Sumber : http://galeripakguru.wordpress.com/2012/06/15/standar-18-
penanganan-kegawat-daruratan-pada-partus-lamamacet/
Menurut chapman (2006 : h 42), penyebab partus lama adalah :
a. Pada ibu :
1) Gelisah
2) Letih
4) Berkeringat
5) Nadi cepat
6) Pernafasan cepat
7) Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema serviks, cairan ketuban
b. Janin :
2. Kelainan-kelainan panggul
8. Ketuban pecah dini ketika servik masih menutup, keras dan belum mendatar
10. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan orang tua yang menemaninya ke rumah sakit
merupakan calon partus lama.
sumber : : Prawirohadjo, S., 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Edisi I, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta.
Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada multipara
merupakan keadaan abnormal. Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :
c. Disproporsi fetopelvik
d. Persalinan disfungsional
e. Pemberian sedatif yang berlebihan Serviks yang belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan
kebanyakan serviks akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran.
Sekalipun fase laten berlangsung lebih dari 20 jam, banyak pasien mencapai dilatasi serviks yang normal
ketika fase aktif mulai. Meskipun fase laten itu menjemukan, tapi fase ini tidak berbahaya bagi ibu atau
pun anak.
2. Fase aktif yang memanjang pada primigravida Para primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12
jam merupakan keadaan abnormal, yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan
dilatasi serviks. Pemanjangan fase aktif menyertai :
a. Malposisi janin
b. Disproporsi fetopelvik
d. Ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan
forceps tengah, secsio caesarea dan cedera atau kematian janin. Periode aktif yang memanjang dapat
dibagi menjadi dua kelompok klinis yang utama, yaitu kelompok yang masih menunjukkan kemajuan
persalinan sekalipun dilatasi servik berlangsung lambat dan kelompok yang benar-benar mengalami
penghentian dilatasi serviks. 3. Fase aktif yang memanjang pada multiparas Fase aktif pada multipara
yang berlangsung lebih dari 6 jam (rata-rata 2,5 jam) dan laju dilatasi serviks yang kurang dari 1,5 cm per
jam merupakan keadaan abnormal. Meskipun partus lama pada multipara lebih jarang dijumpai
dibandingkan dengan primigravida, namum karena ketidakacuhan dan perasaan aman yang palsu,
keadaan tersebut bisa mengakibatkan malapetaka. Kelahiran normal yang terjadi di waktu lampau tidak
berarti bahwa kelahiran berikutnya pasti normal kembali. Pengamatan yang cermat, upaya menghindari
kelahiran pervaginam yang traumatik dan pertimbangan secsio caesarea merupakan tindakan penting
dalam penatalaksanaan permasalahan ini. Berikut ini ciri-ciri partus lama pada multipara : a.
Insedensinya kurang dari 1% b. Mortalitas perinatalnya lebih tinggi dibandingkan pada primigravida
dengan partus lama c. Jumlah bayi besar bermakna d. Malpresentasi menimbulkan permasalahan e.
Prolapsus funiculi merupakan komplikasi f. Perdarahan postpartum berbahaya g. Rupture uteri terjadi
pada grande multipara h. Sebagian besar kelahirannya berlangsung spontan pervaginam i. Ekstraksi
forceps tengah lebih sering dilakukan j. Angka secsio caesarea tinggi, sekitar 25%
Sumber : Prawirohadjo, S., 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Edisi I, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta.
: Prawirohadjo, S., 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Edisi I, Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta.
Sumber : Prawirohadjo, S., 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Edisi I, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta.
Px. Penunjang
Sumber : Departemen Kesehatan RI : “Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar Berbasis Hak
Asasi Manusia dan Keadilan Gender” Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Direktorat Bina Kesehatan Keluarga 2004. - See more at:
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/10/anamnesa-dan-pemeriksaan-
obstetri.html#sthash.DyDNNe9L.dpuf
12. DD?
Sumber : Universitas Sumatera Utara
A. Pengertian
Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak normal dalam kekuatan / sifatnya menyebabkan
rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet (Prof.
Dr. Sarwono Prawirohardjo, 1993).
Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998) dalam persalinan diperlukan his normal
yang mempunyai sifat :
1. Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim.
2. Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim
3. Kekuatannya seperti memeras isi rahim
4. Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi retraksi
dan pembentukan segmen bawah rahim.
2. His Hipertonik
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus
otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan
terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam disebut partus presipitatus).
Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
a. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
b. Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
c. Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan inversio uteri.
Tetania uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai kematian janin dalam rahim.
Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri,
vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi perdarahan dalam tengkorak karena
mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.
C. Diagnosa
Menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1992) diagnosis inersia uteri paling sulit dalam masa
laten sehingga diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri, tidak cukup
untuk membuat diagnosis bawah persalinan sudah mulai. Untuk pada kesimpulan ini diperlukan
kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu pendataran
atau pembukaan. Kesalahan yang sering terjadi pada inersia uteri adalah mengobati pasien
padahal persalinan belum dimulai (False Labour).
E. Penanganan
Menurut Prf. Dr. Sarwono Prawirohardjo penanganan atau penatalaksanaan inersia uteri adalah :
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan
keadaan janin.
2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan.
3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya pada letak
kepala :
a. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tetes
permenit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Tujuan pemberian oksitosin
adalah supaya serviks dapat membuka.
b. Pemberian okstisosin tidak usah terus menerus. Bila tidak memperkuat his setelah pemberian
oksitosin beberapa lama hentikan dulu dan anjurkan ibu untuk istirahat. Pada malam hari berikan
obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya diulang lagi pemberian oksitosin drips.
c. Bila inersia uteri diserati disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya dilakukan seksio sesaria.
d. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus
telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi tidak ada gunanya
memberikan oksitosin drips. Sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria).
13. Penatalaksanaan?
a. Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin, his dan
kemajuan persalinan pada partograf dengan cermat pada saat pengamatan
dilakukan.
b. Jika terdapat penyimpangan dalam kemajuan persalinan (misalnya garis
waspada pada partogaraf tercapai, his selalu kuat/cepat/lemah sekali, nadi
melemah dan cepat, atau DJJ menjadi cepat/tidak teratur/lambat), maka
palpasi uterus dengan teliti untuk mendeteksi gejala-gejala dan tanda
lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl.
c. Jaga agar ibu mendapat hidrasi yang baik selama proses persalinan, anjurkan
ibu agar sering minum.
d. Menganjurkanibu untuk berjalan-jalan dan merubah posisi selama proses
persalinan dan kelahiran. Jangan biarkan ibu berbaring terlentang selama
proses persalinan dan kelahiran.
e. Mintalah ibu sering buang air kecil selama proses persalinan (sedikit setiap 2
jam). Kandung kemih yang penuh akan memperlambat penurunan bayi dan
membuat ibu tidak nyaman. Pakailah kateter hanya bila ibu tidak bisa
kencing sendiri dan kandung kemih dapat dipalpasi. Hanya gunakan kateter
dari karet. (Hati-hati bila memasang kateter, sebab uretra mudah teluka pada
partus lama/macet).
f. Amati tanda-tanda partus macet dan lama dengan melakukan palpasi
abdomen, menilai penurunan janin, dan periksa dalam, menilai penyusupan
janin dan pembakaan serviks paling sedikit tiap 4 jam selama fase laten dan
aktif persalinan. Catat semua temuan pada partograf. Lihat standar 9 untuk
melihat semua pengmatan yang diperlukan untuk partograf.
g. Selalu amati tanda-tanda gawat ibu atau gawat janin, rujuk dengan cepat dan
tepat jika hal ini terjadi!
h. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian
keringkan hingga betul-betul kering dengan handuk bersih setiap kali
sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan pasien. (Kuku harus
dipotong pendek dan bersih). Gunakan sarung tangan DTT/dteril untuk
semua periksa dalam. Selalu menggukan teknik aseptik pada saat melakukan
periksa dalam.
Periksa dengan teliti vagina dan kondisinya (jika vagina panas/gejala infeksi dan
kering/gejala ketuban minimal, maka menunjukkan ibu dalam keadaan bahaya).
Periksa juga letak janin, pembukaan serviks serta apakah serviks tipis, tegang atau
mengalami edema. Coba untuk menentukan posisi dan derajat penurunan kepala.
Jika ada kelainan atau bila garis waspada pada partograf dilewati persiapan rujukan
yang tepat.
Rujuk dengan tepat untuk fase laten persalinan yang memanjang (0-4 cm):
berlangsung lebih dari 8 jam.
Rujuk dengan tepat untuk fase aktif persalinan yang memenjang, pembukaan
kurang dari cm/jam dan garis waspada pada partograf yang telah dilewati.
Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan yang memanjang:
o 2 jam meneran untuk primipara
1 jam meneran untuk multipara
1. Jika ada tanda dan gejala persalinan macet,gawat janin,atau tanda bahaya
pada ibu,maka ibu dibaringkan miring kesisi kiri dan berikan cairan IV
(Ringer Laktat).
Rujuk segera kerumah sakit. Didampingi ibu untuk menjaga agar keadaan ibu tetap
baik. Jelaskan kepada ibu, suami/keluarganya apa yang terjadi dan mengapa ibu
perlu dibawa kerumah sakit.
1. Jika dicurigai adanya ruptura uteri (his tiba-tiba berhenti atau syok
berat),maka rujuk segera. Berikan antibiotika dan cairan IV (Ringer Laktat),
biasanya diberikan ampisilin 1 gr IM, diikuti pemberian 500 mg setiap 6 jam
secara IM, lalu 500 mg per oral setiap 6 jam setelah bayi lahir.
2. Bila kondisi ibu/bayi buruk dan pembukaan serviks sudah lengkap, maka
bantu kelahiran bayi dengan ektraksi vakum (lihat standar 19).
3. Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir (distosia bahu):
Lakukan episiotomi
Dengan ibu dalam posisi berbaring terlentang,minta ibu melipat kedua paha
dan menekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin. (Minta dua orang untuk
membantu (mungkin suami atau anggota keluarga lainnya) untuk menekan
lutut ibu dengan mantap kearah dada. (Manuver Mc Robert)
Gunakan sarung tangan DTT/steril.
Lakukan tarikan kepala curam ke bawah untuk membantu melahirkan bahu
depan. Hindarkan tarikan berlebihan pada kepala karena mungkin akan
melukai bayi.
Pada saat melakukan tarikan pada kepala, minta seseorang untuk melakukan
takanan suprapubis ke bawah untuk membantu kelahiran bahu. Jangan
pernah melakukan dorongan pada fundus! Pemberiaan dorongan pada
fundus nantinya akan dapat mempengaruhi bahu lebih jauh dan
menyebabkan ruptura uteri.
Jika bahu tetap tidak lahir.
o Dengan menggunakan sarung tangan DTT/steril, masukkan satu
tangan kedalam vagina.
o Berikan tekanan pada bahu anterior ke arah sternum bayi untuk
mengurangi dimeter bahu.
o Kemudian jika bahu masih tetap tidak lahir.
Masukkan satu tangan ke dalam vagina.
Pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior,
lengan fleksi dibagian siku, tempatkan lengan melintang di
dada. Cara ini akan menberikan ruang untuk bahu anterior
bergerak di bawah simfisis pubis.
Mematah clavicula bahu dilakukan jika semua pilihan lain telah
gagal.
1. Isi partograf, kartu ibu, dan catatan kemajuan persalinan dengan lengkap dan
menyeluruh. Jika ibu di rujuk ke rumah sakit atau puskesmas kirimkan satu
copy partograf ibu dan dokumen lain bersama ibu
Sumber : http://galeripakguru.wordpress.com/2012/06/15/standar-18-
penanganan-kegawat-daruratan-pada-partus-lamamacet/
Diagnosis
Sumber :
14. Kegawatan?