Disusun Oleh:
1. Zuliyana Nurul Latifah 202121030
2. Khanza Sakha 202121067
3. Yeni Kurnia Sari 202121087
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Pertama dan yang paling utama, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan Rahmat dan Ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan selesai tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Dan
kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Kasiyati, S.Ag. M.Ag. selaku dosen pengampu mata
kuliah Gender dan HAM karena beliau telah membimbing kami sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Gender dan HAM dengan judul
“GENDER DAN HAM DALAM BIDANG BUDAYA” yang disajikan berdasarkan referensi
dari berbagai macam buku, jurnal dan sumber referensi lainnya. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas kepada pembaca, walaupun makalah ini
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran demi
perbaikan dimasa yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii
BAB I .......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II ........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 3
PENUTUP .................................................................................................................................. 6
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya Hak Asasi Manusia merupakan hak kodrati yang dimiliki oleh setiap
individu sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan sejak dalam kandungan. Hak Asasi
Manusia yang diterapkan selama ini mengalami kekurangan keadilan bahkan tidak adil
yang disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu budaya. Sehingga hal tersebut
menyebabkan diskriminasi terhadap individu maupun kelompok.1
Kajian mengenai gender memang tidak dapat dilepaskan dari kajian teologis, hal
tersebut disebabkan hampir semua agama memiliki ajaran dan perlakuan khusus terhadap
kaum perempuan. Secara umum perempuan selalu ditepatkan dalam posisi dibelakang
laki-laki baik dalam acara ritual keagamaan maupun ranah sosial. Dapat dilihat bahwa
penerapan HAM dan kesetaraan sampai saat ini dipandang sebagai hal yang sangat
sensitif dikalangan mayarakat, karena masih terjadi diskriminasi yakni menganggap
bahwa perempuan masih mempunyai peran atau kesempatan yang terbatas dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini tentu tidak hanya dalam keaktifan sosial kemasyarakatan saja
namun juga diwilayah ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan di organisasi
pendidikan.
Fenomena diskriminasi terhadap perempuan yang kaitannya dengan HAM dan
ketidaksetaraan gender ini masih terjadi sampai saat ini dimana hal tersebut disebabkan
oleh budaya patriarki yang dianut oleh sebagian besar bangsa-bangsa di dunia. Pandangan
mengenai laki-laki lebih kuat, lebih perkasa, lebih berhak menduduki peran penting telah
membina tatanan budaya yang lebih memihak laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini
merupakan permasalahan yang serius dan perlu untuk diatasi guna mewujudkan atau
menerapkan HAM dan kesetaraan gender dalam budaya patriarki.
1
Maria Lufransiya Bribin, Hak Asasi Manusia Dalam Bidang Budaya, Vol. 19 No. 1, (Jurnal Politik, Hukum, Sosial
Budaya dan Pendidikan, 2021), hlm. 63.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka, dapat dirumuskan
sebagai berikut:
C. Tujuan
Berdasarkan rumusaln masalah yang telah dipaparkan diatas maka, terdapat beberapa
maksud dan tujuan yakni sebagai berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada dasarnya, setiap kebudayaan memiliki citra yang jelas mengenai laki-laki dan
perempuan. Dimana hal tersebut dapat dilihat bahwa laki-laki merupakan orang yang kuat,
lebih aktif, serta ditandai dengan kebutuhan yang besar mencapai tujuan dominasi, otonomi,
dan agresi. Sementara perepuan dipandang sebagai orang yang lemah dan kurang aktif.
Pandangan ini akhirnya melahirkan citra diri baik terkait laki-laki maupun perempuan. Citra
diri ini yang kemudian disebut oleh banyak orang sebagai stereotyp.2
Dimasa sekarang gender sangat berkaitan dengan budaya yang mana gender dalam
kehidupan sekarang harus dilihat dari peran masing-masing dalam membangun nilai-nilai
yang setara. Setara dalam mendapatkan kesempatan dan setara dalam mendapatkan
penghargaan. Jika gender masih dilihat dari sisi yang konservatif, maka akan terjadi
kesetaraan gender yang seakan akan menjadi perjuangan sepihak perempuan sebagai yang
merasa terintimidasi dalam aturanaturan dan nilai-nilai budaya.3 Setiap masyarakat
mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir, berperasaan dan bertindak dengan pola-pola
tertentu dengan alasan hanya karena mereka dilahirkan sebagai wanita/pria.4 Contohnya
wanita diharapkan untuk menyiapkan masakan, membawa air dan kayu bakar, merawat anak-
anak dan suami. Sedangkan pria bertugas memberikan kesejahteraan bagi keluarga di masa
tua serta melindungi keluarga dari ancaman karena gender dan kegiatan yang dihubungkan
dengan jenis kelamin tersebut, semuanya adalah hasil rekayasa masyarakat. Beberapa
kegiatan seperti menyiapkan makanan dan merawat anak adalah dianggap sebagai “kegiatan
wanita”.5
Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh dunia, tergantung
pada kebiasaan, hukum dan agama yang dianut oleh masyarakat tersebut dan peran jenis
kelamin bahkan bisa tidak sama didalam suatu masyarakat, tergantung pada tingkat
pendidikan, suku dan umurnya, contohnya : di dalam suatu masyarakat, wanita dari suku
tertentu biasanya bekerja menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita lain mempunyai
pilihan yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka pegang. Peran gender diajarkan
secara turun temurun dari orang tua ke anaknya. Sejak anak berusia muda, orang tua telah
memberlakukan anak perempuan dan lakilaki berbeda, meskipun kadang tanpa mereka
2
Partini, Bias Gender dalam Birokrasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 10.
3
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: elKahfi, 2008), hlm. 9.
4
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender Pesrpektif al Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2001),
hlm. 35-36.
5
Ali Maksum, Sosiologi Pendidikan (Malang: Madani, 2016), hlm. 170.
3
sadari.oleh karena itu keterkaitan gender dengan budaya terpengaruh juga dengan budaya
dimasa sekarang yang semakin modern.
6
Maria Lufransiya Bribin, Hak Asasi Manusia Dalam Bidang Budaya, Vol. 19 No. 1, (Jurnal Politik, Hukum, Sosial
Budaya dan Pendidikan, 2021), hlm. 66.
7
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
4
C. Upaya Mewujudkan Kesetaraan Gender dan HAM dalam Bidang Budaya
Mewujudkan kesetaraan gender merupakan agenda jangka panjang yang tidak bisa
dilakukan dalam waktu singkat. Karena merubah budaya yang diawali dari perubahan mental
dalam memandang sesuatu membutuhkan waktu. Pendidikan merupakan kunci terwujudnya
keadilan gender dalam masyarakat, termasuk yang menganut budaya patriarki. Karena
pendidikan merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat, pengetahuan dan
kemampuan mereka. Dengan kata lain, lembaga pendidikan merupakan sarana formal untuk
sosialisasi sekaligus transfer nilai-nilai dan normanorma yang berlaku dalam masyarakat,
termasuk nilai dan norma gender. Untuk itu sejak awal perlu diupayakan terwujudnya
keadilan gender dalam lembaga pendidikan. Berawal dari minimnya pendidikan, dampaknya
akan berpengaruh terhadap kemiskinan pada aspek yang lainnya, seperti pada akses terhadap
pekerjaan, politik dan pengambilan keputusan. Perempuan yang tidak mempunyai sumber
daya pribadi berupa pendidikan dengan sendirinya akan sangat sulit untuk mengakses
pekerjaan terutama di sektor formal yang relatif berubah tinggi. Wilayah pekerjaan mereka
biasanya terbatas pada sektor informal yang berupah rendah seperti buruh kasar atau
pembantu rumah tangga.8
Upaya mewujudkan kesetaraan gender tidak boleh diartikan juga sebagai upaya
untuk menyamakan secara sporadis antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat diartikan
bahwa memperjuangkan kesetaraan bukan berarti mempertentangkan dua jenis kelamin
yakni antara laki-laki dan perempuan, tetapi lebih kepada upaya membangun hubungan
(relasi) yang setara. Kesempatan harus terbuka sama luasnya bagi laki-laki dan perempuan,
sama pentingnya untuk mendapatkan pendidikan, makanan yang bergizi, kesehatan,
kesempatan kerja, dan sebagainya.
8
Nanang Hasan Susanto, Tantangan Mewujudkan Kesetaraan Gender Dalam Budaya Patriarki, Vol. 7 No. 2,
(Jurnal: MUWAZAH, 2015), hlm. 125
9
Ibid, hlm.126
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dimasa sekarang gender sangat berkaitan dengan budaya yang mana gender dalam
kehidupan sekarang harus dilihat dari peran masing-masing dalam membangun nilai-nilai
yang setara. Setara dalam mendapatkan kesempatan dan setara dalam mendapatkan
penghargaan. Jika gender masih dilihat dari sisi yang konservatif, maka akan terjadi
kesetaraan gender yang seakan akan menjadi perjuangan sepihak perempuan sebagai
yang merasa terintimidasi dalam aturan-aturan dan nilai-nilai budaya.
Kemudian berkaitan dengan HAM dalam bidang budaya sendiri secara yuridis diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang telah diuraikan diatas. Dalam
mewujudkan kesetaraan gender merupakan agenda jangka panjang yang tidak bisa
dilakukan dalam waktu singkat. Karena merubah budaya yang diawali dari perubahan
mental dalam memandang sesuatu membutuhkan waktu. Pendidikan merupakan kunci
terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat, termasuk yang menganut budaya
patriarki. Karena pendidikan merupakan alat untuk mentransfer norma-norma
masyarakat, pengetahuan dan kemampuan mereka. Dengan kata lain, lembaga pendidikan
merupakan sarana formal untuk sosialisasi sekaligus transfer nilai-nilai dan normanorma
yang berlaku dalam masyarakat, termasuk nilai dan norma gender.
6
DAFTAR PUSTAKA
Bribin, Maria Lufransiya. 2021. Hak Asasi Manusia Dalam Bidang Budaya. Jurnal : Politik,
Hukum, Sosial Budaya dan Pendidikan.
Susanto, Nanang Hasan. 2015. Tantangan Mewujudkan Kesetaraan Gender Dalam Budaya
Patriarki. Jurnal: Muwazah.