Anda di halaman 1dari 14

1

Hiya Ulfi Munira


1807101030021
Summary, Vignette dan Brain Mapping

SKENARIO
Ny. N, wanita usia 35 tahun dibawa ke puskesmas oleh keluarganya dengan
keluhan keluar darah yang tidak berhenti setelah melahirkan di bidan satu minggu yang
lalu. Awalnya pasien menduga hanya darah nifas biasa, namun karena darah yang keluar
disertai cairan yang berwarna kuning dan kadang disertai nyeri perut bawah pasien
merasa berbeda dengan kehamilan sebelumnya. Menurut pengakuan pasien, ini
merupakan kelahiran anak yang keenam. Pasien rutin melaksanakan ANC ke puskesmas.
Pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 102x/menit,
pernapasan 22x/menit, suhu 37,0oC. Pada pemeriksaan fisik bimanual didapatkan uterus
teraba lebih besar dan lunak daripada keadaan normalnya.

Apa yang terjadi pada Ny. N?

Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk Ny.N?


2

ENDOMETRITIS

DEFINISI
Endometritis merupakan infeksi pada endometrium dan sebagai salah satu
penyebab tersering dari infeksi puerperal. Infeksi puerperal didefinisikan bila kenaikan
suhu > 38oC dalam 24 jam yang terjadi dalam 10 hari setelah persalinan atau aborsi.
Endometritis dibagi kedalam dua kategori, yaitu endometritis akut dan kronik.6,7

EPIDEMIOLOGI
Insidensi endometritis berkisar antara 1 hingga 2 % pada wanita dengan
persalinan pervaginam. Endometritis ini bisa menyerang wanita mana saja dan pada
wanita hamil endometritis puerperal merupakan penyebab tersering infeksi postpartum.
Pada endometritis kronik, angka kejadian bisa berkisar pada 8 hingga 70% pada
perempuan usia reproduktif.8

ETIOPATOGENESIS
Infeksi pada uterus sering disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes.
Proses infeksi dapat terjadi akibat infeksi ascending dari vagina dan serviks dan
menginfeksi area desidua, plasenta, perimetrium, cavitas uterus, atau tuba fallopi, pada
beberapa kasus infeksi dapat mengakibatkan peritonitis. Derajat keparahan infeksi
tergantung pada virulensi agen infeksi dan respon imun pasien.7
Endometritis postpartum terjadi setelah persalinan atau saat ketuban pecah.
Patogenesis yang berkaitan infeksi ini alah akibat adanya inokulasi pada cairan amnion
setelah ketuban pecah atau saat proses persalinan akibat mikroorganisme di vagina. Pada
persalinan secara seksio sesarea cairan ketuban yang terkontaminasi dapat menginfeksi
myometrium, ligamentum, dan cavitas peritonel selama tindakan operasi. Kasus infeksi
endometrium pada persalinan sesksio sesarea sebesar < 10% bila dengan antibiotik
profilaksis.9
3

Gambar 3. Patogenesis Endometritis1

Gambar 4. Bakteri Penyebab Infeksi Genitalia Wanita1


4

FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya endometritis yaitu sebagai
berikut : 8
1. Riwayat operasi Caesar
2. Ketuban pecah dalam waktu lama
3. Persalinan lama dengan beberapa pemeriksaan.
4. Pengeluaran plasenta secara manual
5. Sisa konsepsi
6. Usia ibu pada rentang reproduksi yang ekstrim.
7. Status sosio-ekonomi rendah
8. Anemia pada ibu
9. Ibu yang obesitas
10. Diabetes atau gangguan toleransi glukosa.
11. Pemantauan janin internal
12. Infeksi yang sudah ada sebelumnya: riwayat infeksi panggul, adanya vaginosis
bakterialis atau infeksi streptokokus Grup B.
13. Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan tindakan
14. Kurangnya hygien pasien

DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis endometritis adalah berdasarkan temuan klinis yang
didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tanda dan
gejala endometritis yaitu : 6
- Demam > 38oC dapat disertai menggigil
- Nyeri perut bawah
- Lokia berbau dan purulent
- Nyeri tekan uterus (uterus dapat teraba besar dan lunak)
- Subinvolusi uterus
- Dapat diserta perdarahan pervaginam dan
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan yaitu :1
- Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit
5

- Golongan darah ABO dan jenis Rh


- Gula Darah Sewaktu (GDS)
- Analisis urin
- Kultur cairan (cairan vagina, darahm dan urin sesuai indikasi)
- Ultrasonografi (USG) : menilai ada sisa jaringan atau massa di intaabdomen dan pelvik

TATALAKSANA
Tatalaksana endomentritis mencankup :6,8
1. Pemberian antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam, pilihannya yaitu:
- Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
- Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
2. Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan tatalaksana
3. Cegah dehidrasi dengan memberikan minum atau infus cairan kristaloid
4. Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai terpapar
tetanus
5. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan
serta sisa kotiledon
6. Pasien harus dilakukan rawat inap untuk monitoring terapi yang dilakukan.
6

SUBINVOLUSI UTERUS

DEFINISI

Subinvolusi uterus merupakan keadaan terhentinya proses involusi uterus setelah


postpartum yang ini diikuti dengan memanjangnya pengeluaran lokia dan perdarahan
uterus yang ireguler atau berlebihan.1

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian subinvolusi uterus diperkirakan mencapai 0,18%. Menurut


penelitian juga diperkirakan 6,12% dari perdarahan postpartum disebabkan oleh
subinvolusi uterus.2

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya subinvolusi uterus yaitu : 3
1. Grande multipara
2. Overdistensi uterus seperti pada kehamilan kembar atau hidramnion
3. Kesehatan maternal yang buruk
4. Riwayat seksio sesarea
5. Prolaps uterus
6. Retroversi setelah uterus menjadi organ pelvis
7. Fibroid Uterus

ETIOPATOGENESIS
Setelah persalinan, kondisi tubuh ibu secara anatomi akan mengalami perubahan,
salah satunya adalah kembalinya rahim pada ukuran semula. Proses ini disebut dengan
involusi uterus. Uterus yang beratnya 1000 gram akan mengecil menjadi 40-60 gram
dalam 6 minggu. Proses ini didahului oleh kontraksi uterus yang kuat yang menyebabkan
berkurangnya peredaran darah dalam uterus. Kontraksi uterus pada masa nifas akan terus
berlanjut walaupun tidak sekuat pada permulaan, diikut dengan hilangnya pengaruh
estrogen dan progesteron yang menyebabkan autolisis dengan akibat sel-sel otot pada
7

dinding uterus menjadi lebih kecil dan pendek. Beberapa faktor yang mempengaruhi
proses involusi uterus antara lain laktasi, mobilisasi, gizi/nutrisi, dan paritas.2,4
Pada subinvolusi uterus, proses mengecilnya uterus terganggu yang disebabkan
beberapa faktor seperti tertinggalnya sisa plasenta didalam rongga uterus, endometritis,
adanya mioma uteri, adanya bekuan darah, dan sebagainya. Subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang lebar tidak
menutup sempurna, sehingga lokhia bertambah banyak hingga menyebabkan perdarahan.
Hal ini menyebabkan permasalahan lainya baik itu infeksi maupun inflamasi pada bagian
rahim terkhususnya endometrium. Penyebab subinvolusi lainnya adalah gagalnya
remodelling dari arteri uteroplasenta, sehingga pembuluh darahnya terisi dengan
trombosis dan kekurangan lapisan endotel. 1,4

Gambar 1. Potongan Melintang Uterus yang Memperlihatkan Proses Involusi 1

DIAGNOSIS
Diagnosis pada subinvolusi uterus dapat diakukan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala subinvolusi uterus dapat bersifat
asimtomatik, namun gejala-gejala yang sering didapatkan yaitu sebagai berikut :3
1. Lokia yang abnormal, berjumlah sangat banyak atau sekresi mengalami
pemanjangan
8

2. Perdarahan uterus yang iregular atau massif


3. Nyeri seperti keram yang terkait dengan sisa plasenta yang tertinggal atau
meningkatnya temperatur tubuh akibat sepsis
4. Tinggi fundus uteri yang tidak sesuai dengan masa nifas
5. Terbukti adanya kondisi yang menyebabkan subinvolusi uterus
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :1
- Pemeriksaan darah rutin
- Golongan darah ABO dan jenis Rh
- Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi)
- Ultrasonografi (USG) untuk menilai kemungkinan adanya sisa plasenta dalam
rongga uterus

Gambar 2. Penurunan Tinggi Fundus Uterus Pasca Persalinan5


9

TATALAKSANA
Tatalaksana subinvolusi uterus yaitu : 1,3
1. Pemberian ergonovine atau methylergonovine (Methergine) sebanyak 0,2 mg
setiap 3-4 jam selama 24-48 jam, dipercaya dapat menginduksi proses involusi.
2. Misoprostol 200 μg PO setiap 6 jam selama 24-48 jam atau 600-1000 μg
intravaginal atau rektal bila tidak bisa PO.
3. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit
dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti.
4. Infeksi uterus pasca partum (umumnya disebabkan oleh bakteri Chlamydia
trachomatis ) akan mengalami perbaikan dengan pemberian terapi empiris
antibiotic yaitu azithromycin dan doxycycline.
5. Lakukan eksplorasi uterus apabila subinvolusi uterus disebabkan oleh adanya sisa
plasenta.
6. Pemasangan pessary pada kasus prolaps dan retroversi.
7. Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri.
10

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham G. F., Kenneth J., Leveno Steven L., Bloom Catherine Y., Spong
Jodi S., Dashe Barbara L., Hoffman Brian M., Casey Jeanne S. S. William
Obstetrics. 25th ed. United States: McGraw-Hill.; 2018.
2. Silvarez, Alvarez. 2016. Subinvolution of the Placental Site : an Under Diagnosed
Disease. Ginecologia Obstetricia de Mexico.
3. Dutta, DC. 2015. Textbook of Obstetrics including Perinatology and
Contraception : Hypertension on Pregnancy. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publisher.
4. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2014.
5. Smith, Roger P et al. 2016. Netter’s Obstetric and Gynecology : Elsevier.
6. Susilaningrum R, Nursalam, Utami S. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu.
Jakarta: WHO dan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
7. Oats J, Abraham S. Fundamental of Obstetrics and Gynaecology. Edinburg:
Elsevier; 2017. 201–202 hal.
8. Dewi H, Kurniati ID, Ratnaningrum K. Buku Ajar Ilmu Obstetri Dan Ginekologi.
1st ed. Semarang: Unimus Press; 2015.
9. Hacker ND. Essential of Obstetrics and Gynaecologyst. Philadelphia: Elsevier Inc;
2016. 286–287 hal.
11

BRAIN MAPPING
12
13

VIGNETTE

1. Seorang wanita usia 35 tahun dibawa ke puskesmas oleh keluarganya dengan


keluhan keluar darah yang tidak berhenti setelah melahirkan di bidan satu minggu
yang lalu. Awalnya pasien menduga hanya darah nifas biasa, namun karena darah
yang keluar disertai cairan berwarna kuning dan kadang disertai nyeri perut
bawah pasien merasa berbeda dengan kehamilan sebelumnya. Menurut
pengakuan pasien, ini merupakan kelahiran anak yang keenam. Pasien rutin
melaksanakan ANC ke puskesmas. Pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 102x/menit, pernapasan 22x/menit, suhu 37,0oC. Pada
pemeriksaan fisik bimanual didapatkan uterus teraba lebih besar dan lunak
daripada keadaan normalnya.
Diagnosis yang tepat pada kasus diatas adalah?
a. Retensio plasenta
b. Prolaps uterus
c. Involusio uterus
d. Subinvolusio uterus
e. Solusio plasenta

2. Seorang wanita 29 tahun, datang ke poliklinik Rumah Sakit dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah. Keluhan disertai dengan demam dan pengeluaran darah nifas
dari kemaluan yang berbau. Pasien sebelumnya menjalani operasi caesar sekitar 2
minggu yang lalu. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos
mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 kali/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, dan suhu 38,5oC. Pada pemeriksaan genetalia didapatkan nyeri tekan
uterus, lokia berbau dan purulent, serta ukuran uterus yang masih besar dari
keadaan normalnya.
Apakah diagnosis yang tepat pada pasien diatas?
a. Vaginitis
b. Uretritis
c. Endometritis
14

d. Infeksi saluran kemih


e. Korioamnionitis

Anda mungkin juga menyukai