Anda di halaman 1dari 10

TUGAS INDIVIDU

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN


MATERNAL DAN NEONATAL
ABORTUS INKOMPLIT
Dosen Pengampu : Ni Ketut Somoyani, SST.,M.Biomed

Oleh:

Nama : Ni Km Ari Cendani GP


Kelas :A
No Absen : 45

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN
DENPASAR
2022
A. Pengertian
Abortus inkomplit adalah salah satu jenis keguguran yang terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Ketika abortus inkomplit terjadi, jaringan janin
yang telah mati tidak keluar sepenuhnya dari rahim, sehingga bisa menyebabkan
perdarahan terus berlanjut. Pasien dengan abortus inkomplit umumnya mengalami
nyeri perut, perdarahan hebat, dan terbukanya mulut rahim. Selain itu, kondisi ini
juga ditandai dengan jaringan janin yang masih berada di dalam rahim
B. Penyebab
Pada kebanyakan kasus, kondisi ini terjadi pada trimester pertama
kehamilan. Namun, jika abortus inkomplit terjadi pada trimester kedua atau di
antara minggu ke13–20 masa kehamilan, penyebabnya bisa jadi berhubungan
dengan riwayat kesehatan ibu hamil. Berikut adalah beberapa gangguan kesehatan
pada ibu hamil yang dapat menyebabkan abortus inkomplit:
1. Penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, lupus, penyakit tiroid, atau
penyakit ginjal
2. Penyakit infeksi, seperti toxoplasmosis, rubella, atau chitomegallovirus
(CMV)
3. Gangguan pada rahim, seperti leher rahim yang lemah atau kelainan bentuk
rahim
4. Efek samping obat-obatan, seperti obat anti inflamasi non steroid,
misoprostol, methotrexate, dan retinoid Selain itu, menjalani pola hidup dan
gaya hidup yang tak sehat, seperti merokok, mengonsumsi minuman
beralkohol, dan menyalahgunakan NAPZA juga dapat memicu keguguran.
Selain itu, menjalani pola hidup dan gaya hidup yang tak sehat, seperti
merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, dan menyalagunakan
NAPZA, juga dapat memicu keguguran.

Abortus Inkomplit disebabkan oleh sejumlah masalah berupa:


a. Factor tumbuhnya hasil dari konsepsi yang berdampak pada janin yang
mengalami cacat atau sampai kematian yang memaksa pengeluaran hasil
konsepsi. Sebab dari terganggunya pertumbuhan hasil konsepsi ialah:

b. Factor kromosom berupa gangguan yang muncul semenjak awal


bertemunya kromosom (juga seks), muncul lewat gagalnya proses
memisahkan kromosom di proses anaphase dengan miosis atau mitosis.

c. Factor dari lingkungan endometriumnya, dimana tidak memiliki kesiapan


untuk mendapatkan implan dari hasil konsepsi

d. Kurangnya gizi dari ibu akibat gangguan anemia dengan indikasi adanya
nilai ≤11 gr% kadar HB pada bagian sel darah merah. Anemia berat
memicu rusaknya otak sampai berpotensi terjadi keguguran.

e. Implikasi faktor luar yakni adanya obat maupun radiasi yang berpengaruh di
terganggunya proses tumbuhkembang konsepsi.

f. Infeksi yang diketahui melalui adanya demam tinggi lewat penyakit tifoid,
pneumonia, rubeola, pielitis, atau demam malta yang dipicu oleh endotoksin
serta metabolit toksik oleh ibu maupun serangan kuman dan virus di bagian
vetus.

C. Tanda Abortus Inkomplit

Tanda Keguguran yang paling umum adalah perdarahan.

Sementara itu, tanda abortus inkomplit yaitu:

1. perdarahan hebat,

2. sakit perut hebat mirip kram atau kontraksi,

3. demam,

4. Nyeri pinggang

5. hilangnya tanda kehamilan (morning sicknees atau payudara bengkak)


Bila mengalami tanda-tanda keguguran tidak lengkap ini, segera hubungi
dokter untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

D. Diagnosis Abortus Inkomplit


a. Anamnesis
1) Adanya amenore pada masa reproduksi.
2) Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi.
3) Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan.
2) Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus, dapat
juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagin

3) Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.


4) Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu
bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.
2) Penentuan hCG subunit beta secara serial membantu dalam menentukan apakah
kehamilan dapat dipertahankan. Jika kadarnya menurun dengan cepat mencapai
nol, hal tersebut juga membantu menegakan abortus komplit.

3) Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi.

USG perut atau transvaginal Dalam pemeriksaan USG baik abdominal (perut)
atau transvaginal, dokter akan melihat perkembangan jumlah perdarahan yang
keluar. Dokter juga akan memeriksa sisa jaringan yang tersisa di dalam rahim.
Pemeriksaan itu untuk melihat apakah jaringan bisa diluruhkan secara alami atau
perlu memakai prosedur kuretase.

E. Penanganan Abortus Inkomplit


Prinsip penanganan abortus inkomplit adalah memastikan rahim bersih dari
jaringan janin yang masih tersisi. Hal ini dilakukan untuk menghindari
komplikasi berat, seperti perdarahan hebat dan infeksi. Ada 3 metode
penanganan abortus inkomplit yang mungkin akan disarankan oleh dokter:

1) Menunggu sisa janin keluar secara alami


Saat mengalami abortus inkomplit, sisa jaringan janin yang tertinggal didalam
rahim dapat keluar secara alami dalam waktu 1-2 minggu. Namun, menunggu
sisa janin keluar secara alami sangat beresiko menyebabkan perdarahan hebat.
Oleh karena itu, beberapa dokter akan menyarakan untuk melakukan metode
penanganan lain.

2) Menggunakan obat
Dokter dapat memberikan obat untuk mempercepat proses pengeluaran sisa
jaringan janin dari dalam rahim. Tingkat keberhasilan cara ini cukup tinggi,
yaitu sekitar 80-99%, terutama jika kehamilan masih ditrimester pertama. Obat
tersebut dapat digunakan dengan cara diminum atau di masukan kedalam
vagina. Efek samping yang mungkin dirasakan Ketika menggunakan obat
tersebut adalah mual, muntah, atgau diare.

3) Menjalani kuretase
Dilatasi dan kuretase (kuret) merupakan salah satu mode penanganan aborytus
inkomplit dengan tingkat keberhasilan sekitar 97-98%. Pada prosedur ini, leher
rahim dilebarkan, kemudian sisa jaringan janin dikeluarkan dengan prosedur
penyedotan. Biasanya dokter menyerankan prosedur ini jika memang
memerlukan penangana segera. Metode ini dapat menghentikan perdarahan dan
mencegah infeksi yang dikhawatirkan bisa mengancam nyawa.

Tatalaksana Umum
1) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
2) Periksa tanda-tanda syok (dingin, pucat, takikardia, tekanan sistol kurang dari 90
mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana syok. Jika tidak terlihat tanda-
tanda syok, tetap perkirakan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan
evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan
cepat.
3) Bila terdapat tanda-tanda sepis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:

a) Ampicillin 2g IV/IM kemudian 1g diberikan setiap 6 jam


b) Gentamicin 5mg/kg BB IV setiap 24 jam.
c) Metronidazole 500mg IVsetiap 8 jam
4) Segera rujuk ke rumah sakit
5) Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.

6) Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.


a. Tatalaksana Abortus Inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dalam uterus untuk menghentikan perdarahan
dilakukan dengan cara:
1) Kehamilan kurang dari 16 minggu
Jika perdarahan ringan atau sedang dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu.
Gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu. Lakukan evakuasi isi uterus.Aspirasi vacum menual (AVM) adalah
metode evakuasi yang dianjurkan.Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila
AVM tidak tersedia.Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2mg IM (dapat di ulang 15 menit kemudian bila perlu). Lakukan
evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam.Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang perawatan.

2) Kehamilan lebih dari 16 minggu.


Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik
atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi
hasil konsepsi. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg). Pastikan untuk tetap
memantau kondisi ibu setelah penanganan. Lakukan evaluasi tanda vital
pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan
ibu ke ruang perawatan.
3) Dilatasi dan Kuretase Menurut Saifuddin dalam tatalaksana dilatasi dan
kuretase.
a) Kaji ulang indikasi
b) Lakukan konseling dan persetujuan tindakan medis
c) Persiapan alat, pasien, dan pencegahan infeksi sebelum Tindakan
d) Berikan dukungan emosional. Beri petidin 1-2 mg secara IM atau IV sebelum
prosedur
e) Suntikkan 10 IU oksitosin IM atau 0,2 mg ergometrin sebelum tindakan agar
uterus berkontraksi dan mengurangi resiko perforasi.
f) Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan bukaan serviks, besar,arah dan
konsistensi uterus.
g) Lakukan tindakan aseptik/antiseptik pada vagina dan serviks
h) Periksa apakah ada robekan serviks atau hasil konsepsi di kanalis servikalis, jika
ada keluarkan dengan cunam ovum.
i) Jepit serviks dengan tenakulum pada pukul 11.00 dan 13.00. Dapat pula
menggunakan cunam ovum untuk menjepit serviks
j) Jika menggunakan tenakulum, suntikkan lignokain 0,5% 1 ml pada bibir depan
atau belakang serviks.
k) Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan penera kavum
uteri.
l) Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis hingga bersih (terasa seperti
mengenai bagian bersabut)
m) Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai besar dan konsistensi uterus.
n) Hasil evakuasi diperiksa dulu dan apabila perlu dikirim ke Laboratorium Patologi
Anatomik.
b. Perawatan Pasca Tindakan

a) Beri paracetamol 500 mg per oral jika perlu

b) Segera mobilisasi dan realimentasi

c) Beri antibotika profilaksis, termasuk tetanus profilaksis jika tersedia


d) Boleh pulang 1-2 jam pascatindakan jika tidak terdapat tanda-tanda komplikasi
e) Anjurkan pasien segera lapor bila terjadi gejala-gejala seperti;
1) Nyeri perut (lebih dari beberapa hari)
2) Perdarahan berlanjut (lebih dari 2 minggu)
3) Perdarahan lebih dari haid
4) Demam
5) Menggigil
6) Pingsan
c. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati dan melakukan
berbagai macam pemeriksaan yang berhubungan dengan kasus. Observasi dapat
berupa pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan observasi dilakukan untuk melihat perkembangan asuhan yang
telah dilakukan.
d. Konseling kontrasepsi
Pasien diharapkan tidak hamil dalam waktu 3 bulan sehingga perlu memakai
kontrasepsi seperti kondom atau pil.

B. Pencegahan
Pencegahan abortus inkomplit terbagi atas 3 bagian, yakni:
a) Pencegahan Primer
Pencegahan primer lebih kepada langkah awal, terjadinya abortus sering dengan
kehamilan yang tidak diinginkan. Sebenarnya suatu kehamilan yang tidak
dikehendaki, dapat dicegah seandainya pasangan menggunakan kontrasepsi darurat,
yaitu kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan, apabila digunakan setelah
hubungan seksual. Hal ini sering disebut dengan kontrasepsi pasca-senggama atau
morning after treatment.

b) Pencegahan Sekunder
Pada pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara menegakkan diagnosa
secara cepat dan tepat untuk menghindari hal-hal buruk terkait komplikasi akibat
keterlambatan penanganan. Diagnosa abortus inkompletus, yaitu: pada pemeriksaan
dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat
diraba sisa-sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum uteri, dan uterus lebih
kecil dari seharusnya kehamilan.

c) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk menghindari hal-hal buruk terkait
penanganan dan komplikasi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penanganan yang tepat
setelah didapat diagnosa pasti abortus inkomplit, pembersihan sisa kehamilan yang
tertinggal di dalam rahim dengan melakukan kuratase untuk menghentikan
pendarahan. Pasien diharapkan tidak hamil dalam waktu 3 bulan sehingga perlu
memakai alat kontrasepsi dalam membantu proses penyembuhan dan bagaimana
mencegah terjadinya aborsi berulang-ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan dalam Kerangka SDGs Keputusan Menteri


Kesehatan No. 97. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015. [diakses pada tanggal
27 April 2017]

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. 2016 [diakses pada tanggal 27 April 2017]

Diyah, Elisa., (2017) . Faktor Resiko Kejadian Abortus Spontan

Kurniaty, dkk. (2019). Penanganan Kasus Abortus Inkompit pada Puskesmas


PONED di Kabupaten Sumbawa Barat. BKM Journal of Community Medicine and
Public Health Vol 35 Nomor 1 Tahun 2019 Hal. 17-22

Anda mungkin juga menyukai