ASUHAN KEPERAWATAN
DISUSUN OLEH :
RENI ARIYANTI
P1337420116013
2. Klasifikasi
Abortus dibagi menjadi dua yaitu :
1. Abortus Spontan :
Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata
lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage) (Cunningham,
2000).
Keguguran adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan
sebelum janin dapat bertahan. Sebuah keguguran secara medis disebut sebagai
aborsi spontan. WHO mendefenisikan tidak dapat bertahan hidup sebagai
embrio atau janin seberat 500 gram atau kurang, yang biasanya sesuai dengan
usia janin (usia kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau kurang. Aspek
klinis abortus spontan dibagi menjadi lima subkelompok, yaitu:
a. Threatened Miscarriage (Abortus Iminens)
Adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada usia
kehamilan 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa
adanya dilatasi serviks. Yang pertama kali muncul biasanya adalah
perdarahan, dan beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri
kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis :
nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan
tertekan di panggul atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah
suprapubis.
b. Inevitable Miscarriage (Abortus Tidak Terhindarkan)
Yaitu Abortus tidak terhindarkan (inevitable) ditandai oleh pecah
ketuban yang nyata disertai pembukaan serviks.
3. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalah :
a.Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b.Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c.Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan
alkohol
b. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
c. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis
d. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus
e. Kelainan endokrin (hypertiroid, diabetes melitus, kekurangan hormon
progesteron)
f. Trauma, gangguan nutrisi, stress psikologis
4. Patofisiologis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus
desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada
kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.
Kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada
plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion
atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum), janin lahir mati,
janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus
papiraseus. (Mansjoer Arif M. 1999)
5. Pathways
6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 1997) adalah:
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera
pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
d. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan
tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini
dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak
dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
6. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu.
7. Pemeriksaan penunjang
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan abortus imminens menurut varney 2001 adalah :
a. Trimester pertama dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram :
a) Tirah baring untuk meningkatkan aliran darah ke rahim dan
mengurangi rangsangan mekanis, terutama bagi yang pernah abortus
sampai perdarahan benar – benar berhenti
b) Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan
irigasi atau memasukkan sesuatu ke dalam vagina)
c) Tidak melakukan aktifitas seksual yang menimbulkan orgasme
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan
intrauteri
c. Gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva yang
lembab
e. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
3. Perencanaan keperawatan
1.Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan :
a. Tidak terjadi defisit volume cairan
b. Seimbang antara intake dan output baik dari jumlah maupun kualitas
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kondisi status 1. Pengeluaran cairan pervaginal
hemodinamika sebagai akibat abortus
2. Ukur intake dan output cairan 2. Jumlah cairan ditentukkan dari
3. Berikan sejumlah cairan jumlah cairan yang hilang
pengganti cairan yang keluar pervaginal
4. Evaluasi status hemodinamika 3. Transfusi mungkin diperlukan
pada kondisi perdarahan masif
4. Penilaian dapat ditentukkan
secara harian melalui
pemeriksaan fisik
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
a. Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kondisi nyeri yang dialami 1. Pengukuran nilai ambang nyeri
klien dapat dilakukan dengan skala
2. Terangkan nyeri yang dialami maupun deskripsi
klien dan penyebabnya 2. Meningkatkan koping klien
3. Kolaborasi pemberian analgetik dalam melakukan guidance
mengatasi nyeri
3. Mengurangi onsert terjadinya
nyeri dapat dlakukan dengan
pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam
spectrum luas/sepesifik
Menyetujui,
Pembimbing Klinik