DISTOSIA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh:
Dayank Ramadhany
1807101030099
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan distosia adalah persalinan yang memerlukan bantuan dari luar karena
terjadi penyimpangan dari konsep eutosia 3P (power, passage, passenger).1 Distosia
bahu didefinisikan sebagai persalinan presentasi kepala pervaginam yang
membutuhkan manuver obstetrik tambahan untuk melahirkan fetus setelah kepala
lahir dan traksi gagal. Diagnosis objektif dari waktu persalinan kepala- tubuh yang
memanjang dapat ditegakkan apabila lebih dari 60 detik, namun waktu ini juga tidak
rutin digunakan. Distosia bahu terjadi ketika baik bahu fetus anterior atau posterior
(jarang), mengalami impaksi pada simfisis pubis atau promontorium sakral ibu1
Distosia bahu masih menjadi penyebab penting cedera neonatal dan maternal
dengan tingkat insidensi 0,6-1,4% dari persalinan pervaginam. Prevalensi disproporsi
fetopelvik di Asia Tenggara sebanyak 6,3% dari kelahiran total. Prevalensi
disproporsi fetopelvik di Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran total, dan
disproporsi fetopelvik menjadi indikasi ketiga tindakan seksio sesarea (12,8%) setelah
malpresentasi (18,6%) dan seksio sesarea sebelumnya (15,2%). Menurut laporan
World Health Organization (WHO) disproporsi fetopelvik menyumbang sebanyak 8%
dari seluruh penyebab kematian ibu di seluruh dunia.2
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage, dan
passanger seperti 1. Kelainan Powe : Power adalah kekuatan ibu mendorong janin,
yaitu kekuatan his dan kekuatan ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang
timbul dominan pada fundus uteri, simetris, kekuatannya semakin lama semakin kuat
dan sering serta mengalami fase relaksasi yang baik. Kelainan his ini dapat berupa
inersia uteri hipertonik atau inersia uteri hipotonik. , ke-2. Kelainan Passage : Distosia
karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya kelainan pada jalan lahir, jalan
lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras atau
tulang panggul dapat berupa kelainan bentuk panggul, dan kelainan ukuran panggul.
Sedangkan jalan lahir lunak yang sering dijumpai karena adanya tumor ovarium
yang menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada jalan lahir yang dipaksakan
dan yang ke-3. Kelainan Passange : Kelainan passanger merupakan kelainan pada
2
letak, ukuran ataupun bentuk janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan
presentasi dan kelainan posisi, pada kondisi normal, kepala memasuki pintu atas
panggul dengan sutura sagitalis dalam keadaan melintang atau oblik sehingga ubun-
ubun kecil berada dikanan atau dikiri lintang atau dikanan atau kiri belakang, setelah
kepala memasuki bidang tengah panggul (Hodge III), kepala akan memutar ke
depan akibat terbentur spina ischiadika sehingga ubun-ubun kecil berada didepan
(putaran paksi dalam), namun terkadang tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun
kecil tetap berada dibelakang atau melintang, keadaaan ini disebut dengan deep
transvere arrest, oksipitalis posterior persisten atau oksipitalis transversus persisten,
keadaan ini akan mempersulit persalinan. Distosia ini juga terbagi mejadi berbagai
macam klasifikasi yaitu distosia disfungsional, distosia karena kelainan pada jalan
lahir, distosia karena kelainan presentasi dan posisi, distosia karena kelainan presentasi
dan posisi, dan distosia karena kelainan janin.3,4,5
Manifestasi yang terdapat pada distosia itu adalah pada tubuh bayi tidak muncul
setelah ibu meneran dengan baiak dan traksi yang cukup untuk melahirkan tubuh
setelah kepala bayi keluar dan terdapaat adanya turtle sign yang artinya kepala bayi
tertarik kembali ke perineum ibu setelah keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar,
seperti kura-kura yang menarik kepala kembali cangkangnya, dan penarikan kepala
bayi ini terjadi akibat bahu depan bayi terhimpit di sympisis pubis sehingga mencegah
lahirnya tubuh si bayi.6
Diagnose pada distosia dapat ditegakkan apabila didiapaatkan kepala bayi
sudah lahir tetapi bahu bertahan dan tidak dapat dilahirkan, kepala bayi sudah lahir
tetapi menekan vulva debngan kencang, dagu tertarik dan menekan perineum, dan
traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu dan tetap bertahan di simpisis pubis.7
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan distosia adalah persalinan yang memerlukan bantuan dari luar karena
terjadi penyimpangan dari konsep eutosia 3P (power, passage, passenger). Distosia
bahu didefinisikan sebagai persalinan presentasi kepala pervaginam yang
membutuhkan manuver obstetrik tambahan untuk melahirkan fetus setelah kepala
lahir dan traksi gagal. Diagnosis objektif dari waktu persalinan kepala- tubuh yang
memanjang dapat ditegakkan apabila lebih dari 60 detik, namun waktu ini juga tidak
rutin digunakan. Distosia bahu terjadi ketika baik bahu fetus anterior atau posterior
(jarang), mengalami impaksi pada simfisis pubis atau promontorium sakral ibu1
2.2 Epidemiologi
Distosia bahu masih menjadi penyebab penting cedera neonatal dan maternal
dengan tingkat insidensi 0,6-1,4% dari persalinan pervaginam. Prevalensi disproporsi
fetopelvik di Asia Tenggara sebanyak 6,3% dari kelahiran total. Prevalensi
disproporsi fetopelvik di Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran total, dan
disproporsi fetopelvik menjadi indikasi ketiga tindakan seksio sesarea (12,8%) setelah
malpresentasi (18,6%) dan seksio sesarea sebelumnya (15,2%). Menurut laporan
World Health Organization (WHO) disproporsi fetopelvik menyumbang sebanyak
2
8% dari seluruh penyebab kematian ibu di seluruh dunia.
2.3 Etiologi
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage, dan
passanger :3
a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his
dan kekuatan ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul
dominan pada fundus uteri, simetris, kekuatannya semakin lama semakin
5
kuat dan sering serta mengalami fase relaksasi yang baik. Kelainan his ini
dapat berupa inersia uteri hipertonik atau inersia uteri hipotonik. Kontraksi
uterus atau his secara normal terjadi pada awal persalinan yakni pada kala 1,
pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1 kali dalam 15 menit
dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan timbul semakin
cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit dengan
kekuatan 50 sampai 100 detik. Apabila kontraksi tidak adekuat, maka serviks
tidak akan mengalami pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut dilakukan
induksi persalinan, dan apabila tidak ada kemajuan persalinan maka
dilakukan seksio sesaria, namun pada persalinan kala II apabila ibu
mengalami kelelahan maka persalinan dilakukan dengan menggunakan
vacum ekstraksi. 3
b) Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya
kelainan pada jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak
dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras atau tulang panggul dapat berupa
kelainan bentuk panggul, dan kelainan ukuran panggul. Sedangkan jalan
lahir lunak yang sering dijumpai karena adanya tumor ovarium yang
menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada jalan lahir yang
dipaksakan.4
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk yaitu
bentuk panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid,
android, dan platipeloid. Terutama pada panggul android distosia sulit
diatasi, selain itu terdapat kelainan panggul yang disertai dengan
6
c) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun
bentuk janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan
kelainan posisi, pada kondisi normal, kepala memasuki pintu atas panggul
dengan sutura sagitalis dalam keadaan melintang atau oblik sehingga ubun-
ubun kecil berada dikanan atau dikiri lintang atau dikanan atau kiri
belakang, setelah kepala memasuki bidang tengah panggul (Hodge III),
kepala akan memutar ke depan akibat terbentur spina ischiadika sehingga
ubun-ubun kecil berada didepan (putaran paksi dalam), namun terkadang
tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun kecil tetap berada dibelakang atau
melintang, keadaaan ini disebut dengan deep transvere arrest, oksipitalis
posterior persisten atau oksipitalis transversus persisten, keadaan ini akan
mempersulit persalinan.4
Presentasi muka merupakan salah satu kelainan janin, diagnosis
presentasi muka berdasarkan pemeriksaan luar yakni dada akan teraba
seperti punggung, bagian belakang kepala berlawanan dengan bagian dada,
dan daerah dada ada bagian kecil denyut jantung janin terdengan jelas, dan
berdasarkan pemeriksaan dalam umumnya teraba mata, hidung, mulut dan
dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi pada umumnya merupakan
kedudukan sementara sehingga biasanya dapat menjadi presentasi belakang
kepala dan presentasi muka.3
7
2.4 Klasifikasi
➢ Distosia Disfungsional
1) Disfungsi hipotonis
Yaitu kontraksi his yang terlalu lemah. Dengan CTG, terlihat tekanan yang
kurang dari 15 mmHg. Tekanan tersebut tidak mencukupi untuk kemajuan
penipisan serviks dan dilatasi. Dengan palpasi, his jarang dan pada puncak kontraksi
dinding rahim masih dapat ditekan ke dalam.
2) Disfungsi hipertonis
Yaitu kontraksi his yang berlebihan dan tidak terkoordinasi. Ibu yang
mengalami disfungsi hipertonis akan sangat merasakan kesakitan. Kontraksi ini
biasa terjadi pada tahap laten,yaitu dilatasi servikal kurang dari 4 cm dan tidak
terkoordinasi. Kekuatan kontraksi pada bagian tengah uterus lebih kuat dari pada di
fundus, karena uterus tidak mampu menekan kebawah untuk mendorong sampai ke
servik. Uterus mungkin mengalami kekakuan diantara kontraksi.
2) Presentasi Dahi
3) Letak Sungsang
• Frank breech atau bokong murni (50-70%)
• Complete breech atau bokong sempurna (5-10%)
• Foot ling atau incomplete atau presentasi kaki (10-30%)
4) Letak Lintang
5) Presentasi Ganda
• Tangan menumbung
• Lengan menumbung
• Kaki menumbung
6
Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi:
1. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang cukup
untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir.
2. Turtle sign adalah kepala bayi tertarik kembali ke perineum ibu setelah keluar
dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti kura-kura yang menarik kepala
kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini terjadi akibat bahu depan
bayi terperangkap di simfisis pubis ibu sehingga mencegah lahirnya tubuh
bayi.
2.6 Diagnosis
Ø Kepala bayi sudah lahir tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
Ø Kepala bayi sudah lahir tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
Ø Dagu tertarik dan menekan perineum
Ø Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu dan tetap tertahan di
simfisis pubis
2.7 Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
b. Tatalaksana Khusus
Ø Jika bahu masih belum dapat dilahirkan:
Ø Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan di atas:
• Masukkan tangan ke dalam vagina.
• Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari menjaga
lengan tetap fleksi pada siku, pindahka lengan ke arah dada. Raih
pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina. Manuver ini
akan memberikan ruangan untuk bahu anterior agar dapat melewati
bawah simfisis pubis.6
Ø Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat
manuver- manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya kleidotomi,
simfisiotomi, metode sling atau manuver Zavanelli. Namun manuver-
manuver ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih. 6
2.8 Pencegahan
Distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan
atau merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun
ibu. Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu : Kelainan Power, Kelainan
Passage, Kelainan Passanger. Diagnosis objektif dari waktu persalinan kepala-
tubuh yang memanjang dapat ditegakkan apabila lebih dari 60 detik, namun waktu
ini juga tidak rutin digunakan.
Penanganan distosia tergantung dari jenis distosianya, dapat dilakukan
manuver obsteterik tambahan agar dapat dilahirkan secara pervaginam atau
melakukan persalinan perabdominam.
11
DAFTAR PUSTAKA
5. Cunningham FG, Leveno KJ, dkk. 2012. Obsteri Williams Edisi 23. Jakarta: EGC.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Distosia Bahu di dalam Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
12