Anda di halaman 1dari 50

SISTEM

RUJUKAN

ANJAR ASTUTI,
PENGERTIAN

“Sistem rujukan pelayanan Kesehatan”


merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik secara
vertical maupun horizontal.
**Rujukan horizontal**
adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan jika perujuk tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
**Rujukan vertical** dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan. Dapat dilakukan dari tingkat
pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi atau sebaliknya.

• Rujukan vertikal dari tingkatan


pelayanan yang lebih tinggi ke
• Rujukan vertikal dari tingkatan tingkatan pelayanan yang lebih
pelayanan yang lebih rendah ke rendah dilakukan apabila
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi permasalahan kesehatan pasien
dilakukan apabila pasien membutuhkan dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan spesialistik atau pelayanan kesehatan yang lebih
sub spesialistik, namun perujuk tidak rendah sesuai kompetensi dan
dapat memberikan pelayanan kesehatan kewenangannya.
sesuai dengan kebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/
atau ketenagaan.
Tiga tingkatan fasilitas kesehatan :

 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Faskes I):


pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh puskesmas,
klinik atau dokter umum. Disebut juga Faskes Primer.
 Fasilitas Kesehatan Tingkat Kedua (Faskes II):
pelayanan kesehatan spesialistik oleh dokter spesialis atau
dokter gigi spesialis.
 Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKRTL): 
1. Klinik utama atau yang setara, 2. Rumah Sakit Umum, 3.
Rumah Sakit Khusus.
**Rujukan maternal dan neonatal**
sistem rujukan yang dikelola secara strategis, proaktif,
pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang
membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir.

Agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu


hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan internal dan
neonatal di wilayah mereka berada.
• Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal mengacu pada prinsip utama “kecepatan dan
ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan”.

• Setiap kasus dengan kegawatdaruratan obstetrik dan


neonatal yang datang ke puskesmas Pelayanan Obstetrik
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) harus langsung
dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku
acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal.
• Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien,
kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola
di tingkat puskesmas mampu PONED atau
dilakukan rujukan ke RS Pelayanan Obstetrik dan
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)
untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik
sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya.
TUJUAN

1) Menggambarkan alur kegiatan pelayanan ibu


hamil, persalinan, nifas, dan pelayanan bayi
berdasarkan continuum of care lengkap dengan
Pedoman dan SOP yang terkait dengan sumber
pembiayaan.
2) Menjelaskan uraian tugas (job description)
lembaga-lembaga dan profesi yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan ibu dan anak.
KEBIJAKAN DAN PRINSIP DASAR

• Prinsip utama adalah mengurangi kepanikan dan kegaduhan


yang tidak perlu dengan cara menyiapkan persalinan (rujukan
terencana) bagi yang membutuhkan (pre-emptive strategy).
Sementara itu bagi persalinan emergency harus ada alur yang
jelas.

• Bertumpu pada proses pelayanan KIA yang menggunakan


continuum of care.
• Sarana pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3 jenis:
1) RS PONEK 24 jam,
2) Puskesmas PONED, dan
3) Sarana Pelayanan Kesehatan lainnya (seperti
Puskesmas, Bidan Praktek, Rumah Bersalin,
Dokter Praktek Umum, dan lain-lain).
• Harus ada RS PONEK 24 jam dengan hotline yang
dapat dihubungi 24 jam. Sebaiknya ada hotline di
Dinas Kesehatan 24 jam dengan sistem jaga untuk
mendukung kegiatan persalinan di RS.
PENGGOLONGAN RUJUKAN IBU

• Kelompok A  kelompok ibu hamil yang bermasalah.


Ibu-ibu yang mengalami masalah dalam kehamilan saat
pemeriksaan kehamilan (ANC) dan diprediksi akan
mempunyai masalah dalam persalinan yang perlu dirujuk
secara terencana ke RS PONEK dan Puskesmas PONED
 Kelompok A1 : ANC lanjut di RS PONEK
 Kelompok A2 : ANC lanjut bisa di Puskesmas
(PONED)
• Kelompok B Kelompok ibu hamil yang tidak
bermasalah.
Ibu-ibu yang dalam ANC tidak bermasalah, namun
dalam persalinan, ternyata ada yang bermasalah
sehingga membutuhkan penangganan emergency.
 Kelompok B1 : Ibu-ibu bersalin yang
membutuhkan rujukan emergency ke RS PONEK
24 jam.
 Kelompok B2 : Ibu-ibu bersalin yang ada kesulitan
namun tidak perlu dirujuk ke RS PONEK 24 jam,
dapat dilakukan di puskesmas PONED
 Kelompok B3 : Ibu-ibu yang mengalami persalinan
• Kelompok C  Ibu Nifas.
 Kelompok C1 : Ibu-ibu nifas yang memerlukan
perawatan nifas di RS PONEK
 Kelompok C2 : Ibu-ibu nifas yang memerlukan
perawatan nifas di PONED
 Kelompok C3 : Ibu-ibu nifas yang melakukan
perawatan nifas di rumah
• Kelompok D  Bayi baru lahir.
 Kelompok D1 : Bayi baru lahir yang mempunyai
masalah sehingga perlu dirujuk ke Rumah sakit
PONEK 24 jam.
 Kelompok D2 : Bayi baru lahir yang mempunyai
masalah sehingga perlu dirujuk ke Puskesmas
PONED 24 jam.
 Kelompok D3 : Bayi baru lahir normal dan tidak
mempunyai masalah sehingga tidak perlu dirujuk
dan dapat dilakukan perawatan di Puskesmas, Bidan
Praktek Mandiri maupun Rumah Bersalin.
• Ibu Hamil dapat memperoleh pelayanan ANC di
berbagai Sarana Pelayanan Kesehatan (Bidan,
Puskesmas biasa, Puskesmas PONED, RB, RS biasa
atau RS PONEK).

• Sarana Pelayanan Kesehatan mengidentifikasi jenis


kehamilan dan perkiraan jenis persalinan dari ibu-ibu
yang mendapatkan pelayanan ANC dimasing-masing
sarana.
• Sarana Pelayanan Kesehatan mengelompokan jenis
kehamilan dan jenis persalinan menjadi 2 kelompok.
1) Kelompok A: merupakan ibu-ibu yang dideteksi
mempunyai permasalahan dalam kehamilan dan
diprediksi akan mempunyai permasalahan dalam
persalinan.
2) Kelompok B: merupakan ibu-ibu yang dalam
ANC tidak ditemukan permasalahan.
• Untuk kelompok A, Rujukan bisa dilakukan pada saat
ANC/sebelum persalinan dimana Sarana Pelayanan
Kesehatan akan merujuk Ibu Hamil Kelompok A1 ke
RS PONEK dan A2 ke Puskesmas PONED (kecuali ibu
hamil tersebut sudah ditangani di RS PONEK dan
Puskesmas PONED tersebut sejak ANC).

• Sarana Pelayanan Kesehatan akan menangani persalinan


ibu Hamil Kelompok B.
• Pada saat persalinan Sarana Pelayanan Kesehatan
akan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya
penyulit pada persalinan menggunakan proses dan
tehnik yang baik (misalnya penggunaan partograf).
• Sarana pelayanan kesehatan mengelompokkan jenis
persalinan menjadi 3 kelompok:
1) Kelompok B1: Ibu-ibu yang mengalami
permasalahan di dalam persalinan dan harus
dirujuk emergency (dirujuk dalam keadaan in-
partu) di RS PONEK (kecuali persalinan memang
sudah ditangani di RS PONEK).
2) Kelompok B2: Ibu-ibu yang mengalami
permasalahan di dalam persalinan tapi tidak
memerlukan rujukan ke RS PONEK tetapi cukup
di Puskesmas PONED.
3) Kelompok B3: Ibu-ibu dengan persalinan
normal dapat ditangani di semua sarana
pelayanan kesehatan/pelayanan persalinan
(Puskesmas, BPM, RB, RS non PONEK).
• Bayi baru lahir tanpa komplikasi dapat ditangani di seluruh
jenis sarana pelayanan kesehatan termasuk RS PONEK apabila
sang ibu bersalin di RS PONEK tersebut (karena masuk
kelompok A1 dan B1).

• Bayi baru lahir dengan komplikasi dapat lahir dari ibu dengan
komplikasi persalinan maupun dari ibu yang melahirkan
normal, baik di Rumah Sakit PONEK atau di sarana pelayanan
kesehatan primer.

• Bayi baru lahir yang telah pulang pasca kelahiran dan


kemudian kembali lagi ke fasilitas kesehatan karena menderita
sakit juga termasuk dalam manual rujukan ini.
• Bayi baru lahir kontrol ke sarana pelayanan kesehatan
sesuai dengan surat kontrol yang diberikan oleh fasilitas
kesehatan di tempat kelahiran.

• Pengelompokan tingkat kegawatan bayi baru lahir


dilakukan berdasarkan algoritme Manajemen Terpadu
Bayi Muda (MTBM). Bayi baru lahir dengan sakit berat
dirujuk ke Rumah Sakit PONEK, bayi baru lahir dengan
sakit sedang dirujuk ke Puskesmas PONED, sementara
bayi baru lahir sakit ringan ditangani di sarana
pelayanan kesehatan primer atau di sarana pelayanan
kesehatan tempat bayi melakukan kontrol.
ALUR RUJUKAN DARI HULU KE HILIR
• Semua pasien rujukan maternal dan neonatal ke RS
masuk melalui instalasi gawat darurat (IGD), sesegera
mungkin dilakukan identifikasi dan pengambilan
keputusan untuk melakukan tindakan.

• Segala urusan administrasi dapat dilakukan kemudian,


prinsip utama adalah ibu dan BBL segera mendapat
pelayanan untuk stabilisasi keadaan umum atau
melakukan tindakan yang cepat, tepat, aman, dan
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.
• Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan
langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat.

• Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus


mampu melakukan stabilisasi pasien dengan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang
sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan
di desa sebelum melakukan rujukan ke puskesmas
mampu PONED dan RS PONEK
• Puskesmas mampu PONED dapat melakukan
pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai
dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan pada RS PONEK.

• RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk


memberikan pelayanan PONEK langsung terhadap ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik
yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat,
bidan di desa dan puskesmas, puskesmas mampu
PONED.
ALUR PASIEN RUJUKAN
MATERNAL DAN NEONATAL
DALAM RUMAH SAKIT
BEBERAPA HAL YG HARUS DIPERHATIKAN
DALAM MERUJUK KASUS GAWAT
DARURAT
1) Stabilisasi penderita dengan pemberian oksigen,
cairan infus intravena, transfusi darah serta obat-obatan.
Stabilisasi kondisi penderita dan merujuknya dengan
cepat dan tepat sangat penting (essensial) dalam
menyelamatkan kasus gawat darurat, tidak peduli jenjang
atau tingkat pelayanan kesehatan.
2) Tata cara untuk memperoleh transportasi dengan
cepat bagi kasus gawat darurat harus ada pada setiap
tingkat pelayanan kesehatan, sehingga dibutuhkan
koordinasi dengan semua komponen.
3) Penderita harus didampingi oleh tenaga yang
terlatih (dokter/ bidan/perawat) sehingga cairan
infus intravena dan oksigen dapat terus diberikan.
Apabila pasien tidak dapat didampingi oleh tenaga
terlatih, maka pendamping harus diberi petunjuk
bagaimana menangani cairan intravena dalam
perjalanan.
PROSEDUR MERUJUK PASIEN

Prosedur Klinis:
1) Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang medik untuk menentukan
diagnosa utama dan diagnosa banding.
2) Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO).
3) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.
4) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas
Medis / Paramedis yang kompeten dibidangnya dan
mengetahui kondisi pasien.
5) Apabila pasien diantar dengan kendaraan Puskesmas
keliling atau ambulans, agar petugas dan kendaraan
tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai ada
kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan
kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.
Prosedur Administratif :
1) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-
rujukan.
2) Membuat catatan rekam medis pasien.
3) Memberikan Informed Consernt
(persetujuan/penolakan rujukan)
4) Membuat surat rujukan pasien rangkap 2. Lembar
pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien
yang bersakutan. Lembar kedua disimpan sebagai
arsip
5) Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan
pasien.
6) Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin
menjalin komunikasi dengan tempat tujuan rujukan.
7) Pengiriman pasien ini sebaiknya dilaksanakan setelah
diselesaikan administrasi yang bersangkutan.
PROSEDUR MENERIMA PASIEN

Prosedur Klinis:
1) Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien
rujukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
2) Setelah stabil, meneruskan pasien ke ruang
perawatan elektif untuk perawatan selanjutnya atau
meneruskan ke sarana kesehatan yang lebih mampu
untuk dirujuk lanjut.
3) Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan
klinis pasien.
Prosedur Administratif:
1) Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan
pasien yang telah diterima untuk ditempelkan di kartu
status pasien.
2) Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian
membuat tanda terima pasien sesuai aturan masing-
masing sarana.
3) Mengisi hasil pemeriksaan dan pengobatan serta
perawatan pada kartu catatan medis dan diteruskan ke
tempat perawatan selanjutnya sesuai kondisi pasien.
4) Membuat informed consent (persetujuan tindakan,
persetujuan rawat inap atau pulang paksa).
5) Segera memberikan informasi tentang keputusan
tindakan / perawatan yang akan dilakukan kepada
petugas / keluarga pasien yang mengantar.
6) Apabila tidak sanggup menangani (sesuai
perlengkapan Puskesmas/RSUD yang bersangkutan),
maka harus merujuk ke RSU yang lebih mampu
dengan membuat surat rujukan pasien rangkap 2
kemudian surat rujukan yang asli dibawa bersama
pasien, prosedur selanjutnya sama seperti merujuk
pasien.
7) Mencatat identitas pasien di buku register yg
ditentukan.
8) Bagi Rumah Sakit, mengisi laporan Triwulan.
PROSEDUR MEMBALAS RUJUKAN

Prosedur Klinis:
1) Rumah Sakit yang menerima rujukan pasien wajib
mengembalikan pasien ke RS / Puskesmas pengirim setelah
dilakukan proses antara lain:
a. Sesudah pemeriksaan medis, diobati dan dirawat tetapi
penyembuhan selanjutnya perlu di follow up oleh Rumah
Sakit / Puskesmas pengirim.
b. Sesudah pemeriksaan medis, diselesaikan tindakan
kegawatan klinis, tetapi pengobatan dan perawatan
selanjutnya dapat dilakukan di Rumah Sakit / Puskesmas
pengirim.
2) Melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa bahwa
kondisi pasien sudah memungkinkan untuk keluar dari
perawatan Rumah Sakit dalam keadaan : sehat atau
sembuh, sudah ada kemajuan klinis dan boleh rawat jalan,
Belum ada kemajuan klinis dan harus dirujuk ke tempat
lain, pasien sudah meninggal.
3) Rumah Sakit yang menerima rujukan pasien harus
memberikan laporan / informasi medis / balasan rujukan
kepada Rumah Sakit / Puskesmas / pengirim pasien
mengenai kondisi klinis terakhir pasien apabila pasien
keluar dari Rumah Sakit.
Prosedur Administratif:
1) Rumah Sakit yang merawat pasien berkewajiban
memberi surat balasan rujukan untuk setiap pasien
rujukan yang pernah diterimanya kepada Rumah
Sakit / Puskesmas yang mengirim pasien yang
bersangkutan.
2) Surat balasan rujukan boleh dititip melalui keluarga
pasien yang bersangkutan dan untuk memastikan
informasi balik tersebut diterima petugas kesehatan
yang dituju, dianjurkan berkabar lagi melalui
sarana komunikasi yang memungkinkan seperti
telepon, handphone, faksimili dan sebagainya.
3) Bagi Rumah Sakit, wajib mengisi laporan Triwulan
PROSEDUR MENERIMA BALASAN RUJUKAN

Prosedur Klinis:
1) Melakukan kunjungan rumah pasien dan melakukan
pemeriksaan fisik.
2) Memperhatikan anjuran tindakan yang disampaikan oleh
Rumah Sakit/ Puskesmas yang terakhir merawat pasien
tersebut.
3) Melakukan tindak lanjut atau perawatan kesehatan masyarakat
dan memantau (follow up) kondisi klinis pasien sampai
sembuh.
Prosedur Administratif:
1) Meneliti isi surat balasan rujukan dan mencatat
informasi tersebut di buku register pasien rujukan,
kemudian menyimpannya pada rekam medis pasien
yang bersangkutan dan memberi tanda tanggal/jam
telah ditindaklanjuti.
2) Segera memberi kabar kepada dokter pengirim bahwa
surat balasan rujukan telah diterima.
PRINSIP MERUJUK DAN MENERIMA PASIEN
MATERNAL DAN NEONATAL
1) Mencegah 3 Terlambat (3T : terlambat mengambil
keputusan, terlambat melakukan rujukan, terlambat
mendapatkan penanganan). Semua pasien maternal dan
neonatal merupakan pasien gawatdarurat yang memerlukan
pertolongan segera.
2) Rujukan yang terencana. Pasien maternal dan neonatal yang
diperkirakan dirujuk, harus sudah dipersiapkan sebagai
pasien rujukan sejak awal ketika faktor risiko ditemukan
saat pemeriksaan kehamilannya.
3) Upayakan pasien dalam keadaan stabil. Petugas
kesehatan/Dokter/Bidan harus melakukan stabilisasi pasien
terlebih dahulu sebelum merujuk pasiennya.
4) Diluar kompetensi petugas. Pasien harus dirujuk
apabila pasien yang untuk penatalaksanaannya
sudah tidak lagi menjadi kewenangan bagi fasilitas
Polindes/Poskesdes/Puskesmas yang bersangkutan.
5) Ada komunikasi awal. Lakukan kontak terlebih
dahulu dengan Rumah Sakit / Puskesmas yang
dituju untuk mencegah kemungkinan tidak dapat
ditangani atau terlambat ditangani karena tidak
adanya atau tidak siapnya dokter spesialis yang
dituju
• Bidan di Desa sebagai pelaksana pelayanan
Polindes/Poskesdes dan sekaligus ujung tombak
upaya pelayanan Maternal dan Neonatal harus
memiliki pengetahuan dasar tentang tanda
bahaya ( danger signs), sehingga dapat segera dan
secepatnya melakukan rujukan ke pusat pelayanan
yang memiliki fasilitas yang lebih sesuai untuk kasus
kegawatdaruratan setelah melakukan stabilisasi
pasien gawat darurat (tindakan pra-rujukan).
• Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan
normal, Bidan di Desa dapat melakukan pengelolaan
kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan
tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan ke Puskesmas, Puskesmas
dengan fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal Dasar
(PONED) dan Rumah Sakit dengan fasilitas
Pelayanan Obstetri Neonatal Komprehensif
(PONEK).

Anda mungkin juga menyukai