PENDAHULUAN
1. Gejala Klinis
1) Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
2) Refleks moro asimetris
3) Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa sakit
4) Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
Letak fraktur umumnya di daerah diafisi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
radiologik.
2. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang humerus
1) Imobilisasi selama 2 – 4 minggu dengan fiksasi bidai
2) Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang tindih ringan
dengan deformitas, umumnya akan baik.
3) Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang yang fraktur
tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal
d. Fraktur Tulang Femur
Umumnya fraktur pada kelahiran sungsang dengan kesukaran melahirkan kaki. Letak fraktur
dapat terjadi di daerah epifisis, batang tulang leher tulang femur.
1. Gejala Klinis
1) Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan adanya gerakan kaki yang berkurang
dan asimetris.
2) Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan krepitasi pada tulang femur.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
2. Pengobatan fraktur tulang femur
1) Imobilisasi tungkai bawah dengan jalan fiksasi yang diikuti oleh program latihan
2) Dirujuk ke bagian bedah tulang
2.1.3 Perlakuan Jaringan Lunak Bayi Baru Lahir
1. Kaput Suksedaneum
Kaput suksedaneum merupakan benjolan yang difus dikepala terletak pada prosentasi kepala
pada waktu bayi lahir.
Kelainan ini timbul akibat tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir
hingga terjadi pembendungan sirkulasi-kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke
jaringan ekstra vasa.
Gambaran klinisnya, benjolan kaput berisi cairan serum dan sering bercampur sedkit darah.
Secara klinis benjolan ditemukan di daerah presentasi lahir, pada perabaan teraba benjolan
lunak, berbatas tidak tegas, tidak berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan.
Kaput suksedaneum dapat terlihat segera setelah bayi lahir dan akan hilang sendiri dalam
waktu dua sampai tiga hari umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus.
2. Sefalohematoma
Sefalohematoma merupakan suatu perdarahan subperiostal tulang tengkorak berbatas tegas
pada tulang yang bersangkutan dan tidak melewati sutura.
Sefalohematoma timbul pada persalinan dengan tindakan seperti tarikan vakum atau cunam,
bahkan dapat pula terjadi pada kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan
kepala bayi. Akibatnya timbul timbunan darah di daerah subperiost yang dari luar terlihat
sebagian benjolan.
Secara klinis benjolan Sefalohematoma benbentuk benjolan difus, berbatas tegas, tidak
melampaui sutura karena periost tulang berakhir di sutura. Pada perabaan teraba adanya
fluktuasi karena merupakan suatu timbunan darah yang letaknya dirongga subperiost yang
terjadi ini sifatnya perlahan-lahan benjolan timbul biasanya baru tampak jelas beberapa jam
setelah bayi lahir (umur 6 – 8 jam) dan dapat membesar sampai hari kedua atau ketiga.
Sefalohematoma biasanya tampak di daerah tulang perietal, kadang-kadang ditemukan
ditulang frontal. Benjolan hematoma sefal dapat bersifat soliter atau multipel.
Sefalohematoma pada umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus. Biasanya mengalami
resolusi sendiri dalam 2 – 8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Sefalohematoma
jarang menimbulkan perdarahan masif yang memerlukan transfusi, kecuali pada bayi yang
mempunyai gangguan pembekuan. Pemeriksaan radiologik pada hematoma sefal hanya
dilakukan jika ditemukan adanya gejala susunan saraf pusat atau pada hematoma sefal yang
terlalu besar disertai dengan adanya riwayat kelahiran kepala yang sukar dengan atau tanpa
tarikan cunam yang sulit ataupun kurang sempurna.
3. Perdarahan Subafoneurosis
Perdarahan subafoneurosis merupakan perdarahan masif dalam jaringan lunak di bawah
lapisan aponeurosis epikranial. Trauma lahir ini sering disebut pula sebagai “hematoma sefal
subaponeurosis”.
Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh vena emisaria. Perdarahan timbul
secara perlahan dan mengisi ruang jaringan yang luas, sehingga benjolan trauma lahir ini
biasanya baru terlihat setelah 24 jam sampai hari kedua pasca lahir. Pada perdarahan yang
cepat dan luas, benjolan dapat teraba 12 jam setelah bayi lahir. Pada umumnya bayi lahir
dengan letak kepala yang tidak normal atau kelahiran dengan tindakan misalnya tarikan
vakum berat.
Pada benjolan yang luas perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan sistem pembekuan.
Bayi perlu mendapat vitamin K. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan yang
luas. Dalam keadaan ini mungkin dapat timbul renjatan akibat perdarahan. Pengobatan dalam
keadaan ini berupa pemberian transfusi darah. Komplikasi lain adalah kemungkinan
terjadinya hiperbilirubinemia akibat resorpsi timbunan darah.
4. Trauma Muskulus Sternokleido-Mastoideus
Adalah suatu hematoma (tumor yang dijumpai pada otot sternokleidomastoideus). Trauma ini
sering disebut pula sebagai “tortikolis” otot leher.
Diduga trauma terjadi akibat robeknya sarung otot sternokleido-mastoideus. Perobekan ini
menimbulkan hematoma, yang bila dibiarkan akan diikuti pembentukan jaringan fibrin dan
akhirnya akan menjadi jaringan sisa. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa dasar
kelainan ini telah dijumpai sejak kehidupan intrauterin sebagai gangguan pertumbuhan otot
tersebut atau pengaruh posisi fetus intrauterin.
Secara klinis, umumnya benjolan baru terlihat 10 – 14 hari setelah kelahiran bayi. Benjolan
terletak kira-kira dipertengahan otot sternokleido-mastoideus. Pada perabaan teraba benjolan
berkonsistensi keras dengan garis tengah 1 – 2 cm, berbatas tegas, sukar digerakkan dan tidak
menunjukkan adanya radang. Benjolan akan membesar dalam waktu 2 – 4 minggu kemudian.
Akibatnya posisi kepala bayi akan terlihat miring ke arah bagian yang sakit, sedangkan dagu
menengadah dan berputar ke arah yang berlawanan dari bagian yang sakit.
Pengobatannya dilakukan sedini mungkin dengan latihan fisioterapi. Tujuan latihan ini
adalah untuk meregangkan kembali otot yang sakit agar tidak terlanjur memendek. Dengan
pengobatan konservatif yang dilakukan dini dan teratur, benjolan akan hilang dalam 2 – 3
bulan.
5. Perdarahan Subkunjungtiva
Adalah salah satu trauma lahir dibola mata yang dapat dilihat dari luar adalah perdarahan
subkunjungtiva.
Hal ini terjadi akibat dari persalinan kala II lama atau akibat dari lilitan talipusat yang erat di
daerah leher.
Perdarahan ini ditandai dengan bercak merah di daerah konjungtiva, bulbi. Perdarahan dapat
dijumpai pada kelahiran spontan letak kepala, walupun akan lebih sering terlihat pada
kelahiran letak muka, atau letak dahi.
Pengobatan khusus umumnya tidak diperlukan. Bercak merah didaerah sklera ini umumnya
akan hilang sendiri dalam waktu 1 – 2 minggu. Pada waktu proses penyembuhan, bercak
tersebut akan mengalami absorpsi dan akan berubah warna menjadi jingga dan kuning. Bila
perdarahan sub konjungtiva cukup besar dan dalam riwayat kelahiran bayi ditemukan
kesukaran dalam mengeluarkan kepala, maka perlu dipikirkan pula kemungkinan adanya
perdarahan yang lebih dalam di bola mata.
6. Nekrosis Jaringan Lemak Subkutis
Trauma lahir ini akan lebih banyak ditemukan pada bayi besar yang mengalami kesukaran
pada waktu kelahirannya serta banyak mengalami manipulasi. Trauma ini dapat terlihat pula
pada daerah yang mengalami tekanan keras dijaringan kulit dan subkutis, misalnya oleh daun
cunam.
Adanya iskemia lokal yang disertai hipoksia atau keadaan hipotensi akan mempermudah
kemungkinan terjadinya jenis trauma lahir tersebut.
Gejala klinis ditandai dengan adanya benjolan yang mengeras dijaringan kulit dan subkutis,
berbatas tegas dengan permukaan kulit yang berwarna kemerahan. Benjolan pada minggu
pertama, tetapi dapat pula sampai minggu ke enam. Lokasi benjolan sering ditemukan
ditempat beralaskan keras seperti didaerah pipi, punggung leher, pantat, atau ekstremitas atas
dan bawah.
Trauma lahir ini tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya akan hilang sendiri
dalam enam sampai delapan minggu.
7. Eritema, Petekie dan Ekumosis
Eritemia sering terlihat pada bayi yang mengalami disproporsi sefola-peink. Trauma ini
terlihat di daerah presentasi kelahiran. Di daerah tersebut kulit berwarna merah. Trauma jenis
ini dapat ditemukan pula pada kelahiran dengan cunam, terlihat kulit berwarna merah di
daerah yang mengalami jepitan daun cunam.
Petekie terlihat sebagai bercak merah kecil-kecil dipermukaan kulit. Kejadian ini disebabkan
adanya gangguan aliran darah perifer akibat suatu bendungan. Pada kejadian ini, disamping
petekie sering terlihat pula seluruh muka bayi menjadi biru yang memberi kesan seolah-olah
bayi mengalami sianosis yang disebut sebagai “Sianosis traumatik”.
Ekimosis merupakan trauma lahir berbentuk perdarahan yang lebih luas dibawah permukaan
kulit. Kejadian ini dapat ditemukan di daerah didaerah labia mayora, pantat atau skrotum
pada lahir sungsang letak kaki atau pada lahir bayi dengan kaki atau tangan menumbang,
maka jenis trauma lahir hematoma ini sering dijumpai didaerah ekstremitas yang
menumbang.
Pada hematoma dan ekimosis yang cukup luas perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya
penurunan kadar hemoglobin, khususnya pada bayi kurang bulan atau pada bayi akibat
absorpsi sel darah merah di daerah trauma lahir tersebut.
Gambar 1
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologis. Jakarta : EGC.
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta EGC.
Markum, A.H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.