Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KONSEP KEBIDANAN

ISU GENDER DAN KESETARAAN GENDER

DOSEN PENGAMPU :
Octa Dwienda R, SKM, M.Kes

DISUSUN OLEH :
Adelia Putri Dewita Sari
(20101006)

STIKES HANG TUAH PEKANBARU

S1 KEBIDANAN

2020/2021

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................i
KATA PENGANTAR ..........................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................3
1.4 . Manfaat.................................... ......................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................4
2.1 Dinomorduakan.................................... ..........................................4
2.2 Terpinggirkan Dalam Pandemi........................................................5
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................8
3.1 Pengertian Gender ............................................................................8
3.1.1 Definisi Gender.................................... .....................................8
3.1.2 Definisi Sex...............................................................................9
3.1.3 Perbedaan Gender dan Sex.................................... ....................9
3.2 Isu Seputar Gender ...........................................................................10
3.2.1 Dalam Masyarakat.....................................................................10
3.2.2 Dalam Pendidikan.................................... .................................13
3.2.3 Dalam Kesehatan.................................... ..................................14
3.2.4 Isu-isu Gender.................................... .......................................15
3.3 Kesetaraan dan Keadilan Gender ......................................................18
3.3.1 Definisi Kesetaraan dan Keadilan Gender ................................18
3.3.2 Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Masyarakat .............19
3.3.3 Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Pendidikan ..............22
3.3.4 Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Kesehatan ...............23
3.4 Pengarusutamaan Gender..................................................................27
BAB IV PENUTUP ...............................................................................29
4.1 Kesimpulan .....................................................................................29
4.2 Saran ...............................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................iii

i
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Isu Gender dan Kesetaraan Gender” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari ibu Octa Dwienda R, SKM, M.Kes selaku dosen mata kuliah Anatomi
Fisiologi. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Isu Gender dan Kesetaraan Gender” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Octa Dwienda R, SKM,


M.Kes selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat.

Pekanbaru, 01 Desember 2020

Adelia Putri Dewita Sari


(20101006)

ii
3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok
bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga
menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan
perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik
di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak
membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan
diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu
terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara,
keagamaan, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.
Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan
peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat
masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses,
partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi.
Juga dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan
mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan
anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika
menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada
penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif
baju juga ada semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga
misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih
banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya harus mahir
dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya.
Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik

1
4
misalnya. Bahkan dalam olahraga pun tampak hal-hal yang mengalami
diskriminasi tersendiri.
Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan
aktivitasnya, ruang fisik yang mereka tempati dan orang-orang yang
berhubungan dengan mereka. Namun, perempuan memiliki akses ked an
control yang kurang atas sumber daya daripada laki-laki, khususnya akses ke
pendidikan dan fasilitas pelatihan yang terbatas.
Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena
perbedaan berbasis gender dalam peran dan tanggung jawab, pembagian
pekerjaan, akses ke dan control atas sumber daya, dalam kekuasaan dan
keputusan mempunyai konsekuensi maskulinitas dan feminitas yang berbeda
berdasarkan budaya, suku dan kelas social. Sangat penting memilikin
pemahaman yang baik tentang konsep dan mengetahui karakteristik
kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan dengan proses
pembangunan.
Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi
meliputi: “risiko yang berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi
kesehatan,” mebuat banyaknya pendapat tentang kebutuhan kesehatan
tindakan yang tepat, akses yang berbeda ke layanan kesehatan, yang
diakibatkan oleh penyakit dan konsekuensi social yang berbeda dari penyakit
dan kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan gender?
2. Bagaimana isu-isu gender yang ada dalam masyarakat, pendidikan dan
kesehatan?
3. Bagaimana ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam masyarakat,
pendidikan dan kesehatan?
4. Apa yang dimaksud dengan upaya pengarusutamaan gender?

25
1.3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan gender.
2. Untuk mengetahui isu-isu gender yang ada dalam masyarakat,
pendidikan dan kesehatan.
3. Untuk mengetahui ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam
masyarakat, pendidikan dan kesehatan.
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya pengarusutamaan gender.

1.4. Manfaat Pembahasan


1. Mahasiswa dapat mengetahui segala hal yang berkaitan dengan gender.
2. Mahasiswa dapat mengetahui isu isu gender yang beredar di masyarakat.
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana ketidaksetaraan dan
ketidakadilan gender dalam masyarakat.
4. Masyarakat mengetahui bagaimana isu-isu yang berkaitan dengan
gender.
5. Masyarakat mengetahui bagaimana ketidaksetaraan dan ketidakadilan
gender.

3
6
BAB II
TINJAUAN KASUS

Pandemi COVID-19 membuat perayaan Hari Perempuan Internasional


pada 8 Maret dan Hari Kesehatan Dunia pada 7 April, tertutup gaungnya. Padahal,
kedua perayaan ini membawa tema yang sangat relevan dengan kondisi
perempuan dalam sistem kesehatan. Tahun ini, hari perempuan internasional
mengusung tema kesetaraan gender, sedangkan hari kesehatan dunia mengangkat
tema dukungan pada perawat dan bidan.

Pandemi justru menunjukkan potensi kepemimpinan perempuan yang


efektif dalam situasi krisis. Angela Merkel di Jerman, Jacinda Ardern di Selandia
Baru dan Tsai Ing-wen di Taiwan misalnya, dipuji sebagai pemimpin-pemimpin
dengan kinerja baik mengatasi wabah. Di dunia dan di Indonesia, ketidaksetaraan
gender masih terjadi di dalam dunia kesehatan. Di tengah pandemi,
kepemimpinan perempuan di bidang kesehatan masih terpinggirkan.

2.1 Dinomorduakan
Tahun lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa
walaupun sistem kesehatan didominasi oleh perempuan, tenaga kesehatan
perempuan masih merupakan kelompok yang dinomorduakan. Di sektor
kesehatan, perawat memiliki porsi terbesar dalam jumlah tenaga medis; dan
90% perawat adalah perempuan. Laporan itu menyebut bahwa tenaga
kesehatan perempuan di seluruh dunia dibayar 28% lebih rendah dibanding
laki-laki. Tenaga kesehatan perempuan juga lebih banyak menghadapi
kesulitan untuk diangkat menjadi pegawai tetap pada sebuah organisasi.
Dalam laporan WHO tahun ini, ketimpangan gender dalam sistem
kesehatan kembali diungkapkan. Hanya sedikit perawat perempuan yang
mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk menduduki
posisi kepemimpinan dalam sistem kesehatan. Ini menunjukkan bahwa sistem

4
7
kesehatan adalah sebuah sistem yang patriarkis. Perempuan dicap sebagai
kelompok lemah yang tidak seharusnya menjadi pemimpin.
Di Indonesia, perempuan juga belum banyak diakomodasi dalam
pengambilan keputusan di sistem kesehatan. Sejak merdeka hingga saat ini,
Indonesia setidaknya telah memiliki 20 orang menteri kesehatan; namun
hanya empat diantara mereka yang perempuan. Di tingkat dinas kesehatan
provinsi dan kabupaten/kota yang lebih operasional, kesempatan wanita
menjadi pengambil keputusan puncak juga masih terbatas.Pada akhir tahun
2019, saya melakukan studi pada 352 pejabat publik pada organisasi dinas
kesehatan di dua provinsi.
Hasil studi menunjukkan bahwa walaupun memiliki tingkat pendidikan
dan juga pengalaman kerja yang sama, banyak pemimpin perempuan di
bidang kesehatan terhenti pada tingkat kepemimpinan setingkat kepala seksi.
Sementara pemimpin laki-laki memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
naik ke posisi jabatan lebih tinggi setingkat kepala bidang hingga kepala
dinas.
Penghalang utama bagi perempuan untuk mencapai posisi penting dalam
pengambilan keputusan dalam organisasi disebabkan oleh adanya stereotip
gender pada sistem kesehatan. Stereotip adalah keyakinan tentang
karakteristik sekelompok orang berdasarkan asumsi-asumsi yang dibuat tanpa
memperhatikan kondisi sebenarnya.Walau banyak perempuan berhasil
memimpin rakyat mereka di tengah wabah, nampaknya fenomena serupa jauh
untuk bisa terjadi di Indonesia.
Dalam manajemen kebencanaan, perempuan di Indonesia lebih sering
digambarkan sebagai korban, bukan sebagai pengambil kebijakan. Pandangan
bahwa pekerjaan terkait kebencanaan adalah pekerjaan laki-laki membuat
perempuan dianggap tidak memiliki respon kegawat daruratan yang baik
yang dikaitkan dengan peran domestik yang mereka miliki.
2.2 Terpinggirkan dalam pandemi
Stereotip gender tersebut berlanjut. Dalam penanggulangan pandemi,
Presiden Joko Widodo membentuk gugus tugas tingkat nasional. Komposisi

85
gugus tugas ini dibuat berdasarkan kementerian dan lembaga terkait; tapi
tidak ada penjelasan tentang bagaimana representasi gender yang ada dalam
gugus tugas tersebut. Jika dilihat berdasarkan representasi perempuan (5 dari
38) dalam Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, maka jelas hanya sedikit
perempuan yang terlibat dalam gugus tugas ini.
Isu tentang perempuan bahkan belum dianggap penting dengan
penanganan wabah jika dilihat dari komposisi kementerian yang terlibat
dalam gugus tugas. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak tidak termasuk dalam gugus tugas tersebut. Padahal berbagai negara
telah melaporkan bahwa perempuan merupakan kelompok masyarakat
yang paling terdampak dalam pandemi .

Dalam ranah opini masyarakat di media massa, ketimpangan gender juga


masih terjadi. Saya melakukan identifikasi pada salah satu media massa
nasional, Jawa Pos, yang menyediakan kesempatan bagi para praktisi
menuliskan opininya.
Jawa Pos merupakan salah satu media tertua di Jawa Timur, dan secara
oplah juga pernah menjadi yang terbesar di Indonesia. Basis pembaca Jawa
Pos terkonsentrasi di Surabaya. Gubernur Jawa Timur dan wali kota Surabaya
adalah perempuan. Selama Maret hingga April 2020, media tersebut memuat
100 artikel opini dengan 81 artikel membahas tentang pandemi. Sebagian
besar penulis opini tersebut praktisi laki-laki; hanya ada 11 (11,8%) penulis
perempuan dari 93 orang penulis selama periode itu.
Dalam periode yang sama, hanya ada tiga artikel yang membahas isu
perempuan terkait pandemi dari total 81 artikel opini tersebut. Dalam
momentum Hari Kartini pada 21 April, ada dua artikel yang ditulis penulis
perempuan dan satu artikel oleh penulis laki-laki. Di luar masa pandemi pun,
isu tentang perempuan memang masih terpinggirkan pada media massa.
Kalaupun dibahas, seringnya menggunakan perspektif laki-laki.
Alih-alih pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, yang kita
bisa lihat adalah lemahnya representasi perempuan dalam sistem kesehatan.

6
9
Roh dari kesetaraan gender memang bukanlah pada representasi jumlah yang
sama antara laki-laki dan perempuan, namun lebih pada pengakuan akan
identitas dari masing-masing gender.
Perempuan dalam sistem kesehatan bukanlah individu yang lemah. Saat
garda terdepan pelayanan kesehatan didominasi oleh peran perempuan, maka
tidak perlu diragukan lagi mereka pun bisa menjadi pengambil kebijakan
yang hebat. Mengintegrasikan strategi pengarusutamaan gender dapat
menjadi cara responsif untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam masa
pandemi.
Sayangnya, implementasi strategi pengarusutamaan gender dalam
penanggulangan pandemi masih lemah. Ini terlihat dari sedikitnya jumlah
perempuan yang terlibat dalam pengambilan kebijakan, ketidakjelasan posisi
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan
juga terbatasnya pemilahan data segregasi gender.
Analisis gender dan ketersediaan data tersegregasi gender menjadi dasar
bagi pengambil kebijakan untuk memahami bahwa pandemi membawa
membawa dampak (fisik maupun sosial) yang berbeda-beda antara
perempuan dan laki-laki sehingga dapat merumuskan langkah
penanggulangan yang efektif.
Di lain sisi, stereotip gender membunuh kepercayaan diri perempuan
untuk menjadi pemimpin. Oleh karena itu, proses pendidikan calon tenaga
kesehatan sudah saatnya dirancang ulang untuk dapat mengikis stereotip
gender dalam sistem kesehatan. Pandemi ini dapat menjadi titik balik untuk
mewujudkan sistem kesehatan yang lebih baik di semua lini termasuk dalam
menjamin kesetaraan gender bagi tenaga kesehatan.

10
7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Gender


3.1.1 Definisi Gender
Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender
merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi
seksual pada manusia. Dalam kaitan dengan pengertian gender ini,
Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan
perempuan secara sosial. Hubungan sosial antara laki-laki dan
perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah.
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah
Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini:
Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender
sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran
sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai
sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk
memandang kenyataan.
Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak
pada paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu;
fungsionalisme struktural dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural
tersebut berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas
berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori tersebut mencari
unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam masyarakat. Teori
fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat
dihubungkan dengan karya-karya August Comte (1798-1857), Herbart
Spincer (1820-1930), dan masih banyak para ilmuwan yang lain.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips
mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki
dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut,
cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat,

8
11
rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang
dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada
perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-
sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke
tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
3.1.2 Definisi Sex
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan
gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau
konstruksi masyarakat.
Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan
laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat
ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang
dan berlaku selamanya.
3.1.3 Perbedaan Gender dan Sex
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak
antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah
laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender
adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat.
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan
perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah
kelompok atribut dan perilaku secara kultural yang ada pada laki-laki
dan perempuan.
Gender merupakan konsep hubungan sosial yang membedakan
(memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan dan
lak-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu
tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau

9
12
kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan
masing-masing dalam berbagai kehidupan dan pembangunan.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu
gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-
laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai
yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada.
Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi,
tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang
dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai
perkembangan zaman.
Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks)
adalah Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu,
budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan
manusia. Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak
dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di
belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.

3.2 Isu Seputar Gender


3.2.1 Dalam Masyarakat
Berbagai literatur yang membahas mengenai gender antara lain
dikemukakan oleh megawangi (1999), Darahim (2000), dan literatur
lainnya, pusat penelitian gender dan peningkatan kualitas perempuan
(2001), bunga rampai panduan dan bahan pembelajaran
pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional (2004) dan lain-
lain, menyimpulkan bahwa seks dan gender merupakan konsep yang
berbeda. Seks mengacu pada perbedaan jenis kelamin yang ditentukan
secara biologis yang secara fisik melekat pada masin-masing jenis
kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan
kodrat atau ketentuan tuhan, sehingga sifat permanen dan universal.
Berebeda halnya dengan gender, gender adalah perbedaan peran, sifat,
tugas, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang di bentuk,

10
13
dibuat dan di konstruksi oleh masyarakatdan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan zaman.
Isu gender diartikan sebagai masalah yang menyangkut
ketidakadilan yang berdampak negatif bagi perempuan dan laki-laki,
terutama terhadap perempuan. Contohnya saja subordinasi
(penomorduaan), anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu
memimpin, cengeng. Mengakibatkan perempuan menjadi nomor dua
setelah laki-laki.
Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender
karena menjamin bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi
seluruh elemen masyarakat. Gagalnya dalam mencapai cita – cita
demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan
gender. Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan
oleh merekayang dominan baik secara structural maupun cultural.
Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan dapat menimbulkan
kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang
termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi
berbasis pada gender masih terasakan hampir di seluruh dunia,
termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap tercapai. Dalam
konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan
perlakuan yang diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan
lakilaki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu
masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam proses
perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan gender di mana secara
global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan dampak
negatifnya.
Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi
ketidaksetaraan gender yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya
tersebut dilakukan baik secara individu, kelompok bahkan oleh negara
dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional. Upaya upaya
tersebut diarahkan untuk, Menjamin Kesetaraan Hak-Hak Azasi,

11
14
Penyusun Kebijakan Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan Gender,
dan Peningkatan Partisipasi Politik.
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di
seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam.
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-
kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati
oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku.
Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain
hukum adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan
waris. Hukum adat dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum
kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum
perkawinan dan hukum perkawinan mempunyai hubungan yang sangat
erat karena ketiga lapangan hukum tersebut merupakan bagian dari
hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan yang lainnya
saling bertautan dan bahkan saling menentukan.
Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia yang sudah dimulai
jauh sebelum Indonesia merdeka yang dipelopori oleh R.A. Kartini, dan
perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah Indoesia
merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 U U D, 45 akan tetapi
realisasi pengakuan itu belum sepenuhnya terlaksana dalam berbagai
bidang kehidupan.
Hal ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-
undangan yang masih mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh
karenannya masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan. Contoh
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana seolah-olah undang-
undang tersebut melindungi perempuan dengan mencantumkan asas
monogami di satu sisi akan tetapi di sisi lain membolehkan bagi suami
untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh dikawin.
Dalam membahas masalah diskriminasi terhadap perempuan maka yang
dipakai sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 U U No. 7 Tahun
1984, yang berbunyi sebagai berikut : Untuk tujuan konvensi yang

12
15
sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap wanita” berarti setiap
pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis
kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau
menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari
status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita.
Mencermati ketentuan Pasal 1 tersebut diatas maka istilah
diskriminasi terhadap perempuan atau wanita adalah setiap pembedaan,
pengucilan atau pembatasan atas dasar jenis kelamin maka terdapat
peraturan perundang-undangan yang bias gender seperti Undang-
Undang Perpajakan, Undang-Undang Perkawinan, dan lain-lainnya.
3.2.2 Dalam Pendidikan
Dalam deklarasai Hak-hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan
bahwa :” Setiap orang berhak mendapatkan pengajaran… Pengajaran
harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa
persahabatan antar semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan, serta
harus memajukkan kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian dunia
… “.
Terkait dengan deklarasi di atas, sesungguhnya pendidikan bukan
hanya dianggap dan dinyatakan sebagai sebuah unsur utama dalam
upaya pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai produk atau
konstruksi sosial, maka dengan demikian pendidikan juga memiliki
andil bagi terbentuknya relasi gender di masyarakat.
Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan dan relavan
dengan tuntutan zaman, yaitu kualitas yang memiliki kaimanan dan
hidup dalam ketakwaan yang kokoh, mengenali, menghayati, dan
menerapkan akar budaya bangsa, berwawasan luas dan komprehensif,
menguasai ilmu pengetahuan, dan keterampilan mutakhir, mampu
mengantisipasi arah perkembangan, berpikir secara analitik, terbuka
pada hal-hal baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang

13
16
tinggi, dan bisa meningkatkan prestasi. Perempuan dalam
pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualifikasi tersebut
sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.
Departemen Pendidikan Nasional berupaya menjawab isu tersebut
melalui perubahan kurikulum dan rupanya telah terakomodasi dalam
kurikulum 2004 tinggal bagaimana mengaplikasikannya dalam bahan
ajar terutama isu gender meskipun pada kenyataannya masih membawa
dampak bias gender dalam masyarakat yang berakibat pada kurang
optimalnya sumber daya manusia yang optimal yang unggul disegala
bidang tanpa memandang jenis kelamin.
Dengan demikian, pendidikan seharusnya memberi mata pelajaran
yang sesuai dengan bakat minat setiap individu perempuan, bukan
hanya diarahkan pada pendidikan agama dan ekonomi rumah tangga,
melainkan juga masalah pertanian dan ketrampilan lain. Pendidikan dan
bantuan terhadap perempuan dalam semua bidang tersebut akan
menjadikan nilai yang amat besar dan merupakan langkah awal untuk
memperjuangkan persamaan sesungguhnya.
3.2.3 Dalam Kesehatan
Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki
dan perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terkena
dampak dan gender steriotipi masing-masing. Misalnya sesuai dengan
pola perilaku yang diharapkan sebagai laki-laki, maka laki-laki
dianggap tidak pantas memperlihatkan rasa sakit atau mempertunjukkan
kelemahan-kelemahan serta keluhannya. Perempuan yang diharapkan
memiliki toleransi yang tinggi, berdampak terhadap cara mereka
menunda-nunda pencarian pengobatan, terutama dalam situasi social
ekonomi yang kurang dan harus memilih prioritas, maka biasanya
perempuan dianggap wajar untuk berkorban.
Keadaan ini juga dapat berpengaruh terhadap konsekuensi
kesehatan yang dihadapi laki-laki dan perempuan. Misalnya kanker
paru-paru banyak diderita oleh laki-laki diwaspadai ada kaitannya

14
17
dengan kebiasaan merokok. Penderita depresi pada perempuan dua kali
sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.
Perempuan lebih banyak menderita penyakit menahun yang
berkepanjangan (TBC), akan tetapi ada kecenderungan dari
perhitungan, karena kebiasaan perempuan untuk mengabaikan atau
menunda mencari pengobatan, jika penyakit itu masih bisa
ditanggungnya.
Penting sekali memahami realitas, bahwa perempuan dan laki-laki
menghadapi penyakit dan kesakitan bisa berbeda. Informasi itu hanya
didapat jika kita memiliki data pasien, seperti data umur, status, social
ekonomi yang terpilah menurut jenis kelamin. Hal-hal yang diperlukan
untuk memahami isu gender berkaitan dengan kesehatan adalah :
1) Mengumpulkan data dan informasi yang memperlihatkan bukti
adanya ketimpangan berbasis gender dalam kesehatan perempuan
dan laki-laki;
2) Menyatakan data dan informasi tersebut serta memperhitungkannya
ketika mengembangkan kebijakan dan program kesehatan;
3) Mengimplementasikan program-program yang sensitive gender
untuk memperbaiki ketimpangan;
4) Mengembangkan mekanisme monitoring yang responsive terhadap
isu gender, untuk memastikan ketimpangan gender dipantau secara
teratur.
3.2.4 Isu-Isu Gender
Isu-isu gender dalam berbagai siklus kehidupan. Pada kesempatan
ini ada empat isu gender dalam berbagai kehidupan, yaitu :
1) Isu Gender Di Masa Kanak-Kanak
Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada beberapa
suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki sangat diharapkan dengan
alasan, misalnya laki-laki adalah penerus atau pewaris nama
keluarga; laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga yang handal;
laki-laki sebagai penyanggah orang tuanya di hari tua., Dan

15
18
perbedaan perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak. Pada
masa kanak-kanak, sifat agresif anak laki-laki serta perilaku yang
mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran, bahkan
didorong kearah itu, karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki.
Sehingga data menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering
terluka dan mengalami kecelakaan.
Isu Gender Pada Anak Perempuan. Secara biologis bayi
perempuan lebih tahan daripada bayi laki-laki terhadap penyakit
infeksi di tahun-tahun pertama kehidupannya. Sebab itu jika data
memperlihatkan kematian bayi perempuan lebih tinggi dan bayi
laki-laki, patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di masa
balita, kematian karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita
laki-laki, karena sifatnya yang agresif dan lebih banyak gerak. Data
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 1991-2002/2003)
menunjukkan : tren kematian bayi lebih tinggi pada bayi laki-laki
daripada bayi perempuan, trend kematian anak balita lebih tinggi
pada balita laki-laki dari pada balita perempuan.
2) Isu Gender Di Masa Remaja
Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara
lain : kawin muda, kehamilan remaja, umumnya renmaja puteri
kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak remaja,
gangguan anemia merupakan gejala umum dikalangan remaja putri.
Gerakan serta interaksi social remaja puteri seringkali terbatasi
dengan datangnya menarche. Perkawinan dini pada remaja puteri
dapat member tanggung jawab dan beban melampaui usianya.
Belum lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan,
menempatkan mereka pada resiko tinggi terhadap kematian.
Remaja putreri juga berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan
seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah sendiri maupun di luar
rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu berkaitan dengan
kerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku

16
19
steriotipi maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam
olah raga, kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah
yang berisiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
:IMS, HIV/AIDS.
3) Isu Gender Di Masa Dewasa
Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun perempuan
mengalami masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang
disebabkan karena factor biologis maupun karena perbedaan
gender. Perempuan menghadapi masalah kesehatan yang berkaitan
dengan fungsi alat reproduksinya serta ketidaksetaraan gender.
Masalah-masalah tersebut, misalnya konsekwensi dengan
kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal
sepsis (infeksi postpartum), perdarahan, ketidak berdayaan dalam
memutuskan bahkan ketika itu menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga
terlambat”). Sebagai perempuan, dia juga rentan terpapar penyakit
yang berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS, meskipun mereka
sering hanya sebagai korban. Misalnya : metode KB yang hanya
difokuskan pada akseptor perempuan, perempuan juga rentan
terhadap kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan ditempat kerja,
dan diperjalanan.
4) Isu Gender Di Masa Tua
Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan biologis
semakin menurun. Mereka merasa terabaikan terutama yang
berkaitan dengan kebutuhan mereka secara psikologis dianggap
semakin meningkat. Secara umum, umur harapan hidup perempuan
lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Namun umur panjang
perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi soaial-ekonomi
kurang. Secara kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar
lagi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang semakin
banyak dan semakin tergantung terhadap sumber daya.
Osteoporosis banyak diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu

17
20
delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi mental juga
lebih banyak diderita orang tua, terutama karena merasa
ditinggalkan.
3.3 Kesetaraan dan Keadilan Gender
3.3.1 Definisi Kesetaraan dan Keadilan Gender
Kesetaraan gender merupakan perlakuan yang setara antara
perempuan dan laki-laki dalam hukum dan kebijakan serta akses yang
sama ke sumber daya dan pelayanan dalam keluarga, komunitas dan
masyarakat luas.
Keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan
tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali
adanya perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-
laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara memperbaiki
ketidakseimbangan antara jenis kelamin.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati
hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap
laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap
perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada
pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan
kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan
demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan
kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan
adil dari pembangunan.

1821
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau
kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang
untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil
sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan
penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber
daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
3.3.2 Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Masyarakat
Perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu
ketidakadilan terhadap kaum laki – laki dan terutama kaum perempuan.
Ketidakadilan gender dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk
ketidakadilan, yakni :
1) Marginalisasi Perempuan
Salah satu bentuk ketidakadilan terhadap gender yaitu
marginalisasi perempuan. Marginalisasi perempuan ( penyingkiran
/ pemiskinan ) kerap terjadi di lingkungan sekitar. Nampak
contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan
menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti
internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki.
Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan
industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih
banyak dimiliki laki-laki, dan perkembangan teknologi telah
menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh
perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh
tenaga laki-laki. Dengan hal ini banyak sekali kaum pria yang
beranggapan bahwa perempuan hanya mempunyai tugas di sekitar
rumah saja.
2) Subordinasi
Selain Marginalisasi, terdapat juga bentuk keadilan yang
berupa subordinasi. Subordinasi memiliki pengertian yaitu
keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting
atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah sejak

19
22
dahulu terdapat pandanganyang menempatkan kedudukan dan
peran perempuan yang lebih rendah dari laki – laki. Salah satu
contohnya yaitu perempuan di anggap makhluk yang lemah,
sehingga sering sekali kaum adam bersikap seolah – olah berkuasa
(wanita tidak mampu mengalahkan kehebatan laki – laki). Kadang
kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup pekerjaan kaum
wanita hanyalah disekitar rumah. Dengan pandangan seperti itu,
maka sama halnya dengan tidak memberikan kaum perempuan
untuk mengapresiasikan pikirannya di luar rumah.
3) Pandangan stereotype
Stereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau
kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada.
Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan.
Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian
gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin,
(perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan
berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan.
Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya
hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan
domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam
lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan
masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila
perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak
dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan
laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi
dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu
rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-
laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-
laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner) mengakibatkan

20
23
apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai
sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
4) Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah
beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin
tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada
umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan
beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi,
menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan
dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain
bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan
rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya
perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan
perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan
banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami
kaum laki-laki di satu sisi.
Kesetaraan gender di Indonesia masih dalam konteks
perlindungan hak ketenagakerjaan serta upah yang sepadan,
tampaknya kita perlu menilik kembali peran pemerintah terhadap
para pahlawan devisa, khususnya para kaum perempuan. Mereka
adalah pihak yang memliki suara paling kecil untuk didengar oleh
pemerintah maupun penegak hukum, sebab posisinya yang seolah
tak memiliki hak yang sama untuk dilindungi secara penuh oleh
kenegaraan.
Masih banyak TKW Indonesia yang hak-haknya belum
sepenuhnya terlindungi oleh negara. Masih marak pula terjadi
kasus yang tak terselesaikan sebab insignifikansi pemerintah
(pemerintah mengganggap masalah ini tidak penting) tentang hal
ini. Lucunya, kasus TKW seringkali hanya disambut dengan
komentar ringan berupa ‘pemerintah belum dapat melindungi hak-

21
24
hak umum para TKW, serta belum dapat mengawasi seluruhnya
kasus tentang pemerkosaan yang marak terjadi’.
Ini menyangkut soal hak; yang berarti pula akan menjadi
masalah yang memberatkan atau bahkan menyulitkan Indonesia di
kemudia hari jika tak segera diselesaikan dengan aksi nyata.
Apalagi TKW merupakan major labour yang bertugas menopang
satu dari beberapa pilar utama negara, lewat peran pentingnya
terhadap pasokan devisa. Sebab mereka kecil, tak berarti mereka
menyumbang peran yang kecil pula untuk negara.
3.3.3 Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Pendidikan
Perempuan sesungguhnya membutuhkan pendidikan seperti halnya
dengan laki – laki. Akan terlihat jelas apabila dilihat dari sejarah masa
lalu saat Indonesia masih di jajah, Para penjajah kurang menghargai
kaum perempuan. Mereka berlaku sewenang – wenang sesuka hati
terhadap kaum perempuan di Indonesia. Peristiwa ini menggambarkan
bahwa kesetaraan gender sama sekali belum ditegakkan. Dampak dari
peristiwa tersebut, pandangan – pandangan masyarakat sepeninggalnya
yaitu terdapat masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan belum
memiliki kesempatan untuk berperan sentral diberbagai bidang seperti
sekarang ini.
Orang tua yang memiliki pandangan seperti itu, akan
menyekolahkan anak laki – lakinya setinggi – tingginya sedangkan
anak perempuan tidak harus bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Salah satu factor peristiwa tersebut yaitu orang tua hanya beranggaoan
bahwa peran perempuan dalam kehidupan tidak lain adalah sebagai ibu
rumah tangga yang tak perlu sekolah tinggi – tinggi. Namun saat ini
pemerintahan telah berupaya untuk menegakkan kesetaraan gender. Hal
ini terbukti dengan adanya program pemerataan pendidikan di seluruh
Indonesia, dengan hal ini banyak generasi penerus bangsa yang
merupakan calon pembangunan negara ini mendapatkan mendapatkan
kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan.

22
25
Terlepas dari permasalahan pendidikan yang ada, namun dapat
diakui bahwa pandangan orang tua kolot masa lalu yang tidak
menyekolahkan anak perempuannya kini telah berubah. Terlihat bahwa
pada saat sekarang kaum perempuan pun banyak yang bersekolah
hingga jenjang yang tinggi. Selain hak untuk mendapatkan pendidikan,
di Negara Indonesia sebenarnya telah menerapkan kesetaraan gender
dalam tatanan organisasi dari mulai organisasi yang kecil hingga
pemerintahan. Buktinya ialah perempuan pun memiliki peranan yang
sama dalam hal menduduki jabatan tertentu dalam suatu institusi.
Presiden Negara Indonesia yang pernah diduduki oleh seorang
perempuan yaitu Megawati Soekarno Putri merupakan bukti real-nya.
3.3.4 Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Kesehatan
Status perempuan begitu rendah karena akibat ketidaksetaraan
gender yang dibiarkan terus berlangsung. Dengan potret buram yang
sudah dijelaskan sebelumnya, perhatian yang lebih besar mestinya
diberikan kepada perempuan. Bukan berarti laki-laki terlupakan. Tetapi
perhatian terhadap perempuan menjadi lebih utama sebab perempuan
sedemikian tertinggalnya dan teramat lama terabaikan nasibnya. Berikut
ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap
kesehatan baik laki-laki maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut
usia.
N KETIDAKSETARAAN KETIDAKSETARAAN
O GENDER (PEREMPUAN) GENDER (LAKI-LAKI)
1 Rata-rata perempuan di pedesaan Laki-laki bekerja 20% lebih
bekerja 20% lebih lama daripada pendek.
laki-laki.
2 Perempuan mempunyai akses yang Laki-laki menikmati akses sumber
terbatas terhadap sumberdaya daya ekonomi yang lebih besar.
ekonomi.
3 Perempuan tidak mempunyai akses Laki-laki mempunyai akses yang
yang setara terhadap sumberdaya lebih baik terhadap sumberdaya
pendidikan dan pelatihan. pendidikan dan pelatihan.
4 Perempuan tidak mempunyai akses Laki-laki mempunyai akses yang
yang setara terhadap kekuasaan dan mudah terhadap kekuasaan dan
pengambilan keputusan disemua pengambilan keputusan di semua
lapisan masyarakat. lapisan masyarakat.

23
26
5 Perempuan menderita dan Laki-laki tidak mengalami tingkat
mengalami kekerasan dalam rumah kekerasan yang sama dengan
tangga dengan kadar yang sangat perempuan.
tinggi.

Selain itu, juga ada beberapa ketidaksetaraan dalam beberapa hal, yaitu:
1. Kesetaraan gender dalam hak, yaitu adanya kesetaraan hak dalam
peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam bidang
kesehatan.
1) Kesetaraan hak dalam rumah tangga yaitu perempuan dan laki-
laki mempunyai hak yang sama dalam kesehatan, misalnya
menentukan jumlah anak, jenis persalinan, pemilihan alat
kontrasepsi, dll.
2) Kesetaraan hak dalam ekonomi/keuangan yaitu perempuan dan
laki-laki mempunyai hak yang sama dalam memilih alat
kontrasepsi.
3) Kesetaraan hak dalam masyarakat yaitu adanya budaya di
beberapa daerah yang mengharuskan masyarakat mengikuti
budaya tersebut sehingga tidak terjadi kesehatan yang responsif
gender. Selain itu, perempuan dan laki-laki mempunyai hak
yang sama dalam berpolitik dan dalam pengambilan keputusan.
2. Kesetaraan gender dalam sumber daya, yaitu adanya kewenangan
dalam penggunaan sumber daya terhadap kesehatan.
1) Di tingkat rumah tangga, perempuan dan laki-laki mempunyai
alokasi yang sama untuk mengakses pelayanan kesehatan.
2) Di tingkat ekonomi, perempuan dan laki-laki mempunyai
kemampuan yang sama untuk membelanjakan uang untuk
keperluan kesehatan. Selain itu, perempuan dan laki-laki
mempunyai kesempatan yang sama dalam membelanjakan
pendapatannya untuk kesehatan.

24
27
3) Di tingkat masyarakat, tidak tersedianya sarana dan pra-sarana
publik yang responsif gender, seperti tidak adanya tempat untuk
menyusui, tempat ganti popok bayi.
3. Kesetaraan gender dalam menyuarakan pendapat, yaitu ekspresi
terhadap kebutuhan akan kesehatan dan laki-laki tidak lagi
mendominasi pendapat dalam kesehatan.
1) Di tingkat rumah tangga, perempuan dan laki-laki mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengekspresikan rujukan
kesehatan yang diharapkan, sesuai tingkat pendidikannya,
kesempatan untuk memberikan umpan balik atas pelayanan
yang diterimanya.
2) Di bidang ekonomi, pengetahuan ibu untuk memilih tempat
rujukan yang tepat tidak didukung oleh kemampuan ekonomi
suami. Perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang
sama dalam menyampaikan keluhan atau komplainterhadap
kepuasan pelayanan.
3) Di tingkat masyarakat, pendapat tentang memiliki anak yang
sehat didukung dengan ajaran agama yang diyakini.
Masalah gender meliputi berbagai aspek yang memerlukan
penanganan oleh berbagai sektor termasuk sektor kesehatan. Kebijakan
publik merupakan pedoman dalam pelaksanaan publik, termasuk
kebijakan bidang kesehatan. Kebijakan kesehatan menjadi acuan dalam
pelayanan kesehatan di sarana kesehatan. Kebijakan terbagi dalam tiga
strata, yaitu:
1. Kebijakan strategis yang mencakup kebijakan pada tingkat
tertinggi seperti Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.
2. Kebijakan manajerial yang mencakup kebijakan pada tingkat
menengah seperti Keputusan Menteri.
3. Kebijakan teknis yang mencakup kebijakan pada tingkat
pelaksanaan seperti Keputusan Direktur Jenderal Departemen.

25
28
4. Kebijakan publik ditetapkan pemerintah dengan dalil lebih
mengetahui kepentingan rakyat publik (public interest). Setelah
suatu kebijakan ditetapkan, kelemahan paling utama adalah
kemampuan pelaksanaan (policy implentation). Pelaksanaan
kebijakan ini juga menjadi kendala dalam implementasi kebijakan
makro dan mikro dari pengurustamaan gender di Indonesia.
Dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering
ditemukan pula ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan (unfairness,
unjustice) berdasarkan norma dan standar yang berlaku, dalam hal
distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
(dengan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan).
Keadilan antara lain ditentukan oleh norma atau standar yang
dianggap pantas atau adil dalam suatu masyarakat, yang mungkin
berbeda satu dengan yang lain dan mungkin berubah dari waktu ke
waktu. Sering kali sulit untuk menentukan norma atau standar yang
dapat diterima oleh berbagai pihak, karena terkait dengan nilai-nilai dan
penentuan keputusan, sehingga istilah ketidaksetaraan lebih sering
digunakan. Istilah “ketidaksetaraan” menyiratkan bahwa kesenjangan
yang terjadi tidak dinilai apakah hal tersebut dapat dianggap pantas atau
adil dalam suatu tatanan masyarakat. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa ketidakadilan adalah ketidaksetaraan yang tidak pantas atau
tidak adil. Contoh-contoh tentang ketidakadilan gender dalam bidang
kesehatan:
1. Ketidakadilan dalam Hal Penyakit dan Kematian
Dibeberapa wilayah dunia, ketidakadilan antara perempuan
dan laki-laki berkaitan langsung dengan perkara hidup dan mati,
terutama bagi kaum perempuan. Misalnya tergambarkan dari
tingginya angka kesakitan dan kematian perempuan. Hal ini terjadi
karena berbagai bentuk pengabaian terhadap kesehatan, gizi an
kebutuhan perempuan secara langsung kualitas hidupnya.

26
29
2. Ketidakadilan dalam Kelahiran Bayi
Anak laki-laki lebih diinginkan kehadirannya daripada anak
perempuan. Sekalipun kitas tahu semua agama tidak membedakan
jenis kelamin anak. Namun karena kebanyakn laki-laki lebih tinggi
status di masyarakat, maka mencuatnya isu ketidaksetaraan gender
yang tercermin dari kuatnya keinginan orangtua untuk mempunyai
anak laki-laki dari pada anak perempuan.
3. Ketidakadilan dalam Rumah Tangga
Seringkali terdapat ketidakadilan gender yang mendasar di
dalam rumah tangga dan bentuknya bermacam-macam. Dari
perkara yang sederhana sampai kepada yang rumit. Begitu juga
pembagian peran dan tanggung jawabdalam rumah tangga, sering
kali tidak adil. Misalnya dalam pembagian tugas mengurus rumah
tangga dan mengurus anak.
3.4 Pengarusutamaan Gender
Pengarustamaan gender mengacu pada integrasi peduli gender dalam
analisis, formulasi dan pengawasan kebijakan, program dan proyek serta
dalam organisasi yang bertujuan untuk menyampaikan ketidakadilan gender
dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kebutuhan praktis
berbasis gender merupakan kebutuhan yang bersifat dasar dan segera sering
kali berkaitan dengan ketidaklayakan kondisi hidup, perawatan kesehatan dan
pekerjaan seperti pusat kesehatan, memastikan persediaan air bersih dan
menyediakan konsultasi keluarga berencana. Pemusatan terhadap kebutuhan
ini tidak merubah posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Kebutuhan strategis berbasis gender berhubungan dengan pembagian
gender dalam bidang pekerjaan, kekuasaan dan pengawasan dan boleh jadi
meliputi isu sepertihak-hak hukum, kekerasan domestik , akses ke sumber
daya, upah yang adil dan kontrol perempuan atas tubuhnya. Pemusatan
terhadap kebutuhan ini membantu perempuan mencapai kesetaraan yang
lebih baik dan menolak untuk berada di bawah laki-laki.

27
30
Pengarustamaan bukanlah aktivitas yang singkat, tetapi merupakan proses
yang terus menerus. Hal ini berarti bahwa isu ketidaksetaraan gender
disampaikan atau diintegrasikan dalam setiap aspek struktur organisasi dan
program daripada sebagai aktivitas tambahan. Pengurustamaan gender aspek
penting (WHO 2001) yaitu (1) distribusi yang adil oleh laki-laki dan
perempuan, kesempatan dan keuntungan dari proses pembangunan
pengurustamaan (2) termasuk pengalaman yang menarik dan visi perempuan
dan laki-laki dalam menentukan permulaan pembangunan, kebijakan, dan
program serta menentukan agenda keseluruhan.
Dalam pengurustamaan gender, kebutuhan strategis dan praktis berbasis
gender perempuan sebaiknya dipertimbangkan. Kebutuhan praktis berbasis
gender merupakan kebutuhan yang bersifat dasar dan segera serta sering kali
berkaitan dengan ketidaklayakan kondisi hidup, perawatan kesehatan dan
pekerjaan seperti perbaikan pusat kesehatan, memastikan persediaan air
bersih dan menyediakan konsultasi keluarga berencana. Pemusatan terhadap
kebutuhan ini tidak merubah posisi laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat.
Kebutuhan strategis berbasis gender berhubungan dengan pembagian
gender dalam bidang pekerjaan, kekuasaan, dan pengawasan dan boleh jadi
meliputi isu seperti hak-hak hukum, kekerasan domestik, akses ke sumber
daya, upah yang adil dan kontrol perempuan atas tubuhnya. Pemusatan
terhadap kebutuhan ini membantu perempuan mencapai kesetaraan yang
lebih baik dan menolak untuk berada dibawah laki-laki.

28
31
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan
apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku secara
kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender
perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi
masyarakat. Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks)
adalah Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya
setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia.
Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat
dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia
manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan. Hal-hal yang diperlukan
untuk memahami isu gender berkaitan dengan kesehatan adalah : (1)
Mengumpulkan data dan informasi yang memperlihatkan bukti adanya
ketimpangan berbasis gender dalam kesehatan perempuan dan laki-laki; (2)
Menyatakan data dan informasi tersebut serta memperhitungkannya ketika
mengembangkan kebijakan dan program kesehatan; (3)
Mengimplementasikan program-program yang sensitive gender untuk
memperbaiki ketimpangan; (4) Mengembangkan mekanisme monitoring yang
responsive terhadap isu gender, untuk memastikan ketimpangan gender
dipantau secara teratur.
Kesetaraan gender merupakan perlakuan yang setara antara perempuan
dan laki-laki dalam hukum dan kebijakan serta akses yang sama ke sumber
daya dan pelayanan dalam keluarga, komunitas dan masyarakat luas.

29
32
Keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan
tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang
harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan
antara jenis kelamin.
Pengarustamaan gender mengacu pada integrasi peduli gender dalam
analisis, formulasi dan pengawasan kebijakan, program dan proyek serta
dalam organisasi yang bertujuan untuk menyampaikan ketidakadilan gender
dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.
4.2 Saran
Disarankan kepada masyarakat untuk mengubah perspektif terhadap
gender terutama mengenai kesetaraan dan keadilan gender di masyarakat,
pendidikan dan kesehatan.

30
33
DAFTAR PUSTAKA

Kristina, N. N. 2014. Isu Gender dalam Bidang Kesehatan, (http://www.diskes.


baliprov.go.id/id/ISU-GENDER-DALAM-BIDANG-KESEHATAN.html),
diakses pada 8 Juni 2016.

Angelina, J. 2014. Makalah Hubungan Gender dengan Kesehatan,


(http://kesehatanbangsa.blogspot.co.id/2014/12/makalah-hubungan-gender-
dengan-kesehatan.html), diakses pada 8 Juni 2016.

iii
34

Anda mungkin juga menyukai