Anda di halaman 1dari 72

Komplikasi dan Penanganan

Awal Kegawatdaruratan
Neonatal

Novita Ika Wardani


• ASFIKSIA
• BBLR
• IKTERIK
• Bayi Tetanus
ASFIKSIA

BAGAIMANA
PERNAFASAN JANIN???
• Pusat pernapasan dipengaruhi oleh konsentrasi
oksigen dan karbondioksida di dalam tubuh janin.
Apabila terdapat gangguan pada sirkulasi utero-
plasenter dan saturasi oksigen menurun, maka
terjadi gangguan dalam keseimbangan asam dan
basa yang dapat melumpuhkan pusat pernapasan
janin.
• Pada permukaan paru-paru yang telah
matur ditemukan lipoprotein yang
berfungsi untuk mengurangi tahanan
pada permukaan alveoli dan
memudahkan paru-paru berkembang
pada penarikan napas pertama oleh janin.
Pengembangan paru-paru ini disebabkan
oleh adanya tekanan negatif di dalam
dada.
• Pada waktu partus pervaginam, khususnya pada waktu badan
melalui jalan lahir, paru-paru seakan tertekan dan diperas,
sehingga cairan-cairan yang mungkin ada di jalan pernapasan
dikeluarkan secara fisiologik dan mengurangi adanya bagian-
bagian paru-paru yang tidak berfungsi karena tersumbat.
• Bayi asfiksia maka memberikan segera jalan napas dan
memberikan pada bayi oksigen, untuk meningkatkan saturasi
oksigen
• Uterus berkontraksi, dalam keadaan ini darah di dalam
sirkulasi utero-plasenter seolah-olah diperas ke dalam vena
umbilikalis dan sirkulasi janin, sehingga jantung janin
terutama serambi kanan berdilatasi. Akibatnya, apabila
diperhatikan bunyi jantung janin segera setelah kontraksi
uterus hilang, akan terdengar melambat
ASFIKSIA
INTRA
UTERINE
Pengertian
Asfiksia intrauterin adalah suatu keadaan
dimana janin dalam rahim kekurangan
oksigen dan kemudian diikuti dengan
penimbunan asam asetat serta karbon
dioksida (CO2) sehingga mengakibatkan
keadaan asidosis intrauterin.
• Hipoksia yaitu penurunan kadar oksigen
dalam darah
• Tanpa oksigen yang adekuat, denyut
jantung janin kehilangan variabilitas
dasarnya dan menunjukkan deselerasi
(perlambatan) lanjut pada kontraksi
uterus.
• Bila hipoksia menetap, glikolisis
(pemecahan glukosa) anaerob
menghasilkan asam laktat dengan pH janin
yang menurun. Sehingga terjadi asidosis
intrauterin (asfiksia)
Gejala
• DJJ bradikardia (DJJ <120), takikardia
(DJJ>160), tidak adanya variabilitas (depresi
system saraf otonom janin) atau deselerasi
lanjut (hipoksia janin yang disebabkan
insufisiensi uteriplasenter).
• Kurangnya gerakan janin, min 10 kali per 24
jam.
• Pertumbuhan janin terhambat (PJT).
• Mekoneum dalam air ketuban.
• PH darah janin (pH kulit kepala < 7,20
menandakan hipoksia)
Diagnosa
• Pasien umumnya termasuk kategori
kehamilan risiko tinggi (high risk pregnancy).
• Abnormalitas bunyi jantung janin.
• Berkurangnya aktivitas / gerakan janin, yakni,
4 kali per 10 menit (bisa dilihat dengan
kardiotokografi).
Gawat Janin
Terjadi gawat janin :
• Jika sedang di infus oksitosin maka STOP
• Ibu berbaring miring ke kiri
• Cari penyebabnya DEMAM Atasi demam
• Lakukan pemeriksaan dalam ( kemajuan
persalinan, kompresi tali pusat, air ketuban
sedikit).
• DJJ normal Observasi
• DJJ abnormal Kala I : SC
Kala II : Vacum
Etiologi
Gangguan sirkulasi Faktor ibu
menuju janin. a. Gangguan his: tetania uteri-
Gangguan aliran pada tali hipertoni
b. Turunnya tekanan darah
pusat(Lilitan tali pusat, mendadak: perdarahan
Tekanan pada tali pusat, pada plasenta previa dan
Ketuban telah pecah, solusio plasenta
Kehamilan lewat waktu) c. Vaso kontriksi arterial:
hipertensi pada hamil dan
gestosis pre-eklampsia-
eklampsia
d. Gangguan pertukaran
nutrisi/O2: solusio plasenta
Janin resiko mengalami hipoksia
• Janin pertumbuhannya lambat
• Janin dari ibu diabetes
• Janin preterm dan posterm
• Janin dengan kelainan letak
• Janin kelainan bawaan atau infeksi

Gawat janin dalam persalinan


• Persalinan lama
• Induksi persalinan dengan oksitosin
• Ada perdarahan atau infeksi
• Insufisiensi plasenta
Penatalaksanaan
1. Posisi ibu diubah dari posisi terlentang ke posisi lateral kiri
sebagai usaha untuk membebaskan kompresi aortokaval dan
memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah
uteroplasenter.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter per menit sebagai
usaha untuk meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksitosin dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu
curahan darah ke ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infuse IV dekstrosa 5% dalam larutan
ringer laktat. Transfusi darah dapat diindikasikan pada syok
hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan
menentukan perjalanan persalinan.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir
mengurangi risiko aspirasi mekoneum.
Komplikasi
• IUGR
• Asidosis
• Iskemia usus dan ginjal, serta perdarahan
intraventrikuler di otak.
• Iskemia miokardium dan serebral
• IUFD
• Asfiksia Neonatorum
ASFIKSIA
EKSTRA
UTERINE
Apa yang anda lihat???
Pengertian
• Asfiksia neonatorum adalah kegagalan
bernapas secara spontan dan teratur  pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
yang ditandai dengan keadaan O2 di dalam
darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia ( CO2
meningkat) dan asidosis.
Gejala
• Bayi tidak bernapas atau napas megap-
megap, denyut jantung kurang dari 100
x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot
menurun, tidak ada respon terhadap refleks
rangsangan.
• Apnu primer : gerakan pernafasan akan
berhenti, DJJ mulai menurun, tonus
neuromuskular berkurang berangsur-angsur.
• Apnu sekunder : pernafasan megap-megap
yg dalam, DJJ terus menurun, tekanan darah
mulai menurun dan bayi lemas.
Etiologi
• Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor
ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan
iskemia jaringan menyebabkan perubahan
fungsional dan biokimia pada janin. Faktor
ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Faktor ibu :
• Preeklamsia, eklamsia,
perdarahan, partus lama,
demam, infeksi berat, postterm
Faktor plasenta
• Infark plasenta, hematom
plasenta, lilitan tali pusat, tali
pusat pendek, prolapsus talipusat
Faktor bayi
• Prematur, air ketuban campur
mekonium, kelainan kongenital
Diagnosis
• Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir,
lahir tidak bernafas/menangis, air ketuban
keruh
• Pemeriksaan fisik : bayi tidak nafas/ megap-
megap, lemas, kulit pucat, tonus otot
menurun, denyut jantung <100x/mnt,
Penilaian Dini
Penilaian awal yang dilakukan untuk melakukan
resusitasi yaitu :
• Pernapasan
• Denyut jantung
• Warna
Penilaian Asfiksia BBL

Klinis 0 1 2
Appearance Biru pucat Tubuh merah Merah
(Warna Kulit) ekstrimitas biru seluruh
tubuh
Pulse Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
(Denyut Jantung)
Grimace Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
(Refleks saat jalan
nafas dibersihkan)
Activity Lunglai Fleksi ekstrimitas Fleksi kuat
(Tonus otot) (lemah) gerak aktif
Respiration Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
(Pernafasan)
Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit
ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit 
masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7.
Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi
karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor Apgar)
Komplikasi
• Kematian
• Kerusakan Otak : hipoksik iskemik
ensefalopati, edema serebri
• Jantung dan paru : perdarahan paru, edema
paru
• Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
• Hematologi : DIC
Penatalaksanaan

Drugs
Circulation

Airway Breathing
AIRWAY
Langkah awal HAIKAL :
Hangatkan
Atur posisi kepala bayi
Isap lendir
Keringkan sambil rangsang taktil
Atur posisi kembali
Lakukan penilaian : usaha napas, menangis,
tonus oto
Breathing (VTP)
• Ventilasi adalah bagian dari tindakan
resusitasi untuk memasukkan sejumlah
udara ke dalam paru dengan tekanan positip
yang memadai untuk membuka alveoli paru
agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur
• Pastikan kepala bayi sudah benar posisinya, kemudian
pasang sungkup dengan benar sehingga melingkupi hidung,
mulut dan dagu.
• Lakukan ventilasi percobaan (2x), lihat apakah dada bayi
mengembang setelah dilakukan peniupan 2 kali. Bila dada
mengembang lanjutkan VTP
• VTP dilakukan sebanyak 20-30x dalam 30 detik (cara
menghitung: 1-lepas-lepas, 2-lepas-lepas)
• Bila dada bayi tidak mengembang: periksa posisi sungkup,
posisi kepala apakah sudah setengah ekstensi, periksa
apakah masih ada sumbatan jalan nafas.
• Bila bayi mulai bernafas normal (30-60 x/menit) tidak ada
retraksi dada, tidak merintih maka hentikan ventilasi.
• Bila bayi tetap tidak bernafas dalam 60x/menit lanjut VTP
dengan kompresi dada selama 30 detik 3:1 (3xkompresi dan
1xVTP)
1......... Lepas…....lepas………2…….…lepas……..lepas
Circulation
• Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari
dinding dada dengan kedua tangan dan menggunakan ibu
jari untuk menekan sternum atau dengan menahan
punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung
dari jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk
menekan sternum.
• Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan
kedalaman ± 1,5 cm dan dengan frekuensi 90x/menit.
• Dalam 3x penekanan dinding dada dilakukan 1x ventilasi
sehingga didapatkan 30x ventilasi per menit. Perbandingan
kompresi dinding dada dengan ventilasi yang dianjurkan
adalah 3 : 1.
• Evaluasi denyut jantung dan warna kulit tiap 30 detik.
Drugs
• Pemberian suntikan adrenalin (epineprin) dengan
dosis 0,01-0,03 mg/kgBB secara IV.
Bila bayi mulai bernafas normal (30-60 x/m) tidak ada
retraksi dada, tidak merintih maka hentikan tindakan.
• Bila setelah 2-3 menit bayi tetap tidak bernafas,
Denyut Jantung > 60 x/m lanjutkan VTP,
• Bila Denyut jantung <60 x/m lakukan kompresi dada
(RJP) "siapkan rujukan".
• Bila bayi tetap tidak bernafas setelah 20 menit
"pertimbangkan untuk menghentikan tindakan
resusitasi"
Menghentikan Kompresi Dada
INTUBASI ENDOTRAKEAL
• Pada saat menghisap bayi yang lahir dengan
mekonium dan bayi mengalami depresi
pernapasan, tonus otot atau frekuensi
jantung < 100 kali per menit maka intubasi
dilakukan sebagai langkah pertama, sebelum
memulai tindakan resusitasi yang lain.
Tujuan
• Pada saat ventilasi tekanan positif tidak cukup
menghasilkan perbaikan kondisi. Membuat
pengembangan dada atau jika ventilasi tekanan
positip berlangsung lebih dari beberapa menit
• Pada saat membantu koordinasi ventilasi dan
kompresi dada, dapat memaksimalkan efesiensi
ventilasi tekanan positip.
• Pada saat epinefrin diperlukan untuk stimulasi
frekuensi jantung maka cara yang umum adalah
memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui
pipa endotrakeal sambil menunggu akses intravena.
Alat
1. Laringoskop dengan baterai cadangan.
2. Daun laringoskop. No.1 untuk bayi cukup bulan,no.0 untuk bayi
kurang bulan, no 00 untuk bayi sangat kurang bulan.
3. Pipa endotrakeal dengan diameter 2,5 ;3,0;3,5 dan 4,0 mm.
4. Stilet (bila tersedia) yang cocok dengan pipa endotrakeal yang ada
5. Pemantau atau pendeteksi CO2 (bila tersedia).
6. Penghisap dengan kateter penghisap no.10F atau yang lebih besar,
dan no.5F atau 6F dan 8F untuk menghisap melalui pipa endotrakeal.
7. Plester
8. Gunting
9. Jalan napas oral/mayo
10.Aspirator mekonium
11.Stetoskop
12.Balon mengembang sendiri, resevoar, selang oksigen dan sumber
oksigen.
• Indikasi pemberian epinefrin adalah bila frekuensi jantung di
bawah 60 kali per menit setelah anda melakukan ventilasi
tekanan positif secara efektif selama 30 detik dan dilanjutkan
VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik.
• Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum anda melakukan
ventilasi dengan adekuat, karena waktu yang digunakan untuk
pemberian epinefrin lebih baik digunakan untuk ventilasi dan
oksigenisasi yang efektif, selain itu epinefrin akan
meningkatkan beban dan konsumsi otot jantung sehingga bila
kekurangan oksigen akan mengakibatkan kerusakan otot
jantung. Pemberian epinefrin lebih direkomendasikan melalui
intravena dibanding endotrakeal
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
(BBLR)
• BBLR : bayi baru lahir dengan berat badanny saat lahir
kurang dari 2500 gr.

Berdasarkan penanganannya:
• Bayi berat lahir rendah (BBLR) : 1500-2500gr
• Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) : <1500gr
• Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) : <1000 gr
Berdasarkan gestasinya:
• PREMATUR : kurang bulan (<37mg) dan BB sesuai usia
kehamilan. Kepalarelatif lebih besar dari badannya, kulit
tipis, transparan, lemak subkutan kurang, tangisnya
lemah dan jarang.
• DISMATUR : cukup bulan dan BB kurang dari BB
seharusnya sesuai dengan usia kehamilan.
Penyebab
Faktor dari ibu :
Penyakit
• Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
• Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
• Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
Ibu
• Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia <
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
• Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
• Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
Keadaan sosial ekonomi
• Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
• Aktivitas fisik yang berlebihan
Faktor janin
• kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan),
gawat janin, dan kehamilan kembar.
Faktor plasenta
• hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar
(sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
Faktor lingkungan
• tempat tinggal di dataran tinggi, terkena
radiasi, serta terpapar zat beracun.
Permasalahan BBLR
• Ketidakstabilan suhu tubuh
• Gangguan pernafasan
• Imaturitas imunologis
• Masalah gastrointestinal dan nutrisi
• Imaturitas hati
• Hipoglikemi
Penanganan
• Mempertahankan suhu dengan ketat
---Metode kanguru
• Mencegah infeksi dengan ketat
• Pengawasan nutrisi/ASI
• Penimbangan ketat

Kebutuhan cairan bayi baru lahir 120-150


ml/kg/hari atau 100-120 cal/kg/hari
IKTERUS
• Ikterus adalah gambaran klinis berupa
pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir
katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak
bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL
Klasifikasi
Ikterus fisiologisI
• Timbul pada hari kedua-ketiga.
• Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL
pada neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.
• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
• Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.
• Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.
• Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu.
Ikterus patologis
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
• Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup
bulan dan 10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.
• Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.
• Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
• Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi
atau keadaan patologis lain yang telah diketahui.
• Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL
Penyebab
• Fase Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi
pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan
pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
– Kelainan sel darah merah
– Infeksi seperti malaria, sepsis.
– Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti:
obat – obatan, maupun yang berasal dari
dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi
transfuse dan eritroblastosis fetalis
• Fase Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan
menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang
larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan
mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan
terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal
dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan
bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada
bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna
dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
• Fase Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi
bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan
meningkat dan juga menyebabkan bendungan di
dalam hati sehingga bilirubin darah akan
mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang
kemudian menyebabkan peninggian kadar
bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan:
hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
Penatalaksanaan
Tujuan :
• Menghilangkan Anemia
• Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
• Meningkatkan Badan Serum Albumin
• Menurunkan Serum Bilirubin

• Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi :


Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan
Therapi Obat, Menyusui Bayi dengan ASI, Terapi Sinar
Matahari
BAYI TETANUS
• Tetanus neonatorum adalah penyakit
tetanus yang terjadi pada neonatus yang
disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu
bakteria yang mengeluarkan toksin
(racun) yang menyerang sistem saraf
pusat.
• Clostridium tetani merupakan bakteria
Gram positif dan dapat menghasilkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksik.
Toksin ini (tetanospasmin) dapat
menyebabkan kekejangan pada otot
Faktor resiko
• Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik
dan Biologik
• Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
• Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
• Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan
Persalinan
• Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Gejala
• Bayi yang semula dapat menetek menjadi
sulit menetek karena kejang otot rahang
dan faring
• Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan
• Kejang terutama bila terkena cahaya,
suara dan sentuhan
• Kadang disertai sesak nafas dan wajah
bayi membiru
Penanganan
• Mengatasi kejang dengan memberikan
suntikan anti kejang
• Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan
membersihkan jalan nafas.Spanel lidah
• Mencari tempat masuk spora tetanus
umumnya di tali pusat atau di telinga
• Mengobati penyebab tetanus dengan anti
tetanus serum dan antibiotika
• Perawatan yang adekuat
• Bayi ditempatkan dikamar yang tenang
sedikit sinar
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai