Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“DISTOSIA BAHU”

Mata Kuliah : kegawatdaruratan maternal dan Neonatal


Dosen Pengampu : Mardiani Mangun, SSiT.,MPH.

Disusun oleh :

EKA AGUSTINA PO7124322013


Pradewi Meriyanti. Lago PO7124322008

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PALU


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
KELAS ALIH JENJANG
2022 / 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana Wata’ala atas segala

rahmat dan karunianya yang berupa kesehatan, kekuatan serta kesempatan yang

dianugerahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan Judul

Distosia bahu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini jauh dari

kesempurnaan, tapi penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan

yang terbaik, oleh sebab itu penulis senantiasa menerima kritikan dan saran

pembaca demi penyempurnaan Makalah ini.

Akhir kata, semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa melimpahkan

rahmat-Nya kepada kita semua, memberi imbalan pahala kepada semua pihak yang

telah memberikan bantuan dan semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat.

Palu, 10 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL………………………………………………………..……….…. 1

KATA PENGANTAR………………………………………………….….. 2

DAFTAR ISI……………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang……………………………………….………….. 4

2. Rumusan Masalah………………………………….…………… 5

3. Tujuan Penulisan………………………………….…………….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian distosia bahu……………………. …………….……. 6

2. Diagnosis distosia bahu……………………. …………………... 6

3. Faktor resiko distosia bahu……………………. ……………. … 7

4. Resiko distosia bahu bagi ibu dan janin………………………… 8

5. Pencegahan distosia bahu……………………. ……………........ 9

6. Tatalaksana distosia bahu……………………. …………………10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………. ……………`………………. 15

B. Saran……………………………. ………………………....… 15

DAFTAR PUSTAKA……………………………. ………………………. 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Distosia bahu merupakan suatu kegawatdaruratan obstetri yang jarang

terjadi, namun sangat berbahaya bagi ibu dan janin. Distosia bahu adalah suatu

kondisi kegawatdaruratan obstetri pada persalinan pervaginam dimana bahu

janin gagal lahir secara spontan setelah lahirnya kepala janin.Tingkat insidensi

distosia bahu kurang lebih sebesar 0,6 hingga 1,4% dari seluruh persalinan

pervaginam. distosia bahu masih menjadi tantangan bagi tenaga medis karena

risiko terjadinya distosia bahu masih belum dapat diprediksi dengan baik.

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin meliputi cedera pleksus brakialis 1-

20%, fraktur os humerus dan klavikula, asfiksia, ensefalopati hingga kematian

perinatal. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada ibu antara lain berupa

laserasi, perdarahan, dan stress psikologis.

Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi

(AKB) juga dipengaruhi dan didorong berbagai faktor yang mendasari

timbulnya risiko maternal dan neonatal, yaitu faktor-faktor penyakit, masalah

gizi dari wanita usia subur (WUS) serta faktor 4 T (terlalu muda dan terlalu tua

untuk hamil dan melahirkan, terlalu dekat jarak kehamilan/ persalinan dan

terlalu banyak hamil dan melahirkan). Kondisi tersebut di atas lebih diperparah

lagi oleh adanya keterlambatan penanganan kasus emergensi/ komplikasi

maternal dan neonatal akibat oleh kondisi 3 T (terlambat), yaitu: 1) Terlambat

mengambil keputusan merujuk, 2) Terlambat mengakses fasilitas pelayanan

4
kesehatan yang tepat, dan 3) Terlambat memperoleh pelayanan dari tenaga

kesehatan yang tepat/ kompeten (KEMENKES RI, 2013).

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian distosia bahu?

2. Bagaimana diagnosis distosia bahu?

3. Bagaimana faktor resiko distosia bahu?

4. Bagaimana resiko distosia bahu bagi ibu dan janin?

5. Bagaimana pencegahan distosia bahu?

6. Bagaimana tatalaksana distosia bahu?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian distosia bahu

2. Mengetahui diagnosis distosia bahu

3. Mengetahui faktor resiko distosia bahu

4. Mengetahui resiko distosia bahu bagi ibu dan janin

5. Mengetahui pencegahan distosia bahu

6. Mengetahui tatalaksana distosia bahu?

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) Pengertian Distosia Bahu

Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat

dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan (Setyarini, Didien Ika. 2016; 97).

Distosia bahu adalah kondisi dimana kepala dapat lahir tetapi bahu tidak

lahir karena bahu gagal melewati simfisis pubis (Ana, Ni Wayan. 2021 : 131).

Distosia bahu didefinisikan sebagai persalinan presentasi kepala

pervaginam yang membutuhkan manuver obstetrik tambahan untuk melahirkan

fetus setelah kepala lahir dan traksi gagal (Akbar, H. 2017: 2).

2) Diagnosis Distosia Bahu

Akbar H mengidentifikasi bahwa diagnosis distosia bahu yaitu :

Hal ini mendukung diagnosis distosia bahu dimana tubuh bayi tidak

kunjung lahir setelah kepala lahir walaupun kontraksi his baik. Tanda klinis

terjadinya distosia bahu meliputi:

a. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang

cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir.

b. Turtle sign adalah kepala bayi tertarik kembali ke perineum ibu setelah

keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti kura-kura yang

menarik kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini terjadi

akibat bahu depan bayi terperangkap di simfisis pubis ibu sehingga

mencegah lahirnya tubuh bayi (Akbar. 2017 : 2).

6
Ana Ni Wayan mengidentifikasi bahwa diagnosis distosia bahu yaitu :

a. Kala II persalinan memanjang

b. Setelah kepala lahir tidak terjadi putaran paksi luar

c. Dagu menempel pada perineum

d. Turtle sign (Kepala masuk kembali ke vagina saat ibu berhenti meneran)

(Ana. 2021 : 130).

3) Faktor Risiko Distosia Bahu

Faktor risiko utama dari distosia bahu meliputi faktor antepartum dan

intrapartum. Faktor antepartum meliputi usia ibu, riwayat distosia bahu

sebelumnya, diabetes atau obesitas pada ibu sebelum hamil, makrosomia,

diabetes gestasional dan peningkatan berat badan berlebih selama hamil.Usia

ibu lebih dari 35 tahun, IMT lebih dari 30 kg/m2 , dan peningkatan BB lebih

dari 20 kg selama hamil merupakan faktor antepartum yang rutin

ditemukan.Faktor intrapartum meliputi disproporsi sefalopelvik relatif,

persalinan macet dan persalinan dengan bantuan alat ( Hamka. 2017 : 3).

Menurut Setyarini, Didien Ika faktor resiko terjadinya distosia bahu

yaitu dari ibu dan bayi.

a. Maternal

1) Kelainan bentuk panggul

2) Diabetes gestasional

Obesitas maternal dapat memiliki kaitan dengan makrosomia

melalui mekanisme peningkatan resistensi (ibu bukan diabetes mellitus)

yang menyebabkan peningkatan glukosa fetus dan kadar insulin. Lipase

7
plasenta memetabolisme trigliserida dalam darah ibu, dan mentransfer

asam lemak bebas sebagai nutrisi untuk pertumbuhan janin. Kadar

trigliserida yang meningkat pada ibu obesitas berhubungan dengan

pertumbuhan janin berlebihan melalui peningkatan asam lemak bebas.

3) Kehamilan postmatur

4) Riwayat persalinan dengan distosia bahu

5) Ibu yang pendek.

b. Fetal

Dugaan makrosomia

4) Resiko Distosia Bahu bagi Ibu dan Janin

a. Robekan jalan lahir

b. Bayi lahir asfiksia

c. Kerusakan pleksus brachialis

Hampir seluruh cedera pleksus brakial akibat distosia bahu adalah

Erb palsy, yang diakibatkan oleh peregangan berlebih dari radiks C5-6

selama persalinan. Teori menyebutkan bahwa bahu anterior terjepit di

belakang simfisis pubis, gaya alami dari kontraksi uterus (yang sangat kuat

untuk mengatasi disproporsi relatif dari besarnya fetus dan kecilnya pelvis

ibu) cukup untuk melanjutkan proses persalinan dan mendorong bayi keluar

dari jalan lahir. Namun, gaya yang hebat ini dapat menyebabkan kerusakan

pada pleksus brakialis.

d. Paralisis klumpe’s

e. Fraktur Klavikula/ humeru

8
f. Hipoksia

Distosia bahu menyebabkan hipoksia dan asidosis akut yang memicu

kematian perinatal. pH arteri akan menurun 0,011 per menit dan risiko

terjadinya asidosis berat (pH <7) tergangtung pada lamanya jarak waktu

yang diperlukan untuk lahirnya kepala dan tubuh. Interval <5 menit yang

dibutuhkan untuk melahirkan tubuh setelah lahirnya kepala memiliki risiko

5,9% terjadinya asidosis, sedangkan interval ≥5 menit memiliki risiko

sebesar 23,5%.14 Pada kasus ini, kepala bayi tidak dapat dilahirkan dan

telah terjepit selama 1 jam. Hal ini menyebabkan hipoksia yang menjadi

faktor penyebab kematian bayi ( Ana. 2021 : 132).

5) Upaya Pencegahan Distosia Bahu

Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya

dapat dilakukan dengan cara:

a. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginam berisiko

tinggi: janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan

ibu diabetes, janin besar (> 4kg) dengan riwayat distosia bahu pada

persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.

b. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.

c. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.

d. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan

suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera

janin.

9
e. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu

diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi Mc. Robert,

pertolongan persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anesthesia (bila perlu)

(Adriana. 2018 : 68).

6) Tatalaksana Distosia Bahu

Manajemen Distosia Bahu Singkatan HELPERR mencerminkan

langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi distosia bahu pada saat

diagnosis ditegakkan (Hamka. 2017 : 4).

Help (cari bantuan)

Evaluate need for episiotomy (evaluasi apakah perlu dilakukan episiotomy)

Legs into Mc. Robert (ubah posisi tungkai pada posisi Mc. Roberts)

Pressure (penekanan suprapubis)

Enter (masuk: tangan masuk ke vagina dan dilakukan maneuver rotasi internal)

Remove (lahirkan lengan posterior bayi)

Roll (ubah posisi ibu “menungging” Start all over again (lanjutkan)

Adapun tatslaksana distosia bahu antara lain :

1) Menilai tanda-tanda distosia bahu

2) Menjelaskan diagnosis, tindakan yang akan dilakukan, resiko dan

keuntungan tindakan, akibat bila tindakan tidak dilakukan, membuat

persetujuan tindakan medis/ informed consent

3) Meminta pertolongan kepada orang yang ada di sekitar ibu (suami atau

keluarga) dan petugas kesehatan yang lain.

10
4) Atur posisi ibu sehingga bokong ibu berada di tepi tempat tidur

5) Bersihkan mulut dan hidung bayi dari lendir/cairan amnion dengan kasa

lipat atau penghisap bola karet

6) Lakukan episiotomi secukupnya untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak

dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan pertolongan

7) Lakukan Manuver McRobert’s:

▪ Posisi ibu berbaring terlentang, minta ibu untuk menarik kedua lututnya

sejauh mungkin ke arah dadanya. Bila ada asisten atau keluarga dapat

diminta untuk, membantu ibu.

▪ Tarik kepala bayi dengan hati-hati dan mantap, serta terus menerus ke

arah bawah (arah anus) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah

simfisis pubis.

▪ Bersamaan dengan itu minta asisten melakukan penekanan di supra

pubis secara simultan.

8) Bila bahu masih tetap tidak lahir setelah melakukan manuver Mc Robert’s,

lakukan lah Manuver Gaskin’s

▪ Minta ibu untuk berganti posisi merangkak.

▪ Bantu kelahiran bayi dengan cara melakukan tarikan perlahan pada bahu

anterior ke arah atas secara hati-hati.

▪ Setelah bahu anterior lahir, lahirkan bahu posterior dengan tarikan

perlahan ke arah bawah.

11
9) Bila bahu masih belum dapat dilahirkan, lakukan Teknik Pelahiran Bahu

Belakang:

▪ Ganti sarung tangan DTT dengan cepat

▪ Masukkan satu tangan ke dalam vagina mengikuti lengkung sakrum

sampai jari penolong mencapai fosa antecubiti bahu posterior

▪ Dengan tekanan jari tengah, lipat lengan ke arah sternum Setelah terjadi

fleksi tangan, keluarkan lengan dari vagina (menggunakan jari telunjuk

untuk melewati dada dan kepala bayi, atau seperti mengusap muka bayi),

kemudian terik hingga bahu posterior dan seluruh lengan posterior dapat

dilahirkan

▪ Bahu anterior dapat lahir dengan mudah setelah bahu dan lengan

posterior dilahirkan

▪ Bila bahu anterior sulit dilahirkan, putar bahu posterior ke depan (jangan

menarik lengan bayi tetapi dorong bahu posterior), dan putar bahu

anterior ke belakang (mendorong anterior bahu depan dengan jari

telunjuk dan jari tengah operator) mengikuti arah punggung bayi

sehingga bahu anterior dapat dilahirkan.

10) Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, segera

lakukan rujukan sambil terus melakukan usaha melahirkan bahu selama di

perjalanan dan memasang oksigen pada bayi.

12
PENTING

Penanganan Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga

bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum

memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk kepanggul. Bahu posterior

yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila

dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang

menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan

episiotomi yang luas, posisi Mc. Robert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada

fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk

dilahirkan dan berisiko menimbulkan rupture uteri. Di samping perlunya asisten

dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan

pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu.

Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju

0,04 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak

mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan

maneuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.

Dahulu episiotomi rutin dianjurkan dalam penanganan distosia bahu,

namun saat ini bukti-bukti menunjukkan bahwa episiotomi tidak mengurangi

impaksi tulang bahu fetus terhadap pelvis ibu pada kasus distosia bahu. Namun,

episiotomi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika tenaga kesehatan yang

membantu persalinan membutuhkan ruang tambahan untuk melakukan

maneuver persalinan bahu posterior atau rotasi internal.5,20 Hingga kini risiko

terjadinya distosia bahu masih belum dapat diprediksi dengan baik. Oleh karena

13
itu, meskipun hampir separuh kasus distosia bahu terjadi pada bayi dengan berat

5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4 kg)

dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang

memanjang dengan bayi besar

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Distosia bahu merupakan kondisi dimana tubuh bayi tidak lahir segera

setelah kepala karena terjadi impaksi bahu bayi terhadap inlet pelvis ibu. Faktor

risiko meliputi faktor antepartum dan intrapartum. Komplikasi dapat mengenai

ibu dan bayi termasuk yang paling berat adalah kematian perinatal seperti dalam

kasus. Prinsip penanganan sesuai dengan pedoman distosia bahu.

B. Saran

Setelah Mengetahui teori distosia bahu diharapkan saat bekerja dan

melakukan pelayanan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sehingga

dapat mendeteksi komplikasi-komplikasi yang terjadi pada persalinan distosia

bahu.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, 2018. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny. N Usia 25 Tahun
G1P0A0 Usia Kehamilan 38 Minggu 6 Hari Dengan Persalinan Distosia
Bahu Di Rumah Bersalin Ridho. Medan.
Akbar H, 2017. KEHAMILAN ATERM DENGAN DISTOSIA BAHU. Lampung:
Medula.
Ana, Ni Wayan, 2021. Modul Bimbel SKB CPNS 2021.Bandar Lampung :
Bimbingan Belajar Widya Medika.
Buku saku Pediatric. 2018.
Kementerian Kesehatan RI 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016.
Diunduh tanggal 24 April 2018
Setyarini, Didien Ika dkk, 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan.
Setyarini, Didien Ika dkk, 2016. Praktikum Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan.

16

Anda mungkin juga menyukai