Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DISTORSI BAHU

DISUSUN OLEH :

Kelompok III

Maskanah
Mintorowati
Saeful hidayat
Siti Maghfiroh
Siti nur Asiyah
Suhartono
Abu Muslim

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN 2019/2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan suatu proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan atau
berupaya mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih dapat
hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan.
Menurut dari cara persalinannya dibagi menjadi dua, yaitu: Persalinan biasa atau normal
(eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu),
pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran
plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa
tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi. Serta persalinan abnormal merupakan
persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun melalui dinding perut dengan operasi
caesarea.
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi perputaran lagi paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada
pada sumbu miring (oblique) dibawah rambut pubis. Dorongan saat ibu mengedan akan
menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan
putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi anterior
posterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis. Distosia
bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat kedalam
panggul (misalnya pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang
pendek pada multipara sehingga kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat
pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami
pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk kedalam panggul. Janin besar
adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Frekuensi bayi yang lahir dengan badan lebih
dari 4000 gram adalah 5,3 % dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4 %. Pernah dilaporkan
berat bayi lahir pervaginam 10,8 – 11,3 Kg (Lewellpyn, 2001).
Dari kasus tersebut, dapat diartikan distosia merupakan suatu penyulit dalam persalinan,
sedangkan distosia bahu adalah penyulit persalinan pada bahu janin. Angka kejadian distosia
bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia

2
bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan
maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis dapat membuat rumusan masalah dari makalah
ini:

1. Apa yang dimaksud dengan distosia bahu?


2. Apa penyebab dari distosia bahu?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari distosia bahu?
4. Bagaimana patofisiologi distosia bahu?
5. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari distosia bahu?
6. Bagaimana prognosis yang terjadi pada distosia bahu?
7. Bagaimana pemeberian asuhan keperawatan pada distosia bahu?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini, yakni:

1. mengetahui pengertian dari distosia bahu


2. mengerti penyebab dari distosia bahu
3. mengerti tanda dan gejala dari distosia bahu
4. mengerti patofisiologi dari distosia bahu
5. mengerti komplikasi dari distosia bahu
6. mengerti prognosis dari sistosia bahu
7. mengetahui asuhan keperawatan dari distosia bahu

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Secara harfiah, distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lama
lambatnya kemajuan persalinan. Secara umum, persalinan yang abnormal sering terjadi apabila
terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Kelainan persalinan ini
adalah konsekuensi empat kelainan yang dapat berdiri sendiri atau berkombinasi: a). kelainan
gaya dorong (ekspulsi) baik akibat gaya uterus yang kurang kuat atau kurangnya koordinasi
untuk melakukan pendataran dan dilatasi serviks (disfungsi uterus), maupun kurangnya upaya
otot volunteer selama persalinan kala dua, b). kelainan tulang panggul ibu yaitu panggul
sempit, c) kelainan presentasi, posisi atau perkembangan janin dan kelainan jaringan lunak
saluran reproduksi yang membentuk halangan bagi turunnya janin. (Cunningham, Gary: 2005)
Antonim bahasa Yunani untuk eutosia, atau persalinan normal adalah distosia yang
menandakan persalinan yang abnormal atau sulit. distosia dapat terjadi akibat beberapa
kelainan tertentu yang melibatkan serviks, uterus, janin, tulang panggul ibu, atau obstruksi lain
di jalan lahir.
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul
akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan. (Bobak: 2004)
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung melebar dari satu sisi
kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah anak pada pintu atas panggul menjelang
persalinan. Bila pasien berada pada persalinan lanjut setelah ketuban pecah, bahu dapat terjepit
kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan atau lengan keluar dari vagina. Presentasi bahu
terjadi bila poros yang panjang dari janin tegak lurus atau pada sudut akut panjangnya poros

4
ibu, sebagaimana yang terjadi pada letak melintang. Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi
dengan dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas, obstruksi panggul.
Distosia bahu merupakan kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas
sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa
lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih
mudahnya distosia bahu merupakan kejadian dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Klasifikasi Distosia
1. Distosia karena kelainan tenaga
2. Distosia karena kelainan letak serta bentuk janin.
3. Distosia karena kelainan panggul
4. Distosia karena kelainan traktus genitalis (Hanifah, 2006).

2.2 Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dari distosia bahu adalah:
1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Namun, pada
distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar
yang normal.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu
juga dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga mengalami obesitas.
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil
melahirkan bahu.
4. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
5. Dagu tertarik dan menekan perineum
6. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga
tampak masuk kembali ke dalam vagina.

2.3 Etiologi
Secara umum, keadaan berikut yang dapat menyebabkan distosia adalah:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya
mengedan ibu (kekuatan atau powers ).
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir atau passage ). Walaupun kekuatan gaya
ekspulsifnya mungkin normal, memiliki kelainan struktur atau karakter jalan lahir
5
yang menimbulkan hambatan mekanis terhadap turunnya bagian terbawah janin yang
tidak teratasi
3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar,
dan jumlah bayi (penumpang atau passengers )
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respon psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem pendukung. Penyebab
dari distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat
ke dalam panggul (misalnya pada makrosomia) yang disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu
cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah
melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu
berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

2.4 Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada
sumbu miring (oblique) di bawah rambut pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan
meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis
sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
2.5 Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada
umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala
yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu
atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar
selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada anensefalus. Apabila kepala anak
sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat
meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan
melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brokhialis & muskulus
sternokleidomastoidelis.

6
2.6 Komplikasi
1. Infeksi intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama,
terutama bila disertai pecahnya ketuban. bakteri di dalam cairan amnion dan menginvasi
desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.
Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi
serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina
ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila
dicurigai terjadi distosia.
2. Ruptur uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat
seksio sesaria. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar
sehingga kepala tidak cakap dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi
sangat terengang yang kemudian dapat menyebabkan ruptur.
3. Cincin retraksi patologis
Cincin ini sering timbul akibat persalianan yang terhambat, disertai peregangan dan
penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat terlihat
jelas sebagai suatu indentasi abdomen dan menandakan ancaman akan rupturya segmen
bawah uterus.
4. Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak
maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya
dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan
sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan
dengn munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal atau rektovaginal.
5. Cedera otot dasar panggul
Saat pelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin
serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan
melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomis di otot,
saraf dan jaringan ikat.

7
6. Efek pada janin
Apabila panggul sempit dan juga terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus,
risiko janin dan ibu akan muncul infeksi intrapartum bukan saja merupakan penyulit yang
serius pada ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian dan neonates. Hal ini
disebabkan karena bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi
desidua serta pembuluh korion, sehingga terjadi bakterimia pada ibu dan janin. Pneumoni
janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya.

2.7 Faktor Resiko


Sejumlah karakteristik ibu, janin dan intrapartum sering menyertai distosia bahu.
beberapa faktor risiko pada ibu, termasuk obesitas, multiparitas dan diabetes berpengaruh
terhadap distosia bahu akibat pengaruhnya pada peningkatan berat lahir. Hubungan antara
kehamilan lewat waktu dengan distosia bahu tampaknya disebabkan karena banyak janin terus
tumbuh setelah usia 42 minggu. Penyulit intrapartum yang dihubungkan dengan distosia bahu
adalah pelahiran dengan forceps tengah serta persalinan kala satu dank ala dua yang
memanjang.

2.8 Penatalaksanaan
Metode Persalinan Distosia Bahu
1. Manuver Mc. Roberts :
-
Posisi Walcher: Hiperfleksi kaki kearah perut sehingga terjadi pelebaran jalan lahir

dan mengubah sudut inklinasi dari 25 derajat menjadi 10 derajat.
- 
Kepala janin tarik curam kebawah sehingga memudahkan persalinan bahu depan

Maneuver Mc Robert

8
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen
sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic
secara bersamaan (panah vertikal).
2. Manuver Hibbard dan Resnick
- 
Lakukan episiotomi luas untuk melebarkan jalan lahir
- 
Kepala ditarik curam kebawah, sehingga bahu depan lebih mudah masuk PAP
- 
Tekan bahu depan diatas simfisis, sehingga dapat masuk PAP
3. Manuver Woods Cork Screw
-
Fundus uteri didorong kebawah sehingga lebih menekan bagian terendah janin,

untuk masuk PAP
- 
Bahu belakang diputar menjadi bahu depan sehingga secara spontan lahir

Maneuver Wood.
Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian
diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis.

4. Melahirkan bahu belakang

9
-
Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin
dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan

mempertahankan posisi fleksi siku
- 
Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
- 
Lengan posterior dilahirkan

5. Maneuver Rubin Terdiri dari 2 langkah :


-
Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada

abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian

ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi

kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan

dari simfisis pubis.

6. Manuver Zevanelli

Kepala janin sudah berada diluar, dimasukkan kembali kedalam vagina Diikuti
dengan persalinan seksio sesarea

Bahaya besar karena akan terjadi ekstensi luka operasi di SBR dan menimbulkan
trauma jalan lahir lebih besar.
7. Teknik Kleidotomi

Dilakukan pemotongan tulang klavikula bawah sehingga volume bahu mengecil dan
selanjutnya persalinan dapat berlangsung

Bila diperlukan dapat dilakukan pemotongan tulang klavikuladepan
8. Simfisiotomi
Untuk melebarkan jalan lahir sehingga bahu dapat lahir.
Komplikasi simfiotomi :

10

Ketidaknyamanan yang berkepanjangan dan nyeri

Ruptura vesika urinaria
(Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri ; Ginekologi dan KB ; 455)
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian terdapat data awal yakni pengkajian fisik dan pengkajian
selanjutnya yang dapat memberikan informasi tentang frekuensi, lama dan intensitas
kontraksi uterus, status serviks, denyut jantung janin, presentasi dan stasiun janin, serta
status membran. Data laboratorium seperti pH kulit kepala, dapat mengidentifikasi distress
janin, hasil ultrasonografi dapat mengidentifikasi masalah disfungsi persalinan potensial
yang terkait dengan janin atau panggul ibu. Seluruh pengkajian ini membantu identifikasi
akurat diagnose keperawatan yang potensial dan actual, yang berhubungan dengan distosia
dan gangguan pada ibu janin.

Pada pengkajian dibedakan menjadi:


1) Data Subjektif
Data subjektif terdiri dari:
a) Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama klien, usia, suku, pendidikan, agama, pekerjaan
dan alamat
b) Keluhan utama klien
Keluhan yang dirasakan pada ibu dan biasanya mengeluh rasa mulas dan nyeri
pinggang
c) Pergerakan janin dalam 24 jam terakhir
Ibu mengatakan masih merasakan gerakan janin, gerakan aktif sebanyak 20 kali
dalam 24 jam
d) Makan dan minum terakhir Mengetahui jumlah asupan nutrisi dan cairan yang
terakhir ibu konsumsi, serta jenis nutrisi yang telah dikonsumsi
e) Pola eliminasi
Mengetahui pola eliminasi pada ibu meliputi BAB dan BAK
f) Istirahat
Mengetahui pola istirahat dan tidur, apakah ada gangguan dalam tidur.
g) Kondisi psikologis
11
Mengetahui adakah perasaan cemas dalam proses persalinannya
2) Data Objektif
Data Objektif yang dapat diperoleh dalam pengkajian, meliputi:
1. Keadaan Umum, seperti tingkat kesadaran klien
2. Tanda-tanda vital: Tekanan darah, suhu, nafas, nadi
3. Inspeksi secara head to toe mulai dari rambut, muka, leher, telinga, mamae,
perut, punggung dan pinggang serta ektremitas atas dan ekstremitas bawah
4. Palpasi: Lakukan palpasi dengan memberikan tindakan Leopold 1, Leopold 2,
Leopold 3, dan Leopold 4
5. Auskultasi: Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ) di bagian bawah pusat
sebelah kiri
6. Perkusi: Reflek patella
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang potensial dan actual, yang dapat diidentifikasi pada
wanita yang mengalami distosia ialah sebagai berikut:
a) Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang lambat
b) Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan kelahiran premature dan rupture
ketuban atau berhubungan dengan prosedur operasi
c) Nyeri yang berhubungan dengan distosia dan prosedur obstetric
d) Risiko tinggi cidera janin yang berhubungan dengan gangguan pada janin
e) Risiko tinggi cedera maternal yang berhubungan dengan intervensi penanganan
distosia
f) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan prosedur operasi
g) Gangguan rasa nyaman (cemas) berhubungan dengan ancaman yang nyata
atau potensial terhadap diri sendiri dan janin 3.
Intervensi keperawatan
- 
Diagnosa 1: Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang lambat
Intervensi:
a. Kaji tingkat ansietas
b. Berikan rasa nyaman pada klien
c. Singkirkan stimulasi yang berlebihan
d. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
e. Pahami perasaan klien terhadap situasi stress
12
f. Minta suami atau keluarga untuk mendampingi selama proses persalinan untuk
memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut
g. Ajarkan klien teknik relaksasi
-
Diagnosa 2: Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan kelahiran premature dan

rupture ketuban atau berhubungan dengan prosedur operasi Intervensi:
h. Kaji tanda dan gejala terjadinya infeksi
i. Pantau terhadapa peningkatan suhu sebagai tanda infeksi
j. Perhatikan teknik aseptic selama proses persalinan
k. berikan perawatan yang berhubungan dengan proses kelahiran dan rupture
ketuban
Bantu dan implementasikan intervensi untuk distosia (misalnya posisi, version,
peningkatan proses persalinan, dan pematangan servikal)
1. Kaji DJJ selama proses berlangsung
2. Kaji tanda-tanda vital kehamilan
3. Nilai tingkat kenyamanan selama prosedur yang menyakitkan.
4. Berikan pendidikan kesehatan dan informasi pada ibu dan keluarga
5. Berikan dukungan emosional pada ibu dan keluarganya
6. Berikan perawatan kolaboratif
Intervensi yang dapat diberikan secara kolaboratif seperti versi sefalik luar ( external
cephalic version), partus percobaan (trial of labor), induksi atau augmentasi dengan
oksitosin, amniotomi, dan prosedur operatif misalnya upaya melahirkan dengan
bantuan forsep, ekstrasi vakum, dan kelahiran sesaria.

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keefektifan asuhan keperawatan pada ibu yang mengalami distosia
berdasarkan hasil yang diharapkan adalah:
a. Mengerti penyebab dan treatment persalinan disfungsional.
b. Menggunakan pola koping yang positif untukmempertahankan konsep diri positif.
c. Mengekspresikan rasa cemasnya berkurang atau minimal
d. Pengalaman persalinan dan kelahiran dengan minimal atau tidak ada komplikasi
seperti infeksi, cedera, atau hemoragik
e. Kelahiran bayi yang sehat, dimana tanpa mengalami cedera kelahiran
f. Mengunggkapkan bahwa nyerinya berkurang
13
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Secara harfiah, distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lama
lambatnya kemajuan persalinan. Secara umum, persalinan yang abnormal sering terjadi
apabila terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir.
Distosia bahu merupakan kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas
sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut
bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih
mudahnya distosia bahu merupakan kejadian dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak
dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.

4.2 Saran
Diharapkan kepada ibu yang selama dalam masa kehamilan agar melakukan
kunjungan / pemeriksaan kehamilan, dengan tujuan untuk mengetahui perubahan berat
badan pada ibu dan bayi bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu
yang mengalami riwayat penyakit sistematik. Agar nantinya bisa didiagnosa apakah ibu
bisa bersalin secara normal atau tidak normal.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Ed 4. Jakarta. Penerbit:


Buku Kedokteran EGC
Cunningham. 2004. Obstetri Wiliam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta :J aringan Nasional Pelatihan
Klinik Kesehatan Reproduksi
Komar, Syamsudin. 2004. Bunga rampai Obstetri. Palembang: bagian obstetric
dan ginekologi Universitas Sriwijaya
Llwenllyn – Jones, Derek.2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6 Jakarta
: Hipokrates
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2005. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstertri
Ginekologi dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
Mochtar R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi ke-2. Jakarta : EGC
Saifudin, Abdul Bari .2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Winkjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Winkjosastro, Hanifah. 2006. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Winkjosastro, Hanifah.2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

15

Anda mungkin juga menyukai