Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PROBLEMATIKA PENERAPAN KESETARAAN GENDER

Disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Metodologi Studi Islam
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Yamra Merauke

Dosen Pengampu :
Slamet Sugeng Sugondo, M.Ud

Disusun Oleh :

NIKKI ASMARA RIDIYA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) YAMRA MERAUKE

JANUARI 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan
kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Merauke, Januari 2023


Penyusun

Nikki Asmara Ridiya

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masasalah ..................................................................................... 4

C. Tujuan .......................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 5

A. Pengertian Kesetaraan Gender ..................................................................... 5

B. Mencegah kesetaraan gender dalam bidang pendidikan. ............................. 6

C. Kesetaraan Gender di Indonesia dalam Bermasyarakat ............................... 7

D. Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan di Indonesia .......................... 9

E. Kesetaraan gender menurut agama .............................................................. 9

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 11

A. Simpulan .................................................................................................... 11

B. Saran........................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin
bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Gagalnya
dalam mencapai cita – cita demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan
ketidakadilan gender. Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh
merekayang dominan baik secara structural maupun cultural. Perlakuan diskriminatif dan
ketidaksetaraan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi
pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi berbasis
pada gender masih terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana
demokrasi telah dianggap tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling
berpotensi mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan
lakilaki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan
kendala yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan
gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan dampak
negatifnya. Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan
gender yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara
individu, kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan
internasional. Upaya upaya tersebut diarahkan untuk, Menjamin Kesetaraan Hak-Hak
Azasi, Penyusun Kebijakan Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan Gender, dan
Peningkatan Partisipasi Politik.

B. Rumusan Masasalah

1. Apa pengertian dari kesetaraan Gender?


2. Bagaimana Mencegah Kesetaraan Gender.?
3. Bagaimana wujud kesetaraan gender di Masyarakat?
4. Bagaimana wujud kesetaraan gender di dunia pendidikan?
5. Bagaimana pandangan etis Agama terhadap kesetaraan Laki-laki dan Perempuan?

C. Tujuan

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita khususnya Mahasiswa.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesetaraan Gender

Gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang


tersusun secara sosial, perbedaan tersebut bukan berasal dari ketentuan Tuhan melainkan
yang diciptakan oleh manusia, dan bukan dari kodrat, namun melalui proses sosial dan
kultural yang panjang.1 Gender adalah perbedaan peran perempuan dan laki-laki yang
membentuk adalah konstruksi sosial dan kebudayaan, bukan karena konstruksi yang
dibawa sejak lahir. Jika jenis kelamin adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, maka
gender adalah sesuatu yang dibentuk karena pemahaman yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat. Misalnya, perempuan bertugas membesarkan dan mengasuh anak
sedangkan laki-laki bekerja mencari nafkah, hal tesebut merupakan pebedaan yang
bersifat gender.2 Kesetaraan gender menekankan bahwa perkembangan gender anak
terjadi melalui pengamatan dan peniruan perilaku gender.3 Kesetaraan gender juga
meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki
maupun perempuan. Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap
perempuan dan laki-laki. Keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban
ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Di sisi lain Islam memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang sama, tanpa ada
perbedaan. Namun yang perlu digarisbawahi adalah kodrat sebagai perempuan dan laki-
laki. Islam memandang kesetaraan gender sebagai keadilan antara lakilaki dan
perempuan, bukan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Konsep kesetaraan bertolak
belakang dengan prinsip keadilan, karena adil adalah menempatkan sesuatu pada
tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Sementara kesamaan
adalah menyetarakan antara 2 hal tanpa adanya perbedaan (Joana:2013).

1
Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008,
hlm. 3.
2
Ibid., hlm. ix.
3
Ibid., hlm. 25.

5
B. Mencegah kesetaraan gender dalam bidang pendidikan.

Kesetaraan gender menjadi suatu program dan kegiatan yang diharapkan dapat
meningkatkan derajat dan martabat perempuan. Al-Qur’an yang menjadi 6 pegangan
umat Islam menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama
di dunia, baik kapasitas moral, spiritual, maupun intelektual. Dengan tegas, Al-Qur’an
menggunakan ungkapan “laki-laki dan perempuan beriman” sebagai bukti pengakuannya
terhadap kesetaraan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Dalam menjalankan
ibadah atau kewajiban agama, tidak pernah membeda-bedakan beban ibadah antara
perempuan dan lakilaki. Selain itu dalam Al Qur’an tidak ditemukan kata yang persis
sepadan dengan istilah gender, namun jika yang dimaksud gender menyangkut perbedaan
laki-laki dan perempuan secara non-biologis, meliputi perbedaan fungsi, peran dan relasi
antara keduanya, maka dapat ditemukan sejumlah istilah untuk itu. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa saling menghargai dan kebersamaan dalam
kehidupan manusia. Al-Qur’an juga mengungkapkan perbedaan mendasar antara laki-laki

Pendidikan kesetaraan gender merupakan pemberian perlakuan yang sama


kepada seluruh peserta didik laki-laki maupun perempuan yang bertujuan untuk
mencapainya tujuan negera dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.4 Jadi, pendidikan
kesetaraan gender sangat penting diterapkan kepada anak sejak dini agar menerapkan
pemahaman anak tentang adil gender bukan bias gender. Pendidikan kesetaraan gender
yang dimaksud yaitu suatu nilainilai kesetaraan gender yang diterapkan melalui
pendidikan, sebagai langkah agar anak-anak dapat memahami dan memposisikan peran
seorang perempuan maupun peran seorang laki-laki. Bentuk pendidikan yang
mendahulukan dan mengutamakan anak lakilaki daripada perempuan tanpa melihat
potensinya harus segera dibongkar permasalahannya dan dikurangi bahkan dihentikan
dalam implementasinya. Sikap dan pengambilan keputusan pada model pendidikan
tersebut merupakan pendidikan konvensional yang lebih didominasi laki-laki sehingga
perlu dirubah.5Setiap anak bersifat unik, masing-masing anak berbeda satu sama lain.6
Setiap anak sudah berbeda sejak lahir. Namun bukan karena dia laki-laki atau perempuan,
tetapi karena memang tiap individu berbeda. Anakanak membawa keunikannya, misalnya

4
Yana Suryana, Gender dalam Pendidikan, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2015, hlm. 3.
5
Sugiarti, Pembangunan Dalam Perspektif Gender, UMM Press, Malang, 2003, hlm. 227.
6
Masitoh, Strategi Pembelajaran TK, Universitas Terbuka, Jakarta, 2009, hlm. 1.14

6
sifat, bakat, kondisi fisik, masingmasing yang harus dihargai oleh orang-orang
disekelilingnya.7 Maka pada usia ini adalah periode paling penting untuk membentuk
karakter manusia yang adil dan tidak bias gender salah satunya melalui pendidikan anak
usia dini yang adil gender.

C. Kesetaraan Gender di Indonesia dalam Bermasyarakat

Perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu ketidakadilan


terhadap kaum laki – laki dan terutama kaum perempuan. Ketidakadilan gender
dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni :
a. Marginalisasi Perempuan
Salah satu bentuk ketidakadilan terhadap gender yaitu marginalisasi
perempuan. Marginalisasi perempuan ( penyingkiran / pemiskinan ) kerap terjadi
di lingkungan sekitar. Nampak contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang
tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti
internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan
dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih
memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki, dan
perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara
manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh
tenaga laki-laki. Dengan hal ini banyak sekali kaum pria yang beranggapan bahwa
perempuan hanya mempunyai tugas di sekitar rumah saja.
b. Subordinasi
Selain Marginalisasi, terdapat juga bentuk keadilan yang berupa subordinasi.
Subordinasi memiliki pengertian yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah
sejak dahulu terdapat pandanganyang menempatkan kedudukan dan peran
perempuan yang lebih rendah dari laki – laki. Salah satu contohnya yaitu
perempuan di anggap makhluk yang lemah, sehingga sering sekali kaum adam
bersikap seolah – olah berkuasa (wanita tidak mampu mengalahkan kehebatan laki
– laki). Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup pekerjaan kaum
wanita hanyalah disekitar rumah. Dengan pandangan seperti itu, maka sama halnya

7
Elsa Andriana, Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender, Kanisius, Yogyakarta, 2006, hlm. 19.

7
dengan tidak memberikan kaum perempuan untuk mengapresiasikan pikirannya di
luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Setereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok
yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara
umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang
berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin,
(perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai
ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap
perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya
terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan
masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah
atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai
terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut
banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai
“ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti
berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah
utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan
dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
d. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda
yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan.
Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-
laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan
perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga.
Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya
perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan,
terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan,
meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.

8
D. Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan di Indonesia

Perempuan sesungguhnya membutuhkan pendidikan seperti halnya dengan laki


– laki. Akan terlihat jelas apabila dilihat dari sejarah masa lalu saat Indonesia masih di
jajah, Para penjajah kurang menghargai kaum perempuan. Mereka berlaku sewenang –
wenang sesuka hati terhadap kaum perempuan di Indonesia. Peristiwa ini
menggambarkan bahwa kesetaraan gender sama sekali belum ditegakkan. Dampak dari
peristiwa tersebut, pandangan – pandangan masyarakat sepeninggalnya yaitu terdapat
masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan belum memiliki kesempatan untuk
berperan sentral diberbagai bidang seperti sekarang ini. Orang tua yang memiliki
pandangan seperti itu, akan menyekolahkan anak laki – lakinya setinggi – tingginya
sedangkan anak perempuan tidak harus bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Salah
satu factor peristiwa tersebut yaitu orang tua hanya beranggaoan bahwa peran
perempuan dalam kehidupan tidak lain adalah sebagai ibu rumah tangga yang tak perlu
sekolah tinggi – tinggi. Namun saat ini pemerintahan telah berupaya untuk menegakkan
kesetaraan gender. Hal ini terbukti dengan adanya program pemerataan pendidikan di
seluruh Indonesia, dengan hal ini banyak generasi penerus bangsa yang merupakan
calon pembangunan Negara ini mendapatkan mendapatkan kesempatan yang sama
dalam mengenyam pendidikan. Terlepas dari permasalahan pendidikan yang ada,
namun dapat diakui bahwa pandangan orang tua kolot masa lalu yang tidak
menyekolahkan anak perempuannya kini telah berubah. Terlihat bahwa pada saat
sekarang kaum perempuan pun banyak yang bersekolah hingga jenjang yang tinggi.
Selain hak untuk mendapatkan pendidikan, di Negara Indonesia sebenarnya telah
menerapkan kesetaraan gender dalam tatanan organisasi dari mulai organisasi yang
kecil hingga pemerintahan. Buktinya ialah perempuan pun memiliki peranan yang sama
dalam hal menduduki jabatan tertentu dalam suatu institusi. Presiden Negara Indonesia
yang pernah diduduki oleh seorang perempuan yaitu Megawati Soekarno Putri
merupakan bukti real-nya.

E. Kesetaraan gender menurut agama

muslim Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan diskriminasi


berdasarkan jenis kelamin. Islam memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan.
Prinsip kesetaraan dan keadilan gender dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci Al-Quran.
Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya isu gender yang berdampak merugikan

9
perempuan. Islam bahkan menetapkan perempuan pada posisi yang terhormat,
mempunyai derajat, harkat, dan martabat yang sama dan setara dengan laki – laki. Islam
memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat – ayat AlQur’an.
Suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama yang
belum memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan,
dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu akibat
Page 5 of 10 dari salah memahami alasan untuk mempertahankan subordinasi,
marginalisasi, dan diskriminasi terhadap perempuan. Al-Qur an sebagai “Hudan linnasi”,
petunjuk bagi umat manusia, dan kehadiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan
sunnahnya, sebagai “Rahmatan lil alamin”, tentu saja menolak anggapan di atas. Islam
datang untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk ketidak-adilan. Sejak awal
dipromosikan, Islam adalah agama pembebasan. Islam adalah agama ketuhanan
sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan. Dalam pandangan Islam, manusia
mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai representasi Tuhan
(khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit. Islam
mengamanatkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian,
keselarasan, dan keutuhan, baik sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan
alamnya.

10
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Untuk mewujudkan cita – cita demokrasi, suatu Negara harus mampu untuk
menegakkan kesetaraan gender. Gender sering disamakan pengertiannya dengan
jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis antara fisik laki – laki
dengan fisik perempuan yang dibawa sejak ia dilahirkan. Sedangkan gender
merupakan tperbedaan jenis kelamin yang diciptakan oleh social budaya yang
panjang. Pada dasarnya semua agama di Indonesia memaparkan bagaimana
Tuhan mewujudkan kasihnya terhadap manusia tanpa memandang jenis
kelamin, dari golongan mana, berapa usianya, terang kasih Tuhan tidak ada yang
mendominasi. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dibentuk sedemikian
rupa menurut rupa dan gambarnya dan Tuhan melihat bahwa ciptaannya itu
sungguh amat baik. Pada dasarnya perbedaan kodrat laki-laki dan perempuan
berkaitan dengan fungsi biologis dan perbedaan itu adalah untuk saling
melengkapi agar menjadi utuh. Dalam agama mengajarkan bahwa laki-laki
maupun perempuan memiliki kesamaan kondisi untuk memperoleh kesempatan
serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut.

B. Saran
Manusia ada untuk berpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan adanya
makalah ini penulis mempunyai saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling
menegakkan kesetaraan gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi
permasalahan dalam kehidupan bersosial.

11
DAFTAR PUSTAKA

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 9

Elsa Andriana, Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender, Kanisius,
Yogyakarta, 2006, hlm. 19.

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender ”Perspektif al-Quran”, (Jakarta: Paramadina,


2001), h. Xxviii

Muhammad Anis Qosim Ja‟far, Perempuan dan Hak Kekuasaan Menelusuri hak Politik dan
Persoalan Gender Dalam Islam, Terj. Irwan Kurniawan dan Abu Muhammad, (Jakarta:
Zaman Wacana Mulia, 1998), h

12

Anda mungkin juga menyukai