Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek kunci dalam membentuk

karakter individu dan masyarakat. Seperti yang tertera didalam Undang

Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. “Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara”(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tetang Sisdiknas, 2003).

Menyadari hal tersebut, lembaga pendidikan sebagai suatu sistem sosial

seyogyanya lebih dapat melihat pendidikan sebagai cara untuk menanamkan nilai-

nilai luhur yang berada di masyarakat. Dalam menanamkan nilai-nilai ini maka dapat

membentuk karakter siswa (Mita Silfiyasari & Ashif Az Zhafi, 2020). Pondok

pesantren merupakan salah satu institusi yang memiliki peran penting dalam

membentuk sikap, nilai, dan moral peserta didiknya. karena itu, pesantren

merupakan lembaga pendidikan yang sudah sejak lama mampu memberikan solusi

konkret pendidikan yang identik dengan pesantren yakni, dengan adanya pendidikan

karakter (Adnan Mahdi, 2013). Pesantren telah berhasil meminimalisir kondisi

rusaknya moral atau karakter, bahkan cara yang dilakukan pesantren dalam

menguranginya banyak ditiru oleh lembaga pendidikan lainnya (Wiranata, 2019).

Pesantren merupakan unit dari lembaga pendidikan Islam yang pertama kali dan

1
2

pendirinya ialah anggota dari Walisongo yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim

(Syekh Maghribi). Pada mulanya pesantren tidak hanya menekankan pada misi

pendidikannya saja, tetapi juga dakwah(Sadhi, & Andhin, 2015; Subhan, 2012).

Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang di dunia. Negara

yang masih memiliki banyak kekurangan untuk menjadi negara maju. Namun,

dibalik kekurangan yang dimiliki oleh negara Indonesia, Indonesia memiliki ciri

khas yang tidak dimiliki oleh negara lain dimana ciri tersebut melambangkan

sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang luar biasa tersebut adalah budaya yang ada

di Indonesia. Budaya Indonesia adalah budaya yang memiliki keunikan dan

keberagaman yang sering disebut dengan Multikultural (Munif, 2018).

Ciri yang menandai sifat kemajemukan ini adalah adanya keragaman

budaya yang terlihat dari perbedaan bahasa, suku bangsa (etnis) dan

keyakinan agama serta kebiasaan-kebiasaan kultural lainnya(Gunawan &

Rante, 2011). Sebenarnya, multikulturalisme itu adalah sebuah acuan timbulnya

masalah yang besar. Dengan banyaknya kebudayaan di Indonesia maka negara

Indonesia belum tentu bisa menyatukan semua kebudayaan tersebut dengan baik

dan menjamin setiap kebudayaan menjalin hubungan yang baik antara budaya

yang satu dengan budaya yang lainnya. Bisa saja, ada konflik antara budaya yang

satu dengan budaya yang lain dikarenakan beberapa hal. Contohnya tragedi Mei

1998 di Jakarta adalah suatu bencana yang mungkin sulit dilupakan oleh

warga Indonesia keturunan Cina. Peristiwa yang menyebabkan ratusan warga

keturunan Cina meninggalkan Jakarta itu merupakan suatu bukti ketidak

harmonisan hubungan antar etnik(Gunawan & Rante, 2011).


3

Melihat kondisi tersebut, negara Indonesia memiliki prinsip yang dapat

mempersatukan setiap kebudayaan yang ada di Indonesia. Prinsip tersebut

adalah“Bhineka Tunggal Ika”. Bhineka Tunggal Ika adalah walaupun berbeda-

beda namun tetap satu jua. Maka keberagaman kebudayaan yang ada di

Indonesia bisa disatukan dan bisa menghindari konflik antar kebudayaan.

Konsep “Bhineka Tunggal Ika “ sangat menekankan aspek toleransi,

sikap toleransi adalah sikap saling menghormati satu sama lain, terutama dalam

menyikapi perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan antara suku,

ras, budaya, agama, dan kondisi fisik(Sudrirman et al., 2021).

Minimnya sikap toleransi ini juga akan munculnya dampak yang buruk

bagi negara kita seperti dari berbagai jenis suku, budaya, ras, agama, bahasa ,dan

budaya jika tidak ada yang saling menghargai satu sama lain maka yang akan

terjadi dari perbedaan ini adalah munculnya perpecahan dan ada juga yang

menganggap bahwa budaya yang mereka adalah yang terbaik atau yang biasa

dikenal sebagai sikap etnosentrisme (Jeanned’arc Korompis, 2015)

Dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan kata

toleransi adalah samanah atau tasamuh, artinya sikap lapang dada atau terbuka

dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia (Enginer,

2004:8). Dengan demikian, makna kata tasamuh memiliki keutamaan, karena

melambangkan sikap pada kemulian diri dan keikhlasan.

Oleh karena itu, toleransi dalam konteks sosial budaya dan agama yang

berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-

kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu

masyarakat.
4

didalam Alquraan Surah Al-Hujarat ayat 13 disebutkan;

        


          
  
Artinya ; Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.

Ayat tersebut mengandung perintah untuk bertoleransi dan juga

menghargai perbedaan sebab perbedaan tersebut adalah ketetapan Allah SWT

bukan manusia atau makhluk lainnya. Sikap toleransi sangat penting dalam

mewujudkan masyarakat yang harmonis dan damai.

Keharmonisan dan kedamaian juga diharapkan oleh masyarakat

Kerinci, di Kerinci terdapat beranekaragam etnis suku yang telah lama

merantau ke sini. Di antara mereka, terdapat etnis Jawa, Melayu Jambi,

Minang, dan sejumlah kelompok etnis lainnya. Kehadiran etnis-etnis ini

menambahkan lapisan kebudayaan yang lebih kompleks dan beragam di

Kabupaten Kerinci. Salah satu pesantren modern tertua di Kerinci adalah

Pondok Pesantren yang terletak di kecamatan Air Hangat (Semurup) dan

memiliki sejarah panjang dalam memberikan pendidikan agama (Fikri et al.,

2021). Dari keterangan pimpinan Pesantren Bapak Azwar Tanjung, M.pd,

Nurul Haq menerima santri dari beragam latar belakang budaya, termasuk

etnis Jawa, Kerinci, Melayu Jambi, minang dan bahkan sampai medan.

Dengan latar belakang multikultural santri, ditambah lagi dengan

Kabupaten Kerinci yang memiliki warisan budaya yang beragam, Pesantren


5

Nurul Haq memiliki tantangan untuk melaksanakan pendidikan toleransi bagi

santri-santrinya yang berasal dari latar belakang yang beragam. Dari

pengamatan langsung peneliti di Pesantren Nurul Haq masih banyak santri

menunjukan sikap tidak toleransi di pesantren tersebut seperti, saling ejek

ataupun bullying yang di dasarkan oleh perbedaan latar belakang budaya serta

kurannya sikap toleransi

Salah satu aktor kunci dalam mengatasi permasalahan di atas di pondok

pesantren Nurul Haq Semurup adalah ustadz atau pembina asrama. Pembina

Asrama memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk pemahaman

agama dan nilai-nilai sosial santri. Namun, masih terdapat permasalahan dalam

sejauh mana peran pembina asrama dalam pendidikan untuk mengembangkan

sikap toleransi di kalangan santri.

Dalam pengamatan peneliti, perbedaan budaya dan latar belakang

etnis ini telah menjadi tantangan tersendiri bagi para ustadz dalam

menjalankan peran pendidikan mereka. Bagaimana para ustadz menangani

tantangan ini dan bagaimana mereka berperan dalam membentuk sikap

toleransi di kalangan santri menjadi pertanyaan yang perlu diungkap dalam

penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

tersebut dan menggali lebih dalam tentang peran pembina asrama dalam

membentuk sikap toleransi santri dalam konteks penguatan pendidikan

toleransi di Pondok Pesantren Nurul Haq. Dengan pemahaman yang lebih

baik tentang peran ini, diharapkan akan ada kontribusi positif dalam upaya
6

membentuk generasi muda yang lebih toleran dan menghargai keragaman

dalam masyarakat.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan pada latar belakang

masalah diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang

dirumuskan kedalam judul ; PERAN PEMBINA ASRAMA DALAM

PENGUATAN SIKAP TOLERANSI SANTRI PONDOK PESANTREN

NURUL HAQ SEMURUP

B. Identifikasi Masalah

Dalam lingkungan pondok pesantren Nurul Haq Semurup, terdapat

beragam tantangan yang dihadapi oleh santri dalam berinteraksi dan

membentuk hubungan sosial. Dalam penelitian ini, akan mengidentifikasi

beberapa permasalahan sosia di pondok pesantren Nurul Haq Semurup yang

menjadi fokus penelitian. Masalah-masalah ini berkaitan dengan pemilihan

teman, bahasa, stereotipe, dan latar belakang ekonomi yang memengaruhi

dinamika hubungan antar-santri di lingkungan pesantren.

Masalah pertama adalah ketika sebagian santri memilih teman-teman

mereka hanya dari daerah asal mereka. Hal ini mencerminkan gejala

pemilihan teman yang terbatas dan mungkin membatasi keragaman dalam

pengalaman sosial dan budaya. Permasalahan ini memiliki potensi untuk

membatasi pertumbuhan sosial dan pemahaman yang lebih luas di kalangan

santri.

Masalah kedua adalah terkait dengan perlakuan kurang hormat terhadap

bahasa dan budaya teman-teman dari daerah lain. Adanya sindiran atau
7

ejekan terhadap bahasa yang berbeda dapat menciptakan ketegangan antar-

santri, menghambat komunikasi yang efektif, dan merusak hubungan sosial.

Masalah ketiga adalah adanya stereotipe negatif terhadap santri dari

daerah tertentu. Stereotipe ini dapat mengarah pada prasangka yang tidak

sehat dan kurangnya saling pengertian di antara santri, yang pada gilirannya

dapat memengaruhi kerjasama dan keharmonisan di lingkungan pesantren.

Masalah keempat adalah adanya penolakan atau enggan untuk berteman

dengan santri yang datang dari latar belakang ekonomi yang berbeda.

Perbedaan ekonomi dapat menciptakan divisi dan hambatan dalam

membentuk hubungan yang kuat dan saling mendukung di kalangan santri.

Penelitian ini akan mencoba mengidentifikasi akar permasalahan ini,

menganalisis dampaknya terhadap hubungan sosial di pesantren, serta

mengusulkan solusi atau strategi untuk mengatasi permasalahan ini guna

menciptakan lingkungan pesantren yang lebih inklusif, harmonis, dan

beragam. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

wawasan yang berharga untuk meningkatkan pengalaman sosial dan

pendidikan santri di pesantren, serta kontribusi lebih luas dalam mengatasi

masalah-masalah sosial serupa dalam masyarakat

C. Batasan Masalah
8

Untuk menjaga agar pembahasan tetap fokus pada permasalahan yang

diteliti, penulis membatasi masalah pada hal-hal sebagai berikut Fokus

penelitian yaiut diarahkan pada peran ustadz dalam penguatan pendidikan

toleransi di Pondok Pesantren Nurul Haq serta bagaimana dampak yang

diberikan oleh ustadz terhadap pengembangan sikap toleransi santri dan apa

saja hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh ustadz dalam menjalankan

peran tersebut.

D. Rumusan Masalah

Setelah membatasi masalah dalam penelitian ini, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi sikap toleransi santri di Pondok Pesantren Nurul Haq

Semurup?

2. Bagaimana peran pembina asrama dalam menguatkan sikap toleransi santri

di Pondok Pesantren Nurul Haq Semurup?

3. Apa saja hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh pembina asrama

dalam menjalankan peran mereka dalam penguatan sikap toleransi santri di

pondok pesantren Nurul Haq?

E. Tujuan Penelitian
9

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah

1. Untuk mengetahui sikap toleransi santri di Pondok Pesantren Nurul Haq

Semurup?

2. Untuk mengetahui peran pembina asrama dalam menguatkan sikap

toleransi santri di Pondok Pesantren Nurul Haq Semurup?

3. Untuk mengetahui hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh pembina

asrama dalam menjalankan peran mereka dalam penguatan sikap toleransi

santri di pondok pesantren Nurul Haq Semurup?

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. penelitian ini bermanfaat untuk Pembina Asrama, untuk memberikan

informasi tentang pentingnya kemampuan seorang Pembina Asrama

dalam mengembangkan sikap toleransi pada santrinya.

b. Menambah wawasan dalam bidang penelitian dan literasi mengenai

toleransi

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini bermanfaat untuk peneliti, menembah wawasan, dan

pengalaman bagi penulis agar ketika nanti bermasyarakat sudah

memiliki pengetahuan tentang arti sebuah toleransi.


10

b. Penelitian ini bermanfaat untuk santri, santri akan lebih memahami arti

sebuah toleransi dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan

pesantren maupun di lingkungan masyarakat.

G. Definisi Operasional

1. Peran Pembina Asrama

Pembina Asrama atau sering disebut santri sebagai Ustadz/Ustadzah

adalah sebagai pengajar kepada para santri tingkat dasar dan menengah di

bawa bimbingan dan petunjuk Kiai yang berada dalam linkungan

pendidikan Islam. Ustadz dan Ustadzah yang memiliki tugas untuk

menyalurkan pemahamannya baik dalam segi pemahaman Al-Qur’an dan

Hadits serta tentang memiliki karakter yang baik sehingga dapat di contoh

oleh para peserta didiknya (Najib, 2020; Saugi, 2020)

2. Penguatan

Penguatan adalah segala bentuk respon positif yang diberikan oleh

guru baik yang bersifat verbal ataupun nonverbal terhadap tingkah laku

siswa yang baik sehingga menyebabkan siswa tersebut terdorong untuk

mengulangi atau meningkatkan perilaku yang baik tersebut (Maslichah K

& Haryono, 2013).

3. Sikap Toleransi

Sikap toleransi merupakan suatu sikap atau perilaku manusia yang

mengikuti aturan, di mana seseorang dapat menghargai, menghormati

terhadap perilaku orang lain. Istilah toleransi dalam konteks sosial budaya
11

dan agama berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi

terhadap kelompok atau golongan yang berbeda (Bakar, 2015)

4. Santri

Pengertian santri dapat dilacak dari sisi etimologisnya, kata

“santri” berasal dari dari kata “shastra”yang berasal dari India, tepatnya

di daerah Tamil yang berarti ahli buku suci agama Hindu. Sementara

secara terminologis santri adalah peserta didik yang tinggal di asrama

(pondok) dengan bimbingan kyai dengan menggunakan model sistem

terntentu(Maslichah K & Haryono, 2013).

Anda mungkin juga menyukai