Anda di halaman 1dari 17

A.

Konsep Teori Kala I Fase Aktif Memanjang


KALA I
Kala satu dimulai dari terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan
kekuatanya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). In partu ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah (bloody show) karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement).
Darah berasal dari pecah-nya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran
ketriuka serviks mendatar dan membuka.
Kala pembukaan dibagi kedalam 2 fase, yaitu :
Fase Laten : dimana pembukaan serviks berlangsung sangat lambat sampai ukuran 3 cm yang
berlangsung selama 8 jam.
Fase Aktif : berlangsung selama 7 jam & dibagi atas 3 sub fase :
- Periode Akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
- Periode Dilatasi maximal dalam waktu 2 jam pembukaan terjadi sangat cepat menjadi 9 cm.
- Periode Deselerasi berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm atau
lengkap.
(Sondakh, Jenny.J.S. 2013 : 5)

I. Kala I memanjang
a. Pengertian Kala I memanjang
Persalinan dengan kala I memanjang adalah persalinan yang fase latennya berlangsung
lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang
dari 1 cm setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari
1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam
sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi
pada 5 persen persalinan dan pada primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada
multigravida. (Saifuddin, 2009).
b. Klasifikasi
Kala I fase aktif memanjang diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1) Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase).
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu
(Saifuddin,2009).
2) Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase).
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari 1,2
cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi serviks
kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn,2010).
II. Kala I Fase Aktif Memanjang

A. Pengertian Kala I Fase Aktif Memanjang


Persalinan dengan kala I fase aktif memanjang adalah persalinan yang laju
pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-
kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan
kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan
lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada
primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida. (Saifuddin, 2009).
b. Etiologi
Menurut Mochtar (2011), sebab-sebab terjadinya partus lama yaitu:
1) Kelainan letak janin.
2) Kelainan-kelainan panggul.
3) Kelainan his.
4) Janin besar atau ada kelainan kongenital.
5) Primitua.
c. Patofisiologi
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang
singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his
normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus
presipitatus bagi ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri,
vagina, dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian
tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
d. Tanda Klinis
Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I fase aktif memanjang terjadi pada ibu dan juga pada
janin meliputi:
a) Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban yang
berbau, terdapat mekonium.
b) Pada janin
(1) Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban terdapat
mekonium, kental kehijauhijauan, berbau.
(2) Kaput suksedaneum yang besar.
(3) Moulage kepala yang hebat.
(4) Kematian janin dalam kandungan.
(5) Kematian janin intra partal.
e. Komplikasi Pada Ibu dan Janin Akibat Kala I Fase Aktif Memanjang
1) Bagi ibu
a) Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke
bagian membran yang meyentuh os internal. Akibatnya, ketuban pecah dini lebih mudah
terjadi infeksi (Wijayarini, 2008).
b) Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus persalinan lama, terutama
karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan
vagina yang berulang-ulang (Wijayarini, 2008).
c) Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya serius selama persalinan
lama. Jika disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada engagement atau penurunan, segmen
bawah rahim menjadi sangat teregang, dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham, 2013).
d) Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung adalah konsekuensi
pelahiran pervaginam yang sering terjadi, terutama apabila pelahirannya sulit (Cunningham,
2013).
e) Dehidrasi
Ibu nampak kelelahan, nadi meningkat, tensi mungkin normal atau telah turun, temperatur
meningkat (Manuaba, 2011).

2) Bagi janin
Persalinan dengan kala I fase aktif memanjang dapat menyebabkan detak jantung janin
mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia intrauterin. Dan pada pemeriksaan sampel darah
kulit kepala menuju pada anaerobik metabolisme dan asidosis. Selain itu, persalinan lama juga dapat
berakibat adanya kaput suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit kepala) seringkali terbentuk
pada bagian kepala yang paling dependen, dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada
kranium janin mengakibatkan perubahan bentuk kepala (Manuaba, 2013).
f. Diagnosis Penunjang
Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang antara lain :
1) Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.
2) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna mengidentifikasi apakah
pasien menderita anemia atau tidak.
3) Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit ditegakkan karena terjadi moulage yang
cukup banyak dan caput succedanum yang besar, pemeriksaan sinar rontgen dapat membantu
menentukan posisi janin disamping menentukan bentuk dan ukuran panggul.
g. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2007) dan Oxorn (2010), penanganan umum pada ibu
bersalin dengan kala I lama yaitu:
1) Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
2) Tentukan keadaan janin: Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya minimal
sekali dalam 30 menit selama fase aktif.
3) Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi
vacum atau forceps.
4) Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan
kemungkinan gawat janin.
5) Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya
indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat menyebabkan gawat janin.
6) Perbaiki keadaan umum dengan:
a) Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.
b) Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam
urine harus dicegah.
c) Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian
analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua preparat ini harus digunakan dengan dosis
dan waktu tepat sebab dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan
membahayakan bayinya.
d) Pemberian therapy misoprostol 0,4 mg sesuai dengan advis dokter, obat ini digunakan untuk
memberikan perubahan pembukaan.
e) Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin.
Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus
dilakukan dengan maksud yang jelas.
7) Apabila kontraksi tidak adekuat
a) Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi dalam persalinan.
b) Rehidrasi melalui infus atau minum.
c) Merangsang puting susu.
d) Acupressure.
e) Mandi selama persalinan fase aktif.
f) Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
8) Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.
a) Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.
b) Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
c) Apabila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalopelvicdisproportion) atau
(1) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan
mempercepat kemajuan persalinan.
(2) Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam
lakukan penilaian kontraksi uterus.
d) Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl.
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan,
keterampilan, dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengmbilan suatu keputusan yang
berfokus pada klien. Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangakan
oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan
proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara
sistematis dan siklik (Soepardan, 2008).
2. Langkah dalam manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan
pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Setiap langkah dalam manajemen kebidanan
akan dijabarkan, sebagai berikut:
a. Langkah I: Pengumpulan Data Dasar
Langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien.Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
1) Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat
kehamilan, persalinan dan nifas, spiritual, serta pengetahuan klien.
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi:
a) Pemeriksaan khusus (Inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi).
b) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya).
b. Langkah II: Interpretasi Data Dasar
Langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulakan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan
sehingga dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
c. Langkah III: Identifikasi Diagnosis atau Masalah potensial dan Antisipasi Penanganannya
Langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan
diagnosis atau masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah
diagnosis atau masalah potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan
asuhan yang aman.
d. Langkah IV: Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi Segera dengan Tenaga Kesehatan Lain
Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan
segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ke empat
mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya langsung
selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi selama wanita tersebut dalam
dampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Dalam kondisi tertentu,
seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain seperti pekerjaan sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir.
Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa
sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan.
e. Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh
Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-
langakah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis
yang telah di identifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat
dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi untuk klien tersebut.
Pedoman antisispasi ini mencakup setiap hal berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan
dan sudah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien, agar bisa diaksanaan secara
efektif. Semua keputusan yang telah disepakati dikembangakan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan
ini harus bersifat rasional dan valid yang dilaksanakan pada pengetahuan, teori terkini (up to date),
dan sesuai dengan asumsi dengan apa yang akan dilakukan klien.
f. Langkah VI: Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman
Pada langkah ke enam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman.
Pelaksanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukan sendiri, namun ini tetap tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar
terlaksana).
Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang
mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang
menyeluruh tersebut. Penatalakasanaan yang efisien dan berkuaitas akan berpengaruh pada waktu
serta biaya.
g. Langkah VII Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk mengetahui faktor nama yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang
diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan: apakah benar-benar terpenuhi sebagaimana
diidentifikasikan didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut
efektif, sedang sebagian lagi belum efktif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan merupakan
suatu kegiatan yang bersinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap asuhan yang tidak
efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan
efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Soepardan, 2008).
3. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang telah dan
akan dilakukan pada seorang pasien, didalamnya tersirat proses berfikir bidan yang sistematis dalam
meghadapi seorang pasien sesuai langkah manajemen kebidanan. Pendokumentasian atau catatan
manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data
subjektif, O adalah data objektif, A adalah Analysis atau assesment dan P adalah planning.
Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini
merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan.
a) S (Data Subjektif)
Data subjektif (S) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney langkah pertama (pengkajian data) terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data
subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis
yang akan disusun. Pada pasien yang bisu, dibagian data dibelakang huruf “S” diberi tanda huruf
“O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah penderita tuna wicara.
b) O (Data Objektif)
Data objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney pertama (pengkajian data) terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang
jujur dan pemeriksaan fisik pasien, pemeriksan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain.
Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif
ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan
diagnosis.
c) A (Analysis)
A (analysis dan interpretasi kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Dalam
pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat bisa
mengalami perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data
objektif, maka proses pengkajiaan data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut
bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis dalam rangka mengikuti
perkembangan pasien. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya
perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang tepat.
Analysis atau assesment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut
Helen Varney langkah kedua, ketiga dan ke empat sehingga mencakup hal-hal berikut ini
diagnosis atau masalah kebidanan, diagnosis atau masalah potensial serta perlunya
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis atau masalah potensial.
Kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan
mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien.
d) P (Penatalaksanaan)
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan asuhan saat ini dan yang akan
datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan
ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang
ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan dilaksnakan harus mampu
membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan
lain, antara lain dokter.

C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Kala I Fase Aktif Memanjang
1. Data subjektif
Merupakan data yang didapat dari hasil wawancara langsung pada klien dan keluarga serta dengan
tim tenaga kesehatan.
a. Biodata
Biodata yang dikumpulkan dari ibu dan suaminya, meliputi :Nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan dan alamat lengkap.
b. Keluhan utama
Data ini didapat dari pihak pasien berupa keluhan yang sedang pasien rasakan saat ini. Meliputi :
mules-mules bertambah sering, tetapi tidak ada kemajuan persalinan, keluarnya lendir/darah.
c. Riwayat menstruasi
Meliputi HPHT, siklus haid, perdarahan pervaginam dan fluor albus.
d. Riwayat kehamilan sekarang
Meliputi gerakan janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit keluhan utama, obat yang dikonsumsi
termasuk jamu.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Meliputi keadaan saat kehamilan, persalinan dan nifas yanglalu serta masalah selama kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu.
f. Riwayat KB
Meliputi jenis metode yang dipakai , waktu, tenaga dan tempat saat pemakaian dan berhenti,
keluhan/alasan berhenti.
g. Riwayat psikologi
Meliputi : pengetahuan dan respon ibu terhadap kehamilan dan kondisi yang dihadapi saat ini,
jumlah keluarga di rumah, kondisi yang dihadapi saat ini, jumlah keluarga di rumah, respon
keluarga terhadap kehamilan, dukungan keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, tempat
melahirkan dan penolong yang diinginkan ibu.
h. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi apakah terhadap keturunan kembar, penyakit keturunan, dan jenis penyakit lain dalam
keluarga.
i. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit menahun, penyakit menurun, dan penyakit menular yang pernah diderita ibu.
j. Latar belakang sosial budaya
Meliputi kebiasaan/upacara adat budaya setempat, kebiasaan keluarga yang mendukung dan
menghambat serta dukungan dari keluarga dan suami.
k. Pola nutrisi
Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, pola aktivitas dan perilaku kesehatan.
2. Data objektif
a. Pemeriksaan umum
Pada pemeriksaan umum terdiri dari keadaan umum, kesadaran pasien, tanda-tanda vital meliputi
nadi, tensi, suhu, pernapasan, berat badan, tinggi badan, LILA.
b. Pemeriksaan fisik sistematis
Pemeriksaan sistematis yaitu pemeriksaan dengan melihat klien dari ujung rambut sampai ujung kaki
meliputi :
1) Kepala
Simetris atau tidak, warna rambut, apakah ada ketombe atau tidak, kebersihan kulit kepala, ada
lesi atau tidak ada benjolan atau tidak.
2) Muka
Simetris atau tidak, pucat atau tidak, cloasma gravidarum atau tidak.
3) Mata
Simetris atau tidak, bersih atau tidak, conjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterus atau tidak.
4) Hidung
Simetris atau tidak, ada pernafasan cuping hidung atau tidak, ada sekret atau tidak, ada
pembesaran polip atau tidak, bersih atau tidak.
5) Mulut dan gigi
Ada hiperselevasi atau tidak, gigi ada caries atau tidak, ada stomatitis atau tidak, bibir lembab
atau tidak, lidah bersih atau tidak.
6) Telinga
Simetris atau tidak, ada serumen atau tidak, ada gangguan pendengaran atau tidak.
7) Leher
Adakah pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar getah bening dan vena jugularis.
8) Payudara
Bentuk simetris atau tidak, pembesaran normal atau tidak, hiperpigmentasi pada areola ada atau
tidak, ada tumor atau tidak, bersih atau tidak.
9) Abdomen
Pembesaran sesuai UK atau tidak, terdapat striae atau tidak, ada linea atau tidak, pembesaran
lain ada atau tidak.
10) Punggung
Posisi tulang belakang normal atau tidak.
11) Genetalia
Oedema atau tidak, ada varices atau tidak, bersih atau tidak, ada pengeluaran atau tidak, ada luka
parut atau tidak, adakah candiloma akuminata, anus ada hemoroid atau tidak.
12) Estremitas
Simetris atau tidak, oedema atau tidak, varices atau tidak, ada gangguan pergerakan atau tidak,
jumlah jari normal atau tidak.
c. Pemeriksaan khusus obstetri
Abdomen
1) Inspeksi
Perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembesaran, ada luka bekas operasi atau tidak,
striae gravidarum, linea nigra, atau alba.
2) Palpasi
Leopold I : untuk menentukan tinggi fundus uteri sehingga dapat diketahui berat janin, umur
kehamilan, dan bagian apa yang terjadi di fumdus uteri seperti membujur atau akan kosong
jika posisi janin melintang. Kepala : bulat, padat, mempunyai gerakan pasif (ballotemen).
Bokong : tidak padat, lunak, tidak mempunyai gerak pasif (bantuan atau gerak ballotement).
Leopold II : Untuk menentukan letak punggung janin dapat digunakan untuk mendengarkan
detak jantung janin pada punctum maximum dengan tekhnik kedua tangabn melakukan
palpasi pada sisi kanan dan kiri bersama-sama bila punggung punggung janin rata, sedikit
melengkung, mungkin teraba tulang iganya tidak terasa gerak ektremitas, bila bagian abdomen
teraba gerakan ektremitas.
Leopold III : Untuk menentukan bagian terendah janin, bila teraba bulat, padat (kepala) dan bila
bokong teraba tidak bulat, tidak keras
Leopold IV : pemeberiksaan dengan menghadap ke arah kaki ibu. Untuk mengetahui apa yang
menjadi bagian bawah tersebut ke dalam rongga panggul.
TBJ : Taksiran berat janin dapat ditentukan berdasarkan Johnson Toschack yang berguna untuk
mengetahui pertimbangan persalinan secara spontan pervaginam.
3) Auskultasi
DJJ (Denyut Jantung Janin), terdengarnya detak jantung janin menunjukan bahwa janin hidyp
dan teanda pasti kehamilan. Punctum maximum janin tergantung presentasi, posisi, dan
kehamilan kembar, biasanya pada daerah punggung janin. Frekuensi di atas 120-160 x/menit
keteraturan denyut jantung janin menunjukan keseimbangan asam basa atau kurang O 2 pada
janin. Pada kasus ibu bersalin dengan kala I fase aktif memanjang dapat dilakukan auskultasi
dengan dopler, stetoskop, laenac atau dopler untuk menentukan tekanan darah dan DJJ (varney,
2007).
d. Data pemeriksaan laboratorium
Data penunjang diperlukan sebagai pendukung diagnosa, apabila diperlukan sebagai pendukung
diagnosa, apabila diperlukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan Hb,
papsmear atau pemeriksaan USG.
3. Interpretasi data
Interpretasi data adalah langkah yang kedua bergerak dari data. Interpretasi menjadi masalah
atau diagnosa yang terindentifikasi secara spesifik. Interpretasi data ini meliputi :
a. Diagnosa
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakan bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar diagnosa kebidanan (Varney, 2007).
b. Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari
hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa. Masalh yang sering muncul pada ibu bersalin
dengan partus lama yaitu ibu tampak gelisah, lelah dan cemas menghadapi persalinan (Varney,
2007).
c. Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan
masalah didapatkan dengan analisa data (Varney, 2007).
Menurut Manuaba (2007), kebutuhan pada ibu bersalin dengan dengan kala I fase aktif memanjang
adalah:
1) Informasi tentang keadaan ibu
2) Informasi tentang makanan bergizi dan cukup kalori.
3) Support mental dari keluarga dan tenaga kesehatan.
d. Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial adalah suatu hal untuk antisipasi,pencegahan jika mungkin, penantian
dengan pengawasa penuh dan persiapan untuk kejadian apapun. Diagnosa potensial yang terjadi pada
kasus kala I fase aktif memanjang adalah terjadinya risiko infeksi dan komplikasi yang mengancam
kehidupan ibu dan bayinya serta lamanya proses melahirkan (Varney, 2007).
4. Antisipasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan data baru yang diperoleh secara terus-menerus dan
evaluasi supaya bidan dapat melakukan tindakan segera dengan tujuan agar dapat mengatisipasi yang
dialami ibu (Varney, 2007). Antisipasi yang dilakukan pada ibu bersalin dengan kala I fase aktif
memanjang yaitu dengan menaikan insidensi bedah caesar dan jika menunggu persalinan spontan
akan menaikan insidensi chorioamniontis. (Manuaba, 2009).
5. Rencana Tindakan
Adapun rencana tindakan pada persalinan dengan kala I fase aktif memanjang menurut Varney
(2008) adalah sebagai berikut :
a. Jelaskan tentang hasil pemeriksaan.
b. Jelaskan tentang proses persalinan.
c. Jelaskan tentang nyeri saat persalinan fisiologis.
d. Anjurkan ibu untuk miring ke kiri.
e. Lakukan massase bisa ada kontraksi uterus.
f. Anjurkan ibu untuk tarik napas panjang bila ada kontraksi uterus.
g. Observasi djj setiap setengah jam.
h. Observasi ku dan tanda-tanda vital.
i. Observasi kemajuan persalinan.
j. Evaluasi pengeluaran cairan.
k. Hubungi bagian gizi agar memberikan nutrisi yang adekuat.
l. Siapkan set partus dan set resusitasi bayi.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adalah penatalaksanaan semua asuhan menyeluruh seperti pada langkah
perencanaan. Langkah ini dapat dilakukan pada wanita yang bersangkutan, bidan atau tim
kesehatan lain.
7. Evaluasi
Merupakan salah satu pemeriksaan dari rencana perawatan, apakah kebutuhan yang
terindentifikasi dalam masalah dan diagnosa sudah terpenuhi atau belum di dalam avaluasi
diharapkan mendapat hasil. Evaluasi pada ibu bersalin dengan kala I fase aktif memanjang yaitu:
a. Infeksi tidak terjadi dan tanda-tanda vital sign dalama batas normal.
b. Ibu dan bayinya selamat.
c. Persalinan dapat berjalan dan berhasil dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,E.R.(2010). Asuhan Kebidanan. Yogyakarta : Mitra Cendikia. Azrul, dkk. (2016). Asuhan
Persalinan Normal. Jakarta : Salemba.

Champman, (2007). Asuhan Persalinan Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika Cuningham, G. Dkk.
(2013). Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.

Depkes RI, (2008). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR.

Langkah-langkah Proses Manajemen. Friska, (2010). Asuhan Persalinan Patologi. Jawa Tengah.
Hidayat, A (2008) Asuhan Kebidanan Persalinan : Yogyakarta : Nuhua medika.

Lestari, S (2007) Asuhan Kebidanan Normal. Jakarta : JNPK-KR.

Manuaba. (2007). Pengantar kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.

Mochtar. (2011). Asuhan Kebidanan Patologi . Jakarta : Trans info Medika.

Nurhidayati. (2006). Program Making Pregnancy Safer. Diakses tanggal 10 mei 2017 http: //www.
uns.ac.id.com

Oxorn,H (2010). Ilmu Kebidanan Patologi&Fisiologi persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia


Medika.

Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo : Jakarta.

Puspita, dkk. (2010). Penatalaksanaan Perawatan Inpartu klien Ketuban Pecah Dini. Sumedang : Nuha
Medika

Saifuddin. (2006). Buku Panduan praktis Pelayanan Kesehatan Materal Neonatal.

Saifuddin, (2009) Yayasan Bina Pustaka : Jakarta.

Soepardan. (2008). Konsep Kebidanan : Jakarta : EGC.

Syafindawati. (2007). Asuhan Kebidanan Persalinan : Jakarta

Uliyah. (2006). Asuhan Kebidanan Patologis : Jawa Tengah

Varney, H (2007). Varney’s Midwifery Text Book Third Edition. London : jn. M Kribs. Carolyn L.
Gergorn.

Wiknjosastro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Balai Sarwono Prawirohardjo.

Wijayarini. (2008). Ilmu Kebidanan. : Jakarta

(2) Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam
lakukan penilaian kontraksi uterus.
d) Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl.

B. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Kala I Fase Aktif Memanjang
1. Data subjektif
Merupakan data yang didapat dari hasil wawancara langsung pada klien dan keluarga serta dengan
tim tenaga kesehatan.
a. Biodata
Biodata yang dikumpulkan dari ibu dan suaminya, meliputi :Nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan dan alamat lengkap.
b. Keluhan utama
Data ini didapat dari pihak pasien berupa keluhan yang sedang pasien rasakan saat ini. Meliputi :
mules-mules bertambah sering, tetapi tidak ada kemajuan persalinan, keluarnya lendir/darah.
c. Riwayat menstruasi
Meliputi HPHT, siklus haid, perdarahan pervaginam dan fluor albus.
d. Riwayat kehamilan sekarang
Meliputi gerakan janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit keluhan utama, obat yang dikonsumsi
termasuk jamu.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Meliputi keadaan saat kehamilan, persalinan dan nifas yanglalu serta masalah selama kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu.
f. Riwayat KB
Meliputi jenis metode yang dipakai , waktu, tenaga dan tempat saat pemakaian dan berhenti,
keluhan/alasan berhenti.
g. Riwayat psikologi
Meliputi : pengetahuan dan respon ibu terhadap kehamilan dan kondisi yang dihadapi saat ini,
jumlah keluarga di rumah, kondisi yang dihadapi saat ini, jumlah keluarga di rumah, respon
keluarga terhadap kehamilan, dukungan keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, tempat
melahirkan dan penolong yang diinginkan ibu.
h. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi apakah terhadap keturunan kembar, penyakit keturunan, dan jenis penyakit lain dalam
keluarga.
i. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit menahun, penyakit menurun, dan penyakit menular yang pernah diderita ibu.
j. Latar belakang sosial budaya
Meliputi kebiasaan/upacara adat budaya setempat, kebiasaan keluarga yang mendukung dan
menghambat serta dukungan dari keluarga dan suami.
k. Pola nutrisi
Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, pola aktivitas dan perilaku kesehatan.
2. Data objektif
a. Pemeriksaan umum
Pada pemeriksaan umum terdiri dari keadaan umum, kesadaran pasien, tanda-tanda vital meliputi
nadi, tensi, suhu, pernapasan, berat badan, tinggi badan, LILA.
b. Pemeriksaan fisik sistematis
Pemeriksaan sistematis yaitu pemeriksaan dengan melihat klien dari ujung rambut sampai ujung kaki
meliputi :
1) Kepala
Simetris atau tidak, warna rambut, apakah ada ketombe atau tidak, kebersihan kulit kepala, ada
lesi atau tidak ada benjolan atau tidak.
2) Muka
Simetris atau tidak, pucat atau tidak, cloasma gravidarum atau tidak.
3) Mata
Simetris atau tidak, bersih atau tidak, conjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterus atau tidak.
4) Hidung
Simetris atau tidak, ada pernafasan cuping hidung atau tidak, ada sekret atau tidak, ada
pembesaran polip atau tidak, bersih atau tidak.
5) Mulut dan gigi
Ada hiperselevasi atau tidak, gigi ada caries atau tidak, ada stomatitis atau tidak, bibir lembab
atau tidak, lidah bersih atau tidak.
6) Telinga
Simetris atau tidak, ada serumen atau tidak, ada gangguan pendengaran atau tidak.
7) Leher
Adakah pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar getah bening dan vena jugularis.
8) Payudara
Bentuk simetris atau tidak, pembesaran normal atau tidak, hiperpigmentasi pada areola ada atau
tidak, ada tumor atau tidak, bersih atau tidak.
9) Abdomen
Pembesaran sesuai UK atau tidak, terdapat striae atau tidak, ada linea atau tidak, pembesaran
lain ada atau tidak.
10) Punggung
Posisi tulang belakang normal atau tidak.
11) Genetalia
Oedema atau tidak, ada varices atau tidak, bersih atau tidak, ada pengeluaran atau tidak, ada luka
parut atau tidak, adakah candiloma akuminata, anus ada hemoroid atau tidak.
12) Estremitas
Simetris atau tidak, oedema atau tidak, varices atau tidak, ada gangguan pergerakan atau tidak,
jumlah jari normal atau tidak.
c. Pemeriksaan khusus obstetri
Abdomen
1) Inspeksi
Perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembesaran, ada luka bekas operasi atau tidak,
striae gravidarum, linea nigra, atau alba.
2) Palpasi
Leopold I : untuk menentukan tinggi fundus uteri sehingga dapat diketahui berat janin, umur
kehamilan, dan bagian apa yang terjadi di fumdus uteri seperti membujur atau akan kosong
jika posisi janin melintang. Kepala : bulat, padat, mempunyai gerakan pasif (ballotemen).
Bokong : tidak padat, lunak, tidak mempunyai gerak pasif (bantuan atau gerak ballotement).
Leopold II : Untuk menentukan letak punggung janin dapat digunakan untuk mendengarkan
detak jantung janin pada punctum maximum dengan tekhnik kedua tangabn melakukan
palpasi pada sisi kanan dan kiri bersama-sama bila punggung punggung janin rata, sedikit
melengkung, mungkin teraba tulang iganya tidak terasa gerak ektremitas, bila bagian abdomen
teraba gerakan ektremitas.
Leopold III : Untuk menentukan bagian terendah janin, bila teraba bulat, padat (kepala) dan bila
bokong teraba tidak bulat, tidak keras
Leopold IV : pemeberiksaan dengan menghadap ke arah kaki ibu. Untuk mengetahui apa yang
menjadi bagian bawah tersebut ke dalam rongga panggul.
TBJ : Taksiran berat janin dapat ditentukan berdasarkan Johnson Toschack yang berguna untuk
mengetahui pertimbangan persalinan secara spontan pervaginam.

3. Analisis/Interpretasi Data

Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan menjadi satu diagnosa atau
masalah yang telah diindentifikasi menjadi diagnosa nomenklatur. Diagnosa Kebidanan adalah
diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur
diagnostik kebidanan. (Varney, 2004)

Dx: G..P..A.P..A..H, UK.. minggu dengan Kala 1 Fase Aktif memanjang


Janin tunggal, hidup, intrauterin.

4. Penatalaksanaan
1) Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
2) Tentukan keadaan janin: Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya
minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif.
3) Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan
ekstraksi vacum atau forceps.
4) Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan
kemungkinan gawat janin.
5) Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan
adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat menyebabkan gawat janin.
6) Perbaiki keadaan umum dengan:
a) Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.
b) Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya aseton
dalam urine harus dicegah.
c) Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian
analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua preparat ini harus digunakan dengan
dosis dan waktu tepat sebab dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi
dan membahayakan bayinya.
d) Pemberian therapy misoprostol 0,4 mg sesuai dengan advis dokter, obat ini digunakan
untuk memberikan perubahan pembukaan.
e) Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin.
Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan
harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
7) Apabila kontraksi tidak adekuat
a) Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi dalam persalinan.
b) Rehidrasi melalui infus atau minum.
c) Merangsang puting susu.
d) Acupressure.
e) Mandi selama persalinan fase aktif.
f) Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
8) Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.
a) Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.
b) Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
c) Apabila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalopelvicdisproportion) atau
 Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan
mempercepat kemajuan persalinan.
 Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per
jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
d) Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl.

Anda mungkin juga menyukai