Anda di halaman 1dari 5

TUGAS UTS FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

“RELEFANSI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM


PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI ERA GEN Z DENGAN
MENGAITKAN ISSUE GENDER DALAM KONTEKS INDONESIA.”

DI SUSUN OLEH :

NAMA : AYU FATIMATUZZUHRAH

NIM : E4C12320004
RELEVANSI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI ERA GEN Z DENGAN MENGAITKAN ISSUE
GENDER DALAM KONTEKS INDONESIA.

Pada dasarnya, pendidikan merupakan jalan penting yang sudah menjadi semestinya ditempuh
dan dirasakan oleh segenap masyarakat untuk meningkatkan kualitas diri agar menjadi manusia
yang berpengetahuan, menjadi manusia yang mampu memanusiakan manusia, menjadi
manusia yang memiliki integritas, mengerti nilai-nilai kehidupan, dan menjalani kehidupan
dengan penuh keadilan, yang intinya adalah untuk mendorong kemajuan bangsa. Ketika kita
berbicara tentang pendidikan, maka tentunya kita akan membahas bagaimana manusia
dibentuk dan terbentuk. Tidak bisa kita pungkiri bahwa Pendidikan adalah landasan bagi
pembangunan manusia yang berakar pada pemikiran-pemikiran para tokoh Pendidikan. Salah
satu tokoh yang pemikirannya masih relevan hingga saat ini adalah Ki Hadjar Dewantara.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan dan pengajaran bukan sekadar proses mentransfer
pengetahuan, tetapi lebih dari itu, pendidikan dan pengajaran adalah upaya untuk
memerdekakan manusia dalam segala aspek kehidupannya, baik fisik, mental, jasmani,
maupun rohani.

Kemudian Ketika kita membahas mengenai kesetaraan atau ketidaksetaraan memang


menjadi sangat berkaitan dengan wacana feminisme yang sangat prinsip. Ketidaksetaraan atau
dapat pula disebut dengan ketidakadilan; jika memang setara dapat dimaknai dengan adil,
muncul akibat dari adanya budaya patriarki yang telah menjadi stereotip di lingkungan
masyarakat luas. Nilai-nilai budaya yang bersifat patriarkis masih begitu kuat digenggam oleh
sebagian masyarakat, menjadikan adanya ketidaksetaraan atau ketidakadilan gender. Nilai
budaya yang patriarkis ini seperti menempatkan perempuan dan laki-laki pada posisi berbeda
yang secara tidak langsung memberikan pengertian bahwa perempuan adalah tidak sama
dengan laki-laki dalam hal kesempatan untuk mendapatkan apa-apa yang diinginkan dalam
kehidupan. Keadaan yang tidak setara ini menjadi begitu nyata dirasakan ketika terjadi
diskriminasi, marjinalisasi, pembakuan peran, dan sub-ordinasi terhadap perempuan, yang
menjadikan mereka tidak memiliki akses penuh terhadap segala bentuk kesempatan dan
terhadap kontrol pembangunan. Masalah ketidaksetaraan gender ini sebenarnya mencakupi
banyak sekali aspek kehidupan, bukan hanya dalam aspek pendidikan.

Dikutip dari tesis Adi Nugroho yang berjudul “Bias Gender dalam Pendidikan Nasional
di Indonesia” menyatakan bahwa dalam aspek pendidika, ranah yang dimasuki oleh isu gender
sudah mendalam dan bercabang. Misalnya saja, ketidaksetaraan gender dalam hal kurikulum,
ketidaksetaraan gender dalam buku teks pembelajaran, ketidaksetaraan gender dalam hal
penggunaan bahasa, ketidaksetaraan gender dalam hal peran di sekolah, ketidaksetaraan gender
dalam hal tindak pengajaran, ketidaksetaraan gender dalam hal pemberian hukuman kepada
peserta didik, dan sebagainya.

Maka timbullah pertanyaan Apakah yang kemudian menjadi relevansi pemikiran Ki


Hajar Dewantara dalam pengembangan pendidikan di era melenial/Gen Z dan bagaimana anda
mengaitkannya dengan issue gender dalam konteks Indonesia? Ki Hajar Dewantara, sebagai
pendeta dan pemimpin pendidikan di Indonesia, memiliki banyak relevansi dalam
pengembangan pendidikan, khususnya di era melenial/Gen Z dan dalam konteks issue gender
di Indonesia. Dewantara berperan penting dalam membangun sekolah rakyat yang merupakan
inti pengembangan pendidikan di Indonesia, serta memperkenalkan pendidikan yang bertujuan
untuk membangun karakter dan budi daya masyarakat. Dalam era melenial/Gen Z, pendidikan
harus lebih berfokus pada pengembangan kemampuan kritis, inovatif, dan sosial. Dewantara
menunjukkan bahwa pendidikan harus mencerminkan kebutuhan individu dan masyarakat,
serta menjalin hubungan antara pendidikan dan lingkungan sosial. Hal ini relevan dengan era
melenial/Gen Z yang lebih senantiasa berkomunikasi dan terhubung dengan lingkungan
sosialnya.

Dalam konteks issue gender di Indonesia, Dewantara memiliki relevansi karena dia
percaya bahwa pendidikan harus menjalin persahabatan antara gender, menciptakan
lingkungan yang mendukung dan memperkenalkan keadilan sosial. Dia mendirikan sekolah-
sekolah yang memperkenalkan pendidikan yang inclusive, termasuk pendidikan untuk wanita.
Hal ini sangat relevan dengan masalah gender di Indonesia, karena pendidikan yang inclusive
dapat memperkenalkan toleransi dan peran penting wanita dalam masyarakat.

Ki Hajar Dewantara, sebagai pendiri Sekolah Dasar Rakyat (SDR) di Indonesia,


memiliki banyak relevansi dalam pengembangan pendidikan khususnya di era melenial/Gen Z
dan dalam konteks issue gender di Indonesia. Dewantara memperkenalkan pendidikan yang
bertujuan untuk membangun karakter dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, yang
relevan hingga kini. Berikut adalah beberapa aspek yang terkait dengan pemikiran Dewantara
dalam konteks era melenial/Gen Z dan issue gender:

1. Pemahaman individu sebagai bagian dari masyarakat: Dewantara menganggap bahwa


pendidikan harus membangun individu yang berwawasan masyarakat. Dalam era
melenial/Gen Z, pendidikan harus mengajarkan peserta didik untuk menghargai
keberadaan dan kemanusiaan setiap individu, termasuk perhatian terhadap gender dan
kesetaraan jenis kelamin. Hal ini tentunya sangat penting untuk menanamkan
pemikiran baru tentang kesetaran gender.

2. Pengembangan karakter dan kebudayaan: Ki Hajar Dewantara, sebagai pendeta dan


pemimpin pendidikan di Indonesia, memiliki visi tinggi dalam pengembangan karakter
dan kebudayaan masyarakat. Dalam konteks isu gender, Dewantara menilai bahwa
pendidikan harus membantu masyarakat memahami dan menghargai peran penting dari
setiap gender. Dia memperkenalkan pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai budaya
dan karakter, termasuk pengembangan toleransi dan perceptif terhadap keberbedaan
gender. Dewantara memperkenalkan pendidikan yang mencerminkan budaya dan
kebudayaan Indonesia, termasuk nilai-nilai tradisional yang memperingati keadilan dan
harmoni antara gender. Hal ini membantu masyarakat menghargai dan
memperkenalkan peran penting dari setiap gender dalam masyarakat. Di samping itu,
pendidikan yang berfokus pada karakter membantu peserta didik untuk memahami dan
mengembangkan empati terhadap keberadaan dan kebutuhan gender lain. Dalam
pengembangan karakter dan kebudayaan dalam konteks isu gender, penting untuk
mengajarkan peserta didik tentang peran komunikasi dan peran kesetaraan gender
dalam mencapai keadilan sosial

3. Penggunaan bahasa dan komunikasi: Dewantara memperkenalkan pendidikan yang


memfokuskan pada penggunaan bahasa yang baik dan komunikasi yang efektif sebagai
bagian dari pengembangan karakter dan budaya. Dalam konteks isu gender,
penggunaan bahasa yang tepat dan komunikasi yang baik dapat membantu masyarakat
menghadiri konflik dan perbedaan gender yang muncul dengan cara yang lebih baik
dan bertujuan. Hal ini membantu memperkenalkan toleransi dan perceptif terhadap
keberadaan dan kebutuhan gender lain. Penggunaan bahasa dan komunikasi yang tepat
dapat membantu masyarakat untuk memahami dan mengatasi masalah gender yang
ada. Dengan memahami konsep-konsep dasar tentang gender, diskriminasi, dan
keadilan sosial, masyarakat dapat lebih baik mengatasi masalah yang terkait dengan isu
gender. Penggunaan bahasa yang benar dan komunikasi yang efektif dapat membantu
masyarakat menghadirkan lingkungan yang aman dan mendukung bagi setiap individu,
terutama wanita dan karyawan.
4. Pengembangan sosial: Dewantara memperkenalkan pendidikan yang mencerminkan
nilai-nilai budaya dan karakter, termasuk pengembangan sosial yang memperingati
keadilan dan harmoni antara gender. Hal ini membantu peserta didik untuk memahami
dan mengembangkan empati terhadap keberadaan dan kebutuhan gender lain.
Relevansi pemikiran Dewantara mengenai pengembangan sosial dalam isu gender
terlihat pada caranya memperkenalkan komunikasi dan hubungan yang sehat antara
gender. Pengembangan sosial yang baik dapat membantu masyarakat menjalin
percayaan dan hubungan yang sehat antara gender, serta memperkenalkan peran
komunikasi dan kesetaraan gender dalam mencapai keadilan sosial. Dalam konteks
pengembangan sosial dalam isu gender, pendidikan yang memfokuskan pada nilai-nilai
budaya dan karakter dapat membantu masyarakat menjalin percayaan dan hubungan
yang sehat antara gender.

Kesimpulannya, pemikiran Ki Hajar Dewantara masih relevan hingga kini, karena


memfokuskan pada pengembangan pendidikan yang bertujuan, inclusive, dan menjalin
hubungan antara pendidikan dan lingkungan sosial. Dalam konteks era melenial/Gen Z dan
issue gender di Indonesia, Dewantara menunjukkan bahwa pendidikan harus menjalin
persahabatan antara gender dan memperkenalkan keadilan sosial, serta memperhatikan
kebutuhan individu dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai