Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

EKTIMA

Oleh :
Dessy Dwi Helmy Swastika
201720401011160

Pembimbing :
dr. Andri Catur Jatmiko, Sp. KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN JOMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Ektima”.
Dalam penyelesaian referat ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada dr. Andri Catur Jatmiko, Sp. KK.
Juga kepada seluruh tenaga medis maupun non-medis RSUD Jombang dan
seluruh teman-teman dokter muda di RSUD Jombang, atas dukungan serta
doanya.
Referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Semoga referat ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jombang, Juni 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
1. Definisi .................................................................................................... 4
2. Epidemiologi ........................................................................................... 5
3. Etiologi .................................................................................................... 5
4. Patofisiologis ........................................................................................... 6
5. Gambaran Klinis ..................................................................................... 7
6. Diagnosis ................................................................................................. 10
7. Diagnosis Banding .................................................................................. 12
8. Komplikasi .............................................................................................. 14
9. Penatalaksanaan ...................................................................................... 14
BAB 2 Laporan Kasus ......................................................................................... 18
BAB 3 Pembahasan ............................................................................................. 23
BAB 4 Kesimpulan .............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27

3
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh

Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau

kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus

dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai

bawah.(1,2)

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,

Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat

menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya

daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.(3)

Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi

pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan

daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada

lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau

gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa

vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras

dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched

out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.(4,5)

4
II. EPIDEMIOLOGI

Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi

terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang

tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-

anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun.(1,4)

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari

pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling

terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik

yang didapatkan pada pasien ektima.(6)

Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi

pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di

Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya

mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu

Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan

penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula,

ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki

riwayat gigitan serangga (73%).(7,8)

III. ETIOLOGI

Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan

oleh Streptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada

5
dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi

Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus

pyogenes. Ini didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari

beberapa Staphylococcus saja. (9)

Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau

menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan

jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan

imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada

pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit

diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat dan hygiene yang buruk.(9,10)

IV. PATOFISIOLOGI

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan

sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal

sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G

merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.

Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap

fagositosis.(11)

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan

beberapa toksin yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik.

Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja

dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability

6
Complex II (MHC II)) pada antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen.

Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima

elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi

dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan

pelepasan masif Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan

Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa

demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera jaringan.(11,13)

Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic

memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus.

Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma,

dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis

dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini. (13)

V. GAMBARAN KLINIS

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang

eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari

kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.

Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas,

tertinggal ulkus superficial dengan gambaran “punched out appearance” atau

berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi

sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat

ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.(1,2,12,13)

7
Gambar A: Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah

Gambar B: Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian

pecah membentuk ulkus.

8
Gambar C: Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang

menderita diabetes dan gagal ginjal

Gambar D: Ektima pada aksila

9
VI. DIAGNOSIS

Anamnesis

Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah.

Pasien biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan

kebersihan dirinya.(1)

Anamnesis ektima, antara lain:(1)

1. Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan berupa luka.

2. Durasi : Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang,

seperti gigitan serangga.

3. Lokasi : Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang,

seperti tungkai bawah.

4. Perkembangan lesi : Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah

membentuk ulkus yang tertutupi krusta

5. Riwayat penyakit sebelumnya : Misalnya, Diabetes melitus dapat

menyebabkan penyembuhan luka yang lama.

Pemeriksaan fisis

Effloresensi ektima berupa awalnya berupa pustul kemudian pecah

membentuk ulkus yang tertutupi krusta.(1)

10
(D) (E)

Gambar D : Krusta coklat berlapis lapis pada ektima

Gambar E : Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang

dangkal

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan

jaringan dalam untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juda dapat dilakukan

pemeriksaan histopatologi(2,12).

Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus,

dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea.

Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN.

Infiltrasi granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan

edema endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.(2)

11
Gambar F: Pioderma

Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi

(Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)

VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding ektima, antara lain:

1. Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di

tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa.

Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut

dan biasanya multipel. (3,4,5,13,15)

Gambar G: Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.

12
2. Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan

gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta.

Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya

lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan

punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi

biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan

tempat predileksinya biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada

usia dewasa muda. (3,4,5,13,15)

Gambar H: Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial

13
Gambar I: Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur

VIII. KOMPLIKASI

Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis,

limfadenitis supuratif, dan bakteremia.(16)

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan ektima, antara lain:

1. Nonfarmakologi

Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan

sabun antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian.


(1,10,13,16,17,18)

14
2. Farmakologi

Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan

mencegah komplikasi. (1,10,13,16,17,18)

a. Sistemik

Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan

sistemik dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini

kedua. (1,10,13,16,17,18)

1. Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)

a. Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.

Anak: 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.

b. Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB

c. Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari

2. Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)

a. Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4

hari

b. Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10

hari

c. Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.

Anak: 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.

b. Topikal

Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika

luas maka digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat

15
2%, Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat

digunakan secara topikal. (1,10,13,16,17,18)

Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang

tidak digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit

minimal, dan memiliki angka resistensi bakteri yang rendah sehingga

menjadi terapi antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam

air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin

memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum luas

gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa

kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral

sehingga saat ini penggunaannya secara topical dan oral. (1,10,13,16,17,18)

3. Edukasi

Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga

kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan

penyakit kulit. (1,10,13,16,17,18)

X. PROGNOSIS

Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan

parut (skar).(16)

16
XI. PENCEGAHAN

Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga

untuk mencegah gigitan serangga.(16)

17
BAB 2
TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas pasien


• Nama : Tn., K
• Umur : 64 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-Laki
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Pendidikan : SMP
• Pekerjaan : Pensiunan
• Alamat : Sumberjo-Peterongan,Jombang
• No. RM : 324244
• Tanggal Pemeriksaan : 25 Mei 2018

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan Utama

Mengeluhkan luka pada kaki dan tangan

2.2.2 Perjalanan Penyakit

Mengeluhkan luka pada kaki dan tangan kiri kanan sejak 1 tahun yang

lalu. Luka berawal dari punggung bawah terasa gatal dan nyeri. Awalnya

pasien merasa timbul bisul pada daerah punggung bawah, bisul tersebut

berisi cairan kental yang berwarna kekuningan. , karena gatal pasien terus

menerus menggaruk sehingga semakin membesar dan pecah kemudian

menjadi luka yang akhirnya meninggalkan bekas kehitaman pada daerah

dan menjalar ke kaki dan tangan. Bertambah nyeri jika malam hari dan

sakit jika di bawa berjalan. Beberapa hari ± 10 hari yang lalu sempat

18
keluar nanah dari luka yang ada di tangan dan kaki, sempat pecah dan luka

sekarang mengering. Pasien riwayat dahulu bekerja di hutan dan kebun.

Pasien menyangkal adanya gigitan serangga.

2.2.3 Riwayat Pengobatan

Pasien sudah pernah berobat dan diberi obat Folasin dan salisil. Sering

juga kaki dan tangan dikompres air hangat.

2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

HT + , DM + (GDA terakhir 439 mg/dl), riwayat stroke 1 tahun yang lalu

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

2.2.6 Riwayat Sosial

Tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Cukup/CM

GCS : 456

Tekanan Darah : 160/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Temperatur aksila : 36,5º C

Status generalis

Kepala : Normal

19
Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

THT : Dalam batas normal

Thorax : Cor: S1 S2 reguler, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), bising usus normal, hepar dan lien

tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, pitting edema (-/-)

2.4 Status Dermatologi

Efloresensi Foto

plak eritema batas jelas bentuk

ireguler dengan pustul yang telah

pecah disertai krusta dengan dasar

ulkus dan erosi mutiple ukuran

lentikuler sampai numular et regio

brachii dan antebrachii dextra

20
Plak eritema batas jelas bentuk

irreguler disertai pustule yang sudah

pecah dan krusta serta erosi mutiple et

regio kruris dextra dan sinistra.

Pustula singel et regio femur dextra

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

2.6 Resume

 Tn. K

 Pasien datang dengan keluhan muncul luka pada kaki dan tangan kiri

kanan sejak 1 tahun yang lalu, muncul bisul berisi cairan dipunggung

lalu menjalar hingga tangan dan kaki. pasien mengeluh gatal, nyeri

dan tidak demam.

21
2.7 Diagnosis

Ektima

2.8 Diagnosis Banding

 Folikulitis

 Impetigo Krustosa

2.9 Planning

2.10 Penatalaksanaan

- Cefadroxil 500mg 2x sehari p.c

- fuladic cream

- infus Nacl 0,9% untuk kompres

- Edukasi :

1. Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi.

2. Menasehati agar menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan

konsumsi makanan bergizi.

3. Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih,

dan selalu memakai alas kaki saat berpergian maupun bermain.

4. Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

2.11 Prognosis : Baik

22
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini di diagnosis ektima berdasarkan anamnesis dan gambaran

klinis yang terdapat pada pasien. Riwayat dan gejala klinis ektima ditemukan pada

kasus ini. Dari anamnesis didapatkan keluhan terdapat pustul terasa gatal berawal

dari punggung dan menjalar ke tangan kiri kemudian tangan kanan, kemudian

kedua tungkai. Keluhan disertai rasa sakit. Yang kemudian digaruk yang

mengakibatkan pustule pecah, krusta tebal berwarna kuning, dasarnya ulkus.

Pada gambaran klinis ditemukan lesi : plak eritematosa berbatas tegas,

dengan pustul yang telah pecah, dengan krusta, multiple ukuran lentikular sampai

nummular, distribusi simetrik.. Gambaran ini sesuai dengan gambaran klinis

ektima dimana ditemukan plak eritema dengan krusta tebal dengan dasarnya

ulkus.

Pada pasien ini diagnosis bandingnya adalah :

a. Impetigo krustosa

Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan

gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta.

Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih

mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan punggung

serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih dalam

berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya biasanya

pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda3.

23
Gambar Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial

Gambar. Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur

b. Folikulitis

Folikulitis didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di

tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa.

Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut dan

biasanya multiple 1,2,3.

24
Gambar Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.

Penatalaksanaan

- Cefadroxil 500mg 2x sehari p.c

- fuladic cream

- infus Nacl 0,9% untuk kompres

- Edukasi :

1. Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi.

2. Menasehati agar menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan

konsumsi makanan bergizi.

3. Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih,

dan selalu memakai alas kaki saat berpergian maupun bermain.

4. Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

Prognosa baik

25
BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus ini diagnosis pasien yaitu ektima (Tn K /64tahun). Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesis terdapat pustul terasa gatal berawal dari

punggung dan menjalar ke tangan kiri kemudian tangan kanan, kemudian kedua

tungkai. Keluhan disertai rasa sakit,yang kemudian digaruk yang mengakibatkan

pustule pecah, krusta tebal berwarna kuning,

Dari pemeriksaan fisik didapatkan plak eritema batas jelas bentuk ireguler

dengan pustul yang telah pecah disertai krusta dengan dasar ulkus dan erosi

mutiple ukuran lentikuler sampai numular et regio brachii, antebrachii dextra,

kruris dextra sinistra

Pada kasus diatas pasien mendapat terapi berupa Cefadroxil 500mg 2x

sehari p.c, fuladic cream dan infus Nacl 0,9% untuk mengompres.

Prognosa pada pasien ini adalah baik karena pada kasus ini tidak

didapatkan komplikasi atau faktor lain yang memperberat derajat penyakit.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Davis Loretta. Ecthyma. [online] 2009 Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com. View : 29 mei 2018

2. Siregar R.S,ed. 2002. Pioderma, Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit

Kulit. Jakarta: EGC; . hal. 61-2.

3. Djuanda Adhi, 2008. Pioderma, Dalam: Djuanda Adhi,eds. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: FK UI; . hal. 57-60.

4. Galen Wesley, et al. Bacterial Infections. In: Schachner Lawrence, eds.

Pediatric Dermatology 2nd ed. p.1172-3

5. Habif Thomas,ed. 2004. Bacterial Infection. In: Clinical Dermatology: A

color Guide to Diagnosis and Therapy 4th ed. USA: Mosby;. hal. 273.

6. Wasserzug O. 2009. A Cluster of Echtyma Outbreaks Caused by A Single

Clone of Invasive and Highly Infective Streptococcus pyogenes. 2Available

from: URL: http://www.unboundmedicine.com. View 31 mei 2018

7. Ryan Edward T, et al. 2002. Ilness After International Travel. The New

England Journal of Medicine (NEJM). Volume 347 / 515. Available from:

http://www.nejm.org. View 31 mei 2018.

8. Hochedez Patrick, et al. 2008. Skin and Soft Tissue Infections in Returning

Travellers. American Journal Tropical Medicine and Hygiene (AJTMH).] :

Volume 80 / 432. Available from: http://www.ajtmh.org. View 31 mei

2018.

27
9. Hay R.J dan B.M. Adriaans. 2004. Bacterial Infection. In: Burns Tony, eds.

Rook’s Textbook of Dermatology 7th ed. USA: Blackwell Publishing;. hal.

27.16.

10. Cevasco Nathaniel C. 2011. Common Skin Infection, Bacterial

Infection.Available from: URL: http://www.clevelandclinicmeded.com.

View 31 mei 2018

11. Chiller Katarina, et al. 2001. Skin Microflora and Bacterial Infections of

The Skin. Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings.

Volume 6 / 170 – 4. Available from: http://www.nature.com. View 1 juni

2018.

12. Halpern Analisa dan Heymann Warren. 2008. Gram-Positive Bacteria

Staphlococcal and Streptococcal Skin Infection. In: Bolognia JL, Jorozzo

JL, Rapini RP, eds. Dermatology 2nd ed. USA: Mosby Elsevier;. Ch. 73.

13. Craft Noah, et al. 2008. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma. In:

Wolff Klause, Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill

Companies;. p. 1694-701.

14. James William, Berger Timothy, Elston Dirk, eds. 2006.Andrews’ Disease

of The Skin Clinical Dermatology 10th ed. USA: Saunders Elsevier;. p. 259-

60.

15. Hunter John, eds. 2003. Bacterial Infections. In: Clinical Dermatology 3rd

ed. USA: Blackwell Science;. p. 190-1.

28
16. Knott Laurence and Draper Richard. 2011. Ecthyma. Available from: URL:

http://www.patient.co.uk/doctor/Ecthyma.htm view 1 juni 2018

17. Church Ronald. Neomycin in Pyogenic Skin Diseases. England: British

Medical Journal. Volume 6 / 314. Available from: http://www.bmj.com.

View 2 juni 2018

18. Ngan Vanessa. 2008. Fusidic Acid and Mupirocin. Available from: URL:

http://www.dermnetnz.org view 3 juni 2018.

29

Anda mungkin juga menyukai