Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian maternal 70% disebabkan oleh perdarahan 24%, infeksi 15%, aborsi
tidak aman 13%, tekanan darah tinggi 12% dan persalinan lama 8%. Masalah ini
merupakan pertanyaan bagi pusat pelayanan kesehatan dalam upaya menurunkan
jumlah kematian maternal tersebut. Perdarahan dan infeksi dapat dicegah dengan
tindakan kuretase. Abortus merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan dan
merupakan indikasi dilakukanya kuretase. Angka ini turut meningkat seiring
bertambahnya jumlah kejadian aborsi di Indonesia, didapatkan dua juta kasus/tahun. 1
Kuretase merupakan salah satu prosedur obstetrik dan ginekologi yang sering
dilakukan. Baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus.
Ataupun untuk mengetahui kelainan perdarahan uterus pada kasus ginekologi.
Prosedur ini berlangsung dalam waktu singkat. Kasus yang membutuhkan tindakan
kuretase bermacam-macam, diantaranya abortus, blighted ovum, sisa plasenta, dan
mola hidatidosa. Ada juga kasus kuret yang ditujukan untuk diagnostik seperti biopsi
endometrium. Pengerukan yang terlalu dalam dapat menyebabkan sisa kerukan pada
dinding rahim, perdarahan, infeksi serta gangguan haid merupakan dampak dari
kuretase.1,2
Diantara kasus kebidanan yang paling banyak memerlukan kuret diantaranya
adalah abortus. Penelitian-penelitian menyebutkan bahwa angka kejadian abortus
sangat tinggi. Diperkirakan sejak badan US Supreme Court melegalkan tindakan
aborsi, sebanyak 1,3-1,4 juta tindakan aborsi dilakukan di Amerika Serikat. Diseluruh
dunia diperkirakan 10-20 juta kasus aborsi legal, dengan 10-20 juta dilakukan secara
illegal. Aborsi illegal bertanggung jawab atas 13% kasus kematian maternal dan
komplikasi serius lainnya.3 Di Indonesia sendiri diperkirakan ada lima juta kehamilan
pertahun, dimana 10-15% diantaranya atau sekitar 500.000-750.000 mengalami
abortus setiap tahun, dengan frekuensi yang terus meningkat setiap tahun1,3

1
Komplikasi dapat terjadi selama proses dilatasi dan kuretase, diperlukan
tindakan yang hati-hati dalam mendeteksi dan menangani kejadian ini. Beberapa
komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan, cedera pada serviks, perforasi
uterus, infeksi, dan adhesi intrauterus pasca prosedur. Terkadang komplikasi
perdarahan tidak disadari, ataupun ditangani terlambat akibat pengawasan yang
kurang akan tanda-tanda perdarahan pasca prosedur.4
Melihat tingginya jumlah kasus-kasus yang memerlukan tindakan kuretase,
dan tingginya angka kejadian komplikasi dari tindakan kuretase terlepas dari
ketersinggungan tindakan ini pada perdebatannya dengan etika kedokteran,
diperlukan pengetahuan dan kemampuan bagi para dokter dalam melakukan prosedur
ini untuk meningkatkan keberhasilan prosedur, mengurangi kejadian komplikasi, dan
menurunkan angka kematian ibu.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI KURETASE

Kuretase adalah pembersihan daerah permukaan yang terkena


penyakit, dengan menggunakan alat kuret. Kuretase adalah serangkaian proses
pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri dengan melakukan
invasi dan memanipulasi instrument (sendok kuret) ke dalam kavum uteri. Kuretase
adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan).1,2

2.2 TUJUAN KURETASE5


1. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim
Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat
diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya
perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan
akan kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/
infertilitas.

Indikasi dari dilatasi dan kuretase sebagai prosedur diagnostik:2,4,5


1) Perdarahan uterus abnormal: perdarahan tidak teratur, menorrhagia, curiga
keganasan atau kondisi prakanker.
2) Material yang tertinggal di ruang endometrium.
3) Evaluasi temuan didalam ruang endometrium dari prosedur imaging
(gambaran abnormal dalam endometrium akibat polyp atau kista)
4) Evaluasi dan mengeluarkan cairan yang tertahan di dalam ruang
endometreium (hematometra, pyometra) sekaligus mengevaluasi ruang
endometrium dan meringakan gejala stenosis serviks.

3
5) Hasil biopsi endometrium tidak memadai/ bisa untuk didiagnosis akibat
stenosis serviks.
6) Sampling endometrium yang dilanjutkan dengan prosedur lainnya (misal
histeroskopi, laparoskopi)
Evaluasi kavum uteri melalui dilatasi dan kuretase akan sangat berguna pada
keadaan dimana USG tidak dapat menggambarkan uterus secara keseluruhan akibat
tertutupi leiomyoma, massa di pelvis, ataupun lipatan usus.4,5

2. Kuret sebagai terapi


Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran
kehamilan dengan cara mengeluarkan hasil kehamilan yang telah gagal
berkembang, menghentikan perdarahan akibat mioma dan polip dengan cara
mengambil mioma dan polip dari dalam rongga rahim, menghentikan
perdarahan akibat gangguan hormon dengan cara mengeluarkan lapisan dalam
rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa jaringan plasenta, atau
sisa jaringan janin di dalam rahim setelah proses persalinan, hamil anggur,
menghilangkan polip rahim.
Tindakan dilatasi dan kuretase juga disarankan sebagai prosedur terapi.
Indikasi tindakan ini berupa:2,4,8,9

1) Abortus Inkomplit
Abortus Inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam
uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan
dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari
ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak
sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti
sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. Dalam penanganannya, apabila
abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan

4
infus cairan NaCl fisiologik atau cairan ringer yang disusul dengan
transfusi. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan (kuratase). Pasca
tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan
kontraksi uterus.

Etiologi:
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi
terdapat beberapa sebab antara lain :
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
– Kelainan kromosom
– Lingkungan endometrium
– Gizi ibu kurang
– Radiasi
– Kelainan plasenta
b. Penyakit ibu
Penyakit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam
kandungan melalui plasenta yaitu penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus
abdominalis, malaria, sypilis, toxin, bakteri, virus, atau plasmodium
sehingga menyebabkan kematian janin dan terjadi abortus
c. Kelainan traktus genitalis
Retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus.

2) Mola hidatidosa
Mola hidatidosa dicirikan dengan poliferasi abnormal vilus korion.
Mola Hidatidosa adalah gumpalan atau tumor dalam rahim yang terjadi
karena degenerasi atau gangguan perkembangan sel telur yang telah

5
dibuahi. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan hidropik. Yaitu berupa gelembung-gelembung
putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter.
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan
amenore, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya
kehamilan dan untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan kadar HCG
dalam darah, urin maupun biopsy, atau dengan USG.

Penanganan
a) Perbaikan keadaan umum
b) Vakum kuretase, tindakan kuretase cukup dilakukan sekali saja asal
bersih, kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi.2

3) Blighted Ovum
Blighted Ovum adalah buah kehamilan yang dengan pemeriksaan
USG tampak gestasional sac saja, tanpa adanya fetal pole, kantong
amnion tampak telah tidak teratur Blighted Ovum (kehamilan
unembrionik) adalah kehamilan patologik, dimana mudigah tidak
terbentuk sejak awal. Disamping mudigah, kantong kuning telur juga ikut
tidak terbentuk. Blighted ovum harus dibedakan dari kehamilan muda
yang normal, dimana mudigah masih terlalu kecil untuk dapat dideteksi
dengan alat USG (biasanya kehamilan 5-6 minggu). 2
Kehamilan yang berkembang dengan tidak sempurna ini disebabkan
oleh kelainan gen dan kromosom pada ovum (sel telur), sperma, atau
keduanya. Kelainan ini biasa diturunkan dari bapak atau ibu penderita.

6
Rendahnya kualitas sel telur dan sperma juga berperan. Bisa juga sel telur
dan sperma normal, namun saat terjadi proses pembelahan kromosom
terjadi kelainan berupa translokasi (saling bertukarnya bagian kromosom
yang non-homolog atau tak sejenis). Penyebab lainnya multifaktor,
meliputi: infeksi karena campak Jerman (rubella), cytomegalovirus, herpes
simpleks, virus toxoplasma, bakteri Listeria monocytogenes, penyakit
kencing manis (diabetes mellitus) yang tak terkendali, dan kelainan
imunologi.

Diagnosis blighted ovum dapat ditegakkan bila pada kantong


gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm (penulis lain memakai ukuran
25 mm), tidak dijumpai adanya struktur mudigah atau kantong kuning
telur. Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya
adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase
akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu
mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga
kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat
dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan. 10

4) Misssed Abortion
Retensi janin mati (Missed Abortion) adalah perdarahan pada
kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati
hingga 8 minggu atau lebih. Missed Abortion adalah kehilangan
kehamilan dimana produk-produk konsepsi tidak keluar dari tubuh.
Diagnosa missed abortion secara USG dapat ditegakkan bila dijumpai
mudigah dengan jarak kepala-bokong 10 mm atau lebih yang tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ukuran uterus lebih kecil dari usia

7
kehamilan, bentuk kantong gestasi dan mudigah tidak utuh lagi dan cairan
ketuban biasanya tinggal sedikit.
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu
tindakan yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat erat
pada dinding uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia.
Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus
yang besarnya tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukaan
serviks uteri dengan memasukkan laminaria selama kira-kira 12 jam
dalam kanalis servikalis yang kemudian dapat diperbesar dengan busi
hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk kedalam kavum uteri.
Dengan demikian, hasil konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah serta
aman, dan sisa-sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret tajam.

5) Sisa Plasenta
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat
tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi,
harus dikeluarkan secara manual atau dikuret, disusul dengan pemberian
obat-obatan oksitoksika intravena.
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi.
Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa
plasenta. Dengan perlindungan antibiotik, sisa plasenta dikeluarkan secara
digital atau dengan kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai
suhu turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim
dibersihkan, tetapi bila ada perdarahan banyak, rahim segera dibersihkan
walaupun ada demam.
Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus
yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahn

8
postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai
akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut
terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase disusul dengan
pemberian obat-obat uterotonika intravena.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, dengan
pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan
inspekulo dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks,
vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis,
pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin atau
metergin), dan tindakan definitif dengan kuratase dan dilakukan
pemeriksaan patologi-anatomik (PA).

2.3 KONTRAINDIKASI KURETASE

Terdapat beberapa kontraindikasi dilatasi dan kuretase yang dilakukan


diluar ruang operasi, diperlukan evaluasi dan pemeriksaan lebih lanjut pada
pasien yang akan dilakukan prosedur ini di ruangan operasi dengan anestesi
regional maupun total.
Kontraindikasi absolut dari prosedur dilatasi dan kuretase meliputi:10,11,12
1. Kehamilan intra uterus yang diperkirakan viable.
2. Ostium uteri dan serviks tidak terlihat.
3. Vagina yang terobstruksi.
Kontraindikasi relatif dari prosedur dilatasi dan kuretase meliputi:1
1. Stenosis serviks yang berat.
2. Kelainan serviks/uterus.
3. Riwayat ablasi endometrium.
4. Gangguan perdarahan (kelainan pembekuan darah).
5. Infeksi pelvis akut (kecuali dengan tujuan mengeluarkan isi

9
endometrium yang terinfeksi).
6. Lesi serviks yang obstruktif.
Kontraindikasi diatas dapat dipertimbangkan ada beberapa kasus.
Contohnya, pencitraan dengan MRI dapat mengevaluasi dengan baik dimana
kelainan anatomi dari serviks dan uterus, yang nantinya diharapkan membantu
untuk eksplorasi endoserviks dan endometrium secara aman.

2.4 KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi saat atau pasca tindakan dilatasi dan kuretase.
Bertindak secara hati-hati selama prosedur dapat meminimalisir resiko dari
komplikasi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi:1,4,5,6
1. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa
selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat
menjurus ke rongga peritoneum, ke ligatum latum atau ke dinding
kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan terlebih dahulu
dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan
digunakan tekanan yang berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan
dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan
dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi adalah perdarahan
dan peritonitis.
2. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat
timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila terjadi luka
pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul adalah
perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan
vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya
incompetent cervix.

10
3. Perlekatan dalam kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-
sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium
jangan sampai terkerok, karena hal itu dapt menyebabkan terjadinya
perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila ditempat tersebut
dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
4. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya
diselenggrakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai
dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina

2.5 PERSIAPAN KURETASE

A. PERSIAPAN PASIEN
1. Puasa
Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan
dirinya. Misalnya, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut
dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.1

2. Persiapan Psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret.
Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat
individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini.
Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka
munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan
menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat

11
bius yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya
sudah bekerja lebih dahulu.
Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa
mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik.
Meskipun obat bius yang diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik.
Untuk itu sebaiknya sebelum menjalani kuret ibu harus mempersiapkan
psikisnya dahulu supaya kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan
psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri untuk mengatasi rasa takut,
pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi masalah
yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang terdekat
seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya.

B. Persiapan Tenaga Kesehatan Sebelum Kuretase5


Melakukan USG terlebih dahulu, mengukur tekanan darah pasien, dan
melakukan pemeriksaan Hb, menghitung pernapasan, mengatasi
perdarahan, dan memastikan pasien dalam kondisi sehat.

C. Persiapan Alat5,6
Alat tenun
1) Baju operasi
2) Laken
3) Doek kecil,
Alat kuretase
1) Spekulum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan SIM/L (2)
ukuran S/M/L)
2) Sonde penduga uterus
a. Untuk mengukur kedalaman rahim

12
b. Untuk mengetahui lebarnya lubang vagina
3) Cunam muzeus atau cunam porsio
4) Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar
5) Bermacam-macam ukuran sendok kerokan (kuret 1 set)
6) Cunam tampon satu buah
7) Kain steril dan handscoon 2 pasang
8) Tenakulum 1 buah
9) Kom
10) Lampu sorot
11) Larutan antiseptik
12) Tensimeter, stetoskop, sarung tangan DTT
13) Set infus, aboket, cairan infus
14) Kateter karet 1 buah
15) Spuit 3 cc dan 5 cc
16) Oksigen dan regulator

D. Saat Kuretase5
Sebelum dilakukan kuretase, biasanya pasien akan diberikan obat
anestesi (dibius) secara total dengan jangka waktu singkat, sekitar 2-3 jam.
Setelah pasien terbius, barulah proses kuretase dilakukan. Ketika
melakukan kuret, ada 2 pilihan alat bantu bagi dokter. Pertama, sendok
kuret dan kanula/ selang. Sendok kuret biasanya dipilih oleh dokter untuk
mengeluarkan janin yang usianya lebih dari 8 minggu karena
pembersihannya bisa lebih maksimal. Sedangkan sendok kanula lebih
dipilih untuk mengeluarkan janin yang berusia di bawah 8 minggu, sisa
plasenta, atau kasus endometrium

13
2.6 JENIS-JENIS DAN TEKNIK KURETASE
A. Kuretase Suction2,4

Kuretase suction adalah prosedur bedah minor yang merupakan


metode utama yang digunakan di Australia dan Selandia Baru untuk terminasi
kehamilan tiga bulan pertama.

1. Prosedur
- Preparasi serviks dapat atau tidak dapat digunakan lebih dulu.
- Anestesi dapat total maupun lokal, dengan atau tanpa pembiusan oral
atau intravena; metode ini akan tergantung pada kesediaan klinik
tertentu dan pilihan ibu hamil.
- Serviks didilatasi dengan menggunakan dilator logam untuk
mengakomodasi kuret suction yang dipilih, kuretase dilakukan dengan
menggunakan penghisap bertenaga listrik pada daerah yang akan
dikuret, dan rongga uterus kemudian dapat diperiksa
dengan forceps jaringan atau kret logam.
- WHO merekomendasikan untuk tidak menggunakan agen oksitoksik
rutin dengan kuretase suction.
2. Efek samping
- Dapat menyebabkan nyeri selama dilakukan terminasi dan
membutuhkan analgetik.
- Perdarahan berlangsung selama 18 hari dan diikuti adanya spoting.
- Dapat meyebabkan kehilangan sebagian darah (Anemia)
- Muntah, jika mengunakan prostaglandin, dari obat-obatan anastesi
3. Komplikasi
- Perporasi uterus
- Trauma servikal

14
B. Kuretase Vakum1,4
Kuretase vakum disebut juga dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM)
adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum (tekanan negatif).
Prosedur ini merupakan salah satu cara efektif untuk pengobatan abortus
inkomplit. Pembersihan dilakukan dengan mengisap sisa konsepsi dari kavum
uteri dengan tekanan negatif. Alat ini terdiri dari kanul kuret berbagai ukuran
yang dihubungkan dengan pompa vakum atau sumber vakum lainya. Untuk
vakum kuretase ini diperlukan tekanan negatif sekitar 700 mmHg. Evakuasi
sisa konsepsi pada abortus inkomplit hingga usia kehamilan 12-14 minggu,
dapat dilakukan dengan aspirasi vakum atau dilatasi dan kuretase.
1. Teknik kuretase vakum
- Kanul ukuran yang sesuai bukaan serviks dimasukan kedalam kavum
uteri.
- Kanul dihubungkan dengan sumber vakum
- Buka pengatur katup di bagian depan tabung sehingga tekanan negatif
(sekitar 1 atmosfer atau 26 inci/660 mmHg) mulai mengisap massa
kehamilan di dalam kavum uteri.
- Kanul digerakan pelan-pelan dari atas kebawah kemudian diputar
sampai 180 derajat sehingga rahim seluruhnya keluar dalam satu
penampungan atau dalam semprit.

2. Kelebihan cara kuretase vakum


- Kurang menimbulkan trauma, rasa nyeri dalam perdarahan
- Jarang terjadi perforasi karena yang dipakai adalah kanul plastik
dibandingkan sendok kuret dari logam
- Waktu yang dipergunakan begitu pula dilatasi serviks lebih singkat dan
dapat dipakai pada pembukaan kecil.

15
3. Perlengkapan alat AVM
Instrumen AVM terdiri dari tabung dengan volume 60 ml, mempunyai
satu atau dua pengatur katup untuk aplikasi tekanan negative, toraks dan
tangkai penarik/pendorong, penahan toraks di pangkal tabung, silicon
pelumas cincin karet. Peralatan ini juga mempunyai kanula steril yang
elastic dengan 2 lobang diujungnya, pada posisi yang berlawanan. Tabung
dengan satu pengatur katup, digunakan untuk kanula ukuran kecil (4,5 dan
6 mm). Tabung dengan 2 pengatur katup digunakan untuk kanula ukuran
6-10 dan 12 mm. Kanula tersebut dihubungkan dengan tabung, melalui
adaptor yang mempunyai kode warna-warna tesendiri bagi masing-masing
ukuran kanula.

C. Kuretase (kerokan)4
Kuretase adalah cara membersikan hasil konsepsi memakai alat
kuretase, penolong harus melakukan pemerikaan dalam untuk menentukan
letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah
terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi.
1. Persiapan kuretase
a. Persiapan penderita
– Lakukanlah pemeriksaan umum tekanan darah, nadi, keadaan
jantung dan paru-paru dan sebagainya.
– Pasanglah infus cairan sebagai profilaksis.
b. Persiapan alat-alat kuretase.
Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia dalam bak alat dalam
keadaan aseptik berisi:
o Spekulum dua buah
o Sonde uterus
o Cunam muzeus atau cunam porsio
o Berbagai ukuran busi Hegar

16
o Bermacam-macam ukuran sendok kuret
o Cunam abortus, kecil dan besar
o Pinset dan klem
o Kain steril dan sarung tangan dua pasang

c. Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi


d. Pada umumnya diperlukan anastesi infiltrasi lokal atau umum secara
intravena dengan Ketalar.

2. Teknik kuretase
a. Tentukan letak rahim, yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam
alat-alat yang dipakai umumnya terbuat dari metal dan biasanya
melengkung karena itu memasukan alat-alat harus disesuaikan dengan
letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi segala arah (fase raute)
dan perforasi
b. Sonde dimasukan bendungan rahim sesuai dengan letak rahim dan
tentukan panjang atau dalamya bendungan rahim caranya adalah
setelah ujung sonde terasa membentur fundus uteri, telunjuk tangan
kanan diletakan pada porsio dan tariklah sonde keluar lalu baca berapa
cm dalam rahim.
c. Dilatasi bila pembukaan serviks belum cukup untuk memasukan
sendok kuret, lakukanlah terlebih dahulu didilatasi dengan dilatator
atau baugie Hegar. Peganglah busi seperti memegang pensil dan
masukanlah hati-hati sesuai letak rahim. Untuk sendok kuret terkecil
biasanya diperlukan dilatasi sampai Hegar no 7. untuk mencegah
kemungkinan perforasi usahakanlah memakai sendok kuret yang agak
besar, dengan diatasi yang lebih besar.
d. Kuretase, pakailah sendok kuret yang agak besar, yang dimasukan dan
lakukan kerokan biasanya mulailah dengan bagian tengah. Pakailah

17
sendok kuret yang tajam (ada tanda berigi) karena lebih efektif dan
lebih terasa saat melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti
bunyi mengkur kelapa) dengan demikian kita tahu bersih atau tidaknya
hasil kerokan.
e. Cunam abortus, pada abortus insipien dimana kelihatan jaringan
pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti
oleh jaringan lainnya. Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai
untuk membersikan sisa-sisa yang tertinggal.

D. Dilatasi dan Kuretase 2,4


Abortus bedah dilakukan mula-mula dengan mendilatasi serviks dan
kemudian mengosongkan uterus dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam)
secara mekanis, melakukan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya
teknik untuk vakum manual dini baru-baru ini diulas oleh Macisaac dan
jones (2000). Kemudian terjadi penyulit termasuk perforasi uterus, laserasi
serviks, perdarahan, pengeluaran janin dan plasenta yang tidak lengkap, dan
infeksi meningkat setelah trimester pertama. Atas alasan ini kuretase atau
aspirasi vakum seyogyanya dilakukan sebelum minggu ke 4 .
Untuk usia gestasi diatas 16 minggu, dilakukan dilatasi dan evakuasi
(D&E), tindakan ini berupa dilatasi serviks lebar diikuti oleh destruksi dan
evakuasi mekanis bagian-bagian janin. Setela janin seluruhnya dikeluarkan,
digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan
jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ektraksi (D&X) serupa dengan (D&E)
kecuali bahwa pada (D&X) bagian janin pertama kali diektraksi melalui
serviks yang telah membuka untuk mempermudah dilakukan tindakan
Tanpa adanya penyakit sistemik pada ibu, kehamilan biasanya diakiri
dengan kuretase atau evakuasi/ ektraksi tanpa rawat inap. Apa bila abortus
tidak dilakukan lingkup rumah sakit, perlu tersedia fasilitas dan kemampuan
untuk resusitasi jantung paru yang efektif dan akses segera kerumah sakit.

18
1. Teknik dilatasi dan kuretasi
Bibir servik anterior dijepit dengan tenakulum berigi. Anastesi lokal
misalnya lidokain 1 atau 2 persen sebanyak 5 ml disuntikan secara
bilateral kedalam serviks cara lain, digunakan blok paraservikal.
Uterus disonde degan hati-hati untuk mengidentifikasi status os
internum dan untuk memastikan ukuran dan posisi uterus. Serviks
dipelebar lebih lanjut dengan dilator hegar atau pratt sampai kuret isap
aspirator vakum dengan ukuran diameter yang memadai dapat dimasukan.
Jari ke empat dan ke lima tangan yang dimasukan dilator harus diletakan
diperineum dan bokong sewaktu dilator didorong melewati os internum.
Hal ini merupakan pengamanan tambahan agar tidak terjadi perforasi
uterus.
Kemudian digunakan kuretase isap untuk mengasapirasi produk
kehamilan. Aspirator vakum digerakan diatas permukaan secara sistematis
agar seluruh rongga uterus tercukupi. Apa bila hal ini telah dilakukan dan
tidak ada lagi jaringan yang terisap, dilakukan kuretase tajam dengan hati-
hati apa bila diperkirakan masih terdapat potongan janin atau plasenta.
Kuret tajam lebih efektif dan bahaya yang ditimbulkannya seharusnya
tidak lebih besar dari pada yang ditimbulkan oleh intrumen tumpul.
Perforasi uterus jarang terjadi pada saat kuret digerakan kebawah, tetapi
dapat terjadi saat memasukan setiap intrumen kedalam uterus. Manipulasi
harus dilakukan dengan ibu jari dan telujuk.
Pada kasus-kasus yang telah melewati gestasi 16 minggu, janin di
ektraksi, biasanya dalam potongan-potongan, dengan mengunakan forsep
Sopher atau serupa dengan intrumen destruktif lainya. Abortus tahap
lanjut lebih berbahaya bagi wanita yang bersangkutan. Resiko perforasi
dan leserasi uterus meningkat akibat janin yang lebih besar dan uterus
yang lebih tipis.

19
2. Tahap-tahap kuretase
a. Bila masih memungkinkan dan dianggap perlu, tindakan untuk
memperlebar kanalis servikalis dilakukan dengan pemasangan batang
laminaria dalam kanalis servikalis dalam waktu maksimum 12 jam
sebelum tindakan kuretase.
b. Dilatasi juga dapat dilakukan dengan dilatator Hegar yang terbuat dari
logam dari berbagai ukuran (antara 0.5 cm sampai 1.0 cm)
c. Setelah persiapan operator dan pasien selesai, pasien diminta untuk
berbaring pada posisi litotomi setelah sebelumnya mengosongkan
vesica urinaria.
d. Perineum dibersihkan dengan cairan antiseptik
e. Dilakukan pemeriksaan dalam ulangan untuk menentukan posisi
servik, arah dan ukuran uterus serta keadaan adneksa
f. Spekulum dipasang dan bibir depan porsio dijepit dengan 1 atau 2
buah cunam servik.

Gambar 1: Spekulum vagina dipasang dan dipegang oleh asisten,


sonde uterus dimasukkan kedalam cavum uteri untuk menentukan arah
dan kedalaman uterus

20
Gambar 2: Dilatator hegar dijepit diantara ibu jari dan jari telunjuk
tangan kanan dan dimasukkan kedalam uterus secara hati-hati da
sistematis (mulai dari ukuran diameter terkecil)

g. Gagang sonde dipegang antara ibu jari dan telunjuk tangan kanan dan
kemudian dilakukan sondage untuk menentukan arah dan kedalaman
uterus
h. Bila perlu dilakukan dilatasi dengan dilatator Hegar
i. Jaringan sisa kehamilan yang besar diambil terlebih dulu dengan
cunam abortus
j. Sendok kuret dipegang diantara ujung jari dan jari telunjuk tangan
kanan (hindari cara memegang sendok kuret dengan cara
menggenggam), sendok dimasukkan kedalam uterus dalam posisi
mendatar dengan lengkungan yang menghadap atas.
k. Pengerokan uterus dikerjakan secara sistematik ( searah dengan jarum
jam dan kemudian berlawanan arah dengan jarum jam ). Cavum uteri
dianggap bersih bila tidak terdapat jaringan sisa kehamilan lagi yang
keluar dan cairan darah cavum uteri berbuih.

21
l. Rongga vagina dibersihkan dari sisa jaringan dan darah.
m. Diberikan doxycycline 200 mg per oral pasca tindakan dan 100 mg
sebelum tindakan.

Gambar 3: Sendok uterus dimasukkan secara mendatar dengan


lengkungan menghadap atas dan kuretase dikerjakan secara sistematis

Gambar 4: Pengeluaran sisa kehamilan yang relatif besar

22
BAB III
KESIMPULAN

1. Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada


dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok
kuret) ke dalam kavum uteri.
2. Indikasi keretase yaitu abortus inkomplit, mola hidatidosa, blighted ovum,
missed abortion, sisa plasenta
3. Jenis-jenis kuretase antara lain kuretase suction, kuretase vakum, kuretase
tumpul, kuretase tajam, dilatasi dan kuretase
4. Komplikasi dari tindakan kuretase antara ain perforasi uterus, luka pada serviks
uteri, perlekatan pada kavum uteri, perdarahan.

23
SOAL-SOAL

1. Seorang perempuan berusia 36 tahun G4P0A3 datang ke dokter untuk


melakukan pemeriksaan kehamilan. Pasien merasa khawatir kehamilannya
yang sekarang mengalami keguguran seperti kehamilan sebelumnya. Oleh
karena itu, dokter menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan
TORCH. Kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan tersebut?
a. Pra marital
b. Sebelum kehamilan
c. Usia kehamilan <18 minggu
d. Usia kehamilan 18-20 minggu
e. Usia kehamilan >20 minggu
2. Wanita 20 tahun G2P1A0 hamil 16 minggu datang diantar oleh suaminya ke
dokter karena perdarahan prvaginam. PD: Cerviks teraba 1 jari longgar dan
sisa jaringan (+). Apakah diagnosis yang tepat pada pasien ini?
a. Abortus iminens
b. Abortus insipien
c. Abortus inkomplit
d. Missed abortion
e. Threatened abortion
3. Seorang perempuan berusia 25 tahun G3P2A0 merasa hamil datang ke UGD
RS dengan keluhan pendarahan pervaginam sedikit-sedikit sejak 2 hari yang
lalu. Pasien juga mengeluh nyeri perut sebelah bawah dan saat ini sudah
terlambat haid 1 bulan. dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah
90/60 mmHg, denyut nadi100 x/i. dari pemeriksaan dalam vagina didapatkan
nyeri goyang portio (+). Apakah diagnosis yang paling tepat?
a. Abortus komplit
b. Abortus inkomplit
c. Missed abortion

24
d. Kehamilan ektopik terganggu
e. Blighted ovum
4. Wanita 22 tahun, telat haid sudah 2 bulan, keluar darah dari jalan lahir sejak
kemarin, tidak nyeri. pada pemeriksaan didapatkan ostium tertutup, nyeri
goyang portio (-) plano tes (+), besar perut sesuai masa kehamilan. Tindakan
yang dilakukan?
a. Dilatasi dan kuretase
b. Kuretase
c. Teruskan kehamilan
d. Cito sectio caesar
e. USG
5. Wanita dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. USG hamil 2 bulan.
VT darah (+), osteum uteri tertutup. tatalaksana yang tepat adalah
a. Drip oksitosin
b. Dilatasi dan kuretase
c. Laparotomi
d. Histerektomi
e. Vakum manual
6. Seorang anak 16 tahun datang dengan keluhan belum pernah haid. Pasien
mengeluh nyeri terasa dan semakin memberat dalam 3 bulan. Pertumbuhan
dada dan pinggul dalam batas normal. Apakah penyebab tersebut?
a. Kelainan hormonal
b. Kelainan hymen
c. Kelainan uterus
d. Kelainan genetik
e. Kelainan ovarium
7. Wanita 30 tahun G3P2A0 mengeluh mulas-mulas sejak 20 jam. Kehamilan
cukup bulan, sudah dipimpin mengedan selama 3 jam oleh paraji (dukun
beranak). Kepala anak sudah engaged di H4. Tindakan yang harus dilakukan?

25
a. SC
b. Vakum
c. Observasi
d. Pimpin mengedan
e. Ekstraksi forceps
8. Seorang perempuan masuk ke RS dengan keluhan perdarahan sejak
melahirkan 2 minggu yang lalu. Riwayat inap post melahirkan (+) selaam 3
hari dan pulang kondisi baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan payudara
terisi penuh namun tidak ada nyeri, tinggi fundus didapatkan masih setinggi
pusat . apakah penanganan pasien tersebut?
a. Pijat payudara
b. Histerektomi
c. Ligasi arteri uterine
d. Kuretase endometrium
e. Uterotonika + antibiotik
9. Hamil 28 minggu, nyeri pinggang bawah, cairan dari vagina (+), warna merah
hitam, diagnosa:
a. Plasenta previa
b. KPSW
c. Prolong labour
d. Solusio plasenta
e. Preterm labour
10. Wanita hamil 8 minggu dengan bercak.......cek hormon, apa yang paling
sesuai?
a. HCG
b. Estrogen
c. Hb
d. Progesteron
e. FSH

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan. Reproduksi. Asuhan


Pascakeguguran ed 2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2002.

2. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. 2006.

3. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health


Profile 2003. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-
tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed May 31,2016.

4. Bacon JL. Diagnostic Dilation and Curettage. Emedicine Medscape [Internet]


2015; (Cited 2016May 31). Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1848239-overview#showall

5. Dysfunctional Uterine Bleeding. Emons SJ. Pediatric and Adolescent


Gynecology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.

6. Demirkiran F, Yavuz E, Erenel H, Bese T, Arvas M, Sanioglu C. Which is the


best technique for endometrial sampling? Aspiration (pipelle) versus
dilatation and curettage (D&C). Arch Gynecol Obstet. 2012 Nov.
286(5):1277-82. [Medline].

7. Gan DE, Jawan RA, Moy FM. Concordance between hysteroscopic


impression and endometrial histopathological diagnosis. Prev Med. 2013 Jan
8. [Medline].

8. Macfarlane KT. Review Article, The Indications for Dilatation and Curettage.
Canad. Med. Ass. 3. 1964 Feb. 90: 364-369.

27
9. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap
LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-
Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.

10. McElin TW, Bird CC, Reeves BD, Scott RC. Diagnostic dilatation and
curettage. A 20-year survey. Obstet Gynecol. 1969 Jun. 33(6):807-
12. [Medline].

11. Casey FE. Elective Abortion. Emedicine Medscape [Internet] 2016; (Cited
2016May 31). Available from: http:// emedicine. medscape.com/ article/
252560-overview

12. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alur Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS
Sanglah Denpasar. 2003.

28

Anda mungkin juga menyukai