Anda di halaman 1dari 19

PROJECT BASED LEARNING (PJBL) 1

DYSTOCIA

Disusun Oleh :
SURYAT MUHSAN
115070207111016

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
1. Definisi Dystocia
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit atau abnormal
yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor
persalinan. Setiap keadaan berikut dapat menyebabkan distosia:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat
upaya mengedan ibu (kekuatan [powers]).
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir [passage]).
3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi
besar, dan jumlah bayi (penumpang [passengers]).
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan.
5. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem pendukung.
Distosia diduga terjadi jika kecepatan dilatasi serviks, penurunan dan
pengeluaran (ekspulsi) janin tidak menunjukkan kemajuan, atau jika
karakteristik kontraksi uterus menunjukkan perubahan. (Bobak, 2004)

2. Epidemiologi Dystocia
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200 juta
kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah
perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi
12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang
lain 7,9%.
Angka kejadian dystocia bahu tergantung pada criteria diagnosa yang
digunakan.Insidensi dystocia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal
presentasi kepala. Apabila dystocia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara
lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya
menjadi 11%.Salah satu criteria diagnose dystocia bahu adalah bila dalam
persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus
seperti traksi curam bawah dan episiotomi. Gross, dkk (1987)

Dengan menggunakan criteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian


dystocia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi criteria
diagnose diatas.Presentase kejadian distosia bahu diperkirakan 0,2% - 0,6% dari
semua persalinan pervaginam (Baskett& Allen, 1995).

Kasus Distocia bahu tidak dapat di prediksi kapan akan terjadi dan belum ada
cara untuk memastikan kapan akan terjadi Distocia bahu saat persalinan. Prosentasi
distosia bahu terjadi sebesar 0,2-0,6% dari seluruh persalinan vaginal presentasi
kepala. Apabila jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahir lebih dari 60 detik
maka insidensinya menjadi 11%. Insidensi dapat meningkat dengan adanya
peningkatan ukuran badan bayi dan hamper mendekati 1 : 100 kelahiran di
masyarakat eropa yg akan berbeda di masyarakat lain. Insiden 2% akan meningkat
pada persalinan bayi besar - 3% jika berat lahir >4000 gr. Pada ibu penderita
Diabetes Gestasional, Distocia bahu bisa terjadi sebesar 7%.

3. Klasifikasi Dystocia
1. Persalinan Disfungsional ( Distosia karena Kelainan Kekuatan)
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang
menghambat kemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan pendataran/
effacement (kekuatan primer), dan / atau kemajuan penurunan (kekuatan
sekunder). (Bobak, 2004)
Beberapa faktor yang dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya
distosia uterus sebagai berikut (Gilbert, 2007):
a. Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
b. Kondisi uterus yang tidak normal (malformasi kongenital, distensi yang
berlebihan, kehamilan ganda, atau hidramnion)
c. Kelainan bentuk dan posisi janin
d. Disproporsi cephalopelvic (CPD)
e. Overstimulasi oxytocin
f. Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan kecemasan
g. Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya
Kontraksi uterus abnormal terdiri dari:
a. Disfungsi Hipotonik
Perempuan yang semula membuat kemajuan normal tahap kontraksi
persalinan aktif akan menjadi lemah dan tidak efisien, atau berhenti sama
sekali. Uterus mudah “indented”, bahkan pada puncak kontraksi. Tekanan
intrauterin selama kontraksi (biasanya kurang dari 25 mmHg) tidak
mencukupi untuk kemajuan penipisan serviks dan dilatasi. CPD dan
malposisi adalah penyebab umum dari jenis disfungsi dari uterus. HIS
bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih
dahulu daripada bagian lain, kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi
uterus lebih aman, singkat, dan jarang dari pada biasa.
b. Disfungsi Hipertonik
Ibu yang mengalami kesakitan/ nyeri dan frekuensi kontraksi tidak
efektif menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan effacement.
Kontraksi ini biasa terjadi pada tahap laten, yaitu dilatasi servikal kurang dari
4 cm dan tidak terkoordinasi. Kekuatan kontraksi pada bagian tengah uterus
lebih kuat dari pada di fundus, karena uterus tidak mampu menekan
kebawah untuk mendorong sampai ke servik. (Gilbert, 2007)
2. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir
 Karena struktur pelvis
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kontraktur diameter pelvis yang
mengurangi kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis inlet (pintu atas
panggul), pelvis bagian tengah, pelvis outlet (pintu bawah panggul), atau
kombinasi dari ketiganya. Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum
dari distosia. Kontraktur pelvis mungkin disebabkan oleh ketidak normalan
kongenital, malnutrisi maternal, neoplasma atau kelainan tulang belakang.
 Kelainan traktus genetalis
a. Vulva
Kelainan pada vulva yang menyebabkan distosia adalah edema,
stenosis, dan tumor. Edema biasanya timbul sebagai gejala preeklampsia
dan terkadang karena gangguan gizi. Pada persalinan jika ibu dibiarkan
mengejan terus dapat mengakibatkan edema. Stenosis pada vulva
terjadi akibat perlukaan dan peradangan yang menyebabkan ulkus dan
sembuh dengan parut-parut yang menimbulkan kesulitan. Tumor
dalam neoplasma jarang ditemukan. Yang sering ditemukan
kondilomata akuminata, kista, atau abses glandula bartholin.
b. Vagina
Yang sering ditemukan pada vagina adalah septum vagina,
dimana septum ini memisahkan vagina secara lengkap atau tidak
lengkap dalam bagian kanan dan bagian kiri. Septum lengkap biasanya
tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya
cukup lebar, baik untuk koitus maupun untuk lahirnya janin. Septum
tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada
persalinan dan harus dipotong terlebih dahulu.
c. Servik uteri
Konglutinasio orivisii externi merupakan keadaan dimana pada
kala I servik uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga
merupakan lembaran kertas dibawah kepala janin. Karsinoma servisis
uteri, merupakan keadaan yang menyebabkan distosia.
d. Uterus
Mioma uteri merupakan tumor pada uteri yang dapat
menyebabkan distosia apabila mioma uteri menghalangi lahirnya janin
pervaginam.
e. Ovarium
Distosia karena tumor ovarium terjadi apabila menghalangi
lahirnya janin pervaginam. Dimana tumor ini terletak pada cavum
douglas. Membiarkan persalinan berlangsung lama mengandung bahaya
pecahnya tumor atau ruptura uteri atau infeksi intrapartum.
3. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a. Kelainan letak, presentasi atau posisi
1. Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan persentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui pintu atas panggul dengan sutura sagittalis melintang atau
miring sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan
melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang.
Namun keadaan ini pada umumnya tidak akan terjadi kesulitan
perputarannya kedepan, yaitu bila keadaan kepala janin dalam keadaan
fleksi dan panggul mempunyai bentuk serta ukuran normal. Penyebab
terjadinya posisi oksipitalis posterior persisten ialah usaha penyesuaian
kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
2. Presentasi puncak kepala
Kondisi ini kepala dalam keaadaan defleksi. Berdasarkan derajat
defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi
dahi atau presentasi muka. Presentasi puncak kepala (presentasi
sinsiput) terjadi apabila derajat defleksinya ringan sehingga ubun-ubun
besar berada dibawah. Keadaan ini merupakan kedudukan sementara
yang kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala.
3. Presentasi muka
Persentasi muka terjadi bila derajat defleksi kepala maksimal
sehingga muka bagian terendah. Kondisi ini dapat terjadi pada panggul
sempit atau janin besar. Multiparitas dan perut gantung juga merupakan
faktor yang menyebabkan persentasi muka.
4. Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah bila derajat defleksi kepalanya lebih
berat, sehingga dahi merupakan bagian yang paling rendah. Kondisi ini
merupakan kedudukan yang bersifat sementara yang kemudian berubah
menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Penyebab
terjadinya kondisi ini sama dengan presentasi muka.
5. Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibawah
cavum uteri.
6. Letak lintang
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di
dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong
berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih
tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas
panggul. Punggung janin berada di depan, di belakang, di atas atau di
bawah.
7. Presentasi ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dalam rongga
panggul dijumpai tangan, lengan/kaki, atau keadaan dimana disamping
bokong janin dijumpai tangan.
b. Kelainan bentuk janin
1. Pertumbuhan janin yang berlebihan
Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari
4000 gram. Kepala dan bahu tidak mampu menyesuaikannya ke pelvis,
selain itu distensi uterus oleh janin yang besar mengurangi kekuatan
kontraksi selama persalinan dan kelahirannya.
2. Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar sehingga
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Hidrosefalus akan
menyebabkan disproporsi sefalopelvic.
c. Prolaksus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada disamping atau melewati bagian
terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Pada presentasi
kepala, prolaksus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali
pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan
akibat gangguan oksigenasi. Prolaksus funikuli dan turunnya tali pusat
disebabkan oleh gangguan adaptasi bagian bawah janin terhadap panggul,
sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin.

  4. Distosia karena Kelainan His


His yang tidak normal baik kekuatan atau sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan
Jenis kelainan :
a.   Inersia uteri : His yang sifatnya lebih lama, singkat dan jarang dibandingkan
his normal
1. Inersia uteri pimer
Kelemahan his timbul sejak permulaan persalinan

2. Inersia uteri sekunder


Kelemahan timbul sesudah adanya his yang kuat, teratur dalam waktu yang
lama.
Tetania uteri (hypertonic  uterin contraction)
b.    His yang terlalu kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim.
Incoordinate uterin action. Sifat his yang berubah dimana tidak ada koordinasi
dan sikronisasi antara kontraksi dan bagian-bagiannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
 Kehamilan primi gravida tua atau multi gravida
 Herediter
   Emosi dan kekuatan
 Kelainan uterus
 Kesalahan pemberian obat
 Kesalahan pimpinan persalinan
 Kehamilan kembar dan post matur
 Letak lintang

3. Patofisiologi Dystocia
(Terlampir)
4. Faktor Resiko Dystocia
Distosia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Primigravida, multigravida dan grandemultipara.
2. Herediter, emosi dan ketakutan memegang peranan penting.
3. Salah pimpinan persalinan, atau salah dalam pemberian obat-obatan.
4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim.
Ini dijumpai pada kelainan letak janin dan disproporsi sefalopelvik.
5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis.
6. Kehamilan postmatur.
(Wiknjosastro, 2007).
Keadaan yang dapat menyebabkan distosia, antara lain:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat
upaya mengedan ibu (kekuatan [powers]).
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir [passage]).
3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi
besar, dan jumlah bayi (penumpang [passengers]).
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan.
5. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem pendukung.
Distosia diduga terjadi jika kecepatan dilatasi serviks, penurunan dan
pengeluaran (ekspulsi) janin tidak menunjukkan kemajuan, atau jika
karakteristik kontraksi uterus menunjukkan perubahan. (Bobak, 2004)

5. Manifestasi Klinis Dystocia


a. Ibu :
 Gelisah
 Letih
 Suhu tubuh meningkat
 Nadi dan pernafasan cepat
 Edem pada vulva dan servik
 Bisa jadi ketuban berbau
b. Janin
 DJJ cepat dan tidak teratur
 Distress janin
 Keracunan mekonium
(Chandranita, 2009)

6. Pemeriksaan Diagnostik Dystocia


1.    Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di fundus
uteri
2.    Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
3.    X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini
penting untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan
serta adanya kelainan kongenital lain
4.   Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh
operatorberpengalaman dapat menentukan :
 Presentasi janin
 Ukuran
   Jumlah kehamilan
 Lokasi plasenta
 Jumlah cairan amnion
 Malformasi jaringan lunak atau tulang janin

7. Penatalaksanaan Medis Dystocia


a. Penanganan Umum
1. Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
2. Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ
3. Kolaborasi dalam pemberian :
a. Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV)
b. Berikan analgesia berupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin
10 mg (IM)
4. Perbaiki keadaan umum
 Dukungan emosional dan perubahan posisi
 Berikan cairan
b. Penanganan Khusus
1. Kelainan His
 TD diukur tiap 4 jam
 DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
 Pemeriksaan dalam : VT
 Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV)
 Berikan analgetik seperti petidin, morfin
 Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his
2. Kelainan letak dan bentuk janin
 Pemeriksaan dalam
 Pemeriksaan luar
 MRI
 Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksio sesaria
baik primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir
persalinan
3. Kelainan jalan lahir
 Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul
kiri dari tulang panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi
lebih luas. Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan karena terdesak oleh
seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah apabila pada panggul sempit
dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga
seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.
 Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan
janin sudah meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan
kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika panggul demikian sempitnya
sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan kraniotomi, terpaksa
dilakukan seksio sesarea.
 Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni
sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara
sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa
waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan
pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup
berat, atau karena terdapat disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain
itu seksio dilakukan pada kesempitan ringan apabila ada faktor-faktor
lain yang merupakan komplikasi, seperti primigrvida tua, kelainan letak
janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang
mengalami masa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain-lain.
(Farrer, 2001)
8. Asuhan Keperawatan Dystocia
1. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku/bangsa.
2. Keluhan utama : proses persalinan yang lama menyebabkan adanya
keluhan nyeri dan cemas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti : Kelainan
letak janin (lintang, sunsang).
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia
sebelumnya, biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti
hipertensi, anemia, panggul sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya
ada riwayat kembar.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah,
DM, eklampsi dan preeklampsi.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : rambut tidak rontok, kulit kepala bersih.
b. Mata : biasanya konjungtiva anemis
c. Thorak
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan.
d. Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama): biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak,
presentasi dan sikap anak normal atau tidak, raba fundus keras atau
lembek, biasanya anak kembar/ tidak.
e. Vulva dan Vagina
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada
vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan
persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi
adanya plasenta previa.

f. Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk
panggul dan kelainan tulang belakang.

2. ANALISA DATA
NO DO/DS ETIOLOGI DIAGNOSA
. KEPERAWATAN
1. DO: Klien Distosia Resiko tinggi
menunjukkan tanda ↓ cedera maternal
kelelahan Tonus otot menurun b/d intervensi
DS:- ↓ penanganan
Obstruksi mekanis pada distosia
penurunan janin

Resiko tinggi cedera maternal

2. DO: Terdapat Distosia Nyeri akut b/d


disproporsi pelvis ↓ distosia, prosedur
DS: Pasien Partus lama obstetri
menyatakan nyeri ↓
semakin hebat Penekanan pada jalan lahir

Menekan saraf

Respon hipotalamus

Pengeluaran mediator nyeri

Respon nyeri

Nyeri akut

3. DO: - Distosia Ansietas b/d


DS: Klien menyatakan ↓ kemajuan
cemas karena Rencana tindakan SC persalinan yang
persalinannya lama ↓ lambat
Krisis situasi

Ketokolamin meningkat

Stress

Ansietas

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera maternal b/d intervensi penanganan distosia
2. Nyeri akut b/d distosia, prosedur obstetri
3. Ansietas b/d kemajuan persalinan yang lambat

4. INTERVENSI

1. Resiko tinggi cedera maternal b/d intervensi penanganan distosia


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak
terjadi cedera pada ibu
Kriteria hasil :
1. Tidak ada laserasi derajat 3 atau 4
2. Tidak ada rupture
Intervensi :
1. Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan dan durasi.
R/ Membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebab,
kebutuhan pemeriksaan diagnostik dan intervensi yang tepat.
2. Catat waktu/jenis obat, hindari pemberian narkotik dan anastesi blok
epidural sampai serviks dilatasi 4 cm.
R/ Sedatif yang diberikan terlalu dini dapat menghambat atau
menghentikan persalinan.
3. Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai, serta aktifitas dan istirahat
sebelum awitan persalinan.
R/ Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan disfungsi sekunder,
atau mungkin akibat dari persalinan lama.
4. Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik.
R/ Disfungsi kontraksi dapat memperlama persalinan,meningkakan
resiko komplikasi maternal/janin.
5. Catat penonjolan, posisi janin dan presentase janin.
R/ Digunakan sebagai indikator dalam mengidentifikasi persalinan yang
lama.

2. Nyeri akut b/d distosia, prosedur obstetri.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
klien berkurang.
Kriteria Hasil:
1. Klien tidak merasakan nyeri lagi
2. Klien tampak rileks
Intervensi :
1. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus dan nyeri
tekan abdomen.
R/ Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan
kepala pada servik yang berlangsung lama akan menyebabkan nyeri.
2. Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri.
R/ Setiap individu mempunyai tingkat ambang nyeri yang berbeda,
dengan skala dapat diketahui intensitas nyeri klien.
3. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang serta bantu klien dalam
menggunakan metode relaksasi.
R/ Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa
nyeri.
4. Kuatkan dukungan sosial/ dukungan keluarga.
R/ Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat
mengurangi tingkat kecemasan dalam melewati persalinan.
5. Kolaborasi pemberian narkotik atau sedative sesuai instruksi dokter.
R/ Pemberian narkotik atau sedative dapat mengurangi nyeri hebat.

3. Ansietas b/d kemajuan persalinan yang lambat


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam ansietas
yang dialami klien terkontrol/ terkendali.
Kriteria hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
teknik untuk mengontrol cemas
2. Klien menunjukkan ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
mengalami penurunan kecemasan
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan.
R/ Setiap individu mempunyai tingkat ambang kecemasan yang
berbeda.
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedu.r
R/ Dengan mengetahui prosedur tindakan kecemasan klien dapat
berkurang.
3. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang serta bantu klien dalam
menggunakan metode relaksasi.
R/ Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa
cemas.
4. Kuatkan dukungan sosial/ dukungan keluarga.
R/ Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat
mengurangi tingkat kecemasan dalam melewati persalinan.
5. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan sesuai indikasi.
R/ Dapat menurunkan kecemasan pada klien.

PATOFISIOLOGI
DAFTAR PUSTAKA
Bobak. 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetric Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta:EGC

Farrer, Helen. 2001. Perawatan meternitas edisi II. Jakarta: EGC

Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo

Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo

Anda mungkin juga menyukai