DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK IV
PENDAHULUAN
2.1.1 Defenisi
Nursalam (2012), mengatakan diare adalah frekuensi buang air besar yang lebihsering
dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air
besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair,
dapat disertai dengan darah dan atau lendir (Riskesdas, 2013).Diare yaitu penyakit yang
terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila
feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air
besar yang berair tetapi tidak berdarah selama 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO (2019), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan
konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut
berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama kurang lebih ≥14 hari.
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Airlangga dalam
Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi :
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lam 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kronik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan suatu
kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesisnya
multikompleks.
Sedangkan menurut Wong, (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut :
a. Diare akut
Merupakan penyakit utama keadaan sakit pada balita. Diare akut didefenisikan
sebagai peningjatan atau peubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens
infeksi dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi
saluran nafas atau ISPA atau infeksi saluran kemih ISK. Diare akut biasanya sembuh sendiri
(lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akanmereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi
tidak terjadi.
b. Diare Kronis
c. Diare Intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi dalam usia
minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen
sebagai penyebab dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang
paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritable pada anak atau diare todler,
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6
hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan yang
tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak-anak yang menderita diare
kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak
ada darah dalam fesesnya serta tidak tanpak infeksi enterik.
2.1.3 Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain
penyebab lain seperti malabsopsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari
penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain dari luar saluran pencernaan, tetapi
sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare akan
mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu
mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bisa terlambat.
Faktor malabsorbsi
1. Gagguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus halus dan akan
meningkatkan tekanan osmotik usus akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat. Gagguan osmotik meningkat menyebabkan terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akandidorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2016).
2. Gangguan sekresi
Akibat ransangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi,air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selajutnya timbul
diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2015)
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare. Akibat
dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan
ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang
mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera
diobati.
Faktor makanan
Ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik.
Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerapo makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidyat,
2018). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi protein, yang
mengakibatkan usus halus mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut
menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absopsi yang tidak adekuat dan
terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan respons
imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah
limfosit dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami gastroenteritis yang berat
anak akan mengalami malabsopsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang
mengalami malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang usus
yang berulang menyebabkan malabsorpsi, eneropati dengan kehilangan protein.
Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono, 2015).
Faktor fisikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
penyerapan terganggu (Hidayat, 2018).
Menurut Lestari (2016) pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi
(kekurangan cairan )antara lain adalah sebagai berikut :
2.3 Penatalaksanaan
Menurut Lestari (2016) penatalaksanaan diare pada anak meliputi :
2.3.1 Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan) tidakan :
1. Untuk mencegah dehidrasi beri anak minum lebih banyak dari biasanya
2. ASI diteruskan makanan diberikan seperti biasanya
3. bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskemas terdekat atau
Rumah Sakit terdekat
2.3.2 Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang :
1. Berikan oralit
2. ASI diteruskan
3. Teruskan pemberian makan
4. Sebaiknya lunak, dan mudah dicerna dan tidak meransang
5. Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas atau Rumah
Sakit terdekat.
2.3.3 Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat :
1. Segera bawa ke Rumah Sakit
2. Oralit dan ASI diteruskan masih bisa minum
2.3.4 Takaran pemberian oralit
1. Dibawah 1 tahun : 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0,5 gelas setiap kali
mencret
2. Dibawah 5 tahun : 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali
mencret
3. Anak 5 tahun : 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali
mencret
4. Anak diatas 12 tahun dan dewasa : 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2
gelas setiap kali mencret (1 gelas 200 cc).
2.3.5 Dasar pengobatan diare
1. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan dan jumlah
pemberiannya.
a. Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa
cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diarte akut dan
kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90mEg/l. pada anak dibawah
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang kadar Natrium 50-60 mEg/l.
formula lengkap disebut formula yang tidak lengkap karena banyak
mengandung NaCl dan sukrosa.
b. Cairan parental
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut :
1. Untuk umur 1-2 tahun
Berat badan 3-10 kg, 1 jam pertama : 40ml/kgBB/menit = 3
tetes/kgBB/menit (set infus berkurang 1 ml =15 tetes)atau 13
tetes/kgBB/menit (set infus ml = 20 tetes).7 jam berikutnya : 12
ml/kgBB/menit = 3 tetes/kgBB/menit (set infus berukuran 1 ml = 15
tetes ) atau 4 tetes /kgBB/menit (set infus ml = 20 tetes). 16 jam
berikutnya 125 ml/kgBB/oralit.
2. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun
Dengan berat badan 10-15 kg, 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml 20
tetes)
3. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun
Dengan berat badan 15-25 kg, 1 jam pertama 20 ml/kgBB/menit atau 5
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20
tetes). 7 jam berikutnya 10 ml/kgBB/menit atau 2,5 tetes/kgBB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes). 16 jam
berikutnya 105 ml/kgBB/oralit per oral.
4. Untuk bayi baru lahir
Dengan berat badan 2-3 kg kebutuhan cairan 125 ml + 100 ml + 25 ml =
250 ml/kgBB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian
NaHCO3 1 setengah%).kecepatan 4 jam pertama 25 ml/kgBB/jam atau 6
tetes /kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kgBB/menit (1 ml – 20 tetes).
5. Untuk bayi berat badan lebih rendah
Kebutuhan cairan 250 ml/kgBB/24jam, jenis cairan 4:1 4 bagian glukosa
5% + 1 bagian NaHCO3 1 setengah%
2. Pengobatan dietatik (Makanan)
Untuk anak-anak dibawah 1 tahun dan diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang 7 kg jenis, makanannya adalah :
1. Susu ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tidak
jenuh
2. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu
3. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemui misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang
atau tak jenuh
3. Obat- obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang melalui tinja tanpa
muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain (gula, air tinja, tepung beras, dll).
2.4 Komplikasi
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2018), komplikasi yang dapat terjadi dari diare
akut maupun kronis, yaitu :
Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basah (asidosis
metabolik), karena :
1. Kehilangan Narium Bicarbonat bersama tinja.
2. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh.
3. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
4. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).
5. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler
Secara klinis, bila Ph turun oleh karena akumulasi bebrapa asam non volatil,
maka terjadi hiperpentilasi yang menurunkan pCo2 menyebabkan pernafasan
bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan husmual) (Suharyono, 2018).
Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3 % dari anak-anak yang menderita diare dan lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori
protein (kkp), karena :
1. Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.
2. Adanya gangguan absorbsi glukosa (walaupun jarang terjadi).
Gejala hipoglekimia akan muncul jika kadar glukosa menurun sampai 40 % pada
bayi dan 50% pada anak-anak. Hal tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka
ransang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi
penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena :
1. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya
akan bertambah hebat, sehingga orangtua hanya sering memberikan air teh saja.
2. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam waktu
yang terlalu lama.
3. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan absopsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai mual, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi
jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga
dapat mengakibatkan perdarahan di otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita dapat meninggal.
Hiponatermia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). hipotremi
sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi
cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau Normal Saline (Juffrie, 2010)
5. Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi :
a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi
resiko diare dan infeksi yang serius.
b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masuk dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
(minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus
ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas
minum atau tidak bisa minum (Nursalam, 2012).
1) Keadaan Umum
a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
2) Berat Badan
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2012), anak yang mengalami diare dengan
dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan, sebagai berikut :
Dehidrasi ringan :
Bayi : 5% (50 ml/kg)
Anak : 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang :
Bayi : 5-10% (50-100 ml/kg)
Anak : 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat
Bayi : 10-15% (100-150 ml/kg)
Anak : 9% (90ml/kg)
3) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Anak berusia dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung.
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya
normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya
cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak
ada pernapsan cuping hidung.
d) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
e) Mulut dan Lidah
1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan
pada kelenjar tyroid.
g) Thorak
1) Jantung
Inspeksi : pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat
Auskultasi : pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare
dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga
meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami
takikardi dan bradikardi.
2) Paru- paru
Inspeksi : diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare
dehidrasi ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan
dehidrasi berat pernapasannya dalam.
h) Abdomen
1) Inspeksi : anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
2) Palpasi : turgor kulit pada pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2
detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.
3) Auskultasi : biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya
meningkat
i) Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refil (CRT) normal, akral teraba
hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2detik, akral
dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba
dingin, sianosis.
j) Genitilia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
2.2.3 Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratium
a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum. Biasanya
penderita diare natrium plasma > 150 mmoL/L, kalium > 5 mEq/L.
b) Pemeriksaan Urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Elektroli urin yang diperiksa
adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis
(Suharyono, 2015).
c) Pemeriksaan Tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat.
d) Pemeriksaan pH, Leukosit, Glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein
leukosit dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH
menurun disebabkan akumulasi asam atau kehilangan basa (Suharyono,
2015).
e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik (Betz 2012).
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Endoskopi
1. Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien
mengalami mual dan muntah.
2. Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan
segar melalui rektum.
3. Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika
pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan
untuk menyingkarkan kanker.
b) Radiologi
1. CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi.
2. Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika dicurigai mengalami
penyakit bilier atau prankeas.
c) Pemeriksaan lanjutan
1. Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mmengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.
2. Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai
membutuhkan sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014).
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare menurut SDKI
adalah sebagai berikut :
a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi,
iritasi, malabsorbsi.
b. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan,
kegagalan mekanisme regulasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Resume
An.F usia 1 tahun 4 bulan, jenis kelamin laki-laki, Islam, suku jawa, bertempat tinggal di
jln.bilal ujung Medan Timur, penanggung jawab pasien Ny.B alamat jln.bilal ujung Medan
Timur, usia 35, pekerjaan wiraswasta, hubungan ibu kandung. Pada tanggal 03 Desember
2022 jam 10.05 WIB datang ke IGD Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan.Ibu
pasien mengatakan anaknya BAB 5-6 kali dalam sehari feses cair, warna feses kuning, dan
berbau khas disertai demam naik turun sejak dua hari yang lalu, pasien muntah 3 kali dalam
sehari muntah berisi cairan seperti susu tanpa disertai darah, batuk sesekali, menggigil, lemas,
nafsu makan tidak ada, dan cengeng. Ibu pasien juga mengatakan sebelumnya pernah masuk
di RS Haji Medan dengan diagnosa bronkitis dan kejang demam.
Di IGD umum dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil Tem 38,8 0C, HR 100x/menit,
RR 20x/menit, kesadaran CM (compos mentis), BB sebelumnya 14 kg, setelah masuk IGD
13 kg, TB 76 cm dan pemeriksaan penunjang dengan hasil HB;8,0 , leukosit; 8,4 trombosit:
120.000, Thorax : kesan bronkitis, bising usus 20 x/menit , diberikan terapi cairan IFVD
NaCl 0,9% 20 gtt mikro, injeksi paracetamol 150 mg/8 jam, inj cefotaxime 500 mg/12 jam,
ondansetron 1 mg. setelah itu pasien di pindahkan ke Ruang rawat inap Asoka jam 12.45
WIB.
Di ruang rawat inap Asoka pada tanggal 03 Desember 2022 jam 18.00 WIB, dilakukan
pengkajian dengan hasil data kesadaran Compos Mentis (CM), ibu pasien mengatakan anak
masih demam naik turun, lemas, perut keram, mata cekung, BAB 5-6 kali dalam sehari, perut
kembung, nafsu makan berkurang, cengenganak tidak ASI sejak September 2022 dan
diberikan PASI sebanyak 210 cc/4jam, imunisasi yang didapat polio dan hepatitis B
imunisasi tidak lengkap, Tem 38,80C, HR 100x/menit, RR 20x/menit, kesadaran CM
(compos mentis), BB 12 kg, TB : 76 Cm,jenis diet M2 (susu)dan pemeriksaan penunjang
dengan hasil natrium: 110 mmoL/L, kalium: 2,1 mmoL/L, leukosit: 20,4 10 *3/Ul, feses
berwarna kuning dan diberikan terapi cairan IFVD NaCl 0,9% 20 gtt mikro, injeksi
paracetamol 150 mg/8 jam, inj cefotaxime 500 mg/12 jam, ondansetron 1 mg, zink tab 1x20
mg pulvis dan suppositoria. Diagnosa dokter gastroentritis akut.
A. Laboratorium
Pada tanggal 03Desember 2022 dilakukan pemeriksaan darah lengkap An.M dengan hasil:
Neutrofil 43,6 % 50 – 70
Limfosit 38,3 % 20 – 40
Monosit 16,0 % 2–8
Limfosit (abs) 3,9 10 *3 / uL 1,8 – 3,74
Test Gula Darah 89 Mg/dl <200
Glukosa Ad Random
ELEKTROLIT 110 mmol/L 135-150
Elektrolit Lengkap
Natrium
Kalium 2,1 mmol/L 3,6-5,5
Chlorida 87 mmol/L 96-108
B. Pemeriksaan Urin
Diare
2 DS : - ibu pasien mengatakan anak Mikrobakterium Gangguan
mual, muntah dan demam keseimbangan
sejak 2 hari yang lalu Masuk ke saluran cerna cairan dan
- Ibu pasien mengatakan anak elektrolit
mencret Menginfeksi saluran
DO : - kondisi umum lemah cerna
Peningkatan frekuensi
BAB
Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
3 DS: Mikrobakterium Defisit nutisi
Ibu mengatakan anaknya BAB
5-6 kali Masuk ke saluran cerna
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Mengidentifikasi dan mengelola keseimbangan cairan dan elektrolit serta
keseimbangan keperawatan selama 1 x 24 jam mencegah komplikasi akibat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
cairan dan diharapkan : Observasi:
elektrolit 1. Memiliki keseimbangan 1. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
berhubungan asupan cairan dan pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
dengan keluaran yang seimbang 2. Monitor berat badan harian
kehilangan 2. Memiliki hidrasi yang 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
cairan melalui baik (mukosa bibir 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
feses lembab, turgor kulittida Terapeutik :
kering, mata tidak 1. Catat intake-outfut dan hitung balance cairan 24 jam
cekung) 2. Berikan asupan cairan , sesuai kebutuhan
3. Tidak mengalami haus 3. Berikan cairan intravena
yang tidak normal
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian diuretik
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Menyediakan informasi mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam Observasi:
dengan Diharapkan : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
kehilangan 1. Asuhan nutrisi cukup Terapeutik :
nutrisi melalui untuk memenuhi 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
feses dan kebutuhan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
muntah metabolisme 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
2. Berat badan Edukasi:
meningkat dan ideal 1. Jelaskan kebutuhan gizi seimbang pada anak
3. Bising usus normal 2. Anjurkan menghindari makana jajanan yang tidak sehat misalnya:
mengandung pemanis buatan, pewarna buatan, pengawet dan
penyedap.
3. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) misalnya cuci tangan
sebelum dan sesudah makan, cuci tangan dengan sabun setelah ke toilet
Kolaborasi: -
3.4 Impelementasi dan Evaluasi
Planning:
intervensi dilanjutkan
Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Tingkatkan kebersihan
Monitor tanda gejala diare
2. Gangguan 1. Mengidentifikasi intake-outfut dan Subjektif: Subjektif:
keseimbangan hitung balance cairan 24 jam ibu pasien mengatakan Pasien mengatakan nyeri
cairan dan 2. Mengajarkan keluarga pasien untuk anak mual muntah dan padaabdomen mulai berkurang
elektrolit memberikan asupan cairan , sesuai demam sejak 2 hari yang
kebutuhan pasien lalu Objektif: