Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka
kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan tingginya resiko
kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai 228/100.000
kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup
umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012
tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa
tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi
sebesar 23 per seribu kelahiran hidup.
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia
bahu saat proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu keadaan
diperlukannya manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan
dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan
dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan
tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan
vaginal presentasi kepala.
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang
digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam
persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan manuver
khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi.
Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9%
kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang
memenuhi kriteria diagnosa diatas. Ada sebuah kriteria objektif untuk
menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala
2

dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala
dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik.
Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut
lebih dari 60 detik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep distosia bahu?
2. Apa saja etiologi distosia bahu?
3. Bagaimana patofisiologi distosia bahu?
4. Apa saja faktor predisposisi distosia bahu?
5. Bagaimana diagnosis distosia bahu?
6. Apa saja komplikasi distosia bahu?
7. Bagaimana penatalaksanaan distosia bahu?
8. Apa saja syarat-syarat yang dapat dilakukan tindakan untuk menangani
distosia bahu?
9. Bagaimana prognosis distosia bahu?
10. Bagaimana pencegahan distosia bahu?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep distosia bahu.
2. Untuk mengetahui etiologi distosia bahu.
3. Untuk mengetahui patofisiologi distosia bahu.
4. Untuk mengetahui fraktor predisposisi distosia bahu.
5. Untuk mengetahui diagnosis distosia bahu.
6. Untuk mengetahui komplikasi distosia bahu.
7. Untuk mengetahui penatalaksaan distosia bahu.
8. Untuk mengetahui syarat-syarat dilakukan tindakan penanganan distosia
bahu.
9. Untuk mengetahui prognosis distosia bahu.
10. Untuk mengetahui pencegahan distosia bahu.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Distosia Bahu


Distosia bahu secara sederhana adalah kesulitan persalinan pada saat
melahirkan bahu. Pada presentasi kepala, bahu anterior terjepit di atas
simpisis pubis sehingga bahu tidak dapat melewati panggul kecil atau bidang
sempit panggul. Bahu posterior tertahan di atas promontorium bagian atas.
Distosia bahu terjadi jika bahu masuk ke dalam panggul kecil dengan
diameter biakromial pada posisi anteroposterior dari panggul sebagai
pengganti diameter oblig panggul. Dimana diameter oblig sebesar 12,75 cm
lebih panjang dari diameter anteroposterior (11 cm). Waktu untuk menolong
distosia bahu kurang lebih 5-10 menit.
Distosia bahu merupakan kegawatdaruratan obstetri karena terbatasnya
waktu persalinan, terjadi trauma janin, dan komplikasi pada ibunya.
Kejadiannya sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti kura-kura
(turtle sign), dan persalinan bahu mengalami kesulitan. Insidensi distosia
bahu umumnya kurang dari 1% (0,15-0,2%). Pada bayi-bayi dengan berat
lahir lebih dari 4.000 gram insidensinya 1,6%.
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver
obstetric oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi
tidak berhasil untuk melahirkan bayi.
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet
diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul,
atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari
tulang sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa
dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala
janin dilahirkan.
4

Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat


didefinisikan distosia ialah persalinan atau abnormal yang timbul akibat
berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat
upaya mengedan ibu (kekuatan power)
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi,
bayi besar dan jumlah bayi (penumpang/passenger)
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, budaya dan warisannya sistem pendukung

B. Etiologi Distosia Bahu


Menurut The Royal College of Obstetricians and Gynaecologists tahun
2005: Insiden keseluruhan adalah 2-3% dari kelahiran dengan; 48% kasus
terjadi pada bayi berat badan normal, 0,3% pada bayi dengan berat 2.500-
4.000 gram, 5-7% pada bayi dengan berat 4.000-4.500 gram.
Distosia bahu umumnya terjadi pada makrosomia, yakni suatu keadaan
yang ditandai oleh ukuran badan bayi yang relatif besar dari ukuran
kepalanya dan bukan semata-mata berat badan bayi yang >4.000 gram.
Kemungkinan makrosomia perlu dipikirkan bila dalam kehamilan terdapat
penyulit-penyulit obesitas, diabetes mellitus, atau kehamilan lewat waktu,
atau bila dalam persalinan terdapat pemanjangan kala II. Distosia bahu juga
dapat terjadi pada bayi anensefalus yang disertai kehamilan serotinus.
Sebab-sebab distosia bahu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar:
1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak keluar
a. Karena kelainan his
1) Inersia Uteri Hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai
5

pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,


uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif,
maupun pada kala pengeluaran. Inersia uteri hipotonik terbagi dua,
yaitu:
a) Inersia Uteri Primer: Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak
awal telah terjadi his yang tidak adekuat (kelemahan his yang
timbul sejak dari permulaan persalinan), sehingga sering sulit
untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan
inpartu atau belum.
b) Inersia Uteri Sekunder: Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II.
Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya his
menjadi lemah.
2) Inersia Uteri Hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai
melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian
atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk
membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai
incoordinate uterine action. Misalnya “tetania uteri” karena obat
uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his
yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat
terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah
rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang
berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan
sebagainya.
b. Karena kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya karena hernia,
diastase muskulus rektus abdominis, atau karena sesak nafas
6

2. Distosia karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang,
letak dahi dan hydrochepalus.
3. Distosia karena kelainan jalan lahir: panggul sempit, tumor-tumor yang
mempersempit jalan lahir.
Penyebab lain dari distosia bahu adalah fase aktif memanjang, yaitu:
1. Malposisi (presentasi selain belakang kepala)
2. Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD)
3. Intensitas kontraksi yang tidak adekuat
4. Serviks yang menetap
5. Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui.

C. Patofisiologi Distosia Bahu


Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang
bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah
ramus pubis.
Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan
(anterior) berada dibawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengna sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis sehingga bahu tidak lahir mengikuti kepala.

D. Faktor Predisposisi Distosia Bahu


1. Ibu mengalami diabetes mellitus. Kemungkinan terjadi makrosomia pada
janin. Makrosomia adalah berat badan janin lebih besar dari 4.000 gram
2. Adanya janin gemuk pada riwayat persalinan terdahulu
3. Ibu mengalami kehamilan postmatur
4. Riwayat kesehatan keluarga ibu kandung ada riwayat diabetes mellitus
5. Ibu mengalami obesitas sehingga ruang gerak janin ketika melewati jalan
lahir lebih sempit karena ada jaringan berlebih pada jalan lahir dibanding
ibu yang tidak mengalami obesitas
7

6. Riwayat janin tumbuh terus dan bertambah besar setelah kelahiran


7. Hasil USG mengindikasikan adanya makrosomia/janin besar. Dengan
ditemukannya diameter biakromial pada bahu lebih besar daripada
diameter kepala
8. Adanya kesulitan pada riwayat persalinan yang terdahulu (mempunyai
riwayat distosia bahu)
9. Terjadi Cephalo Pelvic Dispropotion (CPD) yaitu ketidaksesuaian antara
kepala dan panggul yang diakibatkan karena :
a. Diameter anteroposterior panggul dibawah ukuran normal
b. Abnormalitas panggul sebagai akibat dari infeksi tulang panggul
(rakhitis) dan kecelakaan
10. Fase aktif yang lebih panjang dari keadaan normal. Fase aktif yang
memanjang menandakan adanya CPD
11. Penurunan kepala sangat lambat atau sama sekali tidak terjadi penurunan
kepala
Selain itu terdapat faktor risiko yang dapat menimbulkan distosia bahu,
diantaranya:
1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan
diabetes gestasional
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi
dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari
kelahiran distosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
3. Multiparitas
4. Ibu dengan obesitas
5. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus
tumbuh setelah usia 42 minggu
6. Riwayat obstetric dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat
distosia bahu
7. Keadaan intrapartum yang banyak dilaporkan berhubungan dengan
kejadian distosia bahu adalah kala I lama, partus macet, kala II lama,
stimulasi oksitosin, dan persalinan vaginal dengan tindakan
8

E. Diagnosis Distosia Bahu


Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:
1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
kranial simfisis pubis

F. Komplikasi Distosia Bahu


1. Bagi Bayi
a. Terjadi peningkatan insiden kesakitan dan kematian intrapartum. Pada
saat persalinan melahirkan bahu berisiko anoksia sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan otak
b. Kerusakan syaraf. Kerusakan atau kelumpuhan pleksus brakhialis dan
keretakan bahkan sampai fraktur tulang klavikula
2. Bagi Ibu
a. Laserasi daerah perineum dan vagina yang luas
b. Gangguan psikologi sebagai dampak dari pengalaman persalinan yang
traumatik
c. Depresi jika janin cacat atau meninggal

G. Penatalaksanaan Distosia Bahu


Diperlukan seorang asisten untuk membantu sehingga bersegeralah
minta bantuan, jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan
bahwa bahu posterior sudah masuk kepanggul. Bahu posterior yang belum
melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan tarikan pada
kepala, untuk mengendorkan ketegangan yang menyulit bahu posterior masuk
panggul tersebut dapat dilakukan episiotomy yang luas, posisi Mcrobert, atau
posisi dada-lutut, dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena
akan semakin menyulit bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan
rupture uteri, disamping perlunya asisiten dan pemahaman yang baik tentang
9

mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga


ditentukan oleh waktu setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteri
umbilikalis dengan lalu 0,04 unit/menit. Dengan demikian pada bayi
sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk
melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cidera hipoksik pada
otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai
berikut:
Diagnosis

Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan

Manuver McRobert
(Posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Manuver Rubin
(Posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau manuver Wood

Langkah pertama: Manuver McRobert


Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi
McRobert yaitu ibu terlentang memfleksikan kedua paha sehingga lutut
menjadi sedekat mungkin ke dada dan rotasikan kedua kaki kearah luar
(abduksi). Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi dan
posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium
dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten untuk menekan suprasimfisis
ke arah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu
anterior agar mau masuk dibawah simfisis. Sementara itu dilakukan tarikan
pada kepala janin ke arah posterokaudal dengan mantap.
10

Gambar 1. Manuver McRobert

Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior, hindari tarikan yang


berlebihan karna akan mencederai pleksus brakhialis. Setelah bahu anterior
dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan
presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman dan dapat mengatasi
sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

Langkah kedua: Manuver Rubin


Oleh karena anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit dari pada
diameter oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior
perlu diubah menjadi posisi oblik atau tranversa untuk memudahkan
melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi
untuk mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu
secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik ke arah dorsal. Pada
umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran lebih mudah
dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan
tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah pada daerah ketiak bayi
sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik/tranversa. Lebih menguntungkan
bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung bayi menghadap kearah
anterior (Manuver Rubin anterior) oleh karna kekuatan tarikan yang
11

diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi


bahu anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke arah posterior.
Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior
akan membuat bahu lebih abduksi sehingga diameternya mengecil. Dengan
bantuan tekanan simpra simfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala
kearah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Gambar 2. Manuver Rubin

Langkah ketiga: Manuver Wood (Melahirkan bahu posterior, posisi


merangkak)
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong
yang bersebrangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan
kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior,
telusuri tangan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan
dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan
mengusap kearah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir
dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis.
Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan
kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
12

Gambar 3. Melahirkan bahu posterior


Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sandi
sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2
cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati
promontorium. Pada posisi telentang atau litotomi sandi sakroiliaka menjadi
terbatas mobilitasnya. Pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan
kedua lututnya. Pada manuver ini bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu
dengan melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar
seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah
melahirkannya. Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan 2 jari tangan
bersebrangan dengan punggung bayi yang diletakkan dibagian depan bahu
posterior. Bahu posterior dirotasi 180o. Dengan demikian bahu posterior
menjadi bahu anterior dan posisinya berada di bawah arkus pubis, sedangkan
bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu
posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah dapat
dilahirkan.
13

Gambar 4. Wood corkscrew manuver


Langkah keempat: Pematahan Klavikula
Dilakukan dengan menekan klavikula anterior ke arah simfisis pubis.
Langkah kelima: Manuver Zavanelli
Suatu tindakan untuk memasukkan kepala kembali ke dalam jalan lahir
dengan cara menekan dinding posterior vagina, selanjutnya kepala janin
ditahan dan dimasukkan, kemudian dilakukan SC.
Langkah keenam: Kleidotomi
Dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
Langkah ketujuh: Simfisiotomi
Hernandez dan Wendell menyarankan untuk melakukan serangkaian
tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu:
1. Minta bantuan asisten dan ahli anaesthesi
2. Kosongkan vesica urinaria bila penuh
3. Lakukan episiotomi mediolateral luas
4. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk
melahirkan kepala
5. Lakukan manuver McRobert dengan bantuan 2 asisten
14

Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian


tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus
dikerjakan:
1. Wood corkscrew manuver
2. Persalinan bahu posterior
3. Teknik-teknik lain yang sudah dikemukakan diatas
Tak ada manuver terbaik diantara manuver-manuver yang sudah
disebutkan di atas, namun tindakan dengan Manuver McRobert sebagai
pilihan utama adalah sangat beralasan, karena manuver ini cukup sederhana,
aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai
sedang.

Penatalaksanaan distosia bahu (APN 2007)


1. Menggunakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril
2. Melaksankan episiotomi secukupnya dengan didahului dengan anastesi
lokal
3. Mengatur posisi ibu manuver Mc.Robert
a. Posisi ibu berbaring terlentang, minta ibu menarik lutut sejauh mungkin
ke arah dadanya dan diupayakan lurus. Minta suami / keluarga untuk
membantu.
b. Lakukan penekanan ke bawah dengan mantap di atas simpisis pubis
untuk menggerakkan bahu anterior di atas simpisis pubis. Tidak
diperbolehkan mendorong fundus uteri, beresiko terjadi ruptur uteri.

Gambar 5. Penekanan suprapubik


15

4. Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada di atas.
a. Tarik ke bawah untuk melahirkan bahu depan.
b. Tarik keatas untuk melahirkan bahu belakang.

Penatalaksanaan distosia bahu menurut Varney (2007)


1. Bersikap rileks, hal ini akan mengkondisikan penolong untuk
berkonsentrasi dalam menangani situasi gawat darurat secara efektif.
2. Memanggil dokter. Bila bidan masih terus menolong sampai bayi lahir
sebelum dokter datang, maka dokter akan menangani perdarahan yang
mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi.
3. Siapkan peralatan tindakan resusitasi.
4. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan.
5. Beritahu ibu prosedur yang akan di lakukan.
6. Atur posisi McRobert

7. Cek posisi bahu. Ibu di minta tidak mengejan. Putar bahu menjadi di
ameter oblik dari pelvis atau anteroposteri orbila melintang. Ke lima jari
satu tangan di letakkan pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan
satunya pada punggung janin sebelah kiri. Perlu tindakan secara hati-hati
karena tindakan ini dapat menyebabkan kerusakan pleksus syaraf
brakhialis.
8. Meminta pendamping persalinan untuk menekan daerah supra pubik
untuk menekan kepala ke arah bawah dan luar. Hati-hati dalam
melaksanakan tarikan ke bawah karena dapat menimbulkan ke rusakan
pleksus syaraf brakhialis. Cara menekan daerah supra pubik dengan cara
16

kedua tangan saling menumpuk di letakkan di atas simpisis. Selanjutnya


di tekan ke arah luar bawah perut.
9. Bila persalinan belum menunjukkan kemajuan, kosongkan kandung
kemih karena dapat menganggu turunnya bahu, melakukan episiotomy,
melakukan pemeriksaan dalam untuk mencari kemungkinan adanya
penyebab lain distosia bahu. Tangan di usahakan memeriksa
kemungkinan :
a. Tali pusat pendek.
b. Bertambah besarnya janin pada daerah thorak dan abdomen oleh
karena tumor.
c. Lingkaran bandl yang mengindikasikan akanterjadi ruptur uteri.
10. Mencoba kembali melahirkan bahu. Bila distosia bahu ringan, janin akan
dapat dilahirkan

11. Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka


botol (corkcrew) dengan cara seperti menggunakan prinsip skrup wood.
Lakukan pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum
jam, kemudian di putar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi
bahu depan berlawanan arah dengan jarum jam putar 180⁰. Lakukan
gerakan pemutaran paling sedikit 4 kali, kemudian melahirkan bahu
dengan menekan kepada ke arah luar belakang di sertai dengan
penekanan daerah supra pubik.
12. Bila belum berhasil, ulangi melakukan pemutaran bahu janin seperti
langkah 11.
17

13. Bila tetap belum berhasil, maka langkah selanjutnya mematah


kanklavikula anterior kemudian melahirkan bahu anterior, bahu posterior,
dan badan janin.
14. Melakukan manuver Zavenelli, yaitu suatu tindakan untuk memasukkan
kepala kembali ke dalam jalan lahir dengan cara menekan dinding
posterior vagina, selanjutnya kepala janin di tahan dan di masukkan,
kemudian dilakukan SC.

Berikut Algoritma Penanganan Distosia Bahu

H. Syarat-syarat dapat dilakukan Tindakan untuk Menangani Distosia


Bahu
1. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerja sama untuk
menyelesaikan persalinan
18

2. Masih mampu untuk mengejan


3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai akomodasi tubuh bayi
4. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
5. Bukan monstrum atau kelainan konginetal yang menghalangi keluarnya
bayi

I. Prognosis Distosia Bahu


Pada anak angka morbiditas dan mortalitas cukup tinggi dapat terjadi
fraktura humerus, klavikula dan juga kematian janin, Hypoxia/Asfiksia dan
kelumpuhan plexus brakhialis. Pada ibu penyulit yang sering menyertai
adalah perdarahan pasca persalinan sebagai akibat atonia uteri walaupun
dapat juga sebagai akibat robekan vagina dan serviks, penyulit-penyulit ini
lebih banyak sebagai akibat makrosomianya dan bukan sebagai akibat
distosia bahu, dapat juga terjadi kematian ibu.

J. Pencegahan Distosia Bahu


Upaya pencegahan distosia bahu dan cidera yang dapat ditimbulkannya
dapat dilakukan dengan cara:
1. Tawarkan untuk melakukan bedah sesar pada persalinan vaginal berisiko
tinggi (janin luar biasa besar >5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan
ibu diabetes, janin besar >4 kg, adanya riwayat distosia bahu pada
persalinan sebelumnya dan kala II yang memanjang
2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu
3. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu
4. Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin, namun menekan suprapubis
atau fundus dan traksi berpotensi meningkatkan cidera pada janin
5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu
diketahui, bantuan diperlukan untuk membuat posisi Mcrobert,
pertolongan persalinan, resusitasi bayi dan tindakan anestesi (bila perlu)
19

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan
tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala
distosia bahu adalah pada proses persalinan normal kepala lahir melalui
gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik ke dalam dan tidak
dapat mengalami putaran paksi luar yang normal. Disebabkan oleh karena
faktor-faktor komplikasi pada maternal atau neonatal. Untuk
penatalaksanaannya dilakukan episiotomi secukupnya dan dilakukannya
Manuver Mc.Robert, karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat
mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

B. Saran
1. Ibu Hamil
Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar
melakukan kunjungan / pemeriksaan ANC maksimal 4 x selama
kehamilan, untuk mengetahui perubahan berat badan pada ibu dan bayi
bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang
mengalami riwayat penyakit sistematik dan berfungsi juga untuk
mendeteksi secara dini adanya komplikasi. Sehingga nantinya bisa
didiagnosa apakah ibu bisa bersalin dengan normal atau tidak.
2. Petugas Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar memiliki kompetensi yang
baik khususnya bidan agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara
mengurangi komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan
bersalin.

Anda mungkin juga menyukai