Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PUTUSAN SERTA MERTA (Uitvoerbaar Bij Voorraad)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hukum Acara Peradilan Agama
Dosen Pengampu : Drs. Ali Mahfud S.H., M.H.

Disusun Oleh Kelompok 14


Aziz Taufiqurrahim 202121001
Dhiah Rahmawati 202121

KELAS 5A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami. Sholawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad Saw.,
karena dengan risalahnya sebagai petunjuk bagi umat manusia bisa mengarahkan dalam
menjalankan kehidupan di dunia maupun di akhirat. Semoga kita semua termasuk
dalam golongan umat beliau yang bisa mendapatkan syafa’atnya kelak di hari akhir.
Atas pertolongan Allah, kami yang mendapatkan tugas dari mata kuliah Hukum Acara
Peradilan Agama dan dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Putusan Serta
Merta(Uitvoerbaar Bij Voorraad) ”. Makalah ini dibuat sebagai bahan materi
presentasi. Hal ini ditujukan untuk menambah wawasan ilmu bagi para pembaca.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Ali Mahfud S.H., M.H.
yang telah memberikan tugas ini, sehingga bisa menambah wawasan bagi kami
khususnya pembuat makalah dan teman-teman pada umumnya. Dengan tugas ini kami
berusaha mencari, memahami dan menuliskan materi berdasarkan buku, jurnal dan
media lainnya sehingga memberikan banyak kemanfaatan bagi kami. Dalam
pembuatan makalah ini, penyusun menyadari bahwasannya dalam pembuatannya
masih memiliki banyak kekurangan dan memerlukan koreksi baik dari segi penulisan
maupun isi materi. Oleh karena itu, kami memerlukan kritik dan saran yang
membangun guna pembuatan makalah yang lebih baik di masa mendatang.

Surakarta, 10 November 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bentuk pelaksanaan Putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad) merupakan
salah satu bentuk pengecualian terhadap prinsip pada putusan yang dapat dieksekusi
(dilaksanakan) ketika suatu putusan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Dalam pasal 180 (1) HIR atau pasal 191 RBg. Dijelaskan bahwa eksekusi (pelaksanaan
suatu putusan) dapat dijalankan terhadap putusan pengadilan sekalipun putusan
tersebut belum berkekuatan hukum tetap putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu
disebut juga dengan istilah putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).
Eksekusi putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad)ini dapat dipulihkan
karena landasan eksekusinya bukan berdasar putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde), maka eksekusi yang
dijalankan belum pasti (belum definitif). Untuk mengabulkan permohonan izin
eksekusi putusan serta merta Pengadilan Tinggi sangat hati-hati, hal ini untuk
mencegah agar tidak timbul permasalahan yang pelik (rumit) di kemudian hari.
Berkaitan dengan penetapan eksekusi pada putusan serta merta yang dianulir/
dimentahkan oleh gugatan (perlawanan) yang diajukan berikutnya setelah adanya
putusan yang inkracht menjadi hal menarik untuk diteliti. Hal ini karena putusan serta
merta bersifat sementara dan dapat dipulihkan setiap apabila putusan semula dibatalkan
pada tingkat banding atau kasasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari putusan serta merta?
2. Bagaimana landasan hakim dalam menjatuhkan putusan serta merta (uitvoerbaar
bij voorraad)?
3. Bagaimana pelaksanaan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui maksud dari putusan serta merta.
2. Untuk mengetahui plandasan hakim dalam menjatuhkan putusan serta merta.
3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan putusan serta merta.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Putusan Serta Merta


Putusan serta merta adalah putusan pengadilan yang dilaksanakan terlebih
dahulu walaupun ada perlawanan atau upaya hukum lain dari pihak lawan.Putusan serta
merta (uitvoerbaar bij voorraad) dalam praktik dapat dilaksanakan terlebih dahulu
walaupun ada upaya hukum lainnya dari pihak tergugat (Pihak lawan) berupa banding
dan pelaksanaan keputusannya tidaklah harus menunggu jangka waktu 14 (empat belas)
dari terhitung semenjak pengadilan mengeluarkan putusan.Putusan serta merta dapat
diilaksakan mungkin setelah dikeluarkannya keputusan dari pengadilan terhadap sita
jaminan yang menjadi objek sengketa untuk memenuhi prestasi pihak yang telah
dirugikan dalam suatu perkara.Putusan serta merta merupakan salah satu putusan yang
istimewa dan dapat memenuhi asas yang ada dalam hukum acara perdata yang bersifat
sederhana,cepat,dan biaya ringan (pasal 2 ayat (4) dan pasal (2) UU No.48 tahun 2009
tentang kekuasaan Kehakiman.1
Uitvoerbarr bij voorraad atau dalam bahasa Indonesia sering terjemahkan
dengan putusan serta merta,yang berarti putusan yang dijatuhkan dapat langsung di
laksanakan eksekusinya serta merta,meskipun putusan tersebut belum memperoleh
kekuatan tetap.Jadi,Hakim berwewenang menjatuhkan putusan akhir yang
mengandung amar,memerintahkan supaya putusan yang dijatuhkan tersebut,dijalanka
atau dilaksanakan lebih dahulu:
a. Meskipun putusan itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap (res
judicata);
b. Bahkan meskipun terhadap putusan itu diajukan perlawanan banding. 2

Berdasarkan doktrin maupun pasal 206 dan 207 R.Bg/pasal 195 dan 196 H.I.R
pemenuhan suatu putusan baru dapat dilaksanakan baik secara sukarela maupun secara
paksa melalui eksekusi,apabila putusan pengadilan itu telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (res Judicata). Artinya,harus menunggu sampai dengan lewat waktu

1
Sarwono,sarwono,Hukum Acara Perdata Teori dan Praktisi,(Jakarta:Sinar Grafika,2012),.Hlm.104
2
M. Yahya Harahap,Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,Persidangan ,Penyitaan Pembuktian,Dan Putusan
Pengadilan,(Jakarta:Sinar Grafika,2005),h.857
(daluarsa) yang ditentukan untuk melakukan upaya hukum berakhir hingga akhirnya
putusan itu mempunyai kekuatan hukum tetap (res Judicata).
Putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) merupakan bentuk pengecualian
yang sangat terbatas berdasarkan syarat-syarat khusus yang telah ditentukan Undang-
undang,sehingga putusan ini bersifat exeptioneel.Syarat-syarat yang dimaksud
merupakan pembatasan kebolehan untuk dapat menjatuhkan putusan serta merta
(uitvoerbaar bij voorraad) termasuk dalam ruang lingkup putusan Akhir.

B. Landasan Bagi Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Serta Merta (uitvoerbaar


bij voorraad).
Putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) diatur dalam pasal 191 ayat (1)
R.Bg dan pasal 180 ayat (1) H.I.R yang mengatur hal sama. 3 Syarat-syarat untuk dapat
mengabukan tuntutan sebagai berikut:
1) Ada surat sah (otentik);
2) Ada hukuman (putusan pengadilan) lebih dahulu dengan keputusan yang sudah
mendapatkan kepastian (mempunyai kekuatan hukum tetap);
3) Dikabulkan tuntutan terlebih dahulu ( provesioneel);
4) Dalam perselisihan tetang hak kepemilikan (bezitsrecht).
Baik dalam HIR maupun Rgb ketentuan tentang ini hanya diatur dalam satu
pasal saja,Sehingga dianggap kurang memadahi.Sehingga akan dibandingkan dengan
ketentuan pasal 54 dan pasal 55 Rv yang mengatur putusan ini lebih mendalam.

Pasal 54 rv berbunyi:
Pelaksanaan terlebih dahulu putusan-putusan,walaupun ada banding atau perlawanan
“akan” diperintahkan:
1) Apabila putusan didasarkan atas akta otentik;
2) Apabila putusan didasarkan atas akta dibawah tangan yang diakui oleh pihak
terhadap siapa akta tersebut digunakan,atau secara sah dianggap diakui,apabila
perkara diputuskan verstek.
3) Apabila telah ada penghukuman dengan suatu putusan yang tidak dapat dilawan
atau dibanding lagi.

3
Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata,Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan
Praktek,(Bandung:Alumni,1986),cet ke V.,Hlm.91
Pasal 55 Rv Berbunyi:
Pelaksanaan tetlebih dahulu putusan-putusan,walaupun banding atau perlawanan
“dapat” diperintahkan dengan atau tanpa tanggungan,dalam hal:
1) Segala sesuatu yang dikabulkan dengan putusan sementara;
2) Hak milik.
Dari perbandingan antara pasal 191 ayat (1) R.Bg pasal 180 ayat (1) HIR dan
pasal-pasal Rv dapat disimpulakn bahwa aman untuk menjatuhkan putusan dengan
ketentuan dan dilaksanakan terlebih dahulu dan melaksanakan putusan
tersebut,walaupun pihak yang dikalahkan mwngajukan permohonan banding atau
perlawanan,apabila salah satu syarat yang termuat dalam pasala 54 RV
terpenuhi,mengingat syarat tersebut tidak komultif,melainkan bersifat
alternatif.Sedangkan apabila hanya terdapat syarat sepertia apa yang termuat dalam
pasal 55 RV dan terdapat pula dalam pasal 191 ayat (1) R.Bg pasal 180 ayat (1) HIR
hendaknya berhati-hati,dan harap berpikir sekali lagi sebelum putusan dengan
ketentuan tersebut dijatuhkan.
Dari perbandingan pasal-pasal tersebut diatas terlihat bahwa meskipun
maksudnya sama,pasal 54 rv isinya lebih jelas daripada pasal 180 ayat (1)
HIR.Sebagaimana telah dijelaskan pada umumnya praktisi hukum berpendapat bahwa
syarat utama yang dapat dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan serta merta
(uitvoerbaar bij voorraad). yakni harus didukung oleh nilai kekuatan pembuktian yang
sempurna,mengikat,dan menentukan.Hal itu yang disimpilkan dari bentuk alat bukti
yang dianggap sah untuk mendukung putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)
yang terdapat dalam pasal 191 ayat (1) RGb/pasal 180 ayat (1) HIR.Pertama, gugatan
didukung oleh alat bukti surat autentik atau surat dibawah tangan (yang tidak dibantah
dengan bukti lawan).Kedua,gugatan didasarkan dan didukung alat bukti putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Selain ketentuan R.Bg/HIR ada juga ketentuan lain yang mengikat bagi hakim
sebelum mengabulkan tuntutan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) yaitu
surat Edaran Mahkamah Agung R.I (SEMA) Nomor 3 Tahun 2000 tentang Putusan
Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad) dan provosionil. SEMA tersebut pada
pokoknya memeriuntahkan Hakim agar sebelum mengabulkan tuntutan putusan serta
merta (uitvoerbaar bij voorraad) harus memperhatikan sebagai berikut:
a) Gugatan didasarkan pada bukti surat Autentik atau surat tulisan tangan ( handscrift)
yang tidak dibantah kebenaran tentang isi dan tanda tangannya,yang menurut
Undang-undang tidak mempunyai kekuatan bukti.
b) Gugtana tentang hutang piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah;
c) Gugatan tentang sewa menyewa tanah,rumah,gedung,dll
d) Pokok gugtana mengenai tuntutan pembagian harta perkawinan (gono-gini)
e) Dikabulkan gugatan provisionil (pasal 332 Rv).
f) Pokok sengketa mengenai bezitrecht.
SEMA diatas sebagai petunjuk dan pedoman tambahan bagi hakim yang wajib
dipatuhi dalam hal mengabulkan tuntutan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) agar
putusannya tersebut dikemudian hari tidak menimbulkan permasalahan dan merugikan
pihak berperkara.

C. Pelaksanaan Putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad).


Suatu putusan apabila dilaksanakan (bij voorraad), berarti putusan tersebut tidak
dapat ditunda pelaksanaannya. Maka sejak diucapkan perintah untuk melakukan
(eksekusi). Putusan serta merta, pihak yang menang sudah bisa mulai dengan
permintaaan pelaksanaannya, atas resiko sendiri, dengan artian ketika putusan itu
berbalik menjadi kalah ketika putusan banding maka putusan itu berbalik menjadi
pihak yang kalah wajib mengganti kerugian yang diderita pihak yang
melaksanakan putusan sebelumnya. Pelaksanaan dalam putusan serta merta
memberi wewenang kepada Pengadilan Negeri untuk menentukan dalam putusan
akhirnya (sebagaiman yang tertuang dalam HIR ataupun Rbg.). Putusan akhir
tersebut dapat dilaksanakan lebih dahulu (serta merta) walaupun ada verzet atau
banding. 4
Hal yang demikian sangat problematis karena Pengadilan Tinggi juga
berwenang berbuat demikian, sekalipun pada dasarnya Pengadilan Tinggi itu
mengulang kembali pemeriksaan seluruhnya. Dalam pelaksanaan putusan
Pengadilan Negeri diberikan batasan sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA). Sekalipun HIR atau RBG memberikan kewenangan pada
Pengadilan Negeri , dalam tingkat kasasi hal demikian tidak perlu lagi (pembatasan

4
Noor Azizah, Ardimansyah dan A. Munawar,Kajian Yuridis Pelaksanaan Putusan Serta Merta,Di akses pada
tanggal 25 November 2022.
seperti yang tertuang dalam (Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
pelaksanaan dalam putusan serta merta). Pembatasan dengan adanya Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) tersebut dikarenakan karena Pengadilan Negeri terlalu
mudah mengabulkan tuntutan putusan serta merta ( eksekusi bij voorraad),
sedangkan persyaratan-persyaratan (bukti- bukti) yang ahrus dipenuhi tidak
mendalam dipertimbangkan. Akibatnya dalam pelaksanaan yang sudah terlanjur
dilaksanakan seringkali membawa kerugian- kerugian dan akibat-akibat
hukumyang sukar dikembalikan dalam keadaan seperti sediakala (semula).
Pelaksanaan putusan serta-merta haruslah memperhatikan pedoman-pedoman
yang mengikat tanpa meningalkan segi keadilan dari kedua pihak yang dalam
perkara yang bersangkutan. Untuk itu ada tahapan-tahapan (prosedur) yang harus
dilalui, yaitu:
1. Pengadilan Negeri yang akan melakukan pelaksanaan putusan serta merta
(eksekusi bij voorraad) mencantumkan dictum eksekusi bij voorraad pada
putusan akhir wajib menyiapkan naskah putusan akhir tersebut yang
lengkap dengan pertimbanganpertimbangannya terlebih dahulu dalam
keadaan sudah ditandatangani oleh hakim maupun panitera yang
bersangkutan.
2. Kalau ada permintaan banding dari salah satu pihak, maka Ketua
Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk untuk khusus memerintahkan
eksekusi setelah mempelajari seluruh isi putusan Pengadilan Negeri yang
bersangkutan wajib mengirimkan Salinan putusan beserta salinan akte
banding ke Pengadilan Tinggi dalam batas waktu dua minggu setelah
permohonan banding itu masuk dengan surat pengantar yang juga berisi
pertanyaan apakah putusan Pengadilan Negeri tersebut dapat dilaksanakan
atau perlu ditangguhkan.
3. Dalam waktu 3 (tiga) minggu sambil menunggu surat-surat dari kedua
belah pihak tersebut, setelah menerima salinan putusan serta salinan akte
pembanding, maka Pengadilan Tinggi setelah mendengar pendapat-
pendapat Hakim Tinggi pengawas Wilayah dan Hakim Tinggi yang khusus
ditugaskan dibidang pengawasan eksekusi putusan perdata yang
bersangkutan wajib menentukan sikapnya, mengizinkan atau melarang
pelaksanaan eksekusi tersebut.5

4. Izin atau larangan Pengadilan Tinggi untuk eksekusi tersebut cukup


diberikan dalam bentuk surat. Tidak perlu dalam bentuk penetapan, karena
pada hakikatnya perintah eksekusi yang dimuat dalam penetapan
eksekutorial tersebut keluar dari Ketua Pengadilan Negeri (pasal 195 HIR
atau pasal 206 RBg.)
5. Andaikata Pengadilan Tinggi mengizinkan putusan serta-merta (bij
voorraad) tersebut dilaksanakan maka Ketua Pengadilan Negeri sesuai
dengan kewenangannya (pasal 195 HIR) baru mengeluarkan penetapan
eksekutorial.
6. Tanpa adanya izin dari Pengadilan Tinggi yang dimaksud, Pengadilan
Negeri tidak dibenarkan untuk melaksanakan walaupun waktu 3 (tiga)
minggu telah lewat. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
eksekusi hanya berdasar lewat waktu 3 (tiga) minggu tersebut padahal itu
disebabkan oleh sebab-sebab lain (surat-menyurat hilang di jalan atau
Pengadilan Tinggi sedang meminta fatwa Mahkamah Agung, dan
sebagainya sedang pada dasarnya eksekusi tersebut hanya boleh terjadi
melewati pengawasan yang ketat oleh Pengadilan Tinggi.
7. Tidak tertutup kemungkinan bahwa yang dikalahkan tetap akan mengadu
ke Mahkamah Agung setelah Pengadilan Tinggi mengizinkan
dilaksanakannya putusan serta-merta (bij voorraad) tersebut. Mahkamah
Agung sejauh mungkin akan memback up (mendukung) putusan/sikap
yang telah diambil Pengadilan Tinggi. Untuk hal-hal yang eksepsional
mungkin Mahkamah Agung mengambil keputusan yang berbeda dengan
apa yang telah diputuskan Pengadilan Tinggi, hal ini didasarkan pada
kewenangan dan kedudukannya sebagai pengawas yang tertinggi, namun
apapun yang diputuskan Mahkamah Agung, hal itu akan disalurkan lewat
jalur yang sebagus mungkin, yakni lewat Pengadilan Tinggi untuk

5
ibid
selanjutnya Pengadilan Tinggi menyesuaikan putusannya yang terakhir
yang akan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri. 6
8. Dalam hal pada saat akan melaksanakan eksekusi timbul
personal/keraguan, umpamanya dalam mengartikan bunyi rumusan dictum
dikaitkan dengan pertimbangan-pertimbangan hukum sebelumnya maka
Ketua Pengadilan Negeri wajib berkonsultasi dengan Hakim/Majelis yang
memutus, sesudah itu dimintakan fatwa terakhir dari Pengadilan Tinggi
yang pada tingkat terakhir masih bisa memperbaiki izin yang telah
dikeluarkan dan memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya dengan surat;

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, pasal-pasal HIR atau RBg. Memulai


rumusan pasalnya dengan kata ‘de landaraad” ini berarti wewenang untuk menentukan
putusan dapat dilaksanakan serta merta (bij voorraad) adalah Pengadilan Negeri. Hakim
bandingpun dapat memerintahkan agar putusan dapat dilaksanakan serta-merta (bij
Voorraad) walaupun terhadap putusan tesebut dimintakan kasasi. Alasannya adalah
karena wewenang Hakim Pertama, maka Hakim Banding yang memeriksa seluruh
perkara itu, berarti duduk dikursi pertama, memeriksa baik fakta maupun penerapan
hukumnya, dengan demikian berarti Hakim Banding dibolehkan menggunakan
wewenang itu, dan ini merupakan kebiasaan yang berlaku dalam praktik.

6
ibid
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Putusan serta merta adalah putusan pengadilan yang dilaksanakan terlebih
dahulu walaupun ada perlawanan atau upaya hukum lain dari pihak lawan.Putusan serta
merta (uitvoerbaar bij voorraad) dalam praktik dapat dilaksanakan terlebih dahulu
walaupun ada upaya hukum lainnya dari pihak tergugat (Pihak lawan) berupa banding
dan pelaksanaan keputusannya tidaklah harus menunggu jangka waktu 14 (empat belas)
dari terhitung semenjak pengadilan mengeluarkan putusan.Putusan serta merta dapat
diilaksakan mungkin setelah dikeluarkannya keputusan dari pengadilan terhadap sita
jaminan yang menjadi objek sengketa untuk memenuhi prestasi pihak yang telah
dirugikan dalam suatu perkara.Putusan serta merta merupakan salah satu putusan yang
istimewa dan dapat memenuhi asas yang ada dalam hukum acara perdata yang bersifat
sederhana,cepat,dan biaya ringan (pasal 2 ayat (4) dan pasal (2) UU No.48 tahun 2009
tentang kekuasaan Kehakiman.
Suatu putusan apabila dilaksanakan (bij voorraad), berarti putusan tersebut tidak
dapat ditunda pelaksanaannya. Maka sejak diucapkan perintah untuk melakukan
(eksekusi). Putusan serta merta, pihak yang menang sudah bisa mulai dengan
permintaaan pelaksanaannya, atas resiko sendiri, dengan artian ketika putusan itu
berbalik menjadi kalah ketika putusan banding maka putusan itu berbalik menjadi pihak
yang kalah wajib mengganti kerugian yang diderita pihak yang melaksanakan putusan
sebelumnya. Pelaksanaan dalam putusan serta merta memberi wewenang kepada
Pengadilan Negeri untuk menentukan dalam putusan akhirnya (sebagaiman yang
tertuang dalam HIR ataupun Rbg.). Putusan akhir tersebut dapat dilaksanakan lebih
dahulu (serta merta) walaupun ada verzet atau banding.

B. Saran

Dengan Selesainya makalah ini kami sadar bahwasannya makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Karena ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari
segi materi pembahasan maupun ejaan kata. Maka dari itu kami mengharapkan adanya
saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kemudian hari kami dapat
menyusun makalah ini dengan baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono,sarwono,Hukum Acara Perdata Teori dan Praktisi,(Jakarta:Sinar


Grafika,2012),.Hlm.104

M. Yahya Harahap,Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,Persidangan ,Penyitaan


Pembuktian,Dan Putusan Pengadilan,(Jakarta:Sinar Grafika,2005),h.857

Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata,Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan


Praktek,(Bandung:Alumni,1986),cet ke V.,Hlm.91

Noor Azizah, Ardimansyah dan A. Munawar,Kajian Yuridis Pelaksanaan Putusan Serta


Merta,Di akses pada tanggal 25 November 2022.

Anda mungkin juga menyukai