Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KLINIKKEPERAWATAN ANAK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. F DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN : GASTROENTRITIS (DIARE) DI RSU IMELDA PEKERJA
INDONESIA MEDAN”

DISUSUN

OLEH :

KELOMPOK IV

AMELIA PAULINA LUBIS (2214901002)

CITRA P.M SIRINGO-RINGO (2214901007)

ERIKA ZAI (2214901012)

NOVI PERMATA HATI (2214901023)

SANDA ARIEF RITONGA (2214901029)

YURIANA NDURU (2214901035)

ALI AKBAR RAMBE (2214901037)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS IMELDA
MEDAN
T.A. 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diaremerupakan gangguan buang air besar (BAB) yang ditandai dengan BAB lebih dari 3
kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah (Riskesdas, 2013).
Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan parasit. Infeksi menyebar
melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi. Selain itu, dapat terjadi dari orang ke
orang sebagai akibat buruknya kebersihan diri (pesonal hygiene) dan lingkungan.
Diare dapat menyerang semua kelompok usia terutama pada anak dan lebih rentan
mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum sempurna (Suedjas, 2011).
Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak diberbagai negara
(Widoyon, 2011). Diare pada bayi dan balita ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: yaitu infeksi, malapsorbasi, makanan, dan fisikologis anak. Infeksi internal
merupakan infeksi saluran pencernaan, yaitu menjadi penyebab utama diare pada anak.
Infeksi interal disebabkan karena bakteri, virus, dan parasit. Sedangkan infeksi parenteral
merupakan infeksi dari luar pencernaan seperti media akut (OMA), broncopenomenia,
ensepalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun
(Ngastia, 2014).
World Health Organization (WHO, 2012), menyatakan bahwa diare merupakan 10
penyakit penyebab utama kematian.Di tahun 2012 terjadi 1,5 juta kematian akibat diare, dan
terdapat sekitar 5 juta bayi meninggal pada tahun pertama hidup. Kematian tersebut
disebabkan karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran preterm (14%) dan diare
(12%).Hasil Riskesdas (2020) menyatakan bahwa insiden diare pada anak di Indonesia
adalah 6,7% dimana terdapat 5 provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2 %),
Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%).
Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki
(5,5%), perempuan (4,9%).
Angka morbilitas dan mortalitas akibat penyakit diare di Indonesia masih tinggi. Provinsi
terbesarpenderita diare pada balita adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu sebesar 21,65%
lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar
12,37%, sedangkan provinsi terkecil pada kelompok umur 58-59 bulan yaitu 2,06%
(KEMENKES 2013). Dinas Kesehatan Kota Medan menyatakan pada tahun 2014 jumlah
kasus diare yang datang kesarana kesehatan sebanyak 12,2% kasus. Jumlah kasus tahun 2014
sedikit menurun dibandingkan kasus tahun 2013 sebesar 25,9%. Penyakit diare sampai saat
ini masih termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di kota Medan.
Upaya yang dilakukan mengurangi resiko meningkatnya penyakit diare, diantaranya
dengan pemberian ASI. Pemberian ASI pada bayi atau anak yang mengalami diare akan
memiliki manfaat antara lain untuk mengganti cairan yang hilang (rehidrasi). ASI
mengandung zat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat gizi selama diare yang
diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan (Puput, 2011).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien yang menderita diare adalah
kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan nutrisi. Peran perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan pada anak yang dirawat dengan diare, diantarannya memantau asupan
dan pengeluaran cairan. Anak yang mendapatkan terapi cairan melalui intravena perlu
pengawasan untuk asupan cairan, kecepatan tetesan harus diatur untuk memberikan cairan
dengan volume yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian infus harus
dijaga (Wong, 2008). Tindakan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya yaitu
menimbang berat badan anak secara akurat, memantau input dan output yang tepat dengan
meneruskan pemberian nutrisi per oral dan melakukan pengambilan spesimen untuk
pemeriksaan laboratorium.
Selain dari tindakan keperawatan, orang tua dan keluarga juga ikut memberikan
perawatan seperti memberikan perhatian, semangat dan mendampingi anak selama dirawat
dirumah sakit (Nursalam, 2012). Selain dari perawatan anak dirumah sakit, pengetahuan
orang tua tentang terjadinya diare sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu
belum mengetahui tentang perilaku sehat untuk menjaga kesehatan keluarga seperti selalu
menjaga kebersihan diri dan makanan, menjaga kebersihan lingkungan rumah, memeriksakan
kondisi kesehatan ketika terdapat gejala suatu penyakit ke puskesmas, menjaga pola istrahat
serta menyempatkan untuk berekreasi guna menghilangkan stress yang dapat memicu suatu
penyakit (Subakti, 2015).
Observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 03 Desember 2022 didapatkan 1
anak dengan kasus Diare di Ruang rawat inap Asoka dengan diagnosa keperawatan utama
pada anak yaitu dengan kekurangan volume cairan. Dari hasil pengamatan, perawat sudah
melakukan pengkajian yang meliputi identitas anak dan orangtua, alamat, riwayat kesehatan,
dan pemeriksaan fisik dan diagnostik. Perawat sudah melakukan tindakan pemasangan infus
untuk memenuhi kebutuhan cairan pada pasien dan perawat memantau kondisi pasien saat
operan, pemberian obat, dan saat meangganti infus pasien.
Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok melakukan studi kasus dengan judul
Asuhan Keperawatan pada anak dengan diare di Ruang inap Asoka di RSU Imelda Pekerja
Indonesia Medan tahun 2022.

1.2 Tujuan Penulis


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Anak pada klien dengan
masalahdiare pada anak di ruangan rawat inap Asoka Rumah Sakit Imelda Medan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada anak dengan kasus diare di ruang rawat inap Asoka
b. Melakukan intervensi keperawatan kepada anak dengan kasus diare di ruangan
rawat inap Asoka
c. Melakukan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus diare di ruang rawat
inap Asoka
d. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada anak dengan kasus diare di ruang
rawat inap Asoka
e. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada anak dengan kasus diare di ruang
rawat inap Asoka
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Kasus Diare

2.1.1 Defenisi

Nursalam (2012), mengatakan diare adalah frekuensi buang air besar yang lebihsering
dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air
besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair,
dapat disertai dengan darah dan atau lendir (Riskesdas, 2013).Diare yaitu penyakit yang
terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila
feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air
besar yang berair tetapi tidak berdarah selama 24 jam (Dinkes, 2016).

WHO (2019), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan
konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut
berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama kurang lebih ≥14 hari.

2..1.2 Klasifikasi Diare

Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Airlangga dalam
Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi :

a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lam 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kronik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan suatu
kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesisnya
multikompleks.
Sedangkan menurut Wong, (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut :
a. Diare akut

Merupakan penyakit utama keadaan sakit pada balita. Diare akut didefenisikan
sebagai peningjatan atau peubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens
infeksi dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi
saluran nafas atau ISPA atau infeksi saluran kemih ISK. Diare akut biasanya sembuh sendiri
(lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akanmereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi
tidak terjadi.
b. Diare Kronis

Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air


dalam feses dengan lamanya atau durasi sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis
terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi
kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai
akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.

c. Diare Intraktabel

Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi dalam usia
minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen
sebagai penyebab dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang
paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.

d. Diare Kronis Nonspeksifik

Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritable pada anak atau diare todler,
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6
hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan yang
tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak-anak yang menderita diare
kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak
ada darah dalam fesesnya serta tidak tanpak infeksi enterik.

2.1.3 Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain
penyebab lain seperti malabsopsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari
penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain dari luar saluran pencernaan, tetapi
sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare akan
mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu
mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bisa terlambat.

Faktor penyebab diare, antara lain :

2.1.1 Faktor infeksi


1. Infeksi enteral: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
 Infeksi bakteri :Vibrio, E,Coli, Salminella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
 Infeksi virus :Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno-virus,
Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
 Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Srongyloides); protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida
albicans)
2. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis media
akut (OMA), tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
2.1.2 Faktor malabsorpsi
1. Malabsrobsi karbohidrat; disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosaa);
monosakarida (intoleransi glukosa, fuktosa, dan galatosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2. Malabsobsi lemak.
3. Malabsobsi protein.
Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
diare, yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari kehidupan
b. Menggunakan botol susu
c. Menyimpan makanan masakn pada suhu kamar
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, susudah membuang tinja, atau
sebelum menjamah makanan.

Menurut Wong (2018), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :


1. Agen Virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam 38 C atau lebih
tinggi, nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan
atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada bayi
usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih dari 3 tahun.
b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam. Nafsu makan
terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapat dari air minum, air di tempat
rekreasi (air kolam renang, dll), makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat
sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.
2. Agen Bakteri
a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada strainnya. Biasanya
anak akan mengalami distensi abdomen, demam, vomitus, BAB berupa cairan
brwarna hiaju dengan darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat ditularkan
antar individu, disebabkan karena daging yang kurang matang, pemberian ASI
tidak eksklusif.
b. Kelompok salomonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk gastroenteritis.
Gejala bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen,
demam, BAB kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri tekan
ringan pada abdomen, sakit kepala, kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh binatang seperti tikus, burung, dan
lainnya.
3. Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan keram yang hebat
pada abdomen, syok. Desebabkan oleh makanan yang kurang matang atau
makanan yang disimpan do lemari es seperti puding, mayones, makanan yang
berlapis krim.
b. Clostridium perfringes, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan mengalami
nyeri apigastrium yang besifat keram dengan intensitas yang sedang hingga berat.
Penularan bisa lewat makanan komersial yang paling sering adalah daging dan
unggas.
c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami nausea,
vomitus, mulut kering, dan disfagia. Ditularkan dari makanan yang terkontaminasi.
Intensitasnya bervariasi dari mulai gejala ringan hingga yang dapat menimbulkan
kematian dengan cepat dalam waktu beberapa jam.
a. Patofisiologi
Hidayat (2015), mengtatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktornya diantaranya :
 Faktor infeksi
1. Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus. Setelah
terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk kedalam tubuh bersama dengan
makanan dan minuman yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan
digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang
belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan
vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan
dengan baik. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor aktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
2. Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi inpasif yang menyerbu kedalam mukosa,
terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat di resorpsi
ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala,
dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah rusak mengakibatkan mencret
berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella
sp, E.coli. diare ini bersifat self-limting dalam waktu kurang lebih lima hari tanpa
pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru
(Wijoyo, 2017).

 Faktor malabsorbsi
1. Gagguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus halus dan akan
meningkatkan tekanan osmotik usus akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat. Gagguan osmotik meningkat menyebabkan terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akandidorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2016).
2. Gangguan sekresi
Akibat ransangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi,air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selajutnya timbul
diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2015)
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare. Akibat
dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan
ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang
mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera
diobati.

 Faktor makanan
Ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik.
Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerapo makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidyat,
2018). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi protein, yang
mengakibatkan usus halus mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut
menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absopsi yang tidak adekuat dan
terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan respons
imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah
limfosit dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami gastroenteritis yang berat
anak akan mengalami malabsopsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang
mengalami malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang usus
yang berulang menyebabkan malabsorpsi, eneropati dengan kehilangan protein.
Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono, 2015).
 Faktor fisikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
penyerapan terganggu (Hidayat, 2018).

2.2 Manifestasi klinis


Menurut Suriadi (2015)antara lain adalah sebagai berikut :
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer,
2. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi,
3. Turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun),
4. Ubun-ubun dan mata cekung
5. Membran mukosa kering
6. Keram abdominal
7. Demam
8. Mual dan pernafasan cepat
9. Menurun atau tidak ada pengeluaran urin

Menurut Lestari (2016) pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi
(kekurangan cairan )antara lain adalah sebagai berikut :

1. BAB cair 1-2 kali sehari


2. Muntah
3. Haus
4. Nafsu makan tidak berkurang
5. Masih ada keinginan untuk bermain

Pada anak yang mengalami dehidrasi ringan/sedang tanda-tandanya antara lain :


1. BAB cair 4-9 kali sehari
2. Suhu tubuh kadang meningkat
3. Haus
4. Tidak ada nafsu makan
5. Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami dehidrasi berat tanda-tandanya antara lain :
1. BAB terus menerus
2. Muntah terus menerus
3. Haus
4. Mata cekung
5. Bibir kering dan biru
6. Tangan dan kaki dingin
7. Sangat lemah
8. Tidak ada nafsu makan
9. Tidak ada keinginan untuk bermain
10. Tidak BAK selama 6 jam atau lebih
11. Kadang-kadang kejang dengan kejang dan panas tinggi

2.3 Penatalaksanaan
Menurut Lestari (2016) penatalaksanaan diare pada anak meliputi :
2.3.1 Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan) tidakan :
1. Untuk mencegah dehidrasi beri anak minum lebih banyak dari biasanya
2. ASI diteruskan makanan diberikan seperti biasanya
3. bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskemas terdekat atau
Rumah Sakit terdekat
2.3.2 Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang :
1. Berikan oralit
2. ASI diteruskan
3. Teruskan pemberian makan
4. Sebaiknya lunak, dan mudah dicerna dan tidak meransang
5. Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas atau Rumah
Sakit terdekat.
2.3.3 Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat :
1. Segera bawa ke Rumah Sakit
2. Oralit dan ASI diteruskan masih bisa minum
2.3.4 Takaran pemberian oralit
1. Dibawah 1 tahun : 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0,5 gelas setiap kali
mencret
2. Dibawah 5 tahun : 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali
mencret
3. Anak 5 tahun : 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali
mencret
4. Anak diatas 12 tahun dan dewasa : 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2
gelas setiap kali mencret (1 gelas 200 cc).
2.3.5 Dasar pengobatan diare
1. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan dan jumlah
pemberiannya.
a. Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa
cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diarte akut dan
kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90mEg/l. pada anak dibawah
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang kadar Natrium 50-60 mEg/l.
formula lengkap disebut formula yang tidak lengkap karena banyak
mengandung NaCl dan sukrosa.
b. Cairan parental
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut :
1. Untuk umur 1-2 tahun
Berat badan 3-10 kg, 1 jam pertama : 40ml/kgBB/menit = 3
tetes/kgBB/menit (set infus berkurang 1 ml =15 tetes)atau 13
tetes/kgBB/menit (set infus ml = 20 tetes).7 jam berikutnya : 12
ml/kgBB/menit = 3 tetes/kgBB/menit (set infus berukuran 1 ml = 15
tetes ) atau 4 tetes /kgBB/menit (set infus ml = 20 tetes). 16 jam
berikutnya 125 ml/kgBB/oralit.
2. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun
Dengan berat badan 10-15 kg, 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml 20
tetes)
3. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun
Dengan berat badan 15-25 kg, 1 jam pertama 20 ml/kgBB/menit atau 5
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20
tetes). 7 jam berikutnya 10 ml/kgBB/menit atau 2,5 tetes/kgBB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes). 16 jam
berikutnya 105 ml/kgBB/oralit per oral.
4. Untuk bayi baru lahir
Dengan berat badan 2-3 kg kebutuhan cairan 125 ml + 100 ml + 25 ml =
250 ml/kgBB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian
NaHCO3 1 setengah%).kecepatan 4 jam pertama 25 ml/kgBB/jam atau 6
tetes /kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kgBB/menit (1 ml – 20 tetes).
5. Untuk bayi berat badan lebih rendah
Kebutuhan cairan 250 ml/kgBB/24jam, jenis cairan 4:1 4 bagian glukosa
5% + 1 bagian NaHCO3 1 setengah%
2. Pengobatan dietatik (Makanan)
Untuk anak-anak dibawah 1 tahun dan diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang 7 kg jenis, makanannya adalah :
1. Susu ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tidak
jenuh
2. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu
3. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemui misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang
atau tak jenuh
3. Obat- obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang melalui tinja tanpa
muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain (gula, air tinja, tepung beras, dll).

2.4 Komplikasi
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2018), komplikasi yang dapat terjadi dari diare
akut maupun kronis, yaitu :
 Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basah (asidosis
metabolik), karena :
1. Kehilangan Narium Bicarbonat bersama tinja.
2. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh.
3. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
4. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).
5. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler

Secara klinis, bila Ph turun oleh karena akumulasi bebrapa asam non volatil,
maka terjadi hiperpentilasi yang menurunkan pCo2 menyebabkan pernafasan
bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan husmual) (Suharyono, 2018).

 Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3 % dari anak-anak yang menderita diare dan lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori
protein (kkp), karena :
1. Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.
2. Adanya gangguan absorbsi glukosa (walaupun jarang terjadi).

Gejala hipoglekimia akan muncul jika kadar glukosa menurun sampai 40 % pada
bayi dan 50% pada anak-anak. Hal tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka
ransang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

 Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi
penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena :
1. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya
akan bertambah hebat, sehingga orangtua hanya sering memberikan air teh saja.
2. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam waktu
yang terlalu lama.
3. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan absopsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik
 Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai mual, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi
jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga
dapat mengakibatkan perdarahan di otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita dapat meninggal.

 Hiponatermia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). hipotremi
sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi
cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau Normal Saline (Juffrie, 2010)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Lestari, 2016) diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik :
 Pemeriksaan tinja
1. Makroskopis dan mikroskopis
2. pH dan kadar gula dalam tinja
3. Bila perlu dilakukan uji bakteri untuk mengetahui organism penyebabnya, dengan
melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah
putih.
 Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dengan menentukan pH
keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
 Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
 Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif, terutama dilakuan pada penderita diare kronik.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan
penghasilan.
1. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalami buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB
< 4 kali dan cair ( diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair ( dehidrasi
ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung
<14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung
selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten (Nursalam, 2012).

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya pasien mengalami :
1. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
2. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
3. Anus san daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
4. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
5. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak.
6. Diuresi: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine
normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan
atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat) (Nursalam,
2012).

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


a) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak diare lebih sering
terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru menederita
campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi
DPT, serta imunisasi polio.
b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik),
makan makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu
kemungkinan penyebab diare.
c) Riwyat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan
botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak
mencuci tangan saat menjamah makanan.
d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda
dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2012).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat menular
ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin
kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan
perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2012; Wong, 2018).

5. Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi :
a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi
resiko diare dan infeksi yang serius.
b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masuk dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
(minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus
ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas
minum atau tidak bisa minum (Nursalam, 2012).

2.2..2 Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum
a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
2) Berat Badan
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2012), anak yang mengalami diare dengan
dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan, sebagai berikut :
Dehidrasi ringan :
Bayi : 5% (50 ml/kg)
Anak : 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang :
Bayi : 5-10% (50-100 ml/kg)
Anak : 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat
Bayi : 10-15% (100-150 ml/kg)
Anak : 9% (90ml/kg)
3) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Anak berusia dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung.
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya
normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya
cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak
ada pernapsan cuping hidung.
d) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
e) Mulut dan Lidah
1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan
pada kelenjar tyroid.
g) Thorak
1) Jantung
Inspeksi : pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat
Auskultasi : pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare
dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga
meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami
takikardi dan bradikardi.
2) Paru- paru
Inspeksi : diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare
dehidrasi ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan
dehidrasi berat pernapasannya dalam.
h) Abdomen
1) Inspeksi : anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
2) Palpasi : turgor kulit pada pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2
detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.
3) Auskultasi : biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya
meningkat
i) Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refil (CRT) normal, akral teraba
hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2detik, akral
dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba
dingin, sianosis.
j) Genitilia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
2.2.3 Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratium
a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum. Biasanya
penderita diare natrium plasma > 150 mmoL/L, kalium > 5 mEq/L.
b) Pemeriksaan Urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Elektroli urin yang diperiksa
adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis
(Suharyono, 2015).
c) Pemeriksaan Tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat.
d) Pemeriksaan pH, Leukosit, Glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein
leukosit dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH
menurun disebabkan akumulasi asam atau kehilangan basa (Suharyono,
2015).
e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik (Betz 2012).
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Endoskopi
1. Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien
mengalami mual dan muntah.
2. Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan
segar melalui rektum.
3. Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika
pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan
untuk menyingkarkan kanker.
b) Radiologi
1. CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi.
2. Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika dicurigai mengalami
penyakit bilier atau prankeas.
c) Pemeriksaan lanjutan
1. Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mmengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.
2. Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai
membutuhkan sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014).

2..2.4 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare menurut SDKI
adalah sebagai berikut :
a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi,
iritasi, malabsorbsi.
b. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan,
kegagalan mekanisme regulasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Resume

An.F usia 1 tahun 4 bulan, jenis kelamin laki-laki, Islam, suku jawa, bertempat tinggal di
jln.bilal ujung Medan Timur, penanggung jawab pasien Ny.B alamat jln.bilal ujung Medan
Timur, usia 35, pekerjaan wiraswasta, hubungan ibu kandung. Pada tanggal 03 Desember
2022 jam 10.05 WIB datang ke IGD Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan.Ibu
pasien mengatakan anaknya BAB 5-6 kali dalam sehari feses cair, warna feses kuning, dan
berbau khas disertai demam naik turun sejak dua hari yang lalu, pasien muntah 3 kali dalam
sehari muntah berisi cairan seperti susu tanpa disertai darah, batuk sesekali, menggigil, lemas,
nafsu makan tidak ada, dan cengeng. Ibu pasien juga mengatakan sebelumnya pernah masuk
di RS Haji Medan dengan diagnosa bronkitis dan kejang demam.

Di IGD umum dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil Tem 38,8 0C, HR 100x/menit,
RR 20x/menit, kesadaran CM (compos mentis), BB sebelumnya 14 kg, setelah masuk IGD
13 kg, TB 76 cm dan pemeriksaan penunjang dengan hasil HB;8,0 , leukosit; 8,4 trombosit:
120.000, Thorax : kesan bronkitis, bising usus 20 x/menit , diberikan terapi cairan IFVD
NaCl 0,9% 20 gtt mikro, injeksi paracetamol 150 mg/8 jam, inj cefotaxime 500 mg/12 jam,
ondansetron 1 mg. setelah itu pasien di pindahkan ke Ruang rawat inap Asoka jam 12.45
WIB.

Di ruang rawat inap Asoka pada tanggal 03 Desember 2022 jam 18.00 WIB, dilakukan
pengkajian dengan hasil data kesadaran Compos Mentis (CM), ibu pasien mengatakan anak
masih demam naik turun, lemas, perut keram, mata cekung, BAB 5-6 kali dalam sehari, perut
kembung, nafsu makan berkurang, cengenganak tidak ASI sejak September 2022 dan
diberikan PASI sebanyak 210 cc/4jam, imunisasi yang didapat polio dan hepatitis B
imunisasi tidak lengkap, Tem 38,80C, HR 100x/menit, RR 20x/menit, kesadaran CM
(compos mentis), BB 12 kg, TB : 76 Cm,jenis diet M2 (susu)dan pemeriksaan penunjang
dengan hasil natrium: 110 mmoL/L, kalium: 2,1 mmoL/L, leukosit: 20,4 10 *3/Ul, feses
berwarna kuning dan diberikan terapi cairan IFVD NaCl 0,9% 20 gtt mikro, injeksi
paracetamol 150 mg/8 jam, inj cefotaxime 500 mg/12 jam, ondansetron 1 mg, zink tab 1x20
mg pulvis dan suppositoria. Diagnosa dokter gastroentritis akut.

A. Laboratorium

Pada tanggal 03Desember 2022 dilakukan pemeriksaan darah lengkap An.M dengan hasil:

JENIS PEMERIKSAAN HASIL UNIT/ ANGKA


SATUAN NORMAL
HEMATOLOG
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,8 g/dl P : 13-18 W : 12-16

Leukosit 8,4 10*3/ul 4-11


Jumlah Trombosit 120.000 /mm3 140.000-450.000
Hematokrit 33,5 % P : 42-56 W : 36-47
Eritrosit 3.38 Juta / mm3 P : 4.50-4.60 W : 4,10-5-10
MCV 76 um3 81-99
MCH 24,8 Pgr 27,0-31,0
MCHC 32,5 g/dl 32,0-36,0
RDW 13,5 % 11,5-15,0
PDW 9,5 % 10,0-18,0
MVP 7,7 um3 6,5 – 11,0
PCT 0,300 % 0,100 – 0,500
Hitung jenis leukosit
Eosinofil 2,1 % 1–3
Basofil 0 % 0–1
Netrofil (abs) 4,5 10 *3 / uL 1,56 – 6,13

Neutrofil 43,6 % 50 – 70
Limfosit 38,3 % 20 – 40
Monosit 16,0 % 2–8
Limfosit (abs) 3,9 10 *3 / uL 1,8 – 3,74
Test Gula Darah 89 Mg/dl <200
Glukosa Ad Random
ELEKTROLIT 110 mmol/L 135-150
Elektrolit Lengkap
Natrium
Kalium 2,1 mmol/L 3,6-5,5
Chlorida 87 mmol/L 96-108

B. Pemeriksaan Urin

Jenis pemeriksaan Hasil Unit/satuan Angka normal Metode


Analisa urine Kuning Kuning jernih
urine rutin jernih
warna
pH 4,0 5-7
Berat jenis (Bj) 1.010 1,005-1,030
Reduksi Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Sedimen :
Leukosit 2-3 <6
Eritrosit 1-2 <3
Ephitel 0-2
Cyrstal -
Faeces Kuning Sederhana
Speces Urine
Warna
Konsistensi cair
Lendir (+) Negatif (-)
positif
Cysta Negatif Negatif (-)
Amueba Negatif Negatif (-)
Darah Negatif Negatif (-)
Telur cacing :
Ascaris Lumbricoides Negatif Negatif (-)
Trichuris Trichiura Negatif Negatif (-)
Enterobius Vermicularis Negatif Negatif (-)
Hook Worm Negatif Negatif (-)

3.2 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS :Ibu pasien mengatakan anaknya Makanan dan minuman Diare
mencret, demam, muntah, batuk yang terkontaminasi
dan lemas.
DO :
Mikroorganisme masuk
 BAB 5-6 kali dalam saluran cerna
seharikonsistensi BAB : cair,
warna kuning.
Absorbsi terganggu
 Tanda – tanda vital
T : 38,8 0C
HR : 100x/i Pengeluaran isi usus
RR : 20X/i berlebih

 Bising usus > 14x/i


Peningkatan frekuensi
 Perut kembung BAB
 Mata cekung

Diare
2 DS : - ibu pasien mengatakan anak Mikrobakterium Gangguan
mual, muntah dan demam keseimbangan
sejak 2 hari yang lalu Masuk ke saluran cerna cairan dan
- Ibu pasien mengatakan anak elektrolit
mencret Menginfeksi saluran
DO : - kondisi umum lemah cerna

- Muntah 3 kali sehari


Berkembang dalam
- Perut kembung
usus
- NA : 131 mmoL/L

Volume usus meningkat

Peningkatan frekuensi
BAB

Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
3 DS: Mikrobakterium Defisit nutisi
 Ibu mengatakan anaknya BAB
5-6 kali Masuk ke saluran cerna

 muntah 3 kali sehari


 nafsu makan menurun Menginfeksi saluran
cerna
DO :
 Berat badan menurun
Berkembang dalam
dari 14kg menjadi 12 usus
kg
 Membran mukosa Volume usus meningkat
pucat
 Bising usus hiperaktif
Peningkatan frekuensi
20 x/menit BAB

Berat Badan Menurun


Defisit Nutrisi

3.3 Diagnosa Keperawatan


1) Diare berhubungan dengan masuknya mikroorganisme ke saluran pencernaan ditandai
dengan BAB 5-6 kali dalam sehari konsistensi BAB : cair, warna kuning.Tanda –
tanda vital : T : 38,8 0C, HR : 100x/i, RR : 20X/i, Bising usus > 20x/i, Perut kembung,
Mata cekung.
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui feses ditandai dengan kondisi umum lemah, Muntah 3 kali sehari, Perut
kembung, NA : 110 mmoL/L.
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan kehilangan nutrisi melalu feses dan muntah
ditandai dengan berat badan menurun 14-12 kg, membran mukosa pucat, bising usus
20x/menit, keadaan lemah.
3.3. Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Diare Setelah dilakukan asuhan Mengidentifikasi dan mengelola diare dan dampaknya.
berhubungan keperawatan selama 2x24 Observasi:
dengan jam diharapkan: 1. identifikasi penyebab diare
masuknya 1. Diharapkan tidak terjadi 2. identifikasi riwayat pemberian makanan
mikroorganism diare . 3. monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
e ke saluran 2. Frekuensi defekasi yang Terapeutik:
pencernaan normal. 1. Berikan asupan cairan oral
3. Terhidrasi dengan baik 2. Pasang jalur intravena
(membran mukosa 3. berikan cairan intravena
lembab, turgor bola mata 4. ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
baik, turgor kulit baik) 5. ambil sampel feses untuk kultur
4. Frekuensi nadi normal Edukasi:
(80-90) 1. anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
2. Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan mengandung
laktosa
3. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
2. Kolaborasi pemberian obat antispasmodic
3. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Mengidentifikasi dan mengelola keseimbangan cairan dan elektrolit serta
keseimbangan keperawatan selama 1 x 24 jam mencegah komplikasi akibat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
cairan dan diharapkan : Observasi:
elektrolit 1. Memiliki keseimbangan 1. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
berhubungan asupan cairan dan pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
dengan keluaran yang seimbang 2. Monitor berat badan harian
kehilangan 2. Memiliki hidrasi yang 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
cairan melalui baik (mukosa bibir 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
feses lembab, turgor kulittida Terapeutik :
kering, mata tidak 1. Catat intake-outfut dan hitung balance cairan 24 jam
cekung) 2. Berikan asupan cairan , sesuai kebutuhan
3. Tidak mengalami haus 3. Berikan cairan intravena
yang tidak normal

Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian diuretik

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Menyediakan informasi mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam Observasi:
dengan Diharapkan : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
kehilangan 1. Asuhan nutrisi cukup Terapeutik :
nutrisi melalui untuk memenuhi 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
feses dan kebutuhan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
muntah metabolisme 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
2. Berat badan Edukasi:
meningkat dan ideal 1. Jelaskan kebutuhan gizi seimbang pada anak
3. Bising usus normal 2. Anjurkan menghindari makana jajanan yang tidak sehat misalnya:
mengandung pemanis buatan, pewarna buatan, pengawet dan
penyedap.
3. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) misalnya cuci tangan
sebelum dan sesudah makan, cuci tangan dengan sabun setelah ke toilet

Kolaborasi: -
3.4 Impelementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi 1 Tgl 2022 Evaluasi 2 Tgl 2022


1. Diare 1. Membersihkan lingkungan ruangan Subjektif: Ibu pasien mengatakan Subjektif:-
2. Menginstruksikan pada pengunjung anaknya mencret, demam,
untuk mencuci tangan saat muntah, batuk dan lemas. Objektif:
berkunjung dan meninggalkan Objektif  BAB 3 kali dalam sehari
ruanga  BAB 5-6 kali dalam sehari  Konsisten BAB normal ,
3. identifikasi penyebab diare konsistensi BAB : cair, warna kuning
4. identifikasi riwayat pemberian warna kuning.  Infuse dilepas
makanan  Pasien terpasang infus  RR: 20x/i
5. monitor warna, volume, frekuensi, NaCL O,9 % 2O igtt  HR :80x/i
dan konsistensi tinja  Tanda – tanda vital  T : 36oc
6. Memonitori tanda gejala diare T : 38,8 0C  Mata tidak cekung
HR : 100x/i  Perut tidak kembung
RR : 20X/i
 Elektrolit : 136 mmol/L
 Bising usus > 14x/i
 Perut kembung Analisa data:
 Mata cekung Masalah teratasi
 Elektrolit : 130 mmol/L Planning: intervensi dihentikan
Analisa data:
masalah belum teratasi

Planning:
intervensi dilanjutkan
 Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
 Tingkatkan kebersihan
 Monitor tanda gejala diare
2. Gangguan 1. Mengidentifikasi intake-outfut dan Subjektif: Subjektif:
keseimbangan hitung balance cairan 24 jam  ibu pasien mengatakan Pasien mengatakan nyeri
cairan dan 2. Mengajarkan keluarga pasien untuk anak mual muntah dan padaabdomen mulai berkurang
elektrolit memberikan asupan cairan , sesuai demam sejak 2 hari yang
kebutuhan pasien lalu Objektif:

 Ibu pasien mengatakan  Wajah Pasien tampak


Melakukan kolaborasi dalam pemberian
anak mencret menunjukkan respon
analgetik :
Objektif: yang baik
1. IVDF NaCl 0,9 % 20gtt/i
 kondisi umum lemah  Perut tidak kembung
2. Inj paracetamol
- Muntah 3 kali sehari  Tidak muntah
3. Inj cefotaxime
- Perut kembung  Elektrolit 135 mmol/L
4. Inj ondansetron
- :elektrolit 131 mmoL/L
5. Zink tablet
Analisa data:
Analisa data: Masalah teratasi
masalah belum teratasi
Planning: intervensi dihentikan
Planning:
Intervensi dilanjutkan
 Lakukan pengkajian Cairan
elektrolit
 Observasi reaksi non verbal
dari ketidaknyaman
 Evaluasi keefektifan cairan dan
elektrolit
3. Defisit nutrisi Subjektif: Subjektif:
1. Identifikasi status nutrisi  ibu pasien mengatakan Ibu mengatakan anak BAB 3
2. Monitori berat badan anak BAB 5-6 kali sehari kali sehari, tidak muntah, dan
3. Monitori hasil pemeriksaan  ibu mengatakan anak nafsu makan bertambah
laboratorium muntah 3 kali sehari
4. Identifikasi kemungkinan  Ibu pasienmengatakan Objektif:
penyebab BB berkurang nafsu makan berkurang  Wajah Pasien tampak
5. Monitori adanya mual muntah Objektif: menunjukkan respon

 kondisi umum lemah yang baik


- Muntah 3 kali sehari  Perut tidak kembung
- Perut kembung  Tidak muntah
- Berat badan menurun 14  Berat badan meningkat
kg menjadi 12 kg 15 kg

Analisa data: Analisa data:


masalah belum teratasi Masalah teratasi

Planning: Planning: intervensi dihentikan


Intervensi dilanjutkan
 Lakukan pengkajian nutrisi
 Observasi berat badan
1.4. Catatan perkembangan

No Hari Implementasi Evaluasi


Dx /
Tangga
l
1. Sabtu  Melakukan Subjektif:
03 pengkajian diare Ibu pasien mengatakan anaknya
Desemb komprehensif mencret, demam, muntah, batuk dan
er  Melakukan lemas.
2022 penanganan non Objektif:
Pukul farmakologi: diare  BAB 5-6 kali dalam sehari
09.00  Berkolaborasi konsistensi BAB : cair, warna
dengan dokter kuning.
dalam pemberian  Pasien terpasang infus NaCL
terapi analgetik O,9 % 2O igtt
 Tanda – tanda vital
T : 38,8 0C
HR : 100x/i
RR : 20X/i
 Bising usus > 14x/i
 Perut kembung
 Mata cekung

Elektrolit : 130 mmol/Assesment:


Masalah sudah teratasi
Planning:
Intervensi dihentikan
2. Senin  Membantu pasien Subjektif:
04 untuk melakukan Pasien mengatakan badan pasien sudah
Desemb aktifitas yang tidak lemah
er mampu dilakukan Objektif:
2022Pu  Membantu pasien Tampak diare mulai berkurang
kul untuk Analisa data:
10.15 mendapatkan Masalah teratasi
sumber yang Planning:
diperlukan untuk Intervensi dihentikan
aktivitas yang
diinginkan
(seperti: buang air
kecil)
 Melibatkan
keluarga dalam
pemenuhan cairan
pasien
3. Selasa0  Menggunakan Subjektif:
5 pendekatan yang Keluarga pasien mengatakan paham
Desemb menenangkan akan penyebab terjadinya Diare
er  Menyatakan
2022Pu harapan terhadap Objektif:
kul perilaku pasien Pasien kelihatan tenang
16.00  Mendengarkan
Analisa Data:
dengan penuh
Masalah teratasi
perhatian tentang
keluhan yang
Planning:
dirasakan pasien
Intervensi dihentikan
 Memberi motivasi
untuk mengurangi
kecemasan
4. Rabu  Mencuci tangan Subjektif: -
06 setiap sebelum dan Objektif:
Desemb sesudah tindakan - Tampak tidak ada BAB lebih dari 5
er 2022 keperawatan kali dalam srhari
Pukul  Meningkatkan Analisa data:
14.00 intake cairan Masalah teratasi
 Memonitori tanda Planning:
diare intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai