Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN SECTI CAESAREA (SC)

KARENA PARTUS LAMA

I. PARTUS LAMA
A. PENGERTIAN
Partus lama adalah persalina yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primigravida dan lebh dari 18 jam pada multigavida (Rustam, 1998). Persalianan
partus lama ditandai dengan dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinana elah
berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan
garis waspada pada partogaf (Wikjosastro, 2002).pesalinan lama disebut juga
“distosia”, didefenisikan sebagai persalinan yang abnormal atau sulit. Partus lama
merupakan fase terakir dari suatu partus yang berlangsung terlalu lama sehingga
timbul geja-lgejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksia dan
kematian jani dalam kadungan (KJDK).
B. ETIOLOGI
Menurut sarwowno (2002), penyebab persalinan lama digolongkan menjadi 3
kelaianan tenaga ( his ), kelaiann janin an kelainan jalan lahir.

1. Kelainan tenaga ( His)


His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak
dapat dilatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
Kelainan his disebabkan karena
a. Inersia uteri
Sifat his biasa, fundus berontraksi lebih kuat dan lebih dahulu pada bagian
lainya.
b. Incoordinate uteri action.
His berubah, tonus otot uterus meningkat, juga diluar his dan kontraksinya
berlangsung seperti biasa karena tdak ada sinkronisasi antara kontraksi
2. Kelainan janin
Persalianan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan
dalam letak atau bentuk janin ( janin besar atau ada kelainan konginetal janin).
Adapun yang dimaksud dengan kelainan janin seprti :
a. Malpresentasi
b. Malposisi
c. Janin besar
3. Kelainan jalan lahir
Kelainan dalam bentuk atau kuran jalan lahir bisa menghalangi kemajuan
persalinan atau menyebabkan kemacetan.. adapun yang dimaksud dengan
kelainan jalan lahir seperti :
a. Panggul sempit
b. Kelainan serviks
c. Tumor vagina

C. PATOFISIOOGI
1. Kelainan tenaga
Insersi uteri adalah his sifatnya lebih lemah, lebh singkat, dan lebih jaang
dibandingkan dengan his yang normal
a. Insersia uteri primer
Kelemahan his timbul sejak dari ermulaan persalinan.
b. Insersia uteri sekunder
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat teratur dan dalam
waktu yang lama.
2. Factor janin
Letak : Defleksi
a. Presentasi puncak kepala
b. Presentasi muka
c. Presentasi dahi
Posisi oksiput posterior persisten
Kadang-kadang ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan, tetapi tetap berada
di belakang.
d. Leak kepal ubun-ubun kecil melintang karena kelemahan

Letak tulang ubun-ubun :

a. Position occiput pubica (anterior)


Oksiput berada dekat simfisis
b. Posito occiput sacralis ( posterior)
Oksiput berada dekat dengan sacrum
a). letak sungsang
b). letak lintang

3. Factor pangul
a. Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas pangul dianggap sempit apabila konugata vera kurang dari 10 cm
atau diameter transversa kurang dari 12 cm. pada panggul sempit
kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas pangul, maka
dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Apabila pada
panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala
janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil da nada baha terjadinya
prolapses funikuli.
b. Kesempitan pintu panggul tengah
Ukuran terpenting adalah distansia interspinarum kurang dari 9,5 cm perlu
diwaspadai tehadap kemngknan kesukaran pada persalinan, dan abila diameter
sagitalis posterior pendek.
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm,
maka sudut arkus pbis mengecil (<80 o ) sehingga timbul kesulitan sat proses
kelahiran.

D. TANDA DAN GEJALA

Menurut chapman (2006 : h 42), penyebab partus lama adalah :


1. Pada ibu :
a. Gelisah
b. Letih
c.  Suhu badan meningkat
d.  Berkeringat
e.  Nadi cepat
f. Pernafasan cepat
g. Meteorismus
h.   Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema
serviks, cairan ketuban berbau terdapat mekoneum
2. Pada  Janin :
a.   Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative
b.  Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
c. Caput succedenium yang besar
d. Moulage kepala yang hebat
e.  Kematian janin dalam kandungan
f. Kematian janin intrapartal
Menurut rustam mochtar (1998) gejala klinik partus lama terjadi pada ibu dan juga
pada janin.
Pada ibu :
1. Gelisah
2. Letih
3. Suhu badan meningkat
4. Berkeringat
5. Dehidrasi
6. Nadi cepat dan lemah
7. Pernafasan cepat
8. His hilang atu melemah
9. Oedema vulva, oedema serviks, cairan ketuban berbau terdapat meconium

Pada Janin :
1. Denyut jantung janin cepat, tidak teratur bahkan negative
2. Air ketuban terdapat mekonium berwarna kental kehijau-hijauan dan cairan
berbau
3. Caput succedenium yang besar
4. Moulage kepala janin
5. Kematian janin dalam kandungan
6. Kematian janin intraparental

Menurut Manuaba (1998), gejala utama yang perlu diperhatikan pada partus lama antara
lain :
1. Dehidrasi
2. Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen meteorismus
3. Pemeriksaan abdomen : meteorismus, nyeri segmen bawah rahim
4. Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan
ketuban bercampur mekonium
5. Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong ke atas,
terdapat kaput pada bagian terendah
6. Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi kematian
7. Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens sampai ruptura uteri,
kematian karena perdarahan atau infeksi.
E. PENATALAKSANAAN
Menurut Saifudin (2007), penatalaksanaan partus lama yaitu:
1. Fase labor (Persalinan Palsu/Belum inpartu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang.
Periksa adanya infeksi saluran kencing, KPD dan bila didapatkan adanya infeksi
obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
2. Prolonged  laten phase (fase laten yang memanjang)
Bila his berhenti disebut persalinan palsu atau belum inpartu. Bila kontraksi
makin teratur dan pembukaan bertambah sampai 3 cm disebut fase laten.
Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tak ada kemajuan,
lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan pemeriksaan serviks.  :
a) Bila didapat perubahan dalam penipisan dan pembukaan serviks, lakukan
drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai
dengan 8 tetes permenit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his
adekuat (maksimal 40 tetes/menit) atau berikan prostaglandin, lakukan
penilaian  ulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah
dilakukan pemberian oksitosin, lakukan sectio sesarea.
b) Bila tidak ada perubahan dalam penapisan dan pembukaan serviks serta
tak didapat tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya kemungkinan ibu
belum dalam keadaan inpartu.
c) Bila didapatkan tanda adanya amnionitis,  berikan induksi dengan
oksitosin 5U dan 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes
permenit, setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai adekuat (maksimal 40
tetes/menit) atau berikan prostaglandin, serta obati infeksi dengan
ampisilin 2 gr IV sebagai dosis awal dan 1 gr IV setiap 6 jam dan
gentamicin 2x80 mg.
3. Prolonged active phase  (fase aktif memanjang)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (chepalo Pelvic Disporportion) atau
adanya obstruksi :
a) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki
kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan
b) Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. Bila kecepatan pembukaan serviks
pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm/jam, lakukan penilaian kontraksi
uterusnya.
4. Kontraksi uterus adekuat
`Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lamanya lebih dari
40 detik) pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi, malposisi atau
malpresentasi.
5. Chefalo Pelvic Disporpotion (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam
persalinan terjadi CPD akan didapatkan persalinan yang lama.
a) Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan SC
b) Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila tidak mungkin
lakukan SC)
6. Obstruksi
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi :
a) Bayi hidup lahirkan dengan SC
b) Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.
7. Malposisi/Malpresentasi
Bila tejadi malposisi atau malpresentasi pada janin secara umum :
a) Lakukan evaluasi cepat kondisi ibu (TTV)
b) Lakukan evaluasi kondisi janin DJJ, bila air ketuban pecah lihat warna air
ketuban :
 Bila didapatkan mekonium awasi yang ketat atau intervensi
 Tidak ada cairan ketuban pada saat ketuban pecah menandakan adanya
pengurangan jumlah air ketuban yang ada hubungannya dengan gawat janin.
 Pemberian bantuan secara umum pada ibu inpartu akan memperbaiki kontraksi
atau kemajuan persalinan
 Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
 Bila terjadi partus lama lakukan penatalaksanaan secar spesifik sesuai dengan
keadaan malposisi atau malpresentasi yang didapatkan (Saifudin, 2007).
8. Kala II memanjang (prolonged explosive phase)
Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah
oksigen ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara
spontan, mengedan dan menahan nafas yang terlalu lama tidak dianjurkan.
Perhatikan DJJ, bradikardi yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat.
Dalam hal ini dilakukan ekstraksi vakum / forcep bila syarat memenuhi.
Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bisa diatasi, berikan oksitosin drip.
Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan
bantuan ekstraksi vacuum / forcep  bila persyaratan terpenuhi.
II. SEKSIO SESARIA
A. PENGERTIAN
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding Rahim bdengan syarat
Rahim dalam keadaan utuh serta erat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2009).
Section caesaria adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan atau operasi lewat dindig perut dan dinding uterus untuk melahirkan
anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang
mengancam ibu atau bayi yang mengharuska kelahiran dengan cara segera
sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan.
B. ETIOLOGI

Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.

3.      KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
4.     Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5.     Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6.      Kelainan Letak Janin
a.       Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5
%.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b.      Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

C. JENIS-JENIS OPERASI SECTIO CARESARIA (SC)

a. Abdomen (SC Abdominalis)


1. Sectio Caesarea Transperitonealis
 Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
 Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
 Sayatan memanjang (longitudinal)
 Sayatan melintang (tranversal)
 Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih memanjang
 Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
 Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
 Perdarahan kurang
 Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil

Kekurangan :
 Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
 Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
D. PATOFISIOLOGI

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr


dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin
besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post
de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa
atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.

E. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
  Letakan pasien dalam posisi datar atau 45 derajat dalam ruang perawatan
  Periksa kondisi pasien, cek tanda vital. Periksa tingkat
  Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
2.   Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah 1 x 24 jam, jika
penderita sudah terdengar bising usus lalu dimulailah pemberian minuman
dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada minimal 6 jam pasca operasi, berupa air putih.
3.   Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
  Miring kanan dan kiri
  Posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
  Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke3 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
  Tunggu bising usus timbul, diet bertahap (cair di teruskan dengan diet
lunak)
  Pemberian infus diteruskan sampai minimal 1x24 jam
5. Perawatan fungsi kandung kemih
  Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi
dan keadaan penderita.
6. Perawatan luka
 Ganti verban dengan cara steril (jika verban terdapat rembesan/ terbuka)
 Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
 Mengganti balutan dilakukan pada hari ketiga pasca SC atau sebelum
pasien pulag
7. Jika masih terdapat perdarahan
 Beri Lakukan masase uterus
 oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam   selama    48 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
10. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
  Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi
berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
  Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
  Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
  Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
  Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
  Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
  Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
  Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri
dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
  Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
  Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia;
regional atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan
sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol
ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen,
Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi: inisial, umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan
lama menikah.
2. Data Biologis / Fisiologis
Meliputi keluhan utama, riwayat keluhan utama, riwayat kesehatan lalu, riwayat
keluarga, riwayat reproduksi, riwayat aktivitas sehari-hari.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, keadaan umum, tingkat kesadaran dan
pemeriksaan head to toe.
4. Data Psikologi / Sosiologis
Meliputi respon emosional setelah diagnosa penyakit diketahui dan peranan pasien
dalam keluarga.
5. Data Spiritual
Meliputi usaha pasien berdoa terhadap penyakitnya, pantangan dan keharusan menurut
keyakinan pasien selama di rumah sakit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisiologis
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
3. Risiko pendarahan

C. RENCANA KEPERAWATAN
N DIANGOSA TUJUAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
O (SDKI)

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri I.08238


agen injuri keperawatan selama 3x24 jam
fisiologis diharapkan tingkat nyeri menurun OBSERVASI
D. 0077 dengan keluhan
1. Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil : L.08066
2. Identifikasi respon nyeri nonverbal
3. Identifikasi faktor yang emperberat
1. Kemampuan menuntaskan
dan memperingan nyeri
aktifitas meningkat
4. Monitor efek samping penggunaan
2. Sikap protektif menurun
analgetik
3. Gelisah menurun
TERAPEUTIK
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Kesulitan tidur menurun
EDUKASI
5. Frekuensi nadi membaik
6. Jelaskan penyebab,periode, dan
pemicu nyeri
7. Anjurkan memonitori nyeri secara
mandiri
8. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
9. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
KOLABORASI
10. Kolaborasi pemberian analgetik jika
perlu

2. Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan intervensi REDUKSI ANSIETAS I.09314


situasional keperawatan selama 3x24 jam OBSERVASI
maka diharapkan tingkat ansietas 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
D.0080 menurun berubah (mis.kondisi, waktu, stresor)
Kriteria Hasil : L.09093 2. Identifikasi kemampuan mengambil
1. Verbalisasi akibat kondisi keputusan
yang dihadapi menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas 9verbal
2. Perilaku gelisah menurun dan nonverbal)
3. Konsentrasi membaik TERAPEUTIK
4. Pola tidur membaik 4. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
6. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
EDUKASI
7. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
8. Informasikan secara faktual
mengenai dignosis, pengobatan, dan
prognosis
9. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
10. Latih teknik relaksasi
KOLABORASI
11. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai