan.6
6. Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 200 ml
cairan NaCl/Ringer Laktat IV dengan kecepatan 10 tetes/menit untuk
mencegah reinversio.2,9
7. Pemberian antibiotika dan transfusi darah dilakukan sesuai kebutuhan.
8. Intervensi bedah dilakukan apabila jepitan serviks yang keras menyebabkan
manuver di atas tidak dapat dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk
10
reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah
mengalami infeksi dan nekrosis.
Reposisi Uterus
Reposisi Manual dengan Manuver Johnson
Prinsip dari manuver Johnson: Uterus harus diangkat ke dalam rongga
abdomen di atas daerah umbilikus sebelum suatu reposisi dapat terjadi.
Gerakan pasif dari ligamen uterus akan memperbaiki inversio uterus.1,6,9
Langkah-langkah2,9:
Pasang sarung tangan DTT
Seluruh tangan termasuk 2/3 lengan bawah dimasukkan ke dalam
vagina.
Fundus dipegang dengan menggunakan telapak tangan sementara
ujung-ujung jari dipertahankan pada batas uteroservikalis, dengan
posisi ini, fundus diangkat di atas batas umbilikus.
Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus dari dinding
abdomen.
Jika plasenta masih belum terlepas, lakukan plasenta manual
setelah tindakan reposisi.
Jika reposisi manual tidak berhasil, lakukan reposisi hidrostatik.9
11
Gambar 4. Reposisi manual dengan manuver Johnson
12
Reposisi Hidrostatik dengan Manuver O’Sullivan
Sebelum melakukan manuver ini, ruptur uteri harus dieksklusikan.1,9
Langkah-langkah:
Pasien dalam posisi Trendelenburg – dengan kepala lebih rendah
sekitar 50 cm dari perineum.
Siapkan sistem douche yang sudah didisinfeksi, berupa selang 2 m
berujung penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan
tabung berisi air hangat 3-5 L (atau NaCl atau infus lain) dan
dipasang setinggi 2 m.
Identifikasi forniks posterior.
Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sambil
menutup labia sekitar ujung selang dengan tangan.
Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula.
Intervensi bedah jarang diperlukan untuk tatalaksana inversio uteri (<3%).
Pembedahan dilakukan sekiranya reposisi hidrostatik gagal.2 Teknik operatif dapat
dilakukan dengan cara transabdominal (laparotomi) atau transvaginal dalam
anestesi umum.
Tindakan Operatif:
Metode Huntingdon
Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi dilanjutkan
dengan menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep Allis. Forsep
Allis dipasang + 2 cm di bawah cincin pada, kedua sisinya, kemudian ditank ke atas
secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya semula. Selain tarikan
ke atas maka dorongan dari luar ( pervaginam ) oleh asisten akan mempermudah
pelaksanaan prosedur tersebut.9
Metode Haultain
Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi longitudinal sepanjang
dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan
melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan diberilm tekanan pada
fimdus atau tekanan secara simultan dan tangan asisten. Bila reposisi telah komplit,
luka insisi dijahit dengan jahitan terputus, dengan benang chromic.9
Pencegahan
13
Pencegahan pada inversio uteri sama seperti pencegahan pada kasus
perdarahan postpartum yang lainnya, yakni3:
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi
setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan
persalinan pasien tersebut dalam keadaan optimal.
2. Mengenal faktor predisposisi perdarahan postpartum seperti multiparitas,
anan besar, hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat
perdarahan postpartum sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya
yang resikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun.
6. Mengatasi langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan
postpartum dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
2.11 Komplikasi
2.12 Prognosis
14
BAB III
KESIMPULAN
1. Inversio uteri adalah suatu keadaan di mana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium eksternum, yang dapat
bersifat inkomplit sampai komplit.
2. Etiologi dari inversio uteri belum diketahui secara pasti, terdapat banyak
faktor resiko yang mempengaruhi terutama manajemen persalinan kala III
yang salah.
3. Inversio uteri diklasifikasikan menjadi derajat 1 dan 2 (inkomplit), derajat
3 komplit) dan derajat 4 (total) berdasarkan derajat kejadian dan
Berdasarkan dibagi menjadi inversio uteri akut, subakut dan kronis
berdasarkan waktu kelainan,
4. Patofisiologi dari inversio uteri termasuk prolapse dinding uterus, relaksasi
dinding uterus dan traksi yang terus menerus.
5. Gejala klinis pada inversio uteri termasuk syok, perdarahan yang hebat,
nyeri abdomen, terdapat massa di vagina dan tidak terabanya fundus uteri
di abdomen.
6. Diagnosis inversio uteri secara klinis tergantung dari derajatnya di mana
akan ditemukan adanya massa di ostium eksterna atau introitus vagina,
perdarahan yang massif, nyeri abdomen, fundus uteri yang tidak teraba atau
yang ada cekungan serta syok.
7. Pemeriksaan penunjang yaitu USG dapat dilakukan sekiranya diagnosis
inversio uteri tidak dapat ditegakkan.
8. Diagnosa banding inversio uteri termasuk ruptur uteri, prolaps dari tumor
uteri, penyakit trofoblastik gestasional, atoni uteri dan kembar janin yang
tidak terdiagnosa.
9. Prinsip tatalaksana meliputi resusitasi dan reposisi manual yang dilakukan
secara bersamaan, sekiranya reposisi manual dan reposisi hidrostatik gagal,
tindakan operatif dilakukan.
10. Komplikasi inversio uteri termasuk perdarahan postpartum, syok yang
hebat, atonia uteri, endometritis, infeksi bahkan kematian.
15
11. Prognosis pada inversio uteri tergantung dari pencegahan, kecepatan
menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tuntas.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Leal RFM, Luz RM, de Almeida JP dkk. Total and acute uterine inversion
after delivery: a case report. Journal of Medical Case Reports. 2014;
8(347): 1-4.
2. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
diFasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi
TenagaKesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
3. Prawirohardjo S. 2012.Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
4. Gibson B. Management of Acutely Inverted Uterus. Clinical Guidelines.
Obstetrics and Gynaecology. Mid Essex Hospital Services. 2014; 1:1-8 nhs
5. King Edward Memorial Hospital. Clinical Guidelines. Uterine Inversion in
Obstetrics and Midwifery Guidelines. Australia. 2013: 1-4
6. South Australian Perinatal Practice Guidelines-Uterine inversion. 2014. SA
Health: 1-4
7. Retnoningrum E, Prasmusinto D, Widyakusuma LS. Manual Reposition of
Uterine Inversion with Hemorrhagic Shockin Minimal Facilities Situation.
Indonesia J Obstet Gynecol. 2012. Jakarta; 36(1):48-51
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL dkk. Uterine Inversion dalam
Obstetrical Hemorrhage. Williams Obstetrics. 2014. McGraw-Hill
Education; Edisi 24: 787-788
9. Bhalla R, Wintakal R, Odejinmi F dkk. Acute inversion of the uterus. Royal
College of Obstetricians and Gynaecologists. 2009; 11:13-18
10. Sofian A. 2011. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri dalam Obstetri Fisologi
dan Obstetri Patologi. Jakarta. EGC; 2:160-174.
11. Shruti P, Vibha M, Kimaya M dkk. Acute Uterine Inversion-A Catastrophic
Event. Journal of Postgraduate Gynecology and Obstetrics. 2010.
Mumbai:1-4
12. Draper R. Uterine Inversion. 2015. Patient Access. Diunduh dari:
patient.info/doctor/uterine-inversion Diakses pada: 18 Januari 2019.
13. Beringer RM, Patteril M. Puerperal uterine inversion and shock. British
Journal of Anaesthesia. 2004. Oxford; 92(3):439-441
17