Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

INERTIA UTERI

A. Tinjauan Umum Persalinan Normal

1. Definisi Persalinan

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang cukup bulan, lahirsecara spontan
dengan presentasi belakang kepala, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput ketuban
dari tubuh ibu, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin.

2. Kala dalam Persalinan

a. Kala I

Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala
pembukaan. Dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah disertai dengan pendarahan (effacement).
Proses pembukaan serviks dibagi dalam 2 macam:

1. Fase Laten

Berlangsung selama 7-8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm.

2. Fase Aktif

Fase ini berlangsung selama 6 jam dan dibagi menjadi 3 macam yaitu:

a. Fase akselarasi
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm
menjadi 9 cm.
c. Fase deselarasi
Pembukaan menjadi lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm
menjadi lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada
multigravida pun terjadi demikian, namun fase laten, fase aktif terjadi
lebih pendek. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara
primigravida dan multigravida.

b. Kala II

Kala ini disebut juga sebagai kala pengeluran. Kala ini dimulai dari pembukaan lengkap
sampai lahirnya janin. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2
sampai 3 menit sekali.

c. Kala III

Disebut juga sebagai kala uri. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri
agak di atas pusat. Beberapa menit, kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plesenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi
lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta
disertai dengan pengeluaran darah, kira-kira 100-200 cc.

d. Kala IV

Kala IV adalah kala pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan uri lahir untuk
mengawasi keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum.

B. Definisi Inertia Uteri


Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. (Rustam mochtar ; 1998)
Inertia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari
kala pembukaan. (FK UNPAD)
Kelainan tenaga atau his adalah his tidak normal/ sifatanya menyebabkan
rintangan pada jalan dan tidak dapat ditasi sehingga menyebabkan persalinan macet (
saarwono, 1993)
C. Etiologi Inertia Uteri
Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia uteri adalah :
a. Kelainan his sering dijumpai pada primipara
b. Faktor herediter, emosi dan ketakutan
c. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang
d. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, ini
dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik
e. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis
f. Kehamilan postmatur (postdatism)
g. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
h. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia

D. Faktor Predisposisi Inertia Uteri


a. Anemia
b. Hidromnion
c. grande multipara
d. primipara
e. pasien dengan emosi kurang baik

E. Dignosa Pada Inertia Uteri


Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang
teliti terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk
membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini
diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis
akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka
diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.

F. Penatalaksanaan Pada Inertia Uteri


Periksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam
panggul dan keadaan panggul.
1) Bila inersia disertai disproporsi sefalopelvik sebaiknya dilakukan Sectio Caesarea
2) Apabila tidak ada disproporsi sefalopelvik atau disproporsi sefalopelvik ringan
dapat diambil sikap :
- Perbaiki keadaan umum penderita, kandung kemih dikosongkan.
- Bila kepala aatau bokong janin sudah masuk kedalam panggul penderita disuruh
berjalan-jalan.
- Atau berikan oksitosin 5-10 IU dalam 500 cc dekstrosa 5% diberikan secara inus
intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit, dinaikkan setiap 10-15 menit
sampai 40-50 tetes permenit
- Pemberian oksitosin sebaiknya diberikan beberapa jam saja, kalau ternyata tidak
ada kemajuan pemberian dihentikan, supaya penderita beristirahat, kemudian dicoba
lagi untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada kemajuan lebih baik dilakukan sectio
caesarea.
3) Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah dan
partus telah berlangsung lebih 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, sebaiknya
partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obsbstetrik
lainnya (ekstraksi vakum atau forsep atau SC).

G. Asuhan Keperawatan pada Inertia Uteri


a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia sebelumnya,
biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul
sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti : Kelainan letak janin
(lintang, sunsang dll) apa yang menjadi presentasi dll.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM, eklamsi
dan pre eklamsi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala :
Rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe.
b. Mata :
Biasanya konjungtiva anemis
c. Thorak :
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada bagian
paru yang tertinggal saat pernafasan
d. Abdomen :
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan sikap
anak normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak kembar/ tidak,
lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui
adanya distensi usus dan kandung kemih.
e. Vulva dan Vagina :
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada vulva/ servik,
biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan, biasanya teraba
jaringan plasenta untuk mengidentifikasi adanya plasenta previa
f. Panggul :
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul dan
kelainan tulang belakang

b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama,
kontraksi tidak efektif
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
3. Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan
masukan cairan
4. Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan
lama

c. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama,
kontraksi tidak efektif
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang
Kriteria :
1) Klien tidak merasakan nyeri lagi
2) Klientampak rilek
3) Kontraksi uterus efektif
4) Kemajuan persalinan baik
Intervensi :
a. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri
tekan abdomen
Rasional : Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan
kepala pada servik yang berlangsung lama akan menyebabkan nyeri
b. Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri
Rasional : Setiap individu mempunyai tingkat ambang nyeri yang berbeda, denga
skala dapat diketahui intensitas nyeri klien
c. Kaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian
Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat
derajat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan takut nyeri
d. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri,
Bantu klien dalam menggunakan metode relaksasi dan jelaskan prosedur
Rasional :Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa
nyeri
e. Kuatkan dukungan social/ dukungan keluarga
Rasional : Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat
mengurangi tingkat kecemasan dalam melewati persalinan, klien merasa
diperhatikan dan perhatian terhadap nyeri akan terhindari
f. Kolaborasi :
a) Berikan narkotik atau sedative sesuai instruksi dokter
Rasional : Pemberian narkotik atau sedative dapat mengurangi nyeri hebat
b) Siapkan untuk prosedur bedah bila diindikasikan

2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD.
Tujuan : Cedera pada janin dapat dihindari
Kriteria : DJJ dalam batas normal, Kemajuan persalinan baik
Intervensi :
a. Melakukan manuver Leopold untuk menentukan posis janin dan presentasi
Rasional : Berbaring tranfersal atau presensasi bokong memerlukan kelahiran
sesarea. Abnormalitas lain seperti presentasi wajah, dagu, dan posterior juga
dapat memerlukan intervensi khusus untuk mencegah persalinan yang lama
b. Dapatkan data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan sering
perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap kontraksi
uterus
Rasional : DJJ harus direntang dari 120-160 dengan variasi rata-rata percepatan
dengan variasi rata-rata, percepatan dalam respon terhadap aktivitas maternal,
gerakan janin dan kontraksi uterus.
c. Catat kemajuan persalinan
Rasional : Persalinan lama/ disfungsional dengan perpanjangan. Fase laten dapat
menimbulkan masalah kelelahan ibu, stress berat, infeksi berat, haemoragi
karena atonia/ rupture uterus. Menempatkan janin pada resiko lebih tinggi
terhadap hipoksia dan cedera.
d. Infeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas klamidial
Rasional : Penyakit hubungan kelamin didapat oleh janin selama proses
melahirkan karena itu persalinan sesaria dapat diidentifikasi khususnya klien
dengan virus herpes simplek tipe II
e. Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit
Rasional : Perubahan pada tekanan caitan amnion dengan rupture atau variasi
deselerasi DJJ setelah robek dapat menunjukkan kompresi tali pusat yang
menurunkan transfer oksigen kejanin
f. Posisi klien pada posisi punggung janin
Rasional :Meningkatkan perfusi plasenta/ mencegah sindrom hipotensif
telentang

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC. Jakarta


FKUI Universitas Padjajaran. 1982. Obstetric Patologi. Bandung : Elstar offset
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/03/askep-distosia.html
http://yanuarparty333.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-distosia_7.html
Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo

Anda mungkin juga menyukai