Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Partus lama (Prolonged Labor) masih merupakan salah satu masalah


kesehatan yang penting. Partus lama merupakan penyebab 8% kematian ibu di
negara-negara berkembang. Namun angka ini sebenarnya terlalu
menyederhanakan pemasalahan partus lama. Hal ini dikarenakan dalam angka ini
belum tercakup jumlah kematian ibu akibat komplikasi dari partus lama itu sendiri
(misalnya: sepsis, perdarahan ante partum, atau ruptur uterus). Selain itu, bila ibu
selamat, bukan berarti telah lepas dari masalah. Salah satu komplikasi lanjut dari
partus lama adalah terbentuknya fistula. Fistula memiliki efek sosial dan psikis
yang begitu besar, karena dapat mempengaruhi interaksi sosial, menyebabkan
infeksi, juga dapat menyebabkan depresi berkepanjangan.1,6
Dilain pihak, dapat pula terjadi overdiagnosa terhadap partus lama. Di
Amerika Serikat, partus lama (juga disebut distosia) merupakan indikasi
dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani operasi
seksio sesar primer. Hal ini disebabkan oleh bebrapa hal, antara lain diagnosis
yang tidak tepat, penggunaan anestesi epidural, kekhawatiran yang berlebihan dan
keterbatasan ketersediaan waktu para klinisi. Tidak semua kondisi partus lama
disebabkan oleh kondisi-kondisi patologis.Namun kondisi ini perlu dikenali
karena partus lama bisa saja merupakan sebuah indikasi bahwa diperlukan
pengawasan dan penanganan yang lebih intensif.Atau bahkan diperlukan tindakan
intervensi untuk mengakhiri persalinan. yang menarik adalah partus lama
sebenarnya dapat dicegah, dan hendaknya usaha pencegahan ini menjadi perhatian
bagi seluruh tenaga kesehatan.2,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Partus lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
dimaksudkan persalinan yang abnormal atau sulit. Sementara itu, WHO secara
lebih spesifik mendefinisikan partus lama (prolonged labor/partus lama) sebagai
proses persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Hal tersebut didukung juga
oleh pernyataan Manuaba mendefinisikan partus lama adalah persalinan yang
berlangsung lebih dari 24 jam, artinya persalinan harus dapat diselesaikan dalam
waktu 24 jam. Waktu pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah
penambahan antara kala I dan kala II persalinan. Dalam penentuan batas waktu,
terdapat variasi sebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan waktu dalam
penentuan partus lama adalah 18 jam.

B. Insidensi
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada
tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin presentasi
kepala yang mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh persen lainnya, perlu
mendapatkan intervensi untuk pelahiran. Baik intervensi medis maupun intervensi
bedah. Tingginya tingkat partus abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat
partus lama. Partus lama yang kadang juga disebut distosia, di Amerika Serikat
distosia merupakan indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68%
pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer.

C. Etiologi dan Faktor Resiko


Partus lama secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang
disebabkan oleh 3 faktor:

2
1. Kelainan tenaga atau his (Power)
Power mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang
kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak
mampu menyebabkan pelebaran bukaan serviks. dalam kelompok ini, juga
termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II. His yang tidak normal
dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kesulitan pada jalan lahir yang lazim
terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami
hambatan atau kemacetan
2. Kelainan janin (Passengger)
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam
letak atau dalam bentuk janin, presentasi, posisi atau perkembangan janin.
3. Kelainan jalan lahir (Passage)
Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan
persalinan atau menyebabkan kemacetan.

D. Klasifikasi
Adapun distosia/partus lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola
persalinannya.Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi tiga
kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten
memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada kala II yang disebut
kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I fase aktif terbagi lagi
menjadi 2, menurut pola persalinannya.Jenis kelainan pertama pada kala I fase
aktif disebut protraction disorder.Kelainan kedua, disebut arrest disorder.
Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami
pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang lebih
lama menjadi dua kelompok utama, yaitu cephalopelvic disproportion/ CPD dan
kelompok lainnya adalah failure to progress. Kelompok pertama memaksudkan
lamanya persalinan yang memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor
janin. Sementara pada kelompok kedua disebabkan secara murini oleh gangguan
kekuatan persalinan.

3
Kelainan Kala I
1. Fase laten memanjang
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan
untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap
persiapan (preaptory division) hanya terjadi sedikit pembukaan serviks,cukup
banyak perubahan yang terjadi pada komponen jaringan ikat serviks. Tahap
pembukaan/ dilatasi (dilatational division) adalah saat pembukaan paling cepat
berlangsung.Tahap panggul (pelvic division) berawal dari fase deselerasi
pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakan-
gerakan dasar janin pada presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul,
fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung
dalam fase panggul.Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui
dengan jelas.

Gambar perjalanan persalinan

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan


persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah fase
laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap
pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng
(kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.

4
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai
merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini, orientsi kontraksi uterus
berlangsung bersama pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum
Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan
serviks 1,2cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam untuk ibu multipara. Kecepatan
pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Friedman dan
Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama fase
ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah
anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk
(misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalinan
palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif
dan amannya dalam memperbaiki fase laten berkepanjangan. Istirahat lebih
disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari. Karena adanya
kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.
2. Fase Aktif Memanjang
Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena
kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan
serviks antara 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan
pembukaan serviks tertinggi. Secara konsistensi berawal dari saat pembukaan
serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan

5
digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Demikian pula kurva-kurva ini
memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan dapat
secara meyakinkan di diagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif harus
berlangsung.
Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada
nulipara adalah 1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalah 1,5 cm/jam.
Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 – 4
cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 - 10 cm dalam 3 - 4 jam.Pengamatan
ini mungkin bermanfaat.Sokol dan rekan melaporkan bahwa 25% persalinan
nulipara dipersulit kelainan fase aktif, sedangkan pada multigravida angkanya
adalah 15%.
Memahami analasisi Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatan
penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan
keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada saat tahap akhir
dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm. Friedman membagi lagi
masalah fase aktif menjadi gangguan protraction (berkepanjangan/berlarut-larut)
dan arest (macet, tak maju).
Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau penurunan
yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2
cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protraksi
didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau
penurunan kurang dari 2 cm per jam. Sementar itu, ia mendefinisikan arrest
sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan. Kemacetan
pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perbahan serviks dalam 2 jam, dan
kemacetan penurunan sebagai tidak danya penurunan janin dalam 1 jam.
Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda, dimana
disproporsi sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan protraksi.
Sedangkn disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu dengan persalinan
macet. Ketertkaitan atau faktor lain yang berperan dalam persalinan yang
berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anestesi regional dan
malposisi janin. Pada persalinan yang berkepanjang dan macet, Friedman

6
menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi
sefalopelvik.Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah
penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan
yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik.
Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO
mengajukan penggunaan partograf dalam tatalksana persalinan.Dimana
berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa bila pembukaan serviks
kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sementara itu, American College of
Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria diagnosa yang berbeda,.Kriteria
diagnosa tersebut ditampilkan pada tabel dibawah ini.
Kriteria diagnosis kelainan persalinan akibat partus lama atau partus macet

Kelainan Kala II
Kala II memanjang
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir
dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk nulipara dan 20
menit untuk multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan
perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah
pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin sebaliknya pada
seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya
ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat
memanjang. Kala II pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang
sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam
diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan anestesia regional.

7
E. DIAGNOSIS
Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi partus lama dan terapi yang
disarankan ditampilkan pada tabel dibawah ini.

Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat mebantu
dalam mempermudah diagnosa partus lama. Alat bantu tersebut adalah partograf.
Partograf terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan. Kedua
Jenis gangguan dalam fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik yang
terbentuk pada partograf. Protraction disorder pada fase aktif (partus lama) dapat
didagnosa bila bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4
jam. Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak terjadi
penambahan pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun penurunan
kepala janin dalam jangka waktu 1 jam. Adapun contoh gambaran partograf untuk
mendiagnosa partus lama (protraction disorder) ditampilkan pada gambar dibawah
ini.

8
Kelainan protraksi pada fase aktif persalinan (partus lama)

Sementara persalinan macet atau partus tak maju (arrest disorder) dpat dilihat
pada table dibawah ini.

Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju/ macet)

9
F. Out come partus lama terhadap matrenal dan neonatal
Partus lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi
anak yang dilahirkan Antara lain yakni:
1. Maternal
a. Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus
lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion
menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga
terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pemeriksaan serviks dengan jari
tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus
dibatasi selama persalinan, terutama apabila terjadi partus lama.
b. Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak
maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya
dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan
sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah
melahirkan dengan timbulnya fistula vesikovaginal, vesikorektal atau
rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua
yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama
mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang, kecuali di negara-
negara yang belum berkembang.
2. Neonatal
a. Caput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius. Kaput
dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala belum engaged. Dokter
yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak
bijak untuk melakukan ekstraksi forceps. Biasanya caput suksedaneum bahkan
yang besar sekalipun akan menghilang dalam beberapa hari.

10
G. Tatalaksana
Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan partus lama
adalah mengetahui penyebab kondisi partus lama itu sendiri. Partus lama adalah
sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi
patologis penyebab partus lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode yang
tepat dalam mengakhiri persalinan.Apakah persalinan tetap dilakukan
pervaginam, atau akan dilaukan per abdominam melalui seksio sesarea.
Secara umum penyebab partus lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu
disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya
disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan partus lama merupakan indikasi
utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari
pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit (misal:
tinggi badan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan
berukuran besar (TBBJ > 4000gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat
badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi
sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan.
Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah
menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai
fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi
atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal. Dan belakangan
dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan
observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu dinyatakan mengalami
persalinan semu, bila his menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4
cm maka pasien diaktakan berada dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8
jam ini, bila terjadi peerubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks,
maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu
tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan
agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah
kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder
(partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam

11
kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik.
Disarankan agar dilakukan seksion sesarea. Bila yang terjadi adalah partus lama,
maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (lebih dari 3 kali
dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya
obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka
penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.
Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin.
Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya pengeluaran
janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat
meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta.Yang pertama kali
harus diyakini pada kondisi kala II memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi
dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan
percepatan persalinan dengan oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak
mempengaruhi penurunan janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis
upaya pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin
teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin
berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum
atau dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi
pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station -1 dan
station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi.
Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung
penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin dilahirkan
secara seksio sesaria.

H. PROGNOSIS
Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk
mortalitas dan morbiditas janin atau ibu, namun Chelmow dkk membantah
anggapan bahwa pemanjangan fase laten tidak berbahaya.

12
BAB III
KESIMPULAN

Partus lama adalah yang juga disebut distosia didefinisikan sebagai


persalinan yang sulit. Patokan waktu yang digunakan oleh WHO adalah bila lama
persalinan > 24 jam.

Partus lama dapat diklasfikan berdasarkan penyebabnya (menjadi


disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus murni) atau berdasarkan fase
persalinan yang memanjang (dibagi menjadi fase laten memanjang, fase aktif
memanjang dan kala II memanjang). Lebih spesifik fase aktif memenajang dibagi
menjadi dua kelompok kelainan, yaitu protraction disorder dan arrest disorder.

Pengawasan persalinan dengan partograf dapat digunakan sebagai patokan


untuk mendiagnosa partus lama.

Out come yang dapat timbul akibat partus lamabaik bagi maternal dan
neonatal antara lain infeksi intrapartum, ruptura uteri cincin retraksi patologis,
pembentukan fistula, cedera otot-otot dsar panggul, caput suksedaneum dan
molase kepala janin.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2006. Managing Prolonged and Obstructed Labour. Education for Safe
Motherhood, 2nd edition. Department of Making Pregnancy safer. WHO: Geneva
2. Cunningham, F.G, et al. 2010. Williams Obstetric, 23rd edition. Mc Graw Hill:
New York
3. Enkin, et al. 2000. A Guide to Effective care in Pregnancy and Child Birth, 3rd
Edition. Oxfod University Press: London
4. Manuaba I. A, et al. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta
5. Mose, J.C dan Alamsyah, M. 2010. Bab I Persalinan Lama dalam Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, edisi keempat. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo: Jakarta
6. Yulianti, D. 2006. Buku Saku Manajemen dan Komplikasi Kehamilan dan
Persalinan. EGC : Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai