Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL :

GANGGUAN KONSEP DIRI DI RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH MADANI PALU

( Stase Kep. Jiwa)

DISUSUN OLEH:

IRFAN
NPM. JP019.008

CI Institusi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDONESIA JAYA PALU
PROFESI NERS
2020
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KONSEP DIRI

A. PENGERTIAN
Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari masalah kebutuhan
psikososial yang tidak di dapat sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai
hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Kensep diri ini berkembang
secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang.
Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri didefenisikan secara
berbeda oleh para ahli. misalnya, mendefiniskan konsep diri sebagai “suatu
pemahaman mengenai diri arau ide tentang diri sendiri” . menggunakan istilah
konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara
itu, konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi
seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga
bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana
seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita
dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu
bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan
keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater; 1984),
mendefisikan konsep diri sebagai system yang dinamis dan kompleks dari
keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan,
persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.
Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup
keseluruhan pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadi
nya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya,
kegagalannya, dan sebagainya.
Secara umum konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian
yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat
memengaruhi hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter,
kemampuan, nilai, ide dan tujuan.
B. KOMPONEN KONSEP DIRI
1. Gambaran (Citra) Diri
Gambaran atau citra diri (body image) mencakup sikap individu
terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan
fungsinya. Perasaan mengenai citra diri meliputi hal-hal yang terkait
dengan seksualitas, femininitas dan maskulinitas, keremajaan,
kesehatan dan kekuatan. Citra mental tersebut tidak selalu konsisten
dengan struktur atau penampilan fisik yang sesungguhnya. Beberapa
kelainan citra diri. Beberapa kelainan citra diri memiliki akar
psikologi yang dalam, misalnya kelainan pola makan seperti
anoreksia.
Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan
perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti
pubertas dan penuaan terlihat lebih jelas terhadap citra diri
dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri lainnya.
Selain itu, citra diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya
dan masyarakat menentukan norma-norma yang diterima luas
mengenai citra diri dan dapat mempengaruhi sikap seseorang,
misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik tubuh serta tato,
dan sebagainya.
2. Harga Diri
Menurut Santrock (1998), self-esteem adalah dimensi penilaian
yang menyeluruh dari diri. Self-esteem juga sering disebut dengan
self-worth atau self-image. Sedangkan, self-concept adalah penilaian
terhadap domain yang spesifik. Coopersmith (1967) dalam karya
klasifiknya The Antecedents of Self-Esteem , mendefinisikan harga diri
(self-esteem) sebagai berikut: Self-esteem refers to the evaluation that
individual makes and customarily maintains with regard to himself: it
expresses an attitude of approval or disapprobal and indicates the
extent to which the individuals believes himself to be capable,
significant, successful, and worthy.
Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang
dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri
yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri
sendiri maupun dari orang lain. Perkembangan harga diri juga
ditentukan oleh perasaan diterima, dicintai, dihormati orang lain, serta
keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya
3. Peran Diri
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ).
Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya
pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau
dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai
aktualisasi diri.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi
kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat
merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang
menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin
dilaksanakan ( Keliat, 1992 ). Stress peran terdiri dari konflik peran
yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu
banyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri
dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and sundeen, 1998
adalah :
a. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
b. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
c. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh
masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat
atau suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang dharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat, misalnya
sebagai orang tua, atasan, teman dekat, dan sebagainya. Setiap
peran berhubungan dengan pemenuhan harapan-harapan tertentu.
Apabila harapan tersebut dapat dipenuhi, rasa percaya diri
seseorang akan meningkat. Sebaliknya, kegagalan untuk memenuhi
harapan atas peran dapat menyebabkan penurunan harga diri atau
terganggunya konsep diri seseorang.
4. Identitas Diri
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek
konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and
Sudeen, 1991). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri
yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain.
Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri),
kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat
mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak
masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal
yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat,1992).
Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai
dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh
pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis
kelamin tersebut.
Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sebagai
suatu kesatuan yang utuh. Identitas mencakup konsistensi seseorang
sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan
perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Identitas
sering kali didapat melalui pengamatan sendiri dan dari apa yang
didengar seseorang dari orang lain mengenai dirinya.
Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan intim
karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungannya dengan
orang lain. Seksualitas merupakan bagian dari identitas. Identitas
seksual merupakan konseptualitas seseorang atas dirinya sebagai pria
atau wanita dan mencakup orientasi seksual.
C. TAHAP PERKEMBANGAN KONSEP DIRI
Menurut teori psikososial, perkembangan konsep diri dapat dibagi ke
dalam beberapa tahap, yaitu:
1. 1-1 Tahun
Menumbuhkan rasa percaya dari konsistensi dalam interaksi
pengasuhan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang
lain. Membedakan dirinya dari lingkungan.
2. 3-3 Tahun
Mulai menyatakan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai,
meningkatkan kemandirian dalam berpikir dan bertindak, menghargai
penampilan dan fungsi tubuh Mengembangkan diri dengan mencontoh
orang yang dikagumi, meniru dan berosialisasi.
3. . 3-6 Tahun
Memiliki inisiatif, mengenali jenis kelamin, meningkatnya kesadaran
diri, meningkatkan keterampilan berbahasa, termasuk pengenalan akan
perasaan seperti senang, kecewa dan sebagainya, sensitif terhadap umpan
balik dari keluarga.
4. 6-12 Tahun
Menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru, keluarga
tidak lagi dominan, meningkatnya harga diri dengan penguasaan
keterampilan baru (misalnya membaca, matematika, olahraga, musik),
menguatnya identitas seksual, menyadari kekuatan dan kelemahan.
5. 12-20 Tahu
Menerima perubahan tubuh/kedewasaan, belajar tentang sikap, nilai
dan keyakinan; menentukan tujuan masa depan, merasa positif atas
berkembangnya konsep diri, berinteraksi dengan orang-orang yang
menurutnya menarik secara seksual dan intelektual.
6. 20-40 Tahun
Memiliki hubungan yang intim dengan keluarga dan orang lain,
memiliki perasaan yang stabil dan posotif mengenai diri, mengalami
keberhasilan transisi peran dan meningkatnya tanggung jawab.
7. 40-60 Tahun
Dapat menerima perubahan penampilan dan ketahanan fisik,
mengevaluasi ulang tujuan hidup, merasa nyaman dengan proses
penuaan.
8. Di Atas 60 Tahun
Merasa positif mengenai hidup dan makna kehidupan,
berkeinginan untuk meninggalkan warisan bagi generasi berikutnya.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI
1. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan fisik dan
psikologis. Lingkungan fisik adalah segala sarana yang dapat
menunjang perkembangan konsep diri, sedangkan lingkungan
psikologis adalah segala lingkungan yang dapat menunjang
kenyamanan dan perbaikan psikologis yang dapat memengaruhi
perkembangan konsep diri.
2. Pengalaman Masa Lalu
Adanya umpan balik dari orang-orang penting, situasi stresor
sebelumnya, pernghargaan diri dan pengalama sukses atau gagal
sebelumnya, pengalaman penting dalam hidup, atau faktor yang
berkaitan dengan masalah stresor, usia, sakit yang diderita, atau
trauma, semuanya dapat memengaruhi perkembangan konsep diri.
3. Tingkat Tumbuh Kembang
Adanya dukungan mental yang cukup akan membentuk konsep diri
yang cukup baik. Sebaliknya, kegagalan selama masa tumbuh
kembang akan membentuk konsep diri yang kurang memadai.
E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KONSEP
DIRI
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terhadap masalah konsep diri adalah persepsi individu
atau pola konsep diri, pola berhubungan atau peran, pola reproduksi,
koping terhadap stres, serta adanya nilai keyakinan dan tanda-tanda ke
arah perubahan fisik, seeprti kecemasan, ketakutan, rasa marah, rasa
bersalah dan lain-lain.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan konsep diri (gambaran diri) dikarenakan perubahan fisik
atau kehilangan bagian tubuh.
b. Gangguan konsep diri (harga diri) dikarenakan harapan diri yang
tidak realistis.
c. Gangguan konsep diri (identitas diri) dikarenakan harapan orang
tua yang tidak realistis
d. Gangguan konsep diri (peran) dikarenakan ketidakmampuan
menerima peran dan pekerjaan baru di masyarakat.

3. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan


a. Meningkatkan gambaran (citra) diri pasien, dengan cara:
Menciptakan hubungan saling percaya dengan mendorong
pasien untuk membicarakan perasaan tentang dirinya
Meningkatkan interaksi sosial dengan cara membantu pasien
untuk menerima pertolongan dari orang lain, mendorong pasien
untuk melakukan aktivitas sosial, menerima keadaan dirinya dan
lain-lain. Bila terjadi perubahan atau kehilangan fungsi tubuh,
berikan pemahaman tentang arti kehilangan. Mendorong pasien
berinteraksi terhadap kehilangan dan menggali alternatif yang
nyata guna membantu mengatasinya
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara:
Membantu pasien untuk mengurangi katergantungan dengan
bersikap mandukung dan menerima. Memberi kesadaran pada
pasien akan pentingnya keinginan atau semangat hidup tinggi.
Meningkatkan sensivitas pasien akan dirinya dengan memberi
perhatian, membangun harga diri dengan memberikan umpan balik
positif atas penyelesaian yang dicapai, menghargai privasi, dan
mendorong pasien untuk melakukan latihan yang membangkitkan
harga diri. Membantu pasien mengekspresikan pikiran dan
perasaan dengan mendorong mengungkapkan perasaan, baik positif
maupun negatif. Memberi kesempatan untuk melakukan aktivitas
sosial yang positif. Mendorong pasien untuk berhubungan dengan
teman atau kerabat dekat dan terlibat dengan aktivitas sosial.
Jangan biarkan pasien mengisolasi diri. Memberi kesempatan
mengembangkan keterampilan sosial dan vokasional dengan cara
mendorong sikap optimis dan berpartisipasi dengan segala
aktivitas.
c. Memperbaiki identitas diri pasien, dengan cara:
Mengenal diri sendiri sebagai bagian dari tubuh dan terpisah
dengan orang lain. Mengakui seksualitasnya sendiri. Memandang
berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan. Menilai
diri sendiri sesuai penilaian masyarakat.
d. Meningkatkan atau memperbaiki peran pasien, dengan cara:
Membantu meningkatkan kejelasan perilaku dan pengetahuan
yang sesuai dengan peran. Mempertahankan kosistensi terhadap
peran yang dilakukan. Menyesuaikan antara peran yang diemban.
Menyelaraskan antara budaya dan harapan terhadap perilaku peran
.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah konsep diri secara umum dapat dinilai
dari kemampuan untuk menerima diri, menghargai diri, melakukan
peran yang sesuai, dan mampu menunjukkan identitas diri.
DAFTAR PUSTAKA

Iyus, Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama : Bandung


Keliat, budi anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
Maramis, Willy F.2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press
NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Stuart, Gail W.2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Stuart, Gail Wiscarz & Laraia, Michele T.2005. Principles And Practice Of psychiatric
Nursing edition eighth. USA : Elsevier Mosby

Anda mungkin juga menyukai