Anda di halaman 1dari 33

Kegawatdaruratan maternal neonatal

Dan basic life support


“Distosia bahu dan ruptur uteri”

Dosen Pembimbing :
Ari Tri Rahayu.,S.Keb.,Bd.,MA.Ed

Disusun Oleh :
Aliidina Nur Afiffah (P27824519001)
Kelas :Freesia

PRODI DIII KEBIDANAN KAMPUS BOJONEGORO


POLITEKKES KEMENKES SURABAYA
BOJONEGORO
2021

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah kami yang membahas tentang
“Distosia Bahu Dan Ruptur Uteri”. Untuk kedua kalinya sholawat serta salam
kami haturkan kepada junjungan nabi Muhamad SAW semoga selalu
terlimpahkan. Amin.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Ari Tri
Rahayu.,S.Keb.,Bd.,MA.Ed selaku dosen yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Dimana makalah ini kami membahas tentang
“Distosia Bahu Dan Ruptur Uteri” yang mana dapat digunakan sebagai landasan
dalam bertindak untuk menolong kegawatdaruratan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi siswa siswi atau bagi pembacanya.
Tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan penyusunan makalah ini yang
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak maupun bagi pembaca makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bojonegoro,28 Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................2
Daftar Isi........................................................................................................3
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................................4
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Distosia Bahu............................................................................................5
BAB 3 Asuhan Kebidanan
3.1 Asuhan Kebidanan Persalinan dengan Distosia Bahu............................15
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan.............................................................................................31
Daftar Pustaka............................................................................................32

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Distosia bahu adalah suatu kondisi kegawatdaruratan obstetri pada
persalinan pervaginam dimana bahu janin gagal lahir secara spontan setelah
lahirnya kepala janin.Tingkat insidensi distosia bahu kurang lebih sebesar 0,6
hingga 1,4% dari seluruh persalinan pervaginam. distosia bahu masih menjadi
tantangan bagi tenaga medis karena risiko terjadinya distosia bahu masih
belum dapat diprediksi dengan baik
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal
dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri.Ruptur uteri
merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut
dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan
pembekuan darah. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi oleh
karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit kehamilan ruptur uteri
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Distosia Bahu
2. Bagaimana Asuhan Kebidanan Dengan Kasus Distosia Bahu
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan tentang distosia bahu
2. Untuk menjelaskan asuhan kebidanan dengan kasus distosia bahu

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Distosia Bahu
a. Definisi
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala
dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis.
Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat
meninggal jika tidak segera dilahirkan. (Setyarini,2016)
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior
tertahan diatas promontorium sakrum karena ia tidak bisa lewat untuk
masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa melewati promontorium,
tetapi mendapat halangan dari tulang sakrum. Lebih mudahnya distosia
bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. (Lumbarnraja,2017)
Penggunaan maneuver untuk mendefinisikan distosia bahu telah
cukup dipertanyakan. Pada persalinan dimana distosia bahu diantisipasi,
satu atau lebih maneuver dapat digunakan sebagai profilaksis. Pada kasus
lainnya, satu atau lebih maneuver dapat digunakan dengan resolusi cepat
distosia dan dengan suatu luaran yang baik. Spong dkk (1995) berusaha
untuk lebih objektif mendefinisikan distosia bahu dengan menyaksikan
250 persalinan acak dan menghitung waktu interval dari persalinan kepala,
hingga persalinan bahu, dan sampai selesainya kelahiran bayi. Insidensi
sebesar 11%, didapatkan dengan penggunaan maneuver obstetri, lebih
tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan sebelumnya. Hanya sebagian
yang dicatat contohnya oleh klinisi. Rata-rata waktu persalinan dari kepala
hingga tubuh pada persalinan normal yaitu sekitar 24 detik dibandingkan
dengan 79 detik pada persalinan dengan distosia bahu. Peneliti
mengajukan bahwa waktu persalinan dari kepala hingga tubuh yang
melebihi 60 detik dapat digunakan untuk mendefinisikan distosia bahu.
(Lumbarnraja,2017)

5
b. Etiologi dan Faktor Risiko
Lebih dari 50 persen distosia bahu ini tanpa faktor risiko, untuk itu
setiap penolong persalinan harus mampu mendiagnosa dan menatalaksana
distosia bahu.
Berbagai karakteristik maternal, intrapartum, dan fetus telah
diimplikasikan dalam perkembangan distosia bahu. Beberapa diantaranya,
termasuk obesitas, multiparitas, dan diabetes, semuanya mengerahkan
efeknya karena dikaitkan dengan peningkatan berat badan lahir. Sebagai
contoh, Keller dkk (1991) mengidentifikasi distosia bahu pada 7%
kehamilan dengan komplikasi diabetes gestasional. Sama halnya,
kumpulan post-term pregnancies dengan distosia bahu mungkin akibat
fetus terus berkembang setelah 42 minggu. Jelasnya, angka kejadian
distosia bahu meningkat dengan semain besarnya berat badan lahir, tetapi
hampir sebagian dari neonatus dengan distosia bahu memiliki berat kurang
dari 4000 g. (Lumbarnraja,2017)
Meskipun demikian, beberapa menganjurkan identifikasi
makrosomia dengan sonografi dan melakukan persalinan secara cesarean
untuk mencegah distosia. Pihak lainnya masih memperdebatkan konsep
persalinan cesarean diindikasikan untuk fetus yang besar, bahkan mereka
memperkirakan hingga berat 4500 g. Rouse dan Owen (1999)
menyimpulkan bahwa persalinan cesarean profilaksis untuk neonatus
makrosomia akan memerlukan lebih dari 1000 persalinan cesarean. The
American College of Obstetricians and Gynecologists (2002) telah
menyimpulkan menjalankan persalinan cesarean untuk semua wanita yang
dicurigai memiliki festus makrosomia tidak sesuai, kecuali kemungkinan
untuk perkiraan berat baadan fetus >5000 g pada wanita nondiabetes dan
>4500 g pada wanita dengan diabetes Kebanyakan dilaporkan adanya
peningkatan risiko distosia bahu berulang dengan rentang antara 13-25%.
Sebaliknya, Baskett dan Allen (1995) menemukan risiko berulangnya

6
hanya sekitar 1-2%. Gurewitsch dkk menyarankan pencegahan distosia
bahu pada populasi umum tidak layak dan tidak efektif, tetapi intervensi
pada wanita dengan riwayat distosia bahu sebelumnya dapat
meminimalkan rekurensi dan morbiditas yang diakibatkan. The American
College of Obstetrical and Gynecologists merekomendasikan perkiraan
berat badan fetus, usia kehamilan, intoleransi glukosa maternal, dan
keparahan cedera pada neonatal sebelumnya sebaiknya dievaluasi dan
risiko serta keuntungan persalian cesaren didiskusikan dengan setiap
wanita dengan riwayat distosia bahu. (Lumbarnraja,2017)
Upaya pencegahan distosisa bahu dan cedera yang dapat
ditimbulkan nya dapat dilakukan dengan cara:

a. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal


berisiko tinggi: janin luar biasa besar (>5kg), janin sangat besar
(>4.5kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4kg) dengan riwayat
distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kal II yang memanjang
dengan janin besar.
b. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu
c. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi
d. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko
cedera pada janin.
e. Perhatikan waktu dan segera membuat posisi McRoberts, pertolongan
persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila perlu).
(Sarwono,2016)
c. Patofisiologi
Distosia bahu terjadi ketika salah satu atau kedua bahu gagal untuk
masuk ke rongga panggul dan ada persistensi lokasi AP dari bahu janin
pada pelvic brim. Hal ini mungkin akibat dari peningkatan resistensi
antara janin dan dinding vagina (misalnya janin makrosomia) karena janin
memiliki dada yang besar relatif terhadap diameter biparietal atau di mana
tubuh dan bahu janin gagal untuk memutar (misalnya partus presipitatus)
pada level tengah panggul. (Lumbarnraja,2017)

7
Dalam distosia bahu, bahu paling umum tetap dalam diameter AP
pada pelvic brim dan bahu posterior turun di bawah promontorium sakrum
yang terletak dalam cekungan sakrum sedangkan bahu anterior tertahan di
balik simfisis pubis. Ini dikenal sebagai distosia bahu unilateral dan juga
telah disebut sebagai bentuk rendah dari distosia bahu.
(Lumbarnraja,2017)
Bentuk yang kurang umum dan lebih parah adalah distosia bahu
bilateral, yang terjadi ketika kedua bahu tetap berada di atas pelvic brim.
Seperti dalam kasus distosia bahu unilateral, bahu anterior tertahan di
balik simfisis pubis, tapi bahu posterior tidak masuk rongga panggul dan
tertahan di balik promontorium sakrum. Ini juga telah disebut dengan
bentuk tinggi dari distosia bahu. (Lumbarnraja,2017)
Tanda-tanda klinis telah digunakan untuk mengidentifikasi kasus
distosia bahu sejati. Dignam (1976) menjelaskan distosia bahu sejati
terjadi ketika bahu tertahan tinggi dalam panggul dan kepala tertarik
kembali terhadap perineum. Ini dikenal sebagai turtle sign (analog dengan
kura-kura yang menarik diri ke dalam cangkangnya). Setelah persalinan
kepala janin, leher janin mengalami regangan yang signifikan dan kepala
tertarik kembali dari perineum. Turtle sign disebabkan oleh traksi terbalik
dari bahu anterior yang tertahan di balik simfisis dan bahu posterior tetap
di belakang promontoium sakrum. Turtle sign terjadi dalam bentuk
bilateral dari distosia bahu dan karena peregangan leher, tetapi tidak jelas
dalam bentuk unilateral karena salah satu bahu telah masuk ke rongga
panggul dan beberapa derajat restitusi dapat berlangsung.
(Lumbarnraja,2017)
Penting untuk mengenali turtle sign sebagai indikasi yang paling
dari bentuk distosia bahu berat (bilateral). Dalam hal ini, godaan dan
respon yang kuat adalah untuk menarik dengan lebih keras. Dokter
menyebutnya sebagai traksi ke bawah, karea kepala janin ditarik ke bawah
dalam kaitannya dengan panggul ibu yaitu menuju sakrum. Bahkan, bahu
masih dalam lokasi AP persisten di pelvic brim, sehingga traksi yang
sedang diterapkan pada kepala janin adalah ke lateral dalam kaitannya

8
dengan tubuh janin. Traksi lateral yang berlebihan ini yang menyebabkan
kerusakan pada akar saraf yang mengakibatkan palsi ErbDuchenne, palsi
Klumpke atau sindrom Horner. (Lumbarnraja,2017)

d. Diagnosis
1. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
2. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Turtle sign yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum
sehingga tampak masuk kembali ke dalam vagina.
5. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di
belakang simfisis. (Lumbarnraja,2017)
e. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Umum
a) Episiotomi
Episiotomi dilakukan dengan tujuan memperluas jalan
lahir sehingga bahu diharapkan dapat lahir (Setyarini,2016)
b) Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan
secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin
(Setyarini,2016)
c) Manuver Mc Robert (1983)
1) Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong
persalinan dan resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah
juga untuk kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan
perineum setelah tatalaksana.
2) Lakukan manuver Mc Robert. Dalam posisi ibu berbaring
telentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan
mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya.
Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua
lutut ibu ke arah dada.

9
3) Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan
secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah
suprasimfisis untuk membantu persalinan bahu.
(Setyarini,2016)
4) Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi
tingkat tinggi, lakukan tarikan yang mantap dan terus
menerus ke arah aksial (searah tulang punggung janin) pada
kepala janin untuk menggerakkan bahu depan di bawah
simfisis pubis.
Perhatian! Langkah tatalaksana distosia bahu
selanjutnya harus dilakukan oleh penolong yang terlatih
2. Tatalaksana Khusus
a) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan, lakukan hal berikut :
1) Manuver Corkscrew Woods (1943)
i. Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup
untuk memudahkan manuver internal
ii. Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat
tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina pada sisi
punggung bayi
iii. Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu
posterior untuk mengadduksikan bahu dan mengecilkan
diameter bahu
iv. Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan
distosia bahu.
v. Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi
posterior bahu anterior dan rotasikan bahu ke diameter
oblik
vi. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah
dilakukan tindakan di atas, lakukan teknik pelahiran
bahu belakang. (Setyarini,2016)
2) Teknik Pelahiran Bahu Belakang :
i. Masukkan tangan ke dalam vagina.

10
ii. Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari
menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahka lengan
ke arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik
lurus ke arah vagina. Manuver ini akan memberikan
ruangan untuk bahu anterior agar dapat melewati bawah
simfisis pubis. (Setyarini,2016)
iii. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan
bahu, terdapat manuver-manuver lain yang dapat
dilakukan seperti berikut.
3) Manuver Rubin (1964)
i. Pertama dengan menggoyang-goyang kedua bahu
janin dari satu sisi ke sisi lain dengan memberikan
tekanan pada abdomen.
ii. Bila tidak berhasil, tangan yang berada di panggul
meraih bahu yang paling mudah di akses, kemudian
mendorongnya ke permukaan anterior bahu. Hal ini
biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu
kemudian akan menghasilkan diameter antar-bahu
dan pergeseran bahu depan dari belakang simfisis
pubis.
4) Manuver Hibbard (1982)
i. Menekan dagu dan leher janin ke arah rectum ibu dan
seorang asisten menekan kuat fundus saat bahu depan
dibebaskan.
ii. Penekanan fundus yang dilakukan pada saat yang
salah akan mengakibatkan bahu depan semakin
terjepit (Setyarini,2016)
5) Posisi Merangkak (Manuver Gaskin’s /All-Fours)
i. Minta ibu untuk berganti posisi merangkak
ii. Coba ganti kelahiran bayi tersebut dalam posisi ini
dengan cara melakukan tarikan perlahan pada bahu
anterior ke arah atas dengan hati-hati.

11
iii. Segera setelah lahir bahu anterior, lahirkan bahu
posterior dengan tarikan perlahan ke arah bagian
bawah dengan hati-hati. (Setyarini,2016)
6) Manuver Zavanelli
i. Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau
posterior bila kepala janin telah berputar dari posisi
tersebut
ii. Memfleksikan kepala dan secara perlahan
mendorongnya masuk kembali ke vagina yang diikuti
dengan pelahiran secara sesar.
iii. Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk
menghasilkan relaksasi uterus. (Setyarini,2016)
7) Fraktur Klavikula
i. Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula
anterior terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuk
membebaskan bahu yang terjepit.
8) Kleidotomi
Kleidotomi yaitu memotong klavikula dengan
gunting atau benda tajam lain, biasanya dilakukan pada
janin mati
9) Simfisiotomi
Simfisotomi yaitu mematahkan simfisis pubis
untuk mempermudah persalinan juga dapat diterapkan
dengan sukses (Hartfield, 1986). Namun Goodwin dkk.
melaporkan bahwa tiga kasus yang mengerjakan
simfisiotomi, ketiga bayi mati dan terdapat morbiditas ibu
signifikan akibat cedera traktus urinarius. (Setyarini,2016)
3. Langkah- langkah Penatalaksanaan Distosia Bahu (Asuhan
Persalinan Normal, 2008)
a) Melakukan episiotomy
b) Melakukan manuver McRobert dengan tekanan supra pubik.

12
Biasanya dengan manuver tersebut janin dengan distosia
bahu sudah dapat dilahirkan. Namun jika bahu tidak lahir
direkomendasikan manuver Corkscrew Woods, teknik pelahiran
bahu belakang dan melahirkan dengan posisi merangkak.
4. Langkah- langkah Penatalaksanaan Distosia Bahu. The American
College of Obstetrician merekomendasikan langkah-langkah
berikut ini untuk penatalaksanaan distosia bahu dengan urut-urutan
yang tergantung pada pengalaman dan pilihan masing-masing
operator:
a) Panggil bantuan (mobilisasi asisten, anestesiolog, dan
dokter anak). Pada saat ini dilakukan upaya untuk
melakukan traksi ringan. Kosongkan kandung kemih bila
penuh.
b) Lakukan episiotomy luas (mediolateral) untuk memperluas
ruangan posterior
c) Penekanan suprapubik dilakukan pada saat awal oleh
banyak dokter karena alasan kemudahannya. Hanya
dibutuhkan satu asisten untuk melakukan penekanan
suprapubik sementara traksi ke bawah dilakukan pada
kepala janin.
d) Manuver Mc Robert memerlukan dua asisten, tiap asisten
memegangi satu tungkai dan memfleksikan paha ibu ke
arah abdomen.
Manuver-manuver di atas biasanya dapat mengatasi
sebagian besar kasus distosia bahu. Namun, bila manuver ini gagal,
langkah-langkah berikut dapat dicoba :
1) Manuver Corkscrew Woods
2) Pelahiran lengan belakang dapat dicoba, tapi jika lengan
belakang dalam posisi ekstensi sempurna, hal ini biasanya sulit
dilakukan.

13
3) Teknik-teknik lain sebaiknya dilakukan bila manuver-manuver
lain telah gagal, yang termasuk teknik ini adalah fraktur
klavikula dan manuver Zavanelli. (Setyarini,2016)
f. Komplikasi
1. Ibu
a) Perdarahan post partum
b) Laserasi derajat III-IV
c) Pemisahan simfisis (akibat simfisiotomi), dengan atau tanpa
neuropati femoral transien
d) Fistula rekto-vaginal
e) Ruptur uterus (Harun,2017)
2. Fetus
a) Palsi pleksus brakialis
b) Kematian fetus
c) Hipoksia fetus, dengan atau tanpa kerusakan neurologis
d) Fraktur klavikula dan humerus (Harun,2017)

14
BAB 3
ASUHAN KEBIDANAN
3.1 Asuhan Kebidanan dengan Distosia Bahu
Asuhan Kebidanan Pada Ny. C Persalinan dengan distosia bahu Di
Puskesmas Dander
Tanggal : 28 Februari 2021 Waktu : 10.00 WIB

1. PENGUMPULAN DATA
I. Data Subyektif
1. Biodata
Istri Suami
Nama : Ny. C Nama : Tn. A
Umur : 29 th Umur : 30 thn
Agama : Islam Agama : Islam
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia Suku / bangsa : Jawa/INA
Pendidikan : SMA Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : PNS
Penghasilan :- Penghasilan : 5.000.000
Alamat : Perumahan Citra Regency Blok Q-8 Dander
Bojonegoro
2. Keluhan Utama
Ibu merasakan sakit-sakit pada pinggang yang menjalar hingga ke
perut dan keluar lendir bercampur darah.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma
dan diabetes mellitus, ibu mengatakan tidak riwayat penyakit menular,

15
ibu mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan dan obat-
obatan.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit kronis, menular,
dan bawaan.

5. Riwayat Haidl

16
Menarche : 14 tahun

Siklus : teratur (28-30 hari)

Lama : 5-7 hari

Karakteristik : cair, warna merah kehitaman, bau khas, ganti

pembalut : 2-3x/ hari

Disminorhoe : tidak pernah

Disfungsi blooding: tidak pernah

Flour Albus : pernah,warna bening tidak gatal

6. Riwayat Perkawinan

Nikah : 1 kali

Lama : 7 tahun

Usia pertama nikah : 22 tahun

7. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu

Kehamilan Persalinan Anak Nifas

UK Jenis Penyu
Suami Anak Penyulit PenolongTempat Seks H/M BB/TB Menetek Penyulit
Partus lit
1 1 38-40 Tidak Spontan Bidan puskes Tidak L Hidup 3100 Iya Nyeri pada luka
minggu ada mas ada (Usia 5 gr/47 cm episiotomi
Hari)

17
8. Riwayat Keluarga Berencana

Ibu mengatakan belum menggunakan kontrasepsi.

9. Pola Kebiasaan Sehari-hari

a) Nutrisi

Ibu mengatakan makan 1 hari 3x, porsi sedang dengan sepiring

nasi, sayur bayam, lauk tempe, buah dan minum 1 gelas air putih

dan 1 gelas teh.

b) Personal Hygiene

Ibu mandi 2x sehari, gosok gigi tiap kali selesai mandi, ganti baju

2x sehari dan ganti pembalut tiap 2x sehari.

c) Eliminasi

i. BAB : Ibu BAB 1x sehari, warna kuning kecoklatan, lunak dan

tidak ada keluhan.

ii. BAK: Ibu BAK 4-5x sehari, warna kuning jernih, bau khas

amoniak dan tidak ada rasa nyeri saat BAK

d) Istirahat

Ibu mengatakan tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 5-6 jam

e) Aktifitas

Ibu mengurus anaknya dan beristirahat.

f) Keadaan Psikologis

Ibu mengatakan tidak sabar untuk menantikan kehadiran anak ke

dua.

g) Rekreasi
Ibu mengatakan hanya menonton TV.

18
h) Seksualitas
Ibu mengatakan melakukan hubungan seksual 1 minggu 2 kali
selama hamil.
10. Spiritual
Ibu mengetahui bahwa selama 40 hari masa nifas tidak diperbolehkan
untuk melaksanakan ibadah dan setelah 40 hari ibu harus mandi wajib
sebelum melaksanakan ibadah.
11. Keadaan Psikososial
Ibu merasa sangat tidak sabar menanti kelahiran anak kedua
12. Latar belakang social budaya
Ibu mengatakan di lingkungan keluarga dan adat istiadat tidak ada
pantang makanan.
13. Pengetahuan
Selama hamil ibu mengerti bagaimana cara memenuhi kebutuhan gizi
ibu hamil.
II. Data Obyektif
Pemeriksaan Umum TTV
Keadaan Umum : Baik TD : 120/80 mmHg
Kesadaran : Composmentis Nadi : 86x/menit
Suhu : 36,5 ˚C
Pernapasan : 24x/menit
BB / TB : 70 kg/156 cm
Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Kepala : Mesochepal, tidak ada benjolan, kulit kepala bersih
Rambut : Bersih, Tidak ada ketombe, Panjang, Lurus
Muka : Tidak ada oedem, sedikit pucat
Mata : Konjungtiva merah muda, tidak ada icterus
Telinga : Pendengaran baik, tidak ada serumen
Hidung : Tidak ada polip, Penciuman baik
Mulut : Mulut tampak bersih, mukosa tampak lembab, tidak
ada karies pada gigi

19
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe, dan tidak
ada pelebaran vena jugularis
Dada : Simetris, pernapasan teratur, tidak ada retraksi
intercostalis
Payudara : Simetris kiri dan kanan, puting susu sedikit menonjol,
tampak hiperpigmentasi pada aerola, aa pembesaran, tidak
ada peradangan
Perut : Tidak ada bekas operasi, tampak striae livide, linea nigra,
Genetalia : Tampak pengeluaran lochea Rubra, terdapat luka jahitan
episiotomi secara mediolateral, luka jahitan masih lembab
Anus : Simetris, pernapasan teratur, tidak ada retraksi
intercostalis
Ekstremitas atas : Tidak ada eodema
Ekstremitas bawah : Tidak ada eodema , varises
b) Palpasi
Leher : Tidak ada nyeri tekan pada leher
Payudara : tidak ada nyeri tekan pada payudara,tidak
ada benjolan
Ekstremitas atas : Tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas bawah : Tidak ada nyeri tekan
Perut
- Leopold 1 : TFU 3 jari dibawah PX. Bagian fundus teraba satu
bagian besar, lunak dan tidak melenting
- Leopold II : Bagian kiri perut ibu teraba satu bagian besar, rata
dan memanjang (punggung)
- Leopold III : Pada bagian terbawah janin teraba satu bagian
bulat, keras, melenting dan sukat digerakkan
- Leopold IV : Divergen (Kepala sudah masuk PAP)
c) Auskultasi
DJJ : 144x/menit

Pemeriksaan Dalam

20
Dinding vagina : Tidak ada sistokel dan rektokel
Porsio
- Arah              :  Searah jalan lahir
- Konsistensi    :  Lunak
- Pembukaan : 3 Cm
- Pendataran : 40 %
Ketuban :  Positif
Presentasi :  Kepala
Penunjuk :  Belum jelas
Posisi :  Belum jelas
Penurunan :  Hodge II

III. Assesment
Ibu G2 P1 Ao hamil 37 minggu kala I fase laten
Ds : Ibu mengatakan ini kehamilan keduanya dan pernah melahirkan
sebanyak 1 kali.Ibu merasakan sakit-sakit yang menjalar dari pinggang
ke perut bagian bawah sejak pukul 05.00 WIB

IV. Planning
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
R : Ibu dan keluarga sudah mengetahui keadaan ibu
2. Mengobservasi TTV setiap 4 jam sekali (nadi setiap 30 menit sekali),
DJJ dan HIS setiap 1 jam sekali pada kala 1 fase laten, 30 menit kala
1 fase aktif, kecuali ada indikasi, maka dilakukan 30 menit.
R:
No Jam TD Nadi DJJ Suhu HIS
(WIB) (mmHg) (X/menit) (X/menit) (axila) (frekuensi
durasi)
1 17.00 86 135 4x/10
menit
(35-40)
2. 17.30 85 134 4x/10
menit

21
(35-40)
3. 18.00 86 136 5x/10
menit
(35-40)
4. 18.30 85 135 37˚C 5x/10
menit
(35-40)
3. Mengobservasi VT tanggal 28 Februari 2021 Jam 12.00 WIB
R:
- Vulva dan vagina : tidak ada kelainan
- Portio : melesap
- Ketuban : jernih
- Presentasi : ubun-ubun dibawah simphisis
- Penurunan : Hodge IV
- Molase : 0
- Penumbungan : tidak ada
- Kesan panggul : normal
- Pelepasan : lender, darah dan air ketuban
4. Menganjurkan Teknik relasasi kepada ibu yaitu menarik napas
melalui hidung dan menghebuskan lewat mulut
R : ibu bersedia melakukan
5. Menganjurkan ibu untuk mengambil posisi yang nyaman miring kiri
atau kanan
R : ibu mengerti dan bersedia melakukan, dan ibu memilih miring
kanan
6. Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih sesering
mungkin
R : ibu mengerti dan sanggup melakukan
7. Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan dukungan serta
doa
R : keluarga bersedia dan telah melakukannya
8. Menganjurkan masase punggung pada ibu
R : ibu dan keluarga melakukan masase punggung

22
9. Menganjurkan ibu untuk senantiasa berdoa demi kelancaran
persalinan
R : ibu telah mengerti dan bersedia melakukannya
10. Mencatat dalam partograph
R : partograph telah diisi
KALA II
Pukul : 12.00
Data Subyektif (S)
1. Sakitnya bertambah kuat dan tembus ke belakang
2. Ibu merasa ingin BAB
3. Adanya dorongan kuat untuk meneran
4. Adanya tekanan pada anus

Data Obyektif
1. Perineum menonjol, vulva dan vagina membuka
2. Kontraksi uterus 5 kali dalam 10 menit dengan durasi 50-55 detik
3. Penurunan kepala 0/5
4. Penurunan Hodge IV dan pelepasan lender, darah dan air ketuban

Hasil VT jam : 12.00 WIB


- Vulva dan vagina : tidak ada kelainan
- Portio : melesap
- Pembukaan : 10 cm
- Air ketuban : jernih
- Presentasi : ubun-ubun kecil dibawah simpisis
- Molase : 0
- Penumbungan : tidak ada
- Kesan panggul : normal
- Pelepasan : lender, darah, air ketuban

Assesment
Perlangsungan Kala II

23
Planning
1. Melihat tanda dan gejala kala II
R : tampak tanda dan gejala kala II
- Adanya dorongan kuat untuk meneran
- Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina
- Perineum menonjol
- Vulva, vagina dan spingter ani membuka
2. Memastika kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan
ampul oksitosin dan memasukkan alat suntik sekali pakai kedalam wadah
partus set
R : alat dan bahan sudah lengkap, antara lain :
a. Partuus set
b. Hecting set
c. Obat dan bahan
d. Diluar partus set
e. APD
3. Mencuci tangan dan memakai handscoon untuk VT
R : sudah mencuci tangan dan memakai handscoon untuk VT
4. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi oksitosin dan
letakkan Kembali kedalam wadah partus set
R : spuit telah diisi dengan oksitosin dan telah di letakkan dalam wadah partus
set
5. Membersihkan vulva dan perineum, menggunakan kapas DTT
R : sudah melakukan Vulva Hygiene menggunanakan kapas DTT
6. Melakukan VT untuk memeastikan pembukaan lengkap
R:
- Vulva dan vagina : tidak ada kelainan
- Portio : melesap
- Pembukaan : 10 cm
- Air ketuban : jernih

24
- Presentasi : ubun-ubun kecil dibawah simpisis
- Molase : 0
- Penumbungan : tidak ada
- Kesan panggul : normal
- Pelepasan : lender, darah, air ketuban
7. Mendekontaminasi handscoon kotor kedalam larutan klorin 0,5% dan rendam
selama 10 menit
R : sarung tangan telah dibuka dalam keadaan terbalik dan di rendam dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
8. Memeriksa DJJ setelah kontraksi, untuk memastikan DJJ dalam batas normal
R; DJJ terdengar jelas, kuat, dan teratur dengan frekuensi 135x/mrnit
9. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik
R : ibu dan keluarga sudah diberitahu
10. Meminta keluarga untuk membantu menyiapkan posisis meneran ( bila ada
rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi
setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan ibu)
R : keluarga bersedia membantu
11. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran
R : telah dilakukan pimpinan saat meneran, ibu beristirahat dan minum
diantara kontraksi, serta ibu telah diberi semangat
12. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok aau mengambil posisi yang
dianngap Nyman apabila ibu tidak memiliki keinginan untuk meneran
R : ibu telah memilih posisi yang nyaman yaitu berjongkok
13. Meletakkan Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
handuk bersih diatas perut ibu
R : handuk bersih telah dilakukan diatas perut ibu
14. Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokokng ibu
R : telah dilakukan
15. Membuka partus set untuk memastikan kelengkapan alat dan bahan
R : alat dan bahan sudah lengkap

25
16. Memakai sarung tangan steril kedua tangan
R : handscoon telah dipakai kedua tangan
17. Melakukan penyokongan dengan melindungi perineum dengan satu tangan
yang dilapisi kain bersih dibawah bokong, tangan yang lainnya diletakkan di
kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut untuk mencegah terjadinya
Gerakan difleksi
R : telah dilakukan penyokokngan dan kepala bayi telah lahir
18. Memeriksa adanya lilitan tali pusat dan ambil Tindakan yang sesuai jika hal
itu tejadi,
R : tidak ada lilitan tali pusat
19. Menunggu kepala sampai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Menurunkan kepala bayi untuk melahirkan bahu atas, mengangkat kepala bayi
untuk melahirkan bahu bawah
R : bayi telah melakukan paksi luar spontan, tetapi bahu tidak bisa lahir
spontan
20. Melakukan manuver tangan, pertama dengan menggoyangkan keddua bahu
janin dari satu sisi ke sisi yang lain dengan memberikan tekanan pada
abdomen, bila tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang
paling mudah di akses, kemudian mendorongnya ke permukaan anterior bahu,
hal ini biasanya akan menyebabkan abduksi keua bahu kemudian akan
menghasilkan diameter antar bahu dan pergeseran bahu depan belakang
simfisis pubis
R : telah dilakukan, dan kedua bahu telah lahir dengan Teknik manuver tangan
21. Menggeser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyangga kepala,
lengan dan siku sebelah bawah, menggunakan tangan atas untuk menelusuri
dan memegang lengan dan siku sebelah atas
R : telah dilakukanm bahu dan lengan bayi telah lahir
22. Melakukan penelusuran tangan atas ke punggung, bookokng, tungkai, dan
kaki serta pegang masing masing kaki dengan ibu jari dan jai jarinya
R : telah dilakukan, dan bayi lahir spontan tanggal 28 februari jam 12.45
dengan jenis kelamin laki – laki

26
23. Melakukan penilaian sepintas, apakah bayi menangis kuat, bernapas tanpa
kesulitan, bayi bergerak aktis dan bagaimana warna kulitnya
R : bayi menangis kuat, bernapas spontan, bergerak aktif, dan warna kulit
kemerahan
24. Membersihkan dan mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks caesosa, dan
mengganti handuk kering dan biarkan bayi di atas perut ibu
R : bayi telah dibersihkan dan dikeringkan

KALA III
Data Subyektif
1. Ibu merasa Lelah setelah melahirkan dan merasakan nteri bagian perut bagian
bawah

Data Obyektif
1. Bayi lahir spontan, menangis kuat, tanggal 28 februari jam 13.45 WIB
dengan jenis kelamin laki-laki, BB : 3600 gram P : 56 Cm
2. Kontraksi uterus baik, teraba bundar dan keras
3. TFU setinggi pusat
4. Plasenta belum lahir
5. Kandung kemih ibu kosong

Assesment
Perlangsungan Kala III

Planning
1. Memeriksa Kembali uterus ibu untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus
R : telah dilakukan dan tidak ada bayi lagi
2. Menyuntikkan ibu dengan oksitosin agar uterus berkontraksi baik
R : telah disuntikkan oksitosin

27
3. Menjepit tali pusat dengan klem kira kira 3 cm dari pusat bayi, dengan
mendorong tali pusat kearah distal dan jepit Kembali tali pusat 2 cm distal dari
klem pertama
R : telah dilakukan
4. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit dan lakukan
pengguntingan tali pusat
R : telah dilakukan
5. Mengikat tali pusat dengan benang dengan simpul kunci
R : telah dilakukan
6. Meletakkan bayi secara tengkurap di dada ibu agar ada kontak kulit ibu dan
bayi, luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu, mengusahakan
kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari
putting payudara ibu
R : telah dilakukan
7. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan bayi telah di pasangkan topi
R : telah dilakukan
8. Melakukan peregangan dan dorongan drso cranial hingga plasenta terlepas,
meminta ibu meneran sambal penolong meregangkan tali pusat kea rah sejajar
lantai kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir
R : telah dilakukan, plasenta lahir 5 menit setelah bayi lahir pada tanggal 28
Februari 2021 jam 13:50 WIB
9. Melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosokkan fundus uteri
secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi
uterus baik
R : telah dilakukan
10. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kananuntuk
memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap,
dan masukkan kedalam kantong plastic yang tersedia
R : telah dilakukan
11. Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum, dan
melakukan penjahitaan bila ada laserasi
R : telah dilakukan, tidak ada laserasi pada perineum

28
12. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak ada perdarahan
pervaginam
R : telah dilakukan, tidak ada perdarahan pervaginam dan uterus berkontraksi
baik
13. Melakukan penimbangan/pengukuran bayi, tetes mata, dan memeberikan vit
K1 mg secara intramuscular di paha kiri anterolateral
R : bayi telah diberi tetes mata/salep mata, dan telah disuntikkan vit K1 seacar
IM di paha kiri anterolateral
Hasil penimbangan :
- BB : 3600 gr
- PBL : 56 cm
- LK : 33 cm
- LD : 33 cm
- LP : 30 cm
14. Melakukan penyuntikkan vaksin hepatitis B pada paha kanan antero lateral
secara IM
R : telah dilakukan penyuntikkan Hepatitis B di paha kanan antero lateral
secara IM

KALA IV
Data Subyektif
1. Ibu merasa Lelah setelah persalinannya
2. Ibu merasa sangat senang dan lega dengan kelahiran bayinya
3. Ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah

Data Obyektif
1. Keadaan ibu baik
2. Kesadaran composmentis
3. Plasenta dan selaput ketuban telah lahir lengkap
4. Ibu tampak kelelahan setelah proses persalinan
5. Kontraksi uterus baik, teraba bundar dan keras

29
Assesment
Perlangsungan kala IV

Planning
1. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan pencegahan perdarahan pervaginam,
15 menit pada jam pasca persalinan, 30 menit pada jam kedua pasca
persalinan
R : telah dilakukan pemantauan dan tidak terjadi perdarahan pervaginam, serta
kontraksi uterus baik
2. Mengajarkan ibu cara masase uterus dan menilai kontraksi
R : ibu mengerti dan bersedia melakukannya
3. Mengevaluasi dan menstimulasi jumlah kehilangan darah setiap 15 menit
selama 1 jam pasca persalinan, dan setiap 30 menit pada jam kedua pasca
persalinan
R : evaluasi sedang berlangsung
4. Melakukan pemeriksaan TTV, TFU, kontraksi uterus, dan kandung kemih
setiap 15 menit selama 1 jam pasca persalinan dan 30 menit pada jam ke 2
pasca persalinan
R:
Ja Wakt TD Nad Suhu TFU Kontraks Kandun Jumlah
m u i i g kemih perdaraha
n
I 14.05 130/9 88 36˚ Setingg Baik Kosong ± 50 cc
0 C i pusat
14.20 130/9 86 Setingg Baik Kosong ± 50 cm
0 i pusat
14.35 120/8 84 Setingg Baik Kosong ± 50 cm
0 i pusat
14.50 120/8 82 Setingg Baik Kosong ± 50 cm
0 i pusat
II 15.20 120/8 81 Setingg Baik Kosong ± 50 cm
0 i pusat
15.50 120/8 80 Setingg Baik Kosong ± 50 cm
0 i pusat

30
5. Memeriksa Kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik
serta suhu tubuh normal
R : telah dilakukan, bayi bernapas normal, dengan pernapasan 44x/menit dan
suhu tubuh 36.8˚C
6. Tempatkan semua peralatan bekas pakai kedalam larutan klorin 0,5% untuk di
dekontaminasi, cuci bilas setelah di dekontaminasi
R : telah dilakukan
7. Buang bahan bahan yang terkontaminasi kedalam tempat sampah yang sesuai
R : telah dilakukan
8. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT, bersihkan cairan ketuban,
lender darah dan bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering
R : ibu telah dibersihkan dan ibu telah memakai pakaian bersih dan kering
9. Memastikan ibu merasa aman, nyaman, bantu ibu untuk memberikan ASI
kepada bayinya, dan anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan
maknan yang diinginkan
R : ibu telah merasa nyaman, ibu telah menyusui bayinya, dan ibu telah makan
dan minum di banu oleh keluarga
10. Mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dengan menggunakan
Teknik 6 langkah
R : telah dilakukan
11. Melengkapi partograph (halaman depan dan belakang)
R : partograph telah dilengkapi

31
BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala
dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi
ini merupakan kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika
tidak segera dilahirkan
Ruptur uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan
rongga peritoneum dapat berhubungan. Beberapa pendapat mengatakan
bahwa ruptur uteri adalah adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim
akibat dilampauinya daya regang miometrium.

32
DAFTAR PUSTAKA
Setyarini Didien Ika, Suprapti.2016.Praktikum Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.Jakarta : PPSDM
Lumbanraja Sarma N.2017.Kegawatdaruratan Obstetri.Medan:USU Press
Harun Akbar, Arif Yudho Prabowo, Rodiani.2017.LPPM Kehamilan Aterm
Dengan Distosia Bahu.Lampung:Universitas Lampung
Ara, J., Naheed, K., Kazmi, F., and Sial, S.S. Uterine rupture : a castatrophic
complication. Journal of Rawalpindi Medical College, 2010; 14(1):
36-39.
Turgut, A., Ozler, A., Evsen, M.S., Soydinc, H.E., Goruk, N.Y., Karacor, T., Gul,
T. Uterine rupture revisited : Predisposing factors, clinical features,
management, and outcomes from a tertiary care centre in Turkey. Pak
J Med Sci, 2013; 29 (3)
Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

33

Anda mungkin juga menyukai