Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KESETARAAN ATAU KEADILAN DALAM PENDIDIKAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah

Isu-Isu Actual Pendidikan

Dosen Pengampu: Ibu Siti Nabilah

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

Musakkir (21130137)

Umrah Zalsabila (21130086)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan petunjuknya
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik dan lancar. Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah ISU-ISU
AKTUAL PENDIDIKAN. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Kesetaraan atau Keadilan dalam Pendidikan” bagi penulis dan
para pembaca.

Kami mengucapkan terima akasih kepada ibu Siti Nabilah, selaku dosen mata
kuliah ISU-ISU AKTUAL PENDIDIKAN yang telah memberikan tugas ini kepada
kami sehingga pengetahuan dan wawasan kami bertambah. Namun demikian, kami
menyadari bahwa makalah kami banyak kurangnya dan masih jauh dari kata
sempurna. Dengan segala kerendahan hati, kami dapat menerima kritik dan saran dari
berbagai pihak untuk penyempurnaan makalah berikutnya. Demikian yang dapat saya
sampaikan, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi para pembaca dan bagi
diri kami sendiri.

Wa’alaikumsalam wr.wb

Bogor, 28 februari 2023

Hormat kami,

Penuliss
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................

A. Latar Belakang ...............................................................................................


B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................

1. Kesetaraan atau Keadilan dalam Pendidikan.................................................


2. Isu-Isu Kesenjangan Gender dalam dunia Pendidikan ..................................
3. Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Tata Sosial
dan Pendidikan ..............................................................................................

BAB III PENUTUP .................................................................................................

1. Kesimpulan ....................................................................................................
2. Saran .............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan dalam suatu negara memegang peranan yang cukup
penting. Perkembangan dan kemajuan sumber daya manusia pada suatu
negara sangat bergantung pada hasil pendidikan dari negara yang
bersangkutan. Jika pendidikannya lemah, maka akan lemah dan tertinggal
juga sumber daya manusia pada negara tersebut. Pendidikan dapat
mengarahkan perjalanan hidup suatu bangsa. Pendidikan ialah cara yang
mendasar dalam perkembangan dan reformasi social. Pendidikan merupakan
hal yang sangat penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan
pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan pembangunan
di setiap lapisan masyarakat karena nilai dan norma yang berada di tengah-
tengah masyarakat itu telah dibangun kuat melalui budaya. Pendidikan
berfungsi mengembangkan tiga jenis pelaku budaya yaitu: 1) Manusia yang
sadar budaya, 2) Manusia yang membudaya, 3) Manusia sebagai budayawan
dalam arti yang luas. Oleh sebab itu sangat diperlukan adanya pendidikan
karena pendidikan maka tujuan pembangunan untuk mencapai pemerataan
dan kesetaraan akan tercapai.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dan strategis
dalam membentuk Sumber Daya Manusia yang produktif, inovatif dan
berkepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai budaya. Disamping memberikan
nilai-nilai kognitif, afektif dan psikomotorik kepada setiap warga negara,
pendidikan juga digunakan sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-nilai
yang diharapkan berguna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Negara menjamin bahwa setiap warga negara (perempuan dan laki-
laki) mempunyai kesamaan hak dan kewajiban yang sama untuk memperoleh
pendidikan, yang dituangkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD)
1945.
Pendidikan yang tidak diskriminatif akan sangat bermanfaat bagi
perempuan maupun laki-laki, terutama untuk mewujudkan kesetaraan dan
keadilan diantara keduanya sehingga dapat mencapai pertumbuhan,
perkembangan dan kedamaian abadi dalam kehidupan manusia. Pendidikan
bukan hanya dianggap dan dinyatakan sebagai unsur utama pencerdasan
bangsa melainkan juga sebagai produk dari konstruksi sosial, dengan
demikian pendidikan juga memiliki andil bagi terbentuknya relasi gender di
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kesetaraan atau keadilan dalam pendidikan?
2. Bagaimana Isu-Isu Kesenjangan Gender dalam dunia Pendidikan?
3. Bahagia Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Tata Sosial
dan Pendidikan.

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana kesetaraan atau keadilan dalam
pendidikan.
2. Untuk mengetahui Isu-Isu Kesenjangan Gender dalam dunia
Pendidikan.
3. Bahagia Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Tata Sosial
dan Pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kesetaraan atau Keadilan Dalam Pendidikan


Pendidikan ialah suatu usaha sadar serta terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, akhlak mulia, kecerdasan, kepribadian, pengendalian diri, serta
keterampilan yang dibutuhkan oleh dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.
Pendidikan sangat penting untuk mengubah pola pikir tradisional menjadi
pola pikir modern yang lebih mensejahterakan masyarakat luas. Usaha
peningkatan mutu pendidikan pada setiap jenis jenjang pendidikan dapat
terlaksana dan mencapai hasil yang optimal jika proses pembelajaran
berlangsung dalam suasana kelas yang kondusif serta dibina atau dibimbing
oleh seorang guru yang professional. Melalui pendidikan ini diharapkan
tercipta manusia yang berkualitas dan mampu membangun dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Dalam pendidikan sosok guru
berperan penting dalam membantu siswa dalam belajar.
Kesetaraan atau keadilan merupakan gagasan dasar, tujuan, serta misi
utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun
keharmonisan kehidupan bermasyarakat serta bernegara, dan membangun
keluarga yang berkualitas. Kesetaraan atau keadilan dalam pendidikan ialah
perbedaan gender tanpa adanya diskriminasi dan mampu memberikan
kesempatan yang sama bagi laki-laki maupun perempuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam dunia pendidikan. Laki-laki dan
perempuan diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain guna untuk
membangun suatu kekuatan (sinergi) baru yang lebih kuat serta bermanfaat
bagi umat manusia.
Jumlah penduduk perempuan hampir setengah dari seluruh penduduk
Indonesia dan merupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai
kemajuan dan kehidupan yang lebih berkualitas. Kesamaan kondisi bagi laiki-
laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai
manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
ekonomi, hukum, sosial budaya, pendidikan pertahanandan keamanan
nasional, serta kesamaan nasional dalam menikmati hasil pembangunan.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, sehingga mereka dapat
kesempatan berpartisipasi dan control atas pembangunan dan memperoleh
manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Secara historis telah terjadi
dominasi laki-laki dalam segala lapisan masyarakat disepanjang zaman,
dimana perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Dari sinilah
doktrin ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ketidaksetaraan
tersebut antara lain yaitu :
• Marginalisasi terhadap perempuan : Marginalisasi berarti
menempatkan atau mengeser perempuan kepinggiran. Perempuan
dicitrakan lemah, kurang atau tidak rasional, kurang atau tidak
berani sehingga tidak pantas atau tidak dapat memimpin. Akibatnya
perempuan selalu dinomorduakan apabila ada kesempatan untuk
memimpin.

• Steorotip masyarakat terhadap perempuan : Pandangan stereotip


masyarakat yakni pembakuan diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki. Perempuan dan lakilaki sudah mempunyai sifat masing-
masing yang sepantasnya, sehingga tidak dapat dikukur dari qodrat
yang telah ada.

• Subordinasi terhadap perempuan : Pandangan ini memposisikan


perempuan dan karya-karyanya lebih rendah dari laki-laki sehingga
menyebabkan mereka merasa sudah selayaknya sebagai pembantu
nomor dua sosok bayangan dan tidak berani memperlihatkan
kemampuannya sebagai pribadi. Lakilaki menganggap bahwa
perempuan tidak mampu berpikir.

• Beban ganda terhadap perempuan : Pekerjaan yang diberikan


kepada perempuan lebih lama mengerjakannya bila diberikan kepada
laki-laki karena perempuan bekerja di sektor publik masih memiliki
tanggung jawab pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat di
serahkan kepada pembantu rumah tangga sekalipun pembantu rumah
tangga sama-sama perempuan.

• Kekerasan terhadap perempuan : kekerasan terhadap perempuan


dapat berupa kekerasan psikis seperti: pelecehan, permintaan
hubungan seks ditempat umum, senda gurau yang melecehkan
perempuan. Dan kekerasaan fisik seperti: pembunuhan, perkosaan,
penganiayaan terhadap perempuan dan lain sebagainya. Sementara
itu dalam pendidikan dasar persamaam pendidikan menghantarkan
setiap individu atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga bisa
disebut pendidikan kerakyatan. Ciri pendidikan kerakyataan adalah
perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap
jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi
geografi publik.

Nilai kemanusiaan terwujud dengan adanya pemerataan yang tidak


mengalami bias gender. Masalah pendidikan antara anak laki-laki dengan
perempuan hendaknya harus seimbang, anak laki-laki sebagaimana anak
perempuan mempunyai hak atau kesempatan yang sama untuk sekolah yang
lebih tinggi. Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan relevan dengan
tuntutan zaman yaitu kualitas memiliki keimanan dan hidup dalam ketaqwaan
yang kokoh, mengenali, menghayati dan menerapkan akar budaya bangsa,
berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan dan
keterampilan mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan, berpikir
secara analitik, terbuka pada hal-hal yang baru, mandiri, selektif, mempunyai
kepedulian sosial yang tinggi dan berusaha meningkatkan prestasi.

Kesetaraan dan keadilan gender dapat juga disebut dengan istilah


kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam penddikan,
artinya pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban, kedudukan, peranan
dan kesempatan yang sama dalam berbagai bidang kehidupan terlebih dahulu
dalam pendidikan dan pembangunan. Semua itu dilandasi atas dasar saling
menghormati, saling menghargai, saling membantu, saling mengisi dan
sebagainya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. (Samaha et al. 2004)

2. Isu-Isu Kesenjangan Gender dalam dunia Pendidikan

Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi dalam berbagai


bidang kehidupan masyarakat, terpresentasi juga dalam dunia pendidikan.
Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam
mensosialisasikan dan melestrikan nilai-nilai dan cara pandang yang
mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat.
Secara garis besar, fenomena kesenjangan gender dalam pendidikan dapat
diklasifikasi dalam beberapa dimensi, antara lain:
• Kurangnya partisipasi (under-participation) : Dalam hal partisipasi
pendidikan, perempuan di seluruh dunia menghadapi problem yang
sama. Dibanding lawan jenisnya, partisipasi perempuan dalam
pendidikan formal jauh lebih rendah Di negara-negara dunia di mana
pendidikan dasar belum diwajibkan, jumlah murid perempuan
umumnya hanya separuh atau sepertiga jumlah murid laki-laki.
• Kurangnya keterwakilan (under-representarion) Partisipasi
perempuan dalam pendidikan sebagai tenaga pengajar maupun
pimpinan juga menunjukkan kecenderung disparitas progresif. Jumlah
guru perempuan pada jenjang pendidikan dasar umumnya sama atau
melebihi jumlah guru laki-laki. Namun, pada jenjang pendidikan
lanjutan dan pendidikan tinggi, jumlah tersebut menunjukkan
penurunan drastis.
• Perlakuan yang tidak adil (unfair treatment) Kegiatan pembelajaran
dan proses interaksi dalam kelas seringkali bersifat merugikan murid
perempuan. Guru secara tidak sadar cenderung menaruh harapan dan
perhatian yang lebih besar kepada murid laki-laki dibanding murid
perempuan. Para guru kadang kala cenderung berpikir ke arah "self
fulfilling prophecy" terhadap siswa perempuan karena menganggap
perempuan tidak perlu memperoleh pendidikan yang tinggi.

Hasil penelitian tersebut di atas memberikan gambaran bahwa bias


gender dalam bidang pendidikan masih sangat timpang terutama pada tingkat
pendidikan sarjana, karena dalam kenyataan empirik membuktikan bahwa
semakin tinggi pendidikan seorang maka tingkat pendapat juga akan itu
berpengaruh. Kondisi ini dirasakan oleh perempuan memiliki tingkat
pendidikan yang masih rendahdi bandingkan dengan laki-laki. Kesenjangan
gender juga dapat dilihat dari angka partisipasi pendidikan, berdasarkan
kelompok usia maupun jenjang pendidikan. Berdasarkan angka statistik
pendidikan tahun 2001,angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar (SD)
sebesar 96,64% untuk laki-laki, dan sedikit lebih kecil untuk perempuan yaitu
sebesar 94,34%. Sedangkan untuk APM tingkat sekolah lanjutan
tingkatpertama (SLTP) sudah mengalami kesetaraan gender, meskipun dalam
angka yang masih sama-sama menunjukkan hasil rendah yaitu 56,62% laki
dan 56,30% perempuan. Angka partisipasi murni (APM) untuk sekolah
lanjutan tingkat atas (SLTA) lebih rendah dan untuk perempuan masih
lebihrendah lagi, yaitu 34,06% laki-laki dan 31,14% untuk perempuan.
Di samping hasil penelitian tersebut di atas dalam bidang pendidikan
terjadi ketimpangan antara perempuan dan laki-laki, juga bias gender
termasuk di bidang hukum. Bidang hukum juga sangat signifikan berpengaruh
dalam pengambilan keputusan dan lagi-lagi bias gender sangat dirasakan oleh
kaum perempuan. Faktor Penyebab Bias Gender dalam Pendidikan Islam
Faktor-faktor penyebab bias gender dapat dikategorisasikan ke dalam tiga
aspek, yaitu partisipasi, akses, dan kontrol. Namun, tidak semua aspek yang
disebutkan dapat dipaksakan untuk menjelaskan masing-masing bias gender
yang terjadi secara empiris dalam bidang pendidikan.
Adapun faktor yang menjadi penyebab bias gender berkaitan dengan
perolehan kesempatan belajar pada setiap jenjang pendidikan dasar adalah :
Perbedaan angkatan partisipasi pendidikan pada tingkat SD/Madrasah
Ibtida’iyah sudah mencapai titik optimal yang tidak mungkin diatasi hanya
dengan kebijakan pendidikan, sehingga perbedaan itu menjadi semakin sulit
ditekan ke titik yang lebih rendah lagi. Kesenjangan ini lebih dipengaruhi oleh
faktor-faktor struktur karena fasilitas pendidikan SD sudah tersebar relatif
merata. Faktor-faktor struktural itu di antaranya adalah nilai-nilai sosial
budaya, dan ekonomi keluarga yang lebih menganggap pendidikan untuk anak
laki-laki lebih penting dibandingkan dengan perempuan. Faktor ini berlaku
terutama di daerah-daerah terpencil yang jarang penduduknya serta pada
keluarga-keluarga berpendidikan rendah yang mendahulukan pendidikan
untuk anak laki-laki.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab bias gender dalam bidang
kurangnya kontrol kebijakan pendidikan adalah :
• Faktor kesenjangan antar gender dalam bidang pendidikan jauh lebih
dominan laki-laki. Khususnya dalam lembaga birokrasi di lingkungan
pendidikan sebagai pemegang kekuasaan atau kebijaksanaan, maupun
dalam jabatan-jabatan akademis kependidikan sebagai pemegang
kendali pemikiran yang banyak mempengaruhi kebijakan pendidikan.
• Khusus pada kebijaksanaan pendidikan, khususnya menyangkut
sistem seleksi dalam pendidikan. Kontrol dalam penerimaan karyawan
terutama di sektor swasta sangat dirasakan bias gender.
• Faktor struktural, yakni yang menyangkut nilai, sikap, pandangan, dan
perilaku masyarakat yang secara dominan mempengaruhi keputusan
keluarga untuk memilih jurusan-jurusan yang lebih dianggap cocok
untuk perempuan, seperti pekerjaan perawat, kesehatan, teknologi
kerumahtanggaan, psikologi, guru sekolah dan sejenisnya. Hal ini
terjadi karena perempuan dianggapnya memilih fungsi-fungsi produksi
(reproductive function). Laki-laki dianggap lebih berperan sebagai
fungsi penopang ekonomi keluarga (productive function) sehingga
harus lebih banyakmemilih keahlian-keahlian ilmu teknologi dan
industry.
• Pendidikan Islam yang konstruktif merupakan salah satu pendekatan
pendidikan melalui pembelajaran induktif, yang berarti mengangkat
nilai-nilai faktual empirik. Pendidikan reseptif yang hanya
memperkuat hapalan, apabila hapalan itu hilang maka subyek didik
tidak akan punya apa-apa lagi, maka diperlukan pendidikan yang
demokratis yaitu peserta didik diberikan kesempatan untuk
mengeluarkan pendapat, menyampaikan opini, dan
mengeskpresikankemampuan nalar, maka akan melahirkan komunitas
intelektual yang cendekiawan.
• Faktor lain yang turut mempengaruhi bias gender dalam pendidikan
adalah muncul persaingan dengan teknologi, yang menggantikan
peranan pekerja perempuan dengan mesin. Dampaknya, lagi-lagi
perempuan menjadi korban teknologi khususnya perempuan yang
memiliki tingkat pendidikan rendah ditambah pula dengan
kemampuan ekonomi yang masih lemah.

Faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakadilan gender diantaranya yaitu :

• Nilai sosial dan budaya patriarki sama dengan pranata kehidupan yang
berdasarkan pandangan laki-laki.
• Produk dan peraturan perundang-undangan yang masih bias gender.
• Pemahaman ajaran agama yang tidak kompeherensif dan cenderung
parsial.
• Kelemahan kurang percaya diri, tekad dan inkonsistensi kaum
perempuan sendiri dalam memperjuangkan nasibnya.
• Pemahaman para pemimpin dengan pengambil keputusan terhdap
makna kesetaraan dan keadilan gender yang belum mendalam. (Pakek
Ge Yayan n.d.)

Isu Gender berkaitan dengan permasalahan kesenjagan gender


berkaitan dengan proses pengelolaan pendidikan dan pembelajaran ialah
sebagai berikut :

• Kurikulum dan buku ajar yang belum berlandaskan pada peran gender
secara seimbang akan menyebabkan perempuan tetap tidak
mempunyai mentaitas sebagai warga masyarakat yan produktif.
• Pengaruh sosio kultur masyarakat Indonesia masih menepatkan
perempuan dalam posisi yang kurang strategis dalam pengambilan
keputusan di bidang pendidikan dan pembelajaran.
• Rendahnya angka partisipasi perempuan dalam pendidikan akan
mengakibatkan pendidikan menjadi kurang efesien, Walaupun
proporsi perempuan yang melanjutkan pendidikan selalu lebih rendah
daripada laki-laki, namun perempuan lebih mampu bertahan. (Haslita
et al. 2021)

Dalam rangka meningkatkan kesetaraan gender dalam system


pendidikan nasional beberapa tujuan pendidikan yang perlu digenderkan.
Tujuan yang digenderkan tersebut diusulkan untuk dirumuskan sebagai
berikut :

• Mewujudkan kesempatan pendidikan yang lebih luas pada semua


jalur, jenis dan jenjang pendidikan dengan memperhatikan kesetaraan
gender.
• Memacu peningkatan mutu dan efesiensi pendidiakn melalui
pemberdayaan potensi perempuan secara optimal baik dalam
kedudukannya sebagai pengembang kurikulum, penulis buku,
pengeola pendidikan, pelaksana pendidikan maupun sebagai peserta
didik.
• Memeperkecil ketimpangan gender pada juurusan, bidang kejuruan
atau program studi yang ada pada jenjang pendidikan menegah dan
tinggi untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam bidang keahlian
profesionalisme.

Beberapa usul kebijaksanaan penyetaraan gender dalam sector


pendidikan sebagai berikut:

• Meningkatkan kesadaran gender bagi para pengelola pendidikan,


khususnya pejabat daerah, kepala sekolah dan guru dalam peran-peran
gender yang lebih seimbang dalam proses pendidikan di sekolah.
Peningkatan kesetaraan gender terhadap masyarakat bahwa
kesempatan yang sama di bidang pendidikan dan pekerjaan menurut
gender sehingga dapat memacu produktivitas masyarakat.
• Meningkatkan peluang bagi perempuan untuk memasuki semua jenis
dan jenajng pendidikan, melalui penetapan system kuota serta sstem
subsidi untuk perempuan khususnya untuk program-program studi
atau jurusan yang bias laki-laki.
• Meningkatkan kemampuan patra pengembang kurikulum dan para
penulis buku perempuan secara lebih professional dan secara
proporsional terhadap laki-laki.
• Meningkatkan keseimbangan jumlah guru dan tenaga kependidikan
menurut gender serta partisipasi perempuan dalam kedudukannya
sebagai pengambil keputusan dibidang pengelolaan pendidikan
nasional.

Tujuan Pendidikan Berperspektif Gender sebagai berikut :

• Mempunyai akses yang sama dalam pendidikan.


• Kewajiban yang sama, dan
• Persamaan kedudukan dan peranan contohnya baik pria dan wanita
sama-sama kedudukan sebagai subjek atau pelaku
pembangunan.(Haslita et al. 2021)

Adapun upaya untuk mengatasi bias gender dalam pendidikan Islam


melalui upaya sebagai berikut :
• Reinterpretasi ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang bias gender,
dilakukan secara kontinu agar ajaran agama tidak dijadikan justifikasi
sebagai kambing hitam untuk memenuhi keinginan segelintir orang.
• Muatan kurikulum nasional yang menghilangkan dikotomis antara
laki-laki dan perempuan, demikian pula kurikulum lokal dengan
berbasis kesetaraan, keadilan, dan keseimbangan. Kurikulum disusun
sesuai dengan kebutuhan dan tipologi daerah, yang di mulai dari
tingkatpendidikan taman kanak-kanak sampai ke tingkat perguruan
tinggi.
• Pemberdayaan kaum perempuan di sektor pendidikan informal seperti
pemberian fasilitas belajar mulai di tingkat kelurahan sampai kepada
tingkat kabupaten/kota dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
• Pemberdayaan di sektor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan
keluarga terutama dalam kegiatan industri rumah tangga (home
industri) dengan demikian perlahan-lahan akanmenghilangkan
ketergantungan ekonomi kepada laki-laki. Karena salah satu
terjadinyamarginalisasi pada perempuan adalah ketergantungan
ekonomi keluarga kepada laki-laki.
• Pendidikan politik bagi perempuan agar dilakukan secara intensif
untuk menghilang melek politikbagi kaum perempuan. Karena masih
ada anggapan bahwa politik itu hanya milik laki-laki, danpolitik itu
adalah kekerasan, padahal sebaliknya politik adala seni untuk
mencapai kekuasaan.Dengan demikian kuota 30% sesuai dengan
amanah Undang-Undang segara terpenuhi, mengingatpemilih
terbanyak adalah perempuan.
• Pemberdayaan di sektor ketrampilan (skill) baik ketrampilan untuk
kebutuhan rumah tangga,maupun yang memiliki nilai jual di
tingkatkan terutama kaum perempuan di pedesaan agar
terjadikeseimbangan antara perempuan yang tinggal di perkotaan
dengan pedesaan sama-sama memilikiketrampilan yang relatif bagus.
• Sosialisasi Undang-Undang Anti Kekerasan dalam Rumah tangga
lebih intens dilakukan agarkaum perempuan mengetahui hak dan
kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan amanah dari UUAK.
3. Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Tata Sosial, Hukum
dan Pendidikan
Keadilan seringkali menjadi alasan untuk menafsirkan isu gender
sebagai suatu ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam tata sosial
bermasyarakat masih seringkali ditemukan kasus diskriminasi terhadap
gender, terutama pada kaum perempuan. Alasan utama yang kerapkali
mendasari diskriminasi tersebut adalah masih lekatnya budaya patriarki dalam
tatanan sosial masyarakat Indonesia. Budaya patriarki megajarkan bahwa
kaum laki-laki sebagai pihak yang mendominasi, melakukan operasi dan
mengeksploitasi kaum perempuan. Diskriminasi gender meluas kedalam
segala lingkup tatanan sosial, seperti keluarga, pendidikan, budaya dan
politik.
Pemenuhan hak yang sama dalam bidang pendidikan sudah banyak
dilakukan oleh masyarakat. Berangkat dari persepsi masyarakat bahwa
pendidikan merupakan investasi bagi mereka dan anak-anaknya sehingga
tidak ada batasan gender untuk memenuhi hak anak dalam bidang pendidikan
baik bagi anak laki-laki maupun anak perempuan.11 Jika pada masa lampau
para orang tua hanya memperbolehkan anak laki-laki saja yang menempuh
pendidikan tinggi, akan tetapi saat ini sudah banyak yang mendukung anak
perempuannya untuk mengenyam pendidikan setinggitingginya.
Meskipun sudah banyak yang sadar akan kesetaraan gender dalam hal
pendidikan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa diskriminasi juga masih
berkembang dalam lapisan masyarakat tertentu. Masyarakat dari kalangan
keluarga miskin masih menganggap bahwa perempuan tidak pantas untuk
disekolahkan setinggi-tingginya lebih baik langsung dinikahkan, bekerja saja
sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik dan pekerjaan lain yang tidak
menuntut status pendidikan. Berbeda dengan lakilaki yang mendapatkan
perlakuan istimewa baik dalam hal pendidikan dan realita kehidupan yang
ada.
Pemerintah memberikan kebebasan hak pendidikan kepada warga
negara tanpa melihat dari sisi distingsi. Semua lapisan masyarakat memiliki
hak yang sama. Hanya paradigma patriarki yang seringkali mempengaruhi
pola pikir manusia yang kemudian menebarkan asumsi bahwa perempuan
meskipun menempuh pendidikan yang tinggi, posisi yang paling baik dan
amat ideal adalah sebagai kepala dapur keluarga. Asumsi itu kerapkali
terlintas dalam komunitas masyarakat yang masih memegang budaya
patriarki. Budaya patriarki lebih pada wewenang dan kekuasaan laki-laki.
Keputusan mengenai kebaikan dan keburukan hanya dapat diukur oleh laki-
laki.
Dalam lingkup sosial, perempuan kerap kali mendapatkan perlakuan
yang kurang adil. Kedudukan perempuan senantiasa ditempatkan pada nomor
dua dibelakang laki-laki. Kekerasan, pelecehan secara verbal maupun non
verbal, seakan terus menghantui kemana perempuan berpijak. (Sulistyowati
2021)
Kesetaraan gender dalam bidang hukum sudah terimplementasikan.
Dalam hukum waris di Indonesia, hasil ijtihad kemanusiaan Sjadzali
menyamakan antara hak perempuan dan laki-laki sedangkan Mahkamah
Agung Republik Indonesia memutuskan tentang kedudukan anak perempuan
dapat menghijab baik anak perempuan maupun anak laki-laki . Munculnya
peraturan perundang-undangan yang memihak pada perempuan tentang syarat
berpoligami dan transformasi pemikiran di bidang profesi yang mana
perempuan dapat menjadi hakim
Di bidang pendidikan, kebijakan-kebijakan pemerintah sudah sejalan
agar terciptanya kesetaraan gender dan bidang pendidikan merupakan sektor
yang srategis untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Perempuan juga
telah diberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan hingga ke perguruan
tinggi. Tidak seperti zaman dulu yang tamat Sekolah Dasar langsung
diperintah menikah dan hanya di ruang privat. Namun, faktanya masih banyak
tindakan masyarakat yang mementingkan pendidikan bagi laki-laki
dibandingkan perempuan.
Organisasi internasional UNDP (United Nations Development
Programme) yang bermitra dengan Indonesia, telah meluncurkan programnya
dalam memperjuangkan kesetaraan gender secara efektif di Indonesia
(Jatmiko, 2019). Dalam menciptakan kesetaraan dan keadilan gender di
Indonesia ditetapkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional (PROPENAS) 2000-2004, dipertegas dengan Instruksi Presiden No.
9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) (Rustina, 2017).
Namun implementasinya masih banyak mendapat tantangan dari pola pikir
dan keinginan politik terhadap pengarusutamaan gender yang masih beragam
Serta belum bisa dikatakan ideal mengenai kondisi kesetaraan dan keadilan
gender di Indonesia jika merujuk pada kesepakatan dalam Deklarasi Buenos
Aires. (Sari and Ismail 2021)
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan.:
Kesetaraan atau keadilan merupakan gagasan dasar, tujuan, serta misi
utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun
keharmonisan kehidupan bermasyarakat serta bernegara, dan membangun
keluarga yang berkualitas. Kesetaraan atau keadilan dalam pendidikan ialah
perbedaan gender tanpa adanya diskriminasi dan mampu memberikan
kesempatan yang sama bagi laki-laki maupun perempuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam dunia pendidikan. Laki-laki dan
perempuan diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain guna untuk
membangun suatu kekuatan (sinergi) baru yang lebih kuat serta bermanfaat
bagi umat manusia. Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender
dan perbedaan gender telah melahirkan bermacam-macam ketidakadilan.
Pemahaman terhadap kesetaraan dan keadilan gender mulai direalisasikan
secara perlahan-lahan. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesetaraan
kesempatan pendidikan yang dijamin oleh pemerintah. Namun, hal ini
tentunya belum terjadi secara merata, ketidakadilan masih berdiri tegak.
Banyak kaum perempuan yang berasal dari kalangan keluarga kurang mampu
yang belum bisa merasakan kesetaraan dalam bidang pendidikan, dan
maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap kaum perempuan
mengindikasikan bahwa bias gender masih belum dapat dihilangkan dari
kultur masyarakat Indonesia. Dimana budaya patriarki seakan sudah
mendarah daging di dalam kehidupan tatanan sosial masyarakat. Pola
pengasuhan anak yang salah juga ikut andil dalam penciptaan bias gender
dalam masyarakat. Larangan-larangan yang dibebankan oleh orang tua
terhadap anak perempuan dan laki-lakinya tidak jarang malah membentuk
jurang perbedaan yang akan melahirkan ketidakadilan gender ketika mereka
beranjak dewasa. Penanganan masalah gender ini tidak dapat diatasi oleh satu
pihak melainkan perlu adanya kerjasama antara pihak masyarakat dan
pemerintah. Pihak pemerintah menciptakan hukum yang tegas bagi pelaku
ketidakadilan gender dan masyarakat ikut serta dalam gerakan penegakan
gender tersebut dengan cara terus melakukan edukasi dan secara perlahan
menghilangkan budaya patriarki yang berdiri kokoh dalam tatanan masyarakat
Indonesia.
2. Saran :
Kami sadar bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah ini dengan sumber-sumber rujukan yang lebih banyak yang tentunya
dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Haslita, Rina et al. 2021. “Implementasi Kebijakan Pada Kesetaraan Gender Dalam
Bidang Pendidikan.” Takzim : Jurnal Pengabdian Masyarakat 1(1): 81–86.
Pakek Ge Yayan. “Pendidikan_dan_Kesetaraan_Gender.”
Samaha, E., P. Meria, A. Hernigou, and J. M. Duclos. 2004. “Non-Secreting Adrenal
Tumours.” Annales d’Urologie 38(1): 35–44.

Sari, Gusti Rahma, and Ecep Ismail. 2021. “Polemik Pengarusutamaan Kesetaraan
Gender Di Indonesia.” Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin 1(2): 51–58.
Sulistyowati, Yuni. 2021. “Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Pendidikan Dan Tata
Sosial.” IJouGS: Indonesian Journal of Gender Studies 1(2): 1–14.

Anda mungkin juga menyukai