ERB’S PARALISIS
JURUSAN FISIOTERAPI
2019/2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
nyeri pada bahu, adanya penurunan kekuatan pada otot-otot lengan atas,
keterbatasan lingkup gerak sendi pada lengan dan penurunan aktivitas
fungsional.
B. Rumusan Masalah
3
4. Bagi Masyarakat
Membantu masyarakat dalam menghadapi permasalahan yang
berhubungan dengan erb’s paralysis dan memberikan informasi bahwa
fisioterapi berperan pada kasus erb’s paralysis
4
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
5
posterior dan n ulnaris dari cord medial.Long thorasic dan dorsal scapular
berasal langsung dari root saraf spinal. Hanya n suprascapular (C5 C6) yang
berasaldari trunk.Saraf spinal keluar dari foramina vertebralis dan
melewati scalenus anterior dan medial, kemudian antara klavikula danrusuk
pertama didekat coracoid dan caput humerus. Pleksus pada bagian praosimal
bergabung di prevertebral dan olehaxillary sheath di mid arm.
B. Definisi Erb-Parlysis
6
penyebab lainnya adalah iatrogenik (paralisis akibat tindakan persalinan).
Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter kandungan dari Inggris,
William Smellie pada tahun 1768 saat mekaporkan kasus transient paralisis
ekstremitas atas bilateral setelah kelhiran yang sulit. Pada tahun 1861,
Guillaume Benjamin Amand Duchenne melaporkan kelumpuhan plexus
brachialis setelah menganalisa 4 infant dengan paralisis yang identik pada
otot-otot lengan dan bahu. Pada tahun 1874, William Heinrich Erb
menyimpulkan tesisnya mengenai kerusakan plexus brachialis yang
berhubungan dengan kelumpuhan deltoid, bicep, dan subscapularis yang
berasal karena lesi di radik C5-C6 pada orang dewasa.
C. Insiden & Epidemologi
7
terkait dengan distosia. Pada infant yang lahir dengan paralisi plexus
brachialis akan muncul gejala sejak lahir. Cedera yang sama dapat juga
ditemukan pada setiap usia termasuk orang dewasa, akibat trauma atau jatuh
yang mengenai sisi kepala dan bahu terlebih dahulu, dimana saraf
pleksus akan meregang karena plexus ekstremitas atas mengalami cedera yang
hebat dan selanjutnya meyebabkan kelumpuhan yang terbatas pada otot-
otot yang dipersarafi oleh saraf C5-C6 yaitu m.deltoid, m.bisep brachii,
m.infraspinatus,m.supraspinatus dan m.brachioradialis.Pleksus brakialis terluk
a oleh kekerasan langsung atau luka tembak,dengan traksi padalengan. Jumlah
kelumpuhan tergantung pada jumlah cedera pada saraf yang terkena.
E. Patofisiologi
Sama dengan semua cedera saraf perifer lainnya, pleksus dapat cedera
dengan berbagai proses. Akibat cedera, pada serabut bermielin akan terjadi
demielinisasi dan cedera akson (kehilangan akson).
a. Demielinisasi
Cedera saraf yang dapat menyebabkan abnormalitas motorik dan
sensorik dimana terjadi kerusakan dari mielin tetapi akson tetap intak.
8
Hal ini akibat dari tekanan yang menyebabkan suatu episode iskemik
sementara atau edema dan neuropati perifer. Perbaikan dapat terjadi :self
limited; iskemik sementara dapat menghilang dengan segera tetapi edema
memerlukan waktu beberapa minggu. Remielinisasi: Ini adalah suatu proses
perbaikan dimana bagian yang mengalami demielinisasi membentuk mielin
baru oleh sel-sel Schwann. Mielin baru ini lebih tipis dengan jarak internodal
yang lebih pendek menyebabkan kecepatan konduksi lebih lambat dari
normal.
9
Gambar
Anatomi saraf motorik perifer normal dan respon terhadap cedera.
10
Gambar.Degenerasi Wallerian. a) Saraf normal, b) degenerasi
wallerian, c) regenerasi (Seckel,1984)
11
serabut otot yang denervasi (perbaikan lebih baik pada jarak lesi yang
pendek dan letaknya lebih ke distal. Pemulihan fungsi sensorik lebih baik
daripada motorik, karena reseptor sensorik lebih lama bertahan dari
denervasi dibandingkan motor end plate (kira-kira 18 bulan).
3. Neurotmesis : kerusakan saraf yang komplet dan paling berat, dimana
proses pemulihan sangat sulit kecuali dilakukan neurorrhaphy.
Penyembuhan yang terjadi sering menyebabkan reinervasi yang tidak
lengkap atau salah sambung dari serabut saraf.
12
Tabel 1. Klasifikasi cedera saraf perifer.11
13
ketidakmampuan kulit untuk menyembuhkan diri sehingga mudah terinfeksi,
selain itu karena tidak ada/berkurangnya rangsang sensoris pada daerah antara
bahu dan lengan bawah yang dihantarkan ke otak, sehingga mudah terjadi
trauma dan melukai diri sendiri. Tidak jarang ditemukannya bekas luka di
daerah lengan. Pemeriksaan sensoris sesuai dengan dermatomnya.
Pada gangguan motorik, ekstremitas atas menggantung lemah di sisi
badan, aduksi dan endorotasi, sehingga telapak tangan bawah pronasi
(waiter’s, bellhop’s, atau policeman’s tip position). Kerusakan pada otot
deltoid menimbulkan posisi adduksi bahu dan medial rotasi, sehingga dapat
ditemukannya Putti sign dimana apabila dilakukan abduksi bahu maka ujung
medial skapula akan terlihat menonjol diatas garis bahu. Paralisis m. serratus
anterior akan member gambaran “Winged scapula”. Pasien tidak bisa
melakukan posisi flexi lengan atas, flexi lengan bawah,supinasi lengan bawah,
abduksi dan exorotasi lengan atas. Pasien kurang bisa memegang bahu sisi
lain karena lesi N. pectoralis lateralis.
G. Diagnosa
H. Komplikasi
14
I. Penatalaksanaan
15
stabil saat peregangan otot bahu korset untuk mempertahankan mobilitas dan
melestarikan beberapa ritme scapulohumeral. Awal perkembangan kontraktur
fleksi di siku adalah umum dan dapat diperburuk oleh dislokasi kaput
disebabkan oleh supinasi paksa. Supinasi lengan agresif, karena itu, harus
dihindari.
Mobilitas dan penguatan aktif awalnya difasilitasi melalui kegiatan
yang sesuai dengan usia perkembangan. Sebagai anak bertambah usia, latihan
penguatan standar yang digunakan dan keterampilan fungsional spesifik
diperkenalkan. Kelompok otot tertentu dapat ditargetkan untuk memperkuat
melalui gerakan fungsional. Kompensasi dan gerakan pengganti harus
dihindari, karena dapat melestarikan otot lemah dan deformitas. Belat statis
dan dinamis dari lengan berguna untuk mengurangi kontraktur, mencegah
deformitas lebih lanjut, dan dalam beberapa kasus, membantu gerakan. Splints
sering diresepkan termasuk pergelangan tangan istirahat dan bidai, splints siku
ekstensi, fleksi siku dinamis dan splints supinator.
Pemilihan yang cermat dan waktu penggunaan belat adalah penting
untuk optimalisasi efek yang diinginkan. Teknik rekaman dapat digunakan
oleh terapis untuk mengendalikan ketidakstabilan skapulae dan karenanya
untuk mempromosikan mobilitas bahu ditingkatkan. Kegiatan kesadaran
sensorik yang berguna untuk meningkatkan kinerja motor aktif, serta untuk
meminimalkan kelalaian dari anggota badan yang terkena.
Penggunaan pijat bayi dan menarik perhatian visual untuk lengan yang
terkena dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kegiatan bermain dan
sehari-hari. Kegiatan menahan beban dengan lengan terpengaruh di semua
posisi tidak hanya memberikan masukan proprioseptif yang diperlukan tetapi
juga dapat berkontribusi untuk pertumbuhan tulang. Sebuah program yang
komprehensif yang mencakup latihan peregangan, penanganan yang aman dan
teknik posisi awal, kegiatan pembangunan dan penguatan, dan kesadaran
sensorik harus dikembangkan dan diperbarui jika diperlukan. Pada anak yang
16
lebih tua dengan kecacatan persisten, fokus pada instruksi rumah bergeser ke
kemerdekaan, dengan pasien belajar mandiri peregangan dan latihan
penguatan, serta strategi untuk mencapai keterampilan hidup tertentu.
K. PROGNOSIS
Untuk cedera avulsi dan pecah, tidak ada potensi untuk pemulihan
kecuali rekoneksi bedah dibuat pada waktu yang tepat. Potensi untuk
pemulihan bervariasi untuk cedera neuroma dan neuropraxia. Kebanyakan
individu dengan cedera neuropraxia pulih secara spontan dengan 90-100
persen pengembalian fungsi. Untuk pemulihan yang baik dari fungsi lengan
dengan fisioterapi 50-80%.
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
20