Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN PARTUS LAMA ( PROLONG

LABOUR) DI RUANG KAMAR BERSALIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
UNDATA PALU

( Stase Keperawatan Maternitas )

DISUSUN OLEH:
IRFAN
NPM. JP019.008

CI Institusi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDONESIA JAYA PALU
PROFESI NERS
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12
jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan
aktif (Syaifuddin, 2002). Persalianan lama disebut juga “distosia”, didefinisikan
sebagai persalinan yang abnormal atau sulit.
B. Etiologi
Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh :
1. Kelaianan tenaga/his tidak efisien (adekuat)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan
pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi
sehingga persalinan mengalaami hambatan atau kemacetan.
2. Kelaianan janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Persalinan dapat mengalami ganagguan atau kemacetan karena kelainan dalam
letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelaianan jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Kelaianan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan
persalinan atau menyebabkan kemacetan.
Faktor resiko persalinan lama :
1. Umur kurang dari 16 tahun akan terjadi persalinan macet karna jalan lahir/tempat
keluar janin belum berkembamg sempurna/masih kecil.
2. Tinggi badan kurang dari 140 cm dikuatirkan akan terjadi persalinan macet karna
tulang panggul sempit.
3. Kehamilan pertama dikuatirkan akan terjadi disproporsi janin dalam panggul
sehingga akan membahayakan keselamatan janin.
4. Adanya riwayat persalinan sulit ditakutkan akan terjadi lagi pada kehamilan yang
selanjutnya.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala partus lama, yaitu:
1. Dehidrasi
2. Tanda infeksi
a. Temperature tinggi
b. Nadi dan pernafasan
c. Abdomen meteorismus
3. Pemeriksaan abdomen
a. Meteorismus
b. Lingkaran bandle tinggi
c. Nyeri segmen bawah Rahim
4. Pemeriksaan local vulva-vagina
a. Edema vulva
b. Cairan ketuban berbau
c. Cairan ketuban bercampur meconium
5. Pemeriksaan dalam
a. Edema serviks
b. Bagian terendah sulit didorong ke atas
c. Terdapat kaput pada bagian terendah
6. Keadaan janin dalam Rahim
Asfiksia sampai terjadi kematian
7. Akhir dari persalinan lama
a. Rupture uteri imminen sampai rupture uteri
b. Kematian karena perdarahan dan atau infeksi
8. Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada partograf.
9. Pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam.
10. Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari
40 detik
D. Jenis-Jenis Kelainan His
1. Inersia uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dahulu dari pada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol.
Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang
daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak
seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak berbahaya, baik bagi ibu
maupun janin, kecuali persalinan berlangsung terlalu lama; dalam hal terakhir ini
morbiditas ibu dan mortalitas janin baik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri
primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsung his
kuat untuk waktu yang lama, dan hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Dalam
menghadapi inersia uteri, harus diadakan penilaian yang seksama untuk
menentukan sikap yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan yang tergesa-
gesa untuk mempercepat lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu yang pasti,
yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk membuat diagnosis inersia uteri atau
untuk mamulai terapi aktif.
2. His terlampau kuat
His terlampau kuat atau disebut juga hypertonic uterine contraction. Golongan
coordinated hypertonic uterine contraction bukan merupakan penyebab distosia.
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam
waktu yang sangat sinagkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam
dinamakan partus presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot
di luar his juga biasa, kelaiannya pada kekuatan his. Bahaya partus presipitataus
bagi ibu ialah terjadinya perlukaaan luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan
perineum. Bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian
tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
3. Incoordinate uterine action
Di sini sifat his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga di luar his, dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara
kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian
atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan. Di samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan rasa
nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia
pada janin. His jenis ini juga disebut sebagai uncoordinated hypertonic uterine
contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah
lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga
terjadi penyempitan kavumuteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran
kontraksi atau lingkaran konstriksi. Kelainan ini bisa primer atau sekunder.
Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak
mengadakan relaksasi berhubung dengan incoordinate uterine action. Penderita
biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas
pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala
terus menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat
mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis
sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena
jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan
robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus.
E. Kelainan Kala Pada Partus Lama
1. Kelaianan kala I
a. Fase laten memanjang
Fase laten terjadi bersamaan dengan persepsi ibu yang bersangkutan
akan adanya his teratur yang disertai oleh pembukaan serviks yang progresif,
walaupun lambat, dan berakhir pada pembukaan 3-5 cm. Ibu diklasifikasikan
barada dalam persalianan aktif apabila dilatasi mencapai 5 cm (Rosen).
Lama fase laten sebesar 20 jam pada ibu nulipara dan 14 jam pada ibu
multipara mencerminkan nilai maksimum secara statistic. Durasi rata-ratanya
adalah 8,6 jam dan rentangnya dari 1-44 jam (Friedman & Sachtelben). Faktor-
faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah lama anesthesia
regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (missal
tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka), persalianan palsu.
Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitoksin sama
efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan.
istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari.
Menurut Friedman, memanjangnya fase laten tidak memperburuk morbiditas
atau mortalitas janin dan ibu, tetapi Chelmow membantah anggapan tersebut.
b. Fase aktif memanjang
Friedman membagi fase aktif menjadi
gangguan protraction(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (macet/tak
maju). Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatan pembukaan atau
penurunan yang lambat, yang untuk nulipara adalah kecepatan pembukaan <
1,2 cm/jam atau penurunan <1cm/jam. untuk multipara, protraksi
didefinisukan sebagai kecepatan pembukaan < 1.5 cm/jam atau penurunan <
2cm/jam. Ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara total pembukaan
atau penurunan; kemacetan pembukaan (arrest of dilatation) didefinisikan
sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam,dan kemacetan penurunan
(arrest of descent) sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.
Keterkaitan atau factor lain yang berperan dalam persalinan yang
berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anesthesia regional, dan
malposisi janin, misalnya oksiput posterior persisten. Pada persalinan ini
Friedman menganjurkan pemeriksaan Fetopelviks untuk mendiagnosis
disproporsi sefalopelviks. terapi yang dianjurkan adalah penatalaksanaan
menunggu, sedangkan oksitoksin dianjurkan untuk persalinan yang macet
tanpa disproporsi sefalopelviks.
2. Kelainan kala II
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir
dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20
menit untuk multipara, tetapi angka ini juga sangat bervariasi. pada ibu dengan
paritas tinggi liang vagina dan perineumnya sudah melebar, 2 atau 3 kali usaha
mengejan setelah pembukaan lengkap mengkin cukup untuk mengeluarkan janin.
Sebaliknya, pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau
dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anesthesia regional atau sedasi yanag berat,
maka kala II dapat sangat memanjang. Kilpatrick dan Laros melaporkan bahwa
rata-rata persalinan kala II, sebelum pengeluaran janin spontan, memanjang
sekitar 25 menit oleh anastesi regional. Tahap panggul atau penurunan janin pada
persalinan umumnya berlangsung setelah pembukaan lengkap. Selain itu, kala II
melibatkan banyak gerakan pokok yang penting agar janin dapat melewati jalan
lahir. Kala II persalinan pada nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3
jam apabila digunakan analgesi regional. Untuk multipara 1 jam adalah batasnya,
diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan analgesi regional.
F. Dampak Persalinan Lama Pada Ibu-Janin
Dampak yang ditimbukan oleh partus lama antara lain:
1. Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada
partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan
amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin,
akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.
Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke
dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila
dicurigai terjadi persalinan lama.
2. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada ibu dengan parietas tinggi dan pada mereka
dengan riwayat SC. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul
sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi
penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian dapat
menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis
yang dapat diraba sebagai sebuah Krista transversal atau oblik yang berjalan
melintang di uterus antara simpisis dan umbilicus. Apabila dijumpai keadaan ini,
diindikasikan persalinan perabdominan segera.
3. Cincin Retraksi Patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin local uterus
pada persalianan yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin
retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang
berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam
ini identasi abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya SBR. Konstriksi
uterus local jarang dijumpai saat ini karena terlambatnya persalinan secara
berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi local ini kadang-kadang masih
terjadi sebagai konstriksi jam pasir (hourglass constriction) uterus setelah lahirnya
kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut kadang-kadang dapat
dilemaskan dengan anesthesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara
normal, tetapi kadang-kadang SC yang dilakukan dengan segera menghasilkan
prognosis yang lebih baik bagi kembar kedua.
4. Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke PAP, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di
antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena
gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari
setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau
retrovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala II
yang berkepanjangan.
5. Cidera Otot-otot Dasar Panggul
Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala
janin serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini
meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan
fungsional dan anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat. Efek-efek ini bisa
menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.
6. Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yng besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostic yang serius. Kaput
hampir dapat mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap.
7. Molase kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut
molase. Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dengan
promontorium bertumpang tindih dengan tulang di sebelahnya; hal yang sama
terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong ke bawah
tulang parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan
kerugian yang nyata. Di lain pihak, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase
dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan
perdarahan intracranial pada janin.
G. Penatalaksanaan
1. Tetap memantau/ mengobservasi tanda-tanda vital ibu
2. Tetap memantau his dan mengontrol DJJ setiap setelah his.
3. Beri infus ibu bila kondisi ibu semakin melemah. Infus cairan:
a. Larutan garam fisiologis
b. Larutan glucose 5-10% pada janin pertama: 1 liter/jam
4. Tetap memperhatikan asupan gizi ibu terutama asupan cairan.
5. member perlindumgan antibiotika-antipiretika
6. Beri Oksigen (sesuai kebutuhan) bila terjadi tanda – tanda gawat janin.
7. Posisikan ibu untuk miring ke kiri selama merujuk.
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Kala 1
a. Anamnesa :
- Nama, umur, dan alamat
- Gravida dan para
- Hari pertama haid terakhir (HPHT)
- Riwayat alergi obat
- Riwayat kehamilan sekarang: ANC, masalah yang dialami selama kehamilan
seperti perdarahan, kapan mulai kontraksi, apakah gerakan bayi masih terasa,
apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, cairan warnanya apa? Kental/
encer? Kapan pecahnya? Apakah keluar darah pervagina? Bercak atau darah
segar? Kapan ibu terakhir makan dan minum? Apakah ibu kesulitan
berkemih?
- Riwayat kehamilan sebelumnya
Jumlah anak, jenis persalinan, jenis kelamin, berat badan lahir, penolong
persalinan dan komplikasi serta keadaan kesehatan anak saat ini.
- Riwayat medis lainnya seperti hipertensi, pernafasan
- Riwayat medis saat ini (sakit kepala, pusing, mual, muntah atau nyeri
epigastrium)

b. Pemeriksaan fisik :
- Nilai keadaan umum (head to toe), suasana hati, tingkat kegelisahan, warna
konjungtiva, kebersihan, status gizi, dan kebutuhan cairan tubuh
- Nilai tanda – tanda vital (TD, Nadi, suhu, dan pernafasan), untuk akurasi
lakukan pemeriksaan TD dan nadi diantara dua kontraksi.
- Pemeriksaan abdomen (leopold I-IV)
 Menentukan tinggi fundus
 Kontraksi uterus
 Palpasi jumlah kontraksi dalam 10 menit, durasi dan lamanya
kontraksi
 Memantau denyut jantung janin (normal 120-160x/menit)
 Menentukan presentasi (bokong atau kepala)
 Menentukan penurunan bagian terbawah janin
 Pemeriksaan dalam
- Nilai pembukaan dan penipisan serviks
- Nilai penurunan bagian terbawah dan apakah sudah masuk rongga panggul
- Jika bagian terbawah kepala, pastikan petunjuknya.
Kala II
a. Aktivitas /istirahat
- Adanya kelelahan, ketidak mampuan melakukan dorongan sendiri/
relaksasi
- Letargi
- Lingkaran hitam di bawah mata
c. Sirkulasi: tekanan darah dapat meningkat 5-10mmHg diantara kontraksi.
c. Integritas Ego
- Respon emosional dapat meningkat.
- Dapat merasa kehilangan control atau kebalikannya seperti saat ini klien
terlibat mengejan secara aktif.
d. Eleminasi.
- Keinginan untuk defikasi yang involunter pada kontraksi, disertai tekanan
intra abdominal dan tekanan uterus.
- Dapat mengalami rabas fekal saat mengejan.
- Distensi kandung kemih mungkin ada , dengan urine dikeluarkan selama
upaya mendorong.
e. Nyeri/ Ketidak nyamanan
- Dapat merintih/ meringis selama kontraksi.
- Penurunan kesadaran diantara kontraksi mungkin terlihat.
- Melaporkan rasa terbakar/ meregang dari perineum.
- Kaki dapat gemetar selama upaya mendorong.
- Kontraksi uterus kuat terjadi 1,5 – 2 mnt masing-masing dan berakhir 60-
90 dtk.
- Kemungkinan melawan kontraksi , khususnya bila tidak berpartisipasi
dalam ANC (Antenatal Care).
f. Pernafasan: peningkatan frekuensi pernafasan
g. Keamanan
- Diaforesis sering terjadi.
- Bradikardi janin dapat terjadi selama kontraksi
h. Sexualitas
- Servik dilatasi penuh( 10 cm) dan penonjolan 100%.
- Peningkatan penampakan perdarahan vagina.
- Penonjolan rectal/ perineal dengan turunnya janin.
- Membrane mungkin rupture pada saat ini bila masih utuh.
- Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kontraksi.
- Crowning terjadi, kaput tampak tepat sebelum kelahiran pada
presentasi vertex

Keluhan :
a. Mengerang kesakitan, gelisah, mengatakan dorongan bayi sangat kuat dan
merasa ingin BAB

b. Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi:
- Vulva membuka
- Perineum menonjol
- Anus membuka
- Keringat di atas bibir
- Ekstremitas bergetar
- HIS 5x/10, durasi 45 detik
- Dilatai serviks lengkap
- Ketuban (+)
- Kepala hodge 4

Kala III
a. Aktivitas/istirahat
Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan.
b. Sirkulasi
- Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat kemudian kembali
ke tingkat normal dengan cepat.
- Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan anastesi.
- Frekuensi nadi lambat pada respon terhadap perubahan jantung.
a. Makanan/cairan: kehilangan darah normal 200-300ml.
b. Nyeri/ketidaknyamanan: inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir
menetukan adanya robekan atau laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi
jalan lahir mungkin ada.
c. Seksualitas: darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas
dari endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi. Tali
pusat memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari discoid menjadi
bentuk globular.
d. Pemeriksaan fisik:
- Kondisi umum ibu: tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu tubuh),
status mental klien.
- Inspeksi: perdarahan aktif dan terus menerus sebelum atau sesudah
melahirkan plasenta.
- Palpasi: tinggi fundus uteri dan konsistensinya baik sebelum maupun
sesudah pengeluaran plasenta.

Kala IV
a. Aktivitas / Istirahat
Pasien tampak “berenergi” atau keletihan / kelelahan, mengantuk
b. Sirkulasi
- Nadi biasanya lambat (50 – 70x / menit) karena hipersensitivitas vagal
- TD bervariasi : mungkin lebih rendah pada respon terhadap analgesia /
anastesia, atau meningkat pada respon terhadap pemeriksaan oksitosin
atau hipertensi karena kehamilan
- Edema : bila ada mungkin dependen (misal : pada ekstremitas bawah),
atau dapat juga pada ekstremitas atas dan wajah atau mungkin umum
(tanda hipertensi pada kehamilan)
- Kehilangan darah selama persalinan dan kelahiran sampai 400 – 500 ml
untuk kelahiran per vagina atau 600-800 ml untuk kelahiran sesaria
c. Integritas Ego
- Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah misal : eksitasi atau
perilaku menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat (kelelahan), atau
kecewa
- Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf untuk perilaku
intrapartum atau kehilangan kontrol, dapat mengekspresikan rasa takut
mengenai kondisi bayi baru lahir dan perawatan segera pada neonatal.
d. Eliminasi
- Hemoroid sering ada dan menonjol
- Kandung kemih mungkin teraba di atas simpisis pubis atau kateter
urinarius mungkin dipasang
- Diuresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat aliran
urinarius dan atau cairan IV diberikan selama persalinan dan kelahiran.
e. Makanan / Cairan : Dapat mengeluh haus, lapar, mual
f. Neurosensori
Hiperrefleksia mungkin ada (menunjukkan terjadinya dan menetapnya
hipertensi, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus, remaja, atau
pasien primipara)
g. Nyeri / Ketidaknyamanan
Pasien melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya setelah
nyeri, trauma jaringan / perbaikan episiotomi, kandung kemih penuh, atau
perasaan dingin / otot tremor dengan “menggigil”
h. Keamanan
- Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit (dehidrasi)
- Perbaikan episiotomi utuh dengan tepi jaringan merapat
i. Seksualitas
- Fundus keras berkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi
umbilikus
- Drainase vagina atau lokhia jumlahnya sedang, merah gelap dengan hanya
beberapa bekuan kecil
- Perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis, atau rabas
- Striae mungkin ada pada abdomen, paha, dan payudara
- Payudara lunak dengan puting tegang
j. Penyuluhan / Pembelajaran
Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah
k. Pemeriksaan Diagnostik
Hemoglobin / Hematokrit (Hb/Ht), jumlah darah lengkap, urinalisis.
Pemeriksaan lain mungkin dilakukan sesuai indikasi dari temuan fisik.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Kala I
a. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
b. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat
peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
c. Anxietas b.d krisis situasional akibat proses persalinan
Kala II
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses persalinan (kontraksi dan
dilatasi uterus)
b. Resiko terhadap kekurangan volume cairan b.d. perdarahan
c. Pola napas tidak efektif b.d. kekuatan mengejan
Kala III
a. Risiko kekurangan volume cairan b.d. perdarahan
b. Nyeri b.d. trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan.
c. Resiko Infeksi b.d. trauma jaringan
Kala IV
a. Kekurangan volume cairan b.d. perdarahan
b. Kelelahan b.d proses persalinan, anemia
c. Resiko Infeksi b.d. terputusnya kontinuitas jaringan
d. Nyeri akut b.d. pembengkakan payudara
e. Perubahan proses keluarga
f. Kurang pengetahuan
3. Rencana Keperawatan
Kala I
No DX NOC NIC
1 Nyeri Tingkatan Nyeri Manajemen nyeri
berhubungan  Melaporkan Nyeri  Lakukan pegkajian nyeri secara
dengan  Frekuensi nyeri komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
kontraksi  Ekspresi nyeri lisan durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
uterus selama  Ekspresi wajah saat nyeri presipitasi.
persalinan  Kegelisahan  Observasi reaksi nonverbal dari
 Ketegangan otot ketidaknyamanan.
 Perubahan frekuensi  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
pernapasan untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
 Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
 Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
 Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
 Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
 Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.

2 Kelelahan Level Kelelahan Manajemen Energi


berhubungan  Kehabisan tenaga  Jelaskan tanda yang menyebabkan
dengan  Saturasi oksigen kelemahan
peningkatan  Metabolisme  Monitor respon oksigenasi pasien
kebutuhan  Monitor lokasi ketidaknyamanan/nyeri
energy akibat  Monitor respon kardiorespirasi
peningkatan  Tentukan pembatasan aktivitas fisik pasien
metabolisme
sekunder
akibat nyeri.
3 Anxietas b.d Kontrol cemas Penurunan kecemasan
krisis  Pantau intensitas kecemasan  Tenangkan klien
situasional  Menyingkirkan tanda  Jelaskan seluruh posedur tindakan kepada
akibat proses kecemasan klien dan perasaan yang mungkin muncul
persalinan  Mencari informasi untuk pada saat melakukan tindakan
menurunkan cemas  Berikan informasi diagnosa, prognosis, dan
 Mempertahankan tindakan
konsentrasi  Berusaha memahami keadaan klien
 Laporankan durasi dari  Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada
episode cemas tingkat kecemasan
 Gunakan pendekatan dan sentuhan, untuk
Koping meyakinkan pasien tidak sendiri.
 Memanajemen masalah  Sediakan aktivitas untuk menurunkan
 Melibatkan anggota ketegangan
keluarga  Bantu pasien untuk identifikasi situasi yang
 Mengekspresikan mencipkatakan cemas
perasaan dan kebebasan  Instruksikan pasien untuk menggunakan
emosional teknik relaksasi
 Menunjukkan strategi
penurunan stres Peningkatan koping
 Hargai pemahamnan pasien tentang
pemahaman penyakit
 Gunakan pendekatan yang tenang dan
berikan jaminan
 Sediakan informasi aktual tentang diagnosa,
penanganan, dan prognosis
 Sediakan pilihan yang realisis tentang aspek
perawatan saat ini
 Tentukan kemampuan klien untuk
mengambil keputusan
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi
positif untuk mengatasi keterbatasan dan
mengelola gaya hidup atau perubahan peran
Perawatan Intrapartus
 menentukan apakah membrane rupture
 menentukan persiapan dan yang ingin
dicapai pada kelahiran anak pasien
 menganjurkan partisipasi keluarga pada
proses kelahiran sesuai dengan yang
diharapkan pasien
 jaga privasi pasien selama pemeriksaan
 lakukan pemeriksaan Leopold untuk
menentukan posisi fetus
 pantau tanda-tana vital antara kontraksi
 auskultasi denyut jantung fetus antara
kontraksi
 pantau denyut jantung fetus selama dan
setelah kontraksi
 palpasi kontraksi untuk mengetahui
frekuensi, durasi, intensitas, dan nada
istirahat
 pantau tingkat nyeri selama persalinan
 eksplorasi posisi yang meningkatkan
kenyamanan dan mengatur perfusi plasenta
 anjurkan pasien untukmengosongkan
kandung kemih setiap 2 jam
 bantu keluarga untuk memberikan
kenyamanan dan dukungan selama
persalinan
 pantau dampak pengobatan pada ibu dan
fetus
 dokumentasikan karakteristik cairan, denyut
jantung fetus, pola kontraksi, setelah rupture
membrane
 bersihkan perineum
 pantau kemajuan persalinan, termasuk
dilatasi serviks, posisi, dan turunnya fetus
 jelaskan tujuan intervensi
 pantau koping keluarga selama persalinan
 periksa vagina untuk mengetahui dilatasi
serviks lengkap, posisis fetus
 ajarkan teknik mengejan untuk tahap dua
persalinan
 pantau kemajuan mengejan, turunnya fetus,
denyut jantung fetus, dan tanda vital ibu
setiap protocol
 evaluasi upaya mengejan, dan lama
waktunya
 massage perineum untuk menguatkan dan
relaksasi jaringan
 gunakan kompres hangat
 dokumentasikan peristiwa persalinan

Kala II
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri b.d Tingkatan Nyeri Manajemen nyeri
kontraksi dan Indikator :
Aktivitas :
dilatasi uterus  Melaporkan Nyeri
 Frekuensi nyeri  Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif
 Ekspresi nyeri lisan dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi,
 Ekspresi wajah saat nyeri frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
 Kegelisahan  Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama
 Ketegangan otot untuk pasien yang tidak bisa
 Perubahan frekuensi mengkomunikasikannya secara efektif
pernapasan  Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat
memberikan kenyamanan pada pasien dan
rencana keperawatan
 Ajari untuk menggunakan tehnik non-
farmakologi (spt: biofeddback, TENS, hypnosis,
relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain,
acupressure, apikasi hangat/dingin, dan pijatan )
sebelum, sesudah dan jika memungkinkan,
selama puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau
meningkat, dan sepanjang nyeri itu masih terukur.
 Kontrol faktor lingkungan yang dapat
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien
(suhu ruangan, pencahayaan, keributan)
2. Resiko tinggi Keseimbangan cairan Pengurangan perdarahan
kekurangan
Indikator : Aktivitas :
volume cairan
b.d  Tekanan darah : DBH  Instruksikan pasien dan keluarga terhadap
perdarahan  Hipotensi Ortostatik (-) keparahan kehilangan darah dan tindakan yang
 Kesimbangan intake & output tepat untuk dilakukan
(24jam)  Identifikasi etiologi perdarahan
 Asites (-)  Monitor pasien secara ketat akan perdarahan
 Monitor jumlah dan karakter (nature) kehilangan
darah pasien
 Catat kadar Hb/Ht sebelum dan setelah kehilanga
darah sebagai indikasi
 Monitor TD dan paameter hemodinamik, jika
tersedia (contoh: tekanan vena sentral dan kapiler
paru/tekanan arteri temporalis)
 Monitor status/keadaan cairan termasuk intake
dan output
3. Pola nafas Status pernapasan : ventilasi Monitor Pernapasan
tidak efektif
Indikator : Aktivitas :
b.d kekuatan
mengejan  Rata-rata Pernafasan dalam  Monitor kelemahan otot diafragma
rentang yang diharapkan  Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun
 Irama pernafasan dalam atau hilang
rentang yang diharapkan  Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu,
 Kedalaman pernafasan hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes,
 Tidak ada penggunaan otot-otot apnu, biot dan pola ataksi
bantu pernafasan  Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan
 Tidak ada penggunaan otot-otot usaha bernafas
bantu pernafasan  Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, dan supraklavikula
dan retaksi otot intercostal

Kala III
NO DX NOC NIC
1 Risiko Keseimbangan cairan Pengontrolan perdarahan
kekurangan - Tekanan darah : DBH - mengenal penyebab perdarahan
volume cairan - Tekanan arteri rata-rata : - monitor jumlah dan sifat darah yang hilang
b.d. DBN - catat nilai hemoglobin / hematokrit sebelum
perdarahan - Tekanan vena sentral : DBH dan sesudah kehilangan darah sesuai indikasi
- Kesimbangan intake & - evaluasi respon psikologi pasien terhadap
output perdarahan dan persepsi terhadap peristiwa
- Rasa haus abnormal (-) yang terjadi
- Perubahan suara napas (-) - monitor tanda dan gejala perdarahan persisten
- Elektrolit serum : DBN - monitor fungsi neurologi
- Hemoglobin : DBN
- Hematokrit : DBN Manajemen Cairan
- Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan
Kontrol Resiko mukosa membrane, nadi)
- Pantau faktor resiko - Monitor TTV
lingkungan - Monitor respon pasien untuk meresepkan
- Pantau faktor resiko prilaku terapi elektrolit
personal - Konsultasi dengan dokter, jika gejala dan
- Atur strategi kontrol resiko tanda kehilangan cairan makin buruk
sesuai kebutuhan - Kaji ketersediaan produk darah untuk
- Gunakan sistem pendukung trsanfusi
personal untuk mengontrol - Berikan cairan
resiko
- Pantau perubahan status
kesehatan
2 Nyeri b.d. Tingkatan Nyeri Manajemen nyeri
trauma Indikator : Aktivitas:
jaringan,  Melaporkan Nyeri  Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
respon  Frekuensi nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis  Ekspresi nyeri lisan frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
setelah  Ekspresi wajah saat nyeri  Observasi reaksi nonverbal dari
melahirkan.  Kegelisahan ketidaknyamanan.
 Ketegangan otot  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
 Perubahan frekuensi mengetahui pengalaman nyeri klien
pernapasan sebelumnya.
 Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
 Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
 Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
 Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
 Monitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri.
3 Resiko Infeksi Pengendalian resiko Pengendalian infeksi
b.d. trauma - Mengembangkan strategi  Ciptakan lingkungan ( alat-alat, berbeden dan
jaringan kontrol risiko yg efektif lainnya) yang nyaman dan bersih terutama
 Menyesuaikan strategi setelah digunakan oleh pasien
kontrol risiko yg  Gunakan alat-alat yang baru dan berbeda
dibutuhkan setiap akan melakukan tindakan keperawatan
 Melakukan strategi kontrol ke pasien
risiko  Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
 Pantau perubahan status tindakan kepada pasien
kesehatan  Terapkan kewaspadaan universal
 Gunakan selalu handscoon sebagai salah satu
ketentuan kewaspadaan universal
 Gunakan sarung tangan yang steril, jika
memungkinkan

Kala IV
NO DX NOC NIC
1 Kekurangan Keseimbangan cairan Pengontrolan perdarahan
volume cairan - Tekanan darah : DBH - mengenal penyebab perdarahan
b.d. - Tekanan arteri rata-rata : - monitor jumlah dan sifat darah yang hilang
perdarahan DBN - catat nilai hemoglobin / hematokrit sebelum
- Tekanan vena sentral : DBH dan sesudah kehilangan darah sesuai indikasi
- Kesimbangan intake & - evaluasi respon psikologi pasien terhadap
output perdarahan dan persepsi terhadap peristiwa
- Rasa haus abnormal (-) yang terjadi
- Perubahan suara napas (-) - monitor tanda dan gejala perdarahan persisten
- Elektrolit serum : DBN - monitor fungsi neurologi
- Hemoglobin : DBN
- Hematokrit : DBN
Manajemen Cairan
Kontrol Resiko - Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan
- Pantau faktor resiko mukosa membrane, nadi)
lingkungan - Monitor TTV
- Pantau faktor resiko prilaku - Monitor respon pasien untuk meresepkan
personal terapi elektrolit
- Atur strategi kontrol resiko - Konsultasi dengan dokter, jika gejala dan
sesuai kebutuhan tanda kehilangan cairan makin buruk
- Gunakan sistem pendukung - Kaji ketersediaan produk darah untuk
personal untuk mengontrol trsanfusi
resiko - Berikan cairan
- Pantau perubahan status
kesehatan
2 Kelelahan b.d Level Kelelahan Manajemen Energi
proses  Kehabisan tenaga  Jelaskan tanda yang menyebabkan
persalinan,  Hematokrit kelemahan
anemia  Saturasi Oksigen  Jelaskan penyebab kelemahan
 Metabolisme  Jelaskan apa dan bagaimana aktivitas
yang dibutuhkan untuk membangun
Ketahanan energi
 Level oksigen darah  Monitor intake nutrisi yang adekuat
 Hb  Monitor respon kardiorespirasi selama
 Elektrolit serum aktivitas
 Monitor lokasi ketidaknyamanan/nyeri
 Batasi stimulus lingkungan
 Monitor respon oksigenasi pasien
3 Resiko Infeksi Pengetahuan : Kontrol infeksi Kontrol Infeksi
b.d.  Mendeskripsikan tanda-  Alokasikan dengan tepat kekakuan pasien
terputusnya tanda dan gejala dengan indikasi pedoman CDC.
kontinuitas  Mendeskripsikan  Bersihkan lingkungan sekitar setelah
jaringan aktivitas-aktivitas digunakan pasien.
meningkatkan daya tahan  Ganti peralatan pengobatan pasien setiap
terhadap infeksi protocol/pemeriksaan.
 Mendeskripsikan tingkat  Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci
keberhasilan diagnose tangan dengan benar.
infeksi  Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
perawatan pada pasien.
Deteksi resiko  Gunakan aturan umum.
 Mengenal tanda-tanda dan  Gunakan sarung tangan sebagai pengaman
gejala-gejala yang yang umum.
menunjukkan adanya  Gunakan sarung tangan yang bersih.
indikasi resiko  Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-
 Gunakan sumber untuk tanda dan gejala infeksi dan kapan harus
mendapatkan informasi melaporkannya pada tim kesehatan.
tentang adanya potensi
resiko Perlindungan Terhadap Infeksi
 Memeriksa system dan tanda-tanda dan
Kontrol resiko gejala-gejala infeksi.
 Mengetahui resiko  Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai
 Memperhatikan factor gejala-gejala infeksi dan melaporkannya
resiko lingkungan kepada pemberi layanan kesehatan lainnya.
 Tentukan strategi control  Mengajarkan pasien dan keluarga bagaimana
resiko yang dibutuhkan mencegah infeksi.

Indikasi Kerja
 Meninjau sejarah kandungan untuk
menginformasikan pengaruhnya terhadap
induksi, seperti usia kandungan dan kontra
indikasi melengkapkan plasenta, uterus
yang terisi, dan kelainan struktur pelvis.
 Memeriksa tanda-tanda vital ibu dan janin
sebelum induksi.
 Mengevaluasi kembali keadaan cervic
 Menijau perubahan kegiatan di uterus.
 Memulai pemberian obat (ex : oxytocin)
untuk merangsang kegiatan di uterus setelah
berkonsultasi dengan dokter.

Perawatan Perineal
 Bantu kebersihan.
 Menjaga perineum tetap kering.
 Memeriksa kondisi torehan atau sobekan (ex :
episiotomy).
 Gunakan kompres dingin dengan baik.
 Bersihkan perineum sepenuhnya pada interval
tetap.
 Memelihara kenyamanan posisi klien.
 Catat karakteristik pengaliran dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Robert Resnik, Jay P lams, Maternal – fetal medicine, 5th Edition, Saunders,
Philadelphia, 2004
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung
Current Obstetric and Gynecologic, Diagnosis treatment, ninth Edition International,
2003
sastrawinata Sulaiman, Ilmu kesehatan Reproduksi, Obstetri Patologi, Ed.2 – Jakarta:
EGC, 2004
Geoffrey chamberlain, prolonged pregnancy Turn Bull’s Obstetric, 3rd Edition,
Churchill Livingstone.

Anda mungkin juga menyukai