Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami penulis dapat menyelesaikan makalah Multikultural dan Kebudayaan. Dengan selesai nya
makalah Multikultural dan Kebudayaan ini, kami selaku penulis berharap makalah ini bisa
bermanfaat dan berguna bagi para rekan mahasiswa atau mahasiswi dan masyarakat dalam
memahami dan mendapat wawasan mengenai apa itu Multikultural dalam kebudayaan di
Indonesia.

Dengan terselengaranya makalah ini kami selaku penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama
proses pembuatan makalah ini.

Akan tetapi, kami menyadari bahwa makalah Multikultural dan Kebudayaan ini masih
jauh dari kata sempurna, Oleh karena itu, kami selaku penulis mohon maaf apabila ada kesalahan
kata-kata yang kurang dimengerti oleh rekan mahasiswa atau mahasiswi dan masyarakat.

Akhir kata, kami senantiasa bersikap terbuka terhadap segala bentuk kritik dan saran
ositif guna menyempurnakan makalah ini dan semoga ilmu yang kami sampaikan dapat
bermanfaat secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat.

Surabaya, 14 September 2019

Penulis

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki kurang lebih 17.000 pulau yang tersebar dari
ujung Barat hingga Timur, mulai dari Sumatra sampai Papua dengan kondisi geografis yang
berbeda-beda seperti pedesaan, perkotaan, dataran rendah dan pegunungan/dataran tinggi.
Beragam suku bangsa hidup berdampingan dengan latar belakang kehidupan yang berbeda.
Kondisi geografis tempat tinggal yang berbeda tersebut menjadikan masyarakat di Indonesia
memiliki kehidupan beraneka ragam yang dipengaruhi oleh budaya masing-masing sebagai
warisan dari tiap generasi sebelumnya.. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan keseharian seperti
agama, kebiasaan, tradisi, adat istiadat, mata pencaharian, kesenian yang sesuai dengan ciri khas
suku-suku tersebut.

Kondisi wilayah yang luas seringkali menyebabkan interaksi dan integrasi ekonomi sulit
merata, sehingga terdapat tumpang tindih kesejahteraan masyarakat. Ini sangat rentan sebagai
awal rasa ketidakpuasan yang berpotensi menjadi konflik. Kondisi tersebut di atas dilengkapi
pula dengan sistem pemerintahan yang kurang memperhatikan pembangunan kemanusiaan
para era terdahulu, kebijakan Negara Indonesia didominasi oleh kepentingan ekonomi dan
stabilitas nasional. Sektor pendidikan politik dan pembinaan bangsa kurang mendapat perhatian.
Perbedaan suku, agama, RAS, dan antargolongan (SARA) sebagai kondisi nyata yang diwarisi
turun temurun, yang merupakan unsur-unsur kekayaan yang mewarnai khasanah budaya bangsa,
menjadi momok yang menakutkan, sekaligus ancaman potensial bagi eksistensi bangsa dan
menipisnya rasa nasionalisme.

Problem dan permasalahan yang kompleks itu memerlukan jalan keluar dan tindakan
yang nyata. Karakter bangsa yang terpuji, kecerdasan warga yang prima, nasionalisme Indonesia
yang kuat, kemampuan hidup dalam masyarakat dan budaya yang multikultural, sangat perlu
menjadi fokus pengembangan pribadi setiap warga bangsa. Hal tersebut dapat dicapai melalui

2
proses pendidikan, pembudayaan dan pelatihan baik secara formal melalui lembaga sekolah
maupun secara informal melalui lembaga kemasyarakatan, kelompok-kelompok kerja,
organisasi-organisasi masyarakat dan dimulai sejak usia dini sampai dewasa ini bahkan sampai
tua, antara lain melalui pendidikan multikulutral.

Tujuan dalam tulisan ini memuat pendidikan multikultural dalam membentuk karakter
bangsa dan implikasi pendidikan multikultural di sekolahan atau bidang pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Multikulturalisme ?
2. Bagaimana kaitan pendidikan karakter dengan Multikulturalisme?
3. Apa tujuan pendidikan karakter Multikulturalisme?
4. Bagaimana emplementasi pendidikan karakter Multikulturalisme di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Memberikan pemahaman kepada Pembaca mengenai pemahaman akan pengertian
multikulturalisme
2. Pemberikan pemahaman kepada Pembaca mengenai pentingnya pendidikan karakter
dalam Multikulturalisme di Indonesia
3. Memberikan pemahaman kepada Pembaca agar terus menjaga persatuan dan kesatuan
ditengah keberagaman.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Multikulturalisme

Multikulturalisme Berasal dari kata Multi (Pluralism yang berarti banyak atau beragam)
dan Kultural (Culture yang berarti budaya). Multikultural berarti berenekaragam kebudayaan.
Multikulturalisme secara sederhana dapat diartikan sebagai pengakuan atas pluralisme budaya.
Akar dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya
sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah
multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah berbagai pengalaman yang membentuk persepsi umum terhadap usia,
gender, agama, status sosial ekonomi, jenis identitas budaya, bahasa, ras, dan berkebutuhan
khusus.

Akhir-akhir ini banyak kita jumpai dalam tayangan televisi dan media cetak, banyak sekali
kasus konflik yang semakin memprihatinkan. Kasus konflik di Lampung misalnya, bentrok antar
umat beragama, antar suku etnis, dan lain-lain. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik peristiwa
tersebut? Bukankah seluruh agama di dunia melarang untuk berbuat kekerasan? Sungguh ironis
memang, dengan kejadian seperti ini. Dibutuhkan solusi untuk mengatasi masalah tersebut
sehingga terwujud masyarakat yang cinta akan perdamaian, saling menghargai antar sesama, dan
tentunya terwujud masyarakat madani.

4
2.2 Pendidikan Karakter Multikultural.

Melalui pendidikan multikultural inilah sebenarnya nilai-nilai ditransformasikan dari


generasi ke generasi. Kemudian pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memandang kehidupan dari berbagai
perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki. Memiliki sikap positif
terhadap perbedaan (SARA) sehingga mampu membawa individu- individu ke dalam komunitas
dan membawa komunitas ke dalam masyarakat dunia yang lebih luas. Membentuk kerangka
dasar untuk menciptakan organisasi sosial yang harus menyadari bahwa semua adalah bagian dari
suprastuktur. Satu sama lain saling berkaitan dan harus selalu bekerja sama berdasarkan prinsip
gotong-royong dan kekeluargaan. Inilah yang disebut sebagai karakter bangsa, prinsip gotong-
royong dan kekeluargaan sebagai sebuah identitas nasional. Pada akhirnya, output yang
dihasilkan oleh pendidikan model ini diharapkan akan mampu memberikan kekuatan dalam
memulai dan membangun sebuah bangsa yang bersumber pada sejarah sebagai sumber
pembelajaran, kebudayaan sebagai, nilai dan penerapan iptek dalam menghadapi tantangan masa
depan.

Pendidikan multikultural sejak dini diharapkan anak mampu menerima dan memahami
perbedaan budaya yang berdampak pada perbedaan usage (cara-cara), folkways (kebiasaan),
mores (tata kelakukan), customs (adat istiadat) seseorang. Dengan pendidikan multikultural
seseorang sejak dini mampu menerima perbedaan, kritik, dan memiliki rasa empati, toleransi
pada sesama tanpa memandang status, kelas sosial, golongan, gender, etnis, agama maupun
kemampuan akademik

Pendidikan diharapkan mampu mentransformasikan peserta didik dari belum dewasa mejadi
dewasa. Ciri manusia dewasa adalah manusia yang memiliki karakter. Karena itu setiap orang
dewasa memiliki karakter sebagaimana dirinya sendiri. Pendidikan karenanya mendorong
seseorang menjadi diri sendiri. Wuryanano (2011) menyatakan bahwa karakter dapat dibentuk
melalui tahapan pembentukan pola pikir, sikap, tindakan, dan pembiasaan.

5
Karakter merupakan nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama,
kebudayaan, hukum atau konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Jika dikaitkan dengan pendidikan,
pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal,
peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
Dalam rumusan lain dapat didefinisikan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai perilaku atau karakter kepada warga belajar yang meliputi pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Mahaesa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.
Definisi tersebut mengamanatkan bahwa dengan segala perbedaan bangsa Indonesia, pendidikan
di Indonesia bertujuan menjadikan warga belajar memiliki empat karakter pokok: manusia
beragama, manusia sebagai pribadi, manusia sosial, dan manusia sebagai warga bangsa.

2.3 Tujuan Pendidikan Multikultural

Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpatik,
respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda.

Imron Mashadi (2009) pendidikan multikultural bertujuan mewujudkan sebuah bangsa yang
kuat, maju, adil, makmur, dan sejahtera tanpa perbedaan etnik, ras, agama, dan budaya. Dengan
semangat membangun kekuatan diseluruh sektor sehingga tercapai kemakmuran bersama,
memiliki harga diri yang tinggi dan dihargai bangsa lain. Sutarno (2008:1-24) tujuan pendidikan
multikultural mencakup 8 aspek,yaitu:

1. Pengembangan leterasi etnis dan budaya. Memfasilitasi siswa memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang berbagai budaya semua kelompok etnis.
2. Perkembangan pribadi. Memfasilitasi siswa bahwa semua budaya setiap etnis sama nilai
antar satu dengan yang lain. Sehingga memiliki kepercayaan diri dalam berinteraksi
dengan orang lain (kelompok etnis) walaupun berbeda budaya masyarakatnya.

6
3. Klarifikasi nilai dan sikap. Pendidikan mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari
prinsip martabat manusia, keadilan, persamaan, dan, dan demokratis. Sehingga
pendidikan multikultural membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai tidak
dapat dihindari dalam masyarakat pluralistik.
4. Untuk menciptakan pesamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda
ras, etnis, kelas sosial, dan kelompok budaya.
5. Untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat
demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi
dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral
yang berjalan untuk kebaikan bersama.
6. Persamaan dan keunggulan pendidikan. Tujuan ini berkaitan dengan peningkatan
pemahaman guru terhadap bagaimana keragaman budaya membentuk gaya belajar,
perilaku mengajar, dan keputusan penyelenggaraan pendidikan. Keragaman budaya
berpengaruh pada pola sikap dan perilaku setiap individu. Sehingga guru harus mampu
memahami siswa sebagai individu yg memiliki ciri unik dan memperhitungkan
lingkungan fisik dan sosial yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
7. Memperkuat pribadi untuk reformasi sosial. Pendidikan multikultural memfasilitasi
peserta didik memiliki dsan mengembangkan sikap, nilai, kebiasaan, dan keterampilan
sehingga mampu menjadi agen perubahan sosial yang memiliki komitmen tinggi dalam
reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparaties) etnis dan rasial.
8. Memiliki wawasan kebangsaan atau kenegaraan yang kokoh.

7
A. Prinsip-prinsip Pendidikan Multikultural

Terdapat tiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Tilaar, antara lain
sebagai berikut:

1. Pendidikan multikultural didasar pada pedagogik kesetaraan manusia (equity pedagogy).


2. Pendidikan multikultural ditujukan kepada terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas
dan mengembangkan pribadi-pribadi Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dengan
sebaik-baiknya.
3. Prinsip globalisasi tidak perlu ditakuti apabila bangsa ini arah serta nilai-nilai baik dan
buruk yang dibawanya.

Ketiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan Tilaar tersebut diatas sudah dapat
menggambarkan bahwa arah dari wawasan multikulturalisme adalah menciptakan manusia yang
terbuka terhadap segala macam perkembangan zaman dan keragaman berbagai aspek dalam
kehidupan modern.

2.4 Implementasi Pendidikan Karakter Multikultulralisme dalam Sistem


Pendidikan di Indonesia

Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan awal dalam sistem pendidikan formal nasional.
Karena posisinya di awal, maka perannannya sangat penting dalam pendidikan siswa. Keadaan
siswa tahapan selanjutnya banyak dipengaruh oleh pendidikan pada masa awal yaitu di sekolah
dasar.

Pendidikan meliputi 3 domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun belakangan
ada upaya untuk lebih menegaskan "greget" dari ketiga domain itu yaitu dengan digaungkannya
pendidikan karakter. Mungkin ada beberapa hal yang melatar belakangi penegasan itu. Di
antaranya fenomena perilaku para remaja siswa dan lulusan sekolah, yang dinilai tidak sesuai
dengan harapan tujuan pendidikan nasional, dikaitkan dengan tantangan masa depan yang
semakin rumit.

8
Menurut Siswono (2013), Karakter merupakan suatu kumpulan karakteristik individu
yang khas dalam berpikir, berperilaku, dan bertindak dalam hidup, bergaul, bekerjasama, maupun
memecahkan masalah di lingkungannya. Dengan pendidikan karakter, diharapkan siswa
menampilkan karakter tertentu yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter


penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak
tahun 2016.

“Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter sebagai fondasi dan ruh utama pendidikan,” pesan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.

A. Lima Karakter Utama

Tak hanya olah pikir (literasi), PPK mendorong agar pendidikan nasional kembali
memperhatikan olah hati (etik dan spiritual) olah rasa (estetik), dan juga olah raga (kinestetik).
Keempat dimensi pendidikan ini hendaknya dapat dilakukan secara utuh-menyeluruh dan
serentak. Integrasi proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di
sekolah dapat dilaksanakan dengan berbasis pada pengembangan budaya sekolah maupun
melalui kolaborasi dengan komunitas-komunitas di luar lingkungan pendidikan.

Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas
pengembangan gerakan PPK; yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan
kegotongroyongan. Masing-masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan
saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.

1. Religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan
dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai
perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Implementasi
nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai
perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar

9
pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan,
ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil
dan tersisih.
2. Nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap nasionalis ditunjukkan melalui sikap
apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban,
unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin,
menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
3. Integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral.
Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat
dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan
kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai martabat individu (terutama
penyandang disabilitas), serta mampu menunjukkan keteladanan.
4. Mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan
mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan
cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang,
profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
5. Gotong Royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu
membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan,
memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa
dapat menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu
berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki
empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

10
B. Penguatan Tri Pusat Pendidikan

PPK mendorong sinergi tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga (orang tua), serta
komunitas (masyarakat) agar dapat membentuk suatu ekosistem pendidikan. Menurut
Mendikbud, selama ini ketiga seakan berjalan sendiri-sendiri, padahal jika bersinergi dapat
menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Karena ketika siswa masuk sekolah, ia sudah memiliki karakter yang terbentuk selama
masa prasekolah, baik di rumah atau lingkungan tempat tinggal. Dalam dirinya sudah ada
semacam "fondasi" bangunan karakter. Proses pembentukan karakter selanjutnya di sekolah akan
saling tarik-menarik dengan pembentukan karakter lain dari luar sekolah, yang tidak jarang
justru bertentangan dengan nilai-nilai di sekolah. Oleh sebab itu peran keluarga dan lingkungan
sangat berpengaruh terhadap pendidikan karakter.

Diharapkan manajemen berbasis sekolah semakin menguat, di mana sekolah berperan


menjadi sentral, dan lingkungan sekitar dapat dioptimalkan untuk menjadi sumber-sumber belajar

C. Mengembalikan Jati Diri Guru

Menurut Mendikbud, kunci kesuksesan pendidikan karakter terletak pada peran guru.
Sebagaimana ajaran Ki Hajar Dewantara, “ing ngarso sung tuladho, ing madyo mbangun
karso, tut wuri handayani”, maka seorang guru idealnya memiliki kedekatan dengan anak
didiknya. Guru hendaknya dapat melekat dengan anak didiknya sehingga dapat mengetahui
perkembangan anak didiknya. Tidak hanya dimensi intelektualitas saja, namun juga kepribadian
setiap anak didiknya.

Tak hanya sebagai pengajar mata pelajaran saja, namun guru mampu berperan sebagai
fasilitator yang membantu anak didik mencapai target pembelajaran. Guru juga harus mampu
bertindak sebagai penjaga gawang yang membantu anak didik menyaring berbagai pengaruh
negatif yang berdampak tidak baik bagi perkembangannya. Seorang guru juga mampu berperan
sebagai penghubung anak didik dengan berbagai sumber-sumber belajar yang tidak hanya ada di

11
dalam kelas atau sekolah. Dan sebagai katalisator, guru juga mampu menggali dan
mengoptimalkan potensi setiap anak didik.

Demikian diharapkan pendidikan karakter bagi siswa dapat berjalan dengan baik dan
sukses sehingga menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

12
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Hal ini terbukti di Indonesia memiliki


banyak suku bangsa yang masing-masing mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda.
Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan bahasa, adat istiadat, religi, tipe kesenian, dan lain-
lain. Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multicultural jika dalam masyarakat tersebut
memiliki keanekaragaman dan perbedaan.
Pendidikan multikulturalisme harus diterapkan dalam proses pemelajaran melalui proses
pembiasaan, pembelajaran multicultural dilakukan dengan pembentukan pola pikir, sikap,
tindakan, dan pembiasaan sehingga muncul kesadaran nasional keindonesiaan. Karakter
keindonesiaan tersebut meliputi: kesadaran kebanggaan sebagai bangsa, kemandiriaan dan
keberanian sebagai bangsa, kesadaran kehormatan sebagai bangsa, kesadaran melawan
penjajahan, kesadaran berkorban demi bangsa, kesadaran nasionalisme bangsa lain, dan
kesadaran kedaerahan menuju kebangsaan. Terwujudnya karakter ke Indonesiaan tersebut
menjadi landasan kuat sebagai ciri khas manusia Indonesia yang kuat dan melalui pendidikan
multikulturalisme inilah salah satu harapan menuju Indonesia besar di masa depan.

13
3.2 Saran

Dari penjelasan diatas maka dapat saya simpulkan bahwa pendidikan karakter untuk
memahami multikulturalisme itu sangatlah penting. Selain kita memahami, menerima dan
menghargai keragaman budaya yang ada, kita juga dapat memperkuat ikatan emosional antar
suku dari budaya yang berbeda.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan karakter Multikultural bagi peserta didik
(anak) perlu ditingkatkan, mengingat pendidikan merupakan salah satu unsur yang melekat pada
diri manusia sebagai hak yang harus diterimanya. Serta pendidikan akan membawa masyarakat
itu sendiri menuju kepada kemajuan, baik kemajuan dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Kemajuan yang diharapkan oleh masyarakat yaitu ketenteraman, kerukunan, serta terhindar dari
berbagai macam bentuk konflik.

Indonesia akan menjadi bangsa yang damai dan sejahtera apabila suku bangsa dan semua
unsur kebudayaannya mau bertenggang rasa membentuk satu kesatuan

Dengan menerima adanya keragaman budaya, kita tidak lagi memandang perbedaan budaya
menjadi sesuatu yang ‘berbeda’ melainkan menjadikan perbedaan tersebut sebagai keragaman
untuk memperkaya budaya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rajawali.

Tilaar, H.A.R.. 2004. Multikulturalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan Dalam


Trasformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.

Hanum, Farida. 2010, “Pendidikan Multikultural sebagai Sarana Membentuk Karakter Bangsa
(dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan),
https://www.google.co.id/pendidikan+multikultural+sebagai+sarana+membentuk+karakter+ba
ngsa&gs_I=mobile-gws-hp

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-karakter-jadi-pintu-
masuk-pembenahan-pendidikan-nasiona

http://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme

http://windakutubuku.blogdetik.com/2011/04/27/pendidikan-multikultural-2/

15

Anda mungkin juga menyukai