Anda di halaman 1dari 32

TUGAS

PATIENT SAFETY
KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TEAM KESEHATAN

Dosen Pengampu : Ni Wayan Armini, S.ST., M.Keb

OLEH
KELOMPOK 2

1. Ni Wayan Eka Nopiarmi


2. Ni Luh Ekhawati
3. Ni Km Ari Cendani GP
4. Sitri Arweli Nombala

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
DENPASAR

PRODI PROFESI BIDAN


2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Komunikasi Antar
Anggota Team Kesehatan ini dengan baik.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang Komunikasi Antar
Anggota Team Kesehatan. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Manajemen Patient Safety. Selain itu, kami berharap semoga makalah ini dapat
dipahami dan bermanfaat bagi semua pembaca. Sekiranya makalah yang telah disusun
ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun
dan dapat menjadikan Makalah ini jauh dan lebih baik lagi. Kami mohon maaf atas
kesalahan maupun kekurangan di dalam penyusunan makalah ini.

Denpasar, Juni 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi........................................................................4
B. Prinsip-prinsip Komunikasi..................................................................4
C. Komponen-komponen Dalam Komunikasi..........................................4
D. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi............................................5
E. Jenis Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan.............................6
F. Komunikasi Dalam Tim Kesehatan dan Keperawatan.........................11
G. Membangun Hubungan.........................................................................12
H. Resolusi Konflik...................................................................................20
I. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan..........................25
J. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan............................................27

BAB III PENUTUP

A. Simpulan...............................................................................................30
B. Saran.....................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan
kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya selalu berhubungan
dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama teman, dengan atasan, dokter
dan sebagainya. Maka komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang
sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan
fungsinya dengan baik. Komunikasi merupakan alat untuk membina
hubungan terapeutik karena komunikasi mencakup pencapaian informasi,
pertukaran pikiran dan perasaan. Proses komunikasi terapeutik sering kali
meliputi kemampuan dan komitmen yang tulus pada pihak perawat untuk
membantu klien mencapai keberhasilan keperawatan bersama.
Setiap hari kerja, perawat berkomunikasi dengan penyedia asuhan
kesehatan lainnya, termasuk perawat, asisten perawat, dokter, sekretaris dan
terapis. Perawat memenuhi peranan unik didalam asuhan kesehatan sebagai
koordinator pelayanan bagi pasien disamping sebagai pemberi advokasi
pasien. Kadang-kadang komunikasi dengan penyedia asuhan kesehatan
lainnya dapat menjadi hal yang menantang. Sama seperti setiap pasien yang
membawa seperangkat kebutuhan, pengalaman dan emosi masing-masing
kedalam suatu hubungan, demikian pula setiap penyedia asuhan kesehatan.
Hubungan yang berhasil dengan rekan kerja bergantung pada keterampilan
komunikasi yang baik. Prinsip etis penghargaan terhadap manusia juga
relevan dengan hubungan dengan asuhan kesehatan lainnya.

Dalam hubungan manusia tentu saja konflik tidak dapat dihindarkan dan
sering kali membuat tidak nyaman. Dalam asuhan kesehatan, kemungkinan
konflik dipertinggi dengan adanya kompleksitas peran dan isu. Keputusan
yang mengubah hidup sering kali dibuat dan mempengaruhi pasien,
keluarganya, dan staf. Tetapi konflik tidak selalu buruk, dan tidak
seharusnya dihindari. Walaupun konflik sering kali menimbulkan rasa tidak
nyaman, bingung, dan setres, konflik juga mendatangkan kesempatan untuk
hal positif, memperkuat hubungan antarpekerja, dan meningkatkan kepuasan
kerja. Pada ahkirnya resolusi konflik yang berhasil akan menghasilkan
kualitas asuha yang baik bagi pasien.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian komunikasi ?
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip komunikasi ?
3. Bagaimanakah komponen-komponen dalam komunikasi ?
4. Bagaimanakah faktor yang mempengaruhi komunikasi ?
5. Bagaimanakah jenis-jenis komunikasi antar anggota tim kesehatan?
6. Bagaimanakah komunikasi dalam tim kesehatan dan keperawatan ?
7. Apakah yang dimaksud dengan membangun hubungan ?
8. Bagaimanakah resolusi konflik komunikasi ?
9. Bagaimanakah pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan?
10. Bagaimanakah komunikasi dalam pelayanan kesehatan ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui lebih dalam tentang komunikasi antar anggota tim
kesehatan
2. Tujuan Khusus:
 Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi
 Untuk mengetahui prinsip-prinsip komunikasi
 Untuk mengetahui komponen-komponen dalam komunikasi
 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi komunikasi
 Untuk mengetahui jenis-jenis komunikasi antar anggota tim
kesehatan
 Untuk mengetahui komunikasi dalam tim kesehatan dan
keperawatan
 Untuk mengetahui pengertian membangun hubungan
 Untuk mengetahui resolusi konflik komunikasi

2
 Untuk mengetahui pentingnya komunikasi dalam pelayanan
kesehatan
 Untuk mengetahui komunikasi dalam pelayanan kesehatan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan
menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat
mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan. (Nursalam, 2007).

Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan


nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah
proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari
klien. proses memfokuskan pada klien namun direncanakan dan dipimpin oleh
seorang profesional. (Potter & Perry, 2009).Stuart,G.W., & Laraia, 2005
mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi terapeutik perawat dan klien
menjadi penting dalam mengeksplorasi kebutuhan klien.

B. Prinsip-prinsip Komunikasi
Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers yaitu :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,percaya,dan
menghargai
3. Kejujuran dan terbuka
4. Mampu sebagai role model
5. Bertanggung jawab

C. Komponen-komponen dalam komunikasi


1. Sender (pemberi pesan) : individu yang bertugas mengirimkan pesan
2. Receiver (penerima pesan) : seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk
pesan yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan.

4
3. Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan
akan efektif bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim
pesan.
4. Media : metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara
ditulis, diucapkan dan diraba
5. Umpan balik : penerima pesan memberikan informasi/ pesan kembali kepada
pengirim pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik
merupakan proses yang kontinue karena memberikan respons pesan dan
mengirimkan pesan berupa stimulus yang baru kepada pengirim pesan.

D. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


1. Situasi atau Suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisingan akan
mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising
yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat
pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum
proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian
rupa supaya tenang dan nyaman. Komunikasi yang berlangsung dan
dilakukan pada waktu yang kurang tepat mungkin diterima dengan kurang
tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan kepada orang
tua tentang cara menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedang sedih,
tentu saja pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang tua karena
perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan yang disampaikan perawat,
melainkan pada perasaan sedihnya.
2. Kejelasan Pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan
yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara
komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang
disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan
komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami
pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti
komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.

5
E. Jenis Komunikasi Antar Anggota Tim Kesehatan
Berbagai jenis komunikasi antar petugas dapat terjadi di fasilitas
kesehatan, bergantung pada besar dan struktur organisasi fasilitas tersebut.
Komunikasi dalam satu puskesmas kelurahan akan sangat berbeda dengan
komunikasi dalam puskesmas kecamatan. Komunikasi dalam klinik 24 jam akan
sangat berbeda dengan rumah sakit daerah tingkat II, lebih-lebih bila di
bandingkan dengan rumah sakit rujukan. Secara umum, jenis komunikasi antar
petugas yang dapat terjadi di suatu organisasi layanan kesehatan antara lain: (1)
Komunikasi antara perawat dengan perawat, (2) Komunikasi antara dokter
dengan perawat, (3) Komunikasi antara perawat dengan ahli terapi, (4)
Komunikasi antara perawat dengan ahli farmasi, (5) Komunikasi antara perawat
dengan ahli gizi. Jenis-jenis komunikasi tersebut tentunya bisa lebih banyak lagi
bergantung kepada besarnya organisasi dan banyaknya jenis pelayanan yang
diberikan. Semakin banyak jenis komunikasi yang ada pada suatu organisasi
tersebut, kemungkinan terjadinya gangguan komunikasi juga lebih besar.
Pemahaman terhadap jenis komunikasi di organisasi layanan kedokteran,
bagaimana komunikasi dilaksanakan, identifikasi masalah komunikasi,
penyebab hambatan komunikasi dan bagaimana mengatasi hambatan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan.

1. Komunikasi Perawat Dengan Perawat


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar
tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan
dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar
perawat berjalan dengan baik.Hubungan perawat dengan perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan
profesional, hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.
 Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan
hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang
sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.Hubungan sturktural
merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau struktur masing-

6
masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan
tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer,
laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang
perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang kepada
perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.Hubungan
interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang lazim dan
terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah
hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh
dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

2. Komunikasi Perawat dengan Dokter


Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang
telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat
bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di
lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan bergantung pada instruksi
medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur
yang telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. 
Perawat dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter.Contoh :
Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang
kerumah, perawat dan dokter bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga
begaimana perawatan diabetes di rumah.Selain itu komunikasi antara perawat
dengan dokter dapat terbentuk saat visit dokter terhadap pasien, disitu peran
perawat adalah memberikan data pasien meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-
keluhan dari pasien,dan data penunjang seperti hasil laboraturium sehingga
dokter dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien.Pada saat
perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah
medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga
tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan
dengan baik serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik
apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya

7
menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan
tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat
dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan perawat sendiri
membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara pasti penyakit pasien
serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat
terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi yang baik pula antara perawat
dengan dokter.
Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter:
a. Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan nama
dan posisi, mengidentifikasi         klien dan diagnosis klien atau orang-
orang lain yang terlibat dalam masalah dengan nama. 
b. Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah), 
c. Menyatakan tujuan , 
d. Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai dengan
praktek klinik, 
e. Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab
untuk pelaksanaan, mengklarifikasi informasi terutama jika ini
percakapan telepon, menentukan kerangka waktu pelaksanaan). (Arnold
& Boogs, 2007).

3. Komunikasi Perawat dengan Ahli Terapi


Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang
dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.Perawat
bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan
dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh
perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-sama
dan mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien dan
keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih
jauh. Contoh : Perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat
dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan
untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat

8
energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas.

4. Komunikasi Perawat dengan Ahli Farmasi


Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin
untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat
bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi
perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat. Perawat
memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan
mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan
demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama
tenaga kesehatan lainnya. Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang
dituju, dosis yang tepat dan efek smaping dari semua obat-obatan yang
diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar seperti
buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus berkonsultasi pada ahli
farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang
obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan
secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik
perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat
dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan
dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada
perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan
yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasinini dapat
dimasukkan dalam rencana persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah
seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan
mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi
atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam
pengembangan sistem pemberian obat.

9
5. Komunikasi Perawat dengan Ahli Gizi
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di
RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai
pelayanan yang bermutu.
      Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka
perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang – obatan yang
digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi
pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat
tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara kedua belah
pihak.

F. Komunikasi Dalam Tim Kesehatan dan Keperawatan


Ada berbagai cara untuk menentukan informasi mengenai klien diantara anggota
tim perawatan dan kesehatan, antara lain adalah reporting dan recording.
1. Report (pelaporan)
Yaitu pertukaran informasi secara lisan ataupun tertulis antara tim kesehatan
Contoh :
- Perawat memberi laporan verbal kepada perawat lain yang bekerja
pada shift berikutnya
- Seorang dokter dapat meminta laporan tentang kemajuan kesehatan
klien kepada perawat
- Bagian laboratorium menyampaikan laporan tertulis hasil
pemeriksaan laboratorium untuk dimasukan kedalam catatan medis
yang permanen ( the permanent medical record )
Proses report (pelaporan) dapat berlangsung pada saat :
a. Diskusi diantara anggota tim kesehatan
Baik secara formal maupun informal, untuk mengkaji kembali
informasi yang ada sehingga masalah dapat diidentifikasi dan
ditemukan penyelesaiannya.
b. Konsultasi

10
Merupakan suatu bentuk diskusi dimana seorang profesional
memberikan saran formal kepada orang lain mengenai perawatan
klien.
Contoh : perawat spesialis memberi saran tentang terapi yang
terbaik untuk mengontrol efek samping kemoterapi atau seorang
dokter konsultasi kepada ahli gizi untuk memilih terapi diet yang
paling baik untuk kliennya.

Hasil diskusi dan konsultasi sebaiknya didokumentasikan dalam


catatan permanen klien sehingga semua anggota tim perawat
kesehatan dapat mengambil manfaat dari informasi dan rencana
perawatan yang sesuai.

2. Record (catatan)
Adalah pencatatan yang permanen yang mendokumentasikan informal yang
relevan untuk menajemen perawatan kesehatan klien. Contoh : pencatatan
setelah tiap kunjungan klinik mengenai proses perawatan klien. Pencatatan
yang baik harus dapat berguna bagi seluruh tim keperawatan dan anggota
tim kesehatan lainnya. Pencatatan pada pendokumentasian perawatan ini
merupakan laporan yang berkelanjutan mengenai status kesehatan dan
kebutuhan klien selama rawat inap.

G. Membangun Hubungan

Baik berbicara diruang perawat, bekerja di sisi ranjang, maupun


mengirim surat elektronik, kolega berkomunikasi satu sama lain untuk
memberikan asuhan yang baik bagi pasien mereka. Seperti di lingkungan kerja
lainnya, akan lebih baik menciptakan hubungan yang kuat dengan rekan kerja
sebelum muncul kebutuhan atau masalah. Maka usahakan agar suara di telepon
yang meminta persediaan atau menubah pesanan adalah orang yang kita kenal.
Lingkungan kerja yang terbaik mendukung rekan kerja untuk mengenal satu
sama lain. Seperti semua hubungan baik lainnya, hubungan dengan kolega di
tempat kerja bergantung pada perilaku dan keterampilan komunikasi yang baik.
Rasa hormat, perlakuan adil bagi orang lain, kompromi yang menjaga-integritas,

11
kolaborasi, dan mendengarkan aktif merupakan balok bangunan bagi hubungan
profesional yang kuat.

1. Peran Keperawatan

Pengambaran peran perawat di dalam sistem asuhan kesehatan


diperlukan untuk mengidentifikasi sifat dan kolaboratif pada praktik
keperawatan. Terdapat beberapa tanggung jawab yang tumpang tindih antara
profesi keperawatan dengan profesi asuhan kesehatan lainnya. Walaupun
kolaborasi merupakan bagian penting dari semua pekerjaan asuhan
kesehatan, perawat memiliki beberapa peran khusus saat berkomunikasi atas
nama pasiennya.

Hal ini mencakup:

a. Advokasi pasien
b. Koordinasi asuhan
c. Delegasi dan supervisi
d. Konsultasi
e. Kolaborasi dengan rekan

a. Advokasi Pasien

Perawat memiliki sejarah dalam mengadvokasi kebutuhan dan


minat pasiennya.kata “advokacy” berasal dari akar bahasa Latin yang
berarti “memanggil suara”. Mengadvokasi berarti membela minat
seseorang atau membela atas nama perkara orang lain, tetapi perawat
sebenarnya memiliki peranan ganda dalam istilah advokasi pasien.
Mereka bekerja atas nama minat pasiennya, dan mereka juga mengajar
pasien untuk mengadvokasi diri mereka sendiri

Mengemudikan sistem asuhan kesehatan dapat rumit dan


membingungkan. Pasien seringkali memerlukan bantuan dalam membuat
keputusan terinformasi mengenai asuhan kesehatannya, dan hal ini
memerlukan pemahaman akan banyak sekali informasi medis. Perawat

12
berada dalam posisi untuk membantu pasien menemukan informasi
menganai kesehatannya, membuat keputusan terinformasi, berurusan
dengan atasan, dan bernegosiasi dengan agen pengganti biaya
pengobatan. Peran perawat memerlukan pemahaman keterampilan
komunikasi yang pasien butuhkan untuk mengemudikan sistem
pelayanan asuhan kesehatan yang kompleks dan penggantian biaya.
Beberapa fasilitas telah mengintegrasikan peran perawat sebagai
navigator untuk membantu pasien melewati kompleksitas asuhan
kesehatan.

Mempertahankan hak-hak pasien telah lama menjadi bagian dari


peran keperawatan. Perawat menyuarakan kebutuhan dan masalah
pasien. Di bagian terdahulu dari buku ini, telah didiskusikan Bill of
Rights Pasien sebagai suatu cara untuk mengkomunkasikan hak-hak
pasien di dalam institusi asuhan kesehatan, atau saat bekerja dengan
perusahaan asuransi. Perawat membantu pasien menegosiasikan sistem
dengan berbagai cara, seperti memberikan informasi asuhan kesehatan
dan menginterpretasikan istilah medis. Perawat, seringkali bekerja
dengan pekerja sosial, dapat mengajar pasien untuk advokasi-diri di
dalam sistem asuhan kesehatan dan dengan asuransi. Hal ini sangat
menguatkan pasien dan keluarganya untuk mengetahui cara
mendapatkan informasi yang relevan dengan kesehatan dan pengobatan
mereka bernegosiasi dengan penyedia dan pihak asuransi, dan membuat
keputusan yang tepat secara pribadi, budaya, dan medis.

b. Koordinasi Asuhan

Dalam merawat pasien, seringkali berbagi agensi asuhan


kesehatan perlu bekerja sama untuk menyediakan asuhan yang
sempurna. Koordinasi asuhan antara dua agensi atau lebih memerlukan
komunikasi terus-menerus mengenai kebtuhan pasien. Selama penilaian
pasien, perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan asuhan kesehatan yang
meluas di luar lingkup asuhannya. Contohnya, seorang wanita berusia
lanjut dipulangkan dari fasilitas keperawatan terlatih, setelah rehabilitas

13
dari pembedahan penggantian panggulnya. Perawat menyadari bahwa
pasien hidup sendiri dan membuat rujukan kepada perawat kunjungan
untuk memberikan bantuan kesehatan di rumah dan membantunya
dengan asuhan diri. Pada kesempatan lain, rujukan dibuat oleh dokter
untuk pelayanan lain di luar agensi atau institusi.

c. Delegasi dan Supervisi

Berkolaborasi dengan penyedia asuhan kesehatan lainnya


seringkali mancakup mendelegasikan asuhan kepada personel lain.
Asisten perawat dan personel asisten yang tak berlisensi melakukan
tugas keperawatan yang didelegasikan sehingga perawat profesional
memiliki lebih banyak waktu untuk aktivitas lain. Delegasi adalah
transfer tanggung jawab agar suatu tugas dilakukan oleh orang lain.
Perawat profesional mendelegasikan aktivitas tertentu kepada asisten
perawat, tetapi ia harus mengetahui kemampuan personel lain sebelum
mendelegasikan suatu aktivitas. Demikian pula, perawat perlu
menciptakan suatu metode untuk mengkomunikasikan ( baik tertulis
maupun verbal ) penyelesaian tugas dan informasi pasien lainnya yang
relevan.

Contohnya, seorang perawat mengawasi shift sore di suatu


fasilitas asuhan berbantuan dan perlu medelegasikan asuhan dan
pemberian obat sore hari sehingga ia dapat mengurus seorang residen
yang sakit. Perawat supervisor harus memahami Nurse Practice Act di
negaranya dan peran yang tepat dari personel asisten lainnya. Ia
bertanggung jawab untuk menilai tingkat pengetahuan dari personel tak
berlisensi, mendidiknya jika perlu, mendelegasikan tugas mengawasi
aktivitas sesuai kebutuhan, dan mengevaluasi serta mendokumentasikan
hasil akhirnya (Boucher, 1998). Perawat dapat dengan aman dan legal
mendelegasikan aktivitas yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien
di unit tersebut.

14
d. Konsultasi

Profesi keperawatan menghargai kontribusi profesi lain dalam


membantu memberikan asuhan dan hasil terbaik bagi pasien. Kerja sama
dengan penyedia asuhan kesehatan lain dapat mencakup konsultasi,
kolaborasi, delegasi, dan kadang – kadang, negosiasi dan resolusi
konflik. Konsultasi dan kolaborasi mengoptimalkan intervensi dan hasil
akhir pasien dan memperkaya hubungan professional. Konsultasi dapat
mencakup memanggil terapis fisik untuk latihan range of motion bagi
seorang pasien setelah kecelakaan serebral vascular atau merujuk
seorang pasien rawat jalan dengan kebutuhan perawatan luka ke perawat
yang berkunjung. Ahli diet dapat membantu penilaian asupan dan
mengajar pasien yang baru didiagnosis diabetes. Menggunakan keahlian
profesi lainnya penting dalam memberikan asuhan yang optimal bagi
pasien.

e. Kolaborasi dengan Rekan

Hubungan dengan rekan memberikan kesempatan bagi dukungan


dan pertumbuhan di lingkungan kerja. Kolaborasi di dalam keperawatan
penting untuk memenuhi kebutuhan pasien dan komunitas. Perawat,
dengan bekerja sama selama pertemuan staf dan perputaran pasien,
berbagi persepsi dan kebijaksanaannya untuk meningkatkan pengambilan
keputusan secara tim, memberikan asuhan pasien yang optimal, dan juga
mendukung koleganya. Kadang – kadang kolaborasi terjadi secara
informal di sisi ranjang pasien, seperti saat dua perawat bekerja untuk
memindahkan pasien. Pada keadaan yang lebih formal, seperti saat visite
keliling pasien dan konferensi keperawatan, perawat bekerja sama
dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman klinis, memperluas
pengetahuan seluruh staf atau bahkan seluruh profesi keperawatan.

Walaupun banyak orang mengasumsikan bahwa keperawatan


berarti asuhan pasien klinis, perawat dalam pendidikan, administrasi, dan
penelitian semua memainkan peran penting dalam mengarahkan dan

15
meningkatkan asuhan keperawatan. Perawat pendidik tidak hanya
melatih perawat masa depan, mereka juga secara langsung terlibat dalam
memajukan asuhan profesional melalui interaksi siswa dan staf. Perawat
administrator memberikan hubungan yang penting antara administrasi
rumah sakit dengan asuhan klinis langsung dengan cara menyediakan
pelayanan pendukung dan perlengkapan yang dibutuhkan perawat di sisi
ranjang pasien. Sebagian besar administrator telah terlihat dalam
merawat pasien dan memahami kebutuhan staf perawat serta lingkungan
asuhan pasien. Perawat yang terlibat dalam penelitian membantu
memperluas pengetahuandasar tentang keperawatan dan asuhan
kesehatan yang menghasilkan hasil akhir pasien yang lebih baik.

2. Keterampilan Asertif

Asertivitas adalah keterampilan yang digunakan untuk secara efektif


mengkomunikasikan pikiran dan perasaan. Kadang – kadang kata sifat
“asertif” dihubungkan dengan perilaku megatif seperti menjadi “pemaksa”
atau “tinggi hati”. Isu gender, kekuasaan, dan hak – hak pribadi dapat
membingungkan baik pengirim maupun penerima pesan asertif. Untuk
menyampaikan point – point penting, pengirim harus memiliki rasa
mengenai dirinya sendiri dan juga memahami penerima pesan (pendengar)
sehingga pesan diberikan dengan kombinasi kejujuran dan taktik. Berbicara
secara asertif tidak melanggar hak – hak atau integritas orang lain.
Asertivitas tidak boleh
dikacaukan dengan agresivitas, di mana pesan dapat diterima sebagai
kemarahan, permusuhan, atau penyerangan. Pernyataan agresif sering
dimulai dengan “Anda”, melanggar hak – hak orang lain, dan seringkali
keras dan mengintimidasi. Demikian pula asertivitas bukan pasivitas, di
mana pengirim mungkin merendahkan kontribusinya atau dirinya. Gaya
komunikasi pasif meletakkan kebutuhan orang lain terlebih dahulu,
digunakan untuk menghindari konflik, dan seringkali dikombinasikan
dengan syarat dan permintaan maaf. Asertivitas adalah :

 Pernyataan jelas dan langsung

16
 Menggunakan pernyataan “saya” – “saya perlu.., Saya rasa…”
 Penghargaan hak – hak orang lain dan diri sendiri
 Jujur dan sungguh – sungguh
 Tegas dan positif
 Tidak bersifat meminta maaf
 Spesifik untuk situasi tersebut

Menggunakan keterampilan asertivitas memungkinkan ekspresi fakta,


pemikiran, dan kepercayaan kepada orang lain dengan percaya diri.
Keterampilan ini bermanfaat baik secara professional dan personal. Pasien
akan menganggap pesan tersebut lebih jelas dan dapt dipahami. Komunikasi
asertif juga melahirkan rasa hormat dari penyedia asuhan kesehatan lainnya
dan meningkatkan nilai pesan dan pemberi pesan. Secara pribadi, prinsip
yang sama dapat diaplikasikan dalam percakapan social. Belajar
besikap asertif memerlukan kesadaran diri dan penerimaan strategi baru
dalam pendekatan terhadap situasi. Hal ini awalnya mungkin tidak mudah.
Banyak siswa merasa tidak yakin akan diri mereka sendiri dan pengetahuan
klinisnya, tetapihal ini akan berubah sejalan dengan waktu dan praktik.
Kadang – kadang komentar dari orang lain menyakitkan atau meningkatkan
kemarahanatau membuat pesawat enggan untuk merespons. Selalu ingat hal
– hal berikut ini saat mencoba memahami komentar orang lain.

 Setiap orang merespon berbagai situasi dengan berbeda.hal yang


membuat satu orang marah mungkin membuat orang lain menjadi pasif
atau defensive. “Berjuanglah untuk memahami, kemudian untuk
dipahami” (Covery, 1989)
 Beberapa orang akan menyalahkan kegagalan terhadap kekuatan yang
tidak dapat dikontrol seperti “system”.
 Keterampilan asertif dapat dipelajari dan akan memungkinkan anda
berkomunikasi dengan lebih efektif dan menyelesaikan konflik tanpa
membahayakan integritas orang lain maupun diri sendiri.

17
Berbicara secara asertif berarti meninggalkan generalitas dan
menunjukkan pada isu spesifik. Tujulah rincian situasi secara spesifik,
hindari peryataan yang berdasarkan – emosi. Bertahan pada fakta – fakta dari
persoalan yang dibahas akan memungkinkan deskripsi masalah secara
objektif. Anda dapat bersikap jelas dan factual tanpa menyakiti orang lain.
Reaksi dan opini harus dimulai dengan pernyataan “Saya”. Bower dan
Bower (1976) mendeskripsikan format DESK untuk menyusun respon
asertif. Gunakan pernyataan “Saya” untuk menyampaikan sudut pandang
secara factual. Dibandingkan dengan pernyataan “Anda”, yang dapat terasa
menuduh, pernyataan “Saya” menyiratkan bahwa pembicara mengambil
tanggung jawab penuh pada posisinya.

 Deskripsikan situasinya : “Pasien mengatakan bahwa dia tidak


menerima…”
 Ekspresikan pernyataan anda mengenai situasi tersebut : “Saya merasa
bahwa”
 Spesifikasikan perubahan atau tindakan yang anda inginkan: “Saya
ingin Anda..”
 Konsekuensi, identifikasikan hasil yang diinginkan: “Dengan
demikian..”
Diperlukan praktik untuk mengunakan pernyataan “Saya” secara
rutin. Seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman, berbicara secara
asertif muncul secara alami dan membantu komunikasi yang lebih
efektual. Asertif adalah atribut yang melahirkan rasa hormat dari orang
lain karena memungkinkan komunikasi yang terbuka dan jujur mengenai
isu – isu penting.

H. Resolusi Konflik

Jenis konflik yang paling umum di asuhan kesehatan adalah konflik


interpersonal: konflik antar individu. Individu-individu tersebut mungkin
merupakan rekan kerja atau mungkin pasien dan perawat. Pada studi kasus, dan
dua rekan kerja, perawat dan ahli bedah, tidak berkomuikasi dengan

18
baikmengenai pasien mereka, Tn . R. Perawat menggunakan perannya untuk
mengadvokasi pasien, dan ahli bedah tidak memandang rencana kepulangan
sebagai prioritas. Resulosi konflik antara rekan kerja merupakan bagian penting
dalam mempertahankan dan memperkuat hubungan kolaboratif. Penting untuk
diingat bahwa sebagian besar konflik tidak muncul tiba-tiba. Contohnya,
perawat mungkin diminta untuk melakukan sesuatu yang dirasakan
membahayakan atau diajak bicara dengan sikap yang merendahkan atau
bermusuhan. Periode “ pendinginan” memungkinkan hilangnnya beban
emosional akibat konflik dan ditemukannya pendekatan logis terhadap konflik.
Kadang-kadang pendekan yang paling tepat adalah “Saya akan menemui Anda
lagi nanti, setelah saya memiliki waktu untuk memikirkannya.” Konflik
interpersonal perlu diatasi dengan sikap yang efektif untuk mencegah persaan
yang terus melekat yang dapat mempengaruhi komunikasi selanjutnya.

Seringkali, berhadapan dengan figur otoritas terasa mengancam bagi


perawat. Figur otoritas yang sebenarnya, seperti manajer perawat, atau figur
yang dirasa sebagai otoritas, seperti ahli bedah pada studi kasus ini, dapat
mengintimidasi perawat yang lebih muda atau tidak percaya diri. Perawat perlu
memiliki kesadaran mengenai perasaan pribadinya tentang otoritas sebelum
berkonfrontasi dengan figur otoritas yang memiliki masalah. Waspadalah akan “
suara hati”, yang merupakan bagian dari diri yang bereaksi secara emosisonal,
karena hal ini memungkinkan pengakuan akan reaksi pribadi tetapi tidak perlu
mencampuri resolusi konflik yang efektif. Contohnya, jika dokter
mengintimidasi perawat, maka mengakui hal ini boleh-boleh saja, tetapi di saat
yang sama, sadarilah bahwa hal ini tidak perlu menghambat pembicaraan
dengan dokter mengenai masalah pasien.

Berhadapan dengan konflik interpersonal dalam hubungan perawat-


perawat dapat menjadi tantangan dan seringkali memberi kejelasan. Contohnya,
seorang pasien, pria berusia 52 tahun, tidak meminum obat antihipertensinya,
dan tekanan darahnya tetaptinggi untuk tiga kali kunjungan berturut-turut.
Perawat merasa frustasi karena mereka telah berulangkali mendiskusikan
mengenai kebutuhannya akan obat tersebut, dan pada kunjungan kali ini tekanan

19
darahnya cukup tinggi. Dulu, pasien seperti inisering kali dicap “ non-
komlinasi” atau “non-adherensi”, tetapi yang sebenranya terjadi adalah
kesenjangan dalam komunikasi. Perawat perlu mengevaluasi alasan pasien tidak
meminum obatnya dan bukan memberinya cap. Pada tanya jawa lebih lanjut,
perawat mengetahui bahwa pasien ini tidak meminum obatnya karena masalah
impotensi dan dia takut untuk mendiskusikannya dengan perawat perempuan.
Saat sumber masalahnya teridentifikasi, diberikan satu obat baru, dengan lebih
sedikit efek sampng pada fungsi seksual. Komunikasi terbuka memungkinkan
fleksibilitas dalam mengeksplorasi masalah dan menemukan solusi.

Identifikasi masalah yang sebenarnya merupakan awal dari penyelesaian


masalah yang kreatif dan resolusi konflik. Secara umum, kedua pihak
memerlukan waktu untuk mengungkapkan ide mereka, termasuk solusi yang
mungkin. Saat pihak yang terlibat merasa “ didengar”, maka lebih kecil
kemungkinan muncul perasaan tertolak atau dicirangi yang menetap. Kadang-
kadang, menuliskan isu tersebut dikartu atau melakukan skenario dengan kolega
yang dipercaya akan membantu identifikasi masalah dan melepaskan kandungan
emosional sebelum diskusi dengan pihak yang terlibat

1. Keterempilan Negosiasi

Menggunakan strategi yang efektif untuk berhadapan dengan konflik akan


meningkatkan hasil akhir yang positif dan mempertahankan integritas partisipan.
Keterampilan negosiasi bermanfaat dalam meresolusi konflik dan memenuhi
kebutuhan pihak yang terlibat. Jones, Bushardt, dan Caldenhead (1990)
menjelasakan penggunaan konfrontasi untuk meresolusi konflik. Ini bukan
merupakan konfrontasi secara agresif tetapi indentifikasi maslah sebagai cara
membangun untuk mencapai solusi. Empat langkah konfrontasi yang dijelaskan
oleh Jones et al. Adalah:

a. Identifikasi masalah dari pihak-pihak yang terlibat.


b. Klarifikasi asumsi
c. Identifikasi maslah sebenarnya yang sedang dikonfrontasikan.

20
d. Bekerja secara kolaboratif untuk sampai solusi yang dapat disetujui
bersama.

Untuk mengidentifikasi masalah yang relevan, pihak-pihak yang terlibat


memerlukan waktu untuk mengorganisasikan pemikiran mereka dalam bentuk
yang logis. Orang-orang memiliki gaya komunikasi yang berbeda, dan beberapa
orang dapt menangani interaksi secara langsung dan memutuskan saat juga
bagaimana menyelesaikan suatu masalah. Yang lain memerlukan waktu untuk
memproses informasi sebelum percakapan dapat berlanjut. Kedua pihak
membawa asumsi masing-masing ke dalam konflik. Pada studi kasus di awal
bab ini, perawat mengasumsikan bahwa ahli bedah tertarik untuk berpatisipasi
dalam rencana kepulangan. Ahli bedah mengasumsikan bagian asuhan
keperawatan ini berada di dalam wewenang perawat dan berharap ia tidak harus
menghadapi masalah tersebut saat itu. Asumsi dpat dibakar oleh emosi, maka
klarifikasi asumsi membantu menciptakan tidak hanya perbedaan tetapi juga
mendefikasikan latar yang sama untuk memulai negosiasi. Pada studi kasus,
perawatmengasumsikan ahli bedah berbicara dengan cara merendahkan
kepadanya, dan ia juga menyimpulkan bahwa sikapnya kepada pasien tidak
perduli. Mengidentifikasi dan melepaskan asumsi memungkinkan munculnya
masalah pasien tidak perduli. Mengidentifikasi dan melepaskan asumsi
memungkinkan munculnya masalah yang aktual sebagai fokus.

Kepercayaan diri sangat diperlukan dalm memajukan maslah pasien.


Mengetahui peran perawat, baik didalam fasilitas asuhan kesehatan dan dalam
profesi, membantu menentukan tindakan perawat. Jika tidak yakin mengenai
lingkup praktik keperawatan, perawat harus merujuk pada panduan tertulis
(seperti kebijakan dan petunjut prosedur atau standar praktik) atau
mendiskusikan situasi tersebut dengan supervisor. Memahami mentsimulasi
kepercayandirian. Diperlukan keberanian untuk berkonfrontasi dengan orang
yang memiliki otoritas atau orang yang menggunakan pernyataan agresif atau
paduan profesional dan integritas pribadi memungkinkan presentasi faktual
dalam sikap yang dapat dipahami dan percaya diri.

21
Penyelesaian masalah memerlukan negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat.
Strategi negosisasi digunakan dalam bisnis dan asuhan kesehatan untuk sampai
pada solusi yang dapat disetujui bersama. Fisher, Ury, dan Patton (1991)
menjelaskan empat pokok yang harus dipertimbangkan sebelum memasuki
negosiasi:

a. Pisahkan orang dari masalah – depersonal negosiasi dari anda dan lawan
anda.
b. Fokuskan pada keinginan – hal yang ingin anda capai, bukan posisi
c. Ciptakan pilihan untuk bersama – suatu solusi yang saling menguntungkan
( “win –win” solution )
d. Perjuangkan kriteria yang objektif – bukan emosional.

Negosiasi biasanya merupakan kombinasi dari komunikasi empatik dan kerja


sama kreatif. Covey (1989) menjelasakan proses mencoba untuk “ memahami
dulu dan kemudian dipahami” sebagai komunikasi empatik. Menggunakan
proses ini selama negosiasi memungkinkan pihak-pihak yang terlibat untuk
didengar dan sampai pada solusi yang dapat disetujuai bersama. Covey juga
mengemukakan bahwa negosiasi “ dimulai dari akhir pikiran”. Contohnya, jika
tujuan akhir dari perawat dalam studi kasus adalah utuk memiliki kepastian
asuhan rumah yang memandai sebelum kepulangan pasein, maka tujuan itu
harus menjadi fokus diskusi. Jarang seseorang mau memiliki “ akhir” yang
melibatkan kata-kata kasar mengenai kepribadian orang lain. Negosiasi adalah
proses di mana berbagai sudut pandang disatukan untuk membuat satu hasil
akhir yang dapat disetujui bersama.

2. Kritik Membangun Atau Umpan Balik

Memberi dan menerima kritikan membangun seringkali sulit, sehingga hal ini
sering dihindari. Kata “umpan balik” sringkali digunakan untuk menghilangkan
beberapa konotasi negatif. Umpan balik memebrikan kesempatan untuk
pertukaran dan meningkatkan kesempatan pertumbuhan. Bebrapa strategi untuk
memberi dan menerima umpan balik membuat komunikasi menjadi pengalaman
yang lebih positif. Jika diberi lingkungan yag tidak mengancam dan positif,

22
sebagian besar orang dapatberkomunikasi secara terbuka dengan
mempertahankan harga diri dari pihak-pihak yang terlibat. Kotak di atas ini
memberikan beberapa saran untuk memeberi dan menerima kritikan
membangun.

3. Bekerja Dalam Kelompok Kecil

Perawat sering kali bekerja dalam kelompok kecil, baik dengan kolega, siswa
lain, atau pasien dan keluarga. Kelompok kerja kecil mengumpulkan kearifan
para partisipan dan dapat memiliki berbagai tujuan. Perawat dapat memiliki
peran yang berbeda dalam kelompok kecil, mencakup sebagai partisipan, seperti
saat visite pasien keliling, atau sebagai moderator pada kelompok pendukung
pasien atau kelompok fokus. Contohnya, seorang perawat bekerja dalam visite
kasus keliling multidisipliner mengenai pasien yang rumit akan tergerak untuk
membantu menciptakan rencana asuhan kohesif dengan memasukkan
persepektifanya dan mengakuikontribusi dari partisipan lain.

Pada kesempatan lain, siswa keperawatan berpartisipan dalam kelompok kerja


kecil untuk membantu pendidikan mereka, suatu cara yang sangat berguna
dalam mempelajari komunikasi. Kelompok kerja siswa keperawatan dapat
mencakup presentasi studi kasus, diskusi mengenai situasi sulit, dan dukungan
bagi siswa lain. Situasi sulit, dan dukungan bagi siswa lain. Tujuan dari
kelompok kerja kecil dapat spesifik untuk suatu topik atau lebih terbuka untuk
membantu diskusi masalah dan atau isu.

Perawat, dalam peran sebagai moderator atau fasilitator, membantu partisipan di


dalam kelompok berbagai perspektif dan pengetahuannya serta dukungan satu
sama lain. Moderator menentukan aturan dasar bagi kelompok (misalnya, rasa
hormat, kerahasian, dll.), mendukung partisipan, mengarahkan diskusi, dan
meringkas ide yang ada (Morgan, 1998). Kelompok fokus, jenis spesifik
kelompok kerja kecil, biasanya memiliki agenda spesifik dan pertanyaan
wawancara untuk mengarahkan percakapan.

23
I. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain dalam
menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain
akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya.
Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam
berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi.
Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan
integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial. Komunikasi yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak yang sangat penting
dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok. Komunikasi yang
terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu atau
kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu
sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur
komunikasi. Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal
utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada
konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan
unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan
secara horizontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin
antar tim multidisiplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur
adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal.
Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa
pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun
masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali hubungan buruk yang terjadi
pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem
komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut. Ellis (2000)
menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada umumnya
yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang buruk.
Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan
dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap
buruknya komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan.

24
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah:
1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat
melakukan intraksi dengan klien.
2. Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi dua
arah secara terapeutik.
3. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang
berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan
interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada
komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi
yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan pendekatan
dengan berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah dalam
melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi
dengan menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal yang
dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau.

J. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk


menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu.
Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam
namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama,
berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun
demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang
sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan
National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney
(2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi
dan kompleknya kolaborasi dalam konteks perawatan kesehatan. Pada saat
sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan
kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi
dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang

25
berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan
yaitu profesi kedokteran. Kerjasama dan kolaborasi dengan dokter perlu
pengetahuan, kemauan, dan keterampilan, maupun sikap yang professional
mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, maupun dengan mitra
kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan. Salah satu
syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang
bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan
pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan
mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran
komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan pasien. Hal ini
berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara
medis saja, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan
melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat
membantu pasien dalam proses penyembuhan.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan
verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi
terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan
terencana mempelajari klien. proses memfokuskan pada klien namun
direncanakan dan dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry,
2009).Stuart,G.W., & Laraia, 2005 mengatakan bahwa dalam hubungan
komunikasi terapeutik perawat dan klien menjadi penting dalam
mengeksplorasi kebutuhan klien.
2. Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers yaitu
:
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling
menerima,percaya,dan menghargai

26
c. Kejujuran dan terbuka
d. Mampu sebagai role model
e. Bertanggung jawab
3. Komponen-komponen yang mempengaruhi komunikasi :
a. Sender
b. Receiver
c. Pesan
d. Media
e. Umpan balik
4. Faktor yang mempengaruhi komunikasi :
a. Situasi atau suasana
b. Kejelasan pesan
5. Jenis Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan :
a. Komunikasi perawat dengan perawat
b. Komunikasi perawat dengan dokter
c. Komunikasi perawat dengan ahli terapi
d. Komunikasi perawat dengan ahli farmasi
e. Komunikasi perawat dengan ahli gizi
6. Komunikasi Dalam Tim Kesehatan dan Keperawatan
a. Pelaporan (report)
b. Catatan (record)
7. Membangun Hubungan
Baik berbicara diruang perawat, bekerja di sisi ranjang, maupun
mengirim surat elektronik, kolega berkomunikasi satu sama lain untuk
memberikan asuhan yang baik bagi pasien mereka. Seperti di lingkungan
kerja lainnya, akan lebih baik menciptakan hubungan yang kuat dengan
rekan kerja sebelum muncul kebutuhan atau masalah.
8. Resolusi Konflik
Cara mengatasi :
a. Keterampilan negosiasi
b. Kritik membangun atau umpan balik
c. Bekerja dengan kelompok kecil

27
9. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama
untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada
konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen internal
melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit,
baik hubungan secara horizontal ataupun hubungan secara vertikal.
10. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan
Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada
pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan
mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran
komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan pasien.

B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan mengenai
Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan bagi para pembaca dan untuk
menunjang makalah ini agar lebih baik lagi diharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.

28
DAFTAR PUSTAKA

Arnold,E.C,&Boggs.K.U.2007.Interpersonal Relationship: Professional


Communication skills for Nurses.(5 th ed.). St Louis : Elseiver.
Basuki.2008.Komunikasi Antar Petugas Kesehatan.PDF File
Mundakir.2006.Komunikasi Keperawatan.Yogyakarta : Graha Ilmu
Perry, AN. And Potter.2005.Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2009. Fundamental keperawatan (7 th ed.).(vols 2.). dr Adrina &
marina, (penerjemah). Jakarta : Salemba Medika.
Suryani.2006.Komunikasi Terapeutik.Jakarta : EGC
Tamsuri,Anas.2005.Buku Saku Komunikasi Dalam Keperawatan.Jakarta :EGC

29

Anda mungkin juga menyukai