Disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Metodologi Studi Islam
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Yamra Merauke
Dosen Pengampu :
Slamet Sugeng Sugondo, M.Ud
Disusun Oleh :
JANUARI 2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan
kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
II
DAFTAR ISI
C. Tujuan .......................................................................................................... 4
A. Simpulan .................................................................................................... 11
B. Saran........................................................................................................... 11
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin
bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Gagalnya
dalam mencapai cita – cita demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan
ketidakadilan gender. Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh
merekayang dominan baik secara structural maupun cultural. Perlakuan diskriminatif dan
ketidaksetaraan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi
pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi berbasis
pada gender masih terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana
demokrasi telah dianggap tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling
berpotensi mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan
lakilaki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan
kendala yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan
gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan dampak
negatifnya. Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan
gender yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara
individu, kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan
internasional. Upaya upaya tersebut diarahkan untuk, Menjamin Kesetaraan Hak-Hak
Azasi, Penyusun Kebijakan Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan Gender, dan
Peningkatan Partisipasi Politik.
B. Rumusan Masasalah
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008,
hlm. 3.
2
Ibid., hlm. ix.
3
Ibid., hlm. 25.
5
B. Mencegah kesetaraan gender dalam bidang pendidikan.
Kesetaraan gender menjadi suatu program dan kegiatan yang diharapkan dapat
meningkatkan derajat dan martabat perempuan. Al-Qur’an yang menjadi 6 pegangan
umat Islam menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama
di dunia, baik kapasitas moral, spiritual, maupun intelektual. Dengan tegas, Al-Qur’an
menggunakan ungkapan “laki-laki dan perempuan beriman” sebagai bukti pengakuannya
terhadap kesetaraan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Dalam menjalankan
ibadah atau kewajiban agama, tidak pernah membeda-bedakan beban ibadah antara
perempuan dan lakilaki. Selain itu dalam Al Qur’an tidak ditemukan kata yang persis
sepadan dengan istilah gender, namun jika yang dimaksud gender menyangkut perbedaan
laki-laki dan perempuan secara non-biologis, meliputi perbedaan fungsi, peran dan relasi
antara keduanya, maka dapat ditemukan sejumlah istilah untuk itu. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa saling menghargai dan kebersamaan dalam
kehidupan manusia. Al-Qur’an juga mengungkapkan perbedaan mendasar antara laki-laki
4
Yana Suryana, Gender dalam Pendidikan, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2015, hlm. 3.
5
Sugiarti, Pembangunan Dalam Perspektif Gender, UMM Press, Malang, 2003, hlm. 227.
6
Masitoh, Strategi Pembelajaran TK, Universitas Terbuka, Jakarta, 2009, hlm. 1.14
6
sifat, bakat, kondisi fisik, masingmasing yang harus dihargai oleh orang-orang
disekelilingnya.7 Maka pada usia ini adalah periode paling penting untuk membentuk
karakter manusia yang adil dan tidak bias gender salah satunya melalui pendidikan anak
usia dini yang adil gender.
7
Elsa Andriana, Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender, Kanisius, Yogyakarta, 2006, hlm. 19.
7
dengan tidak memberikan kaum perempuan untuk mengapresiasikan pikirannya di
luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Setereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok
yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara
umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang
berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin,
(perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai
ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap
perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya
terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan
masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah
atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai
terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut
banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai
“ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti
berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah
utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan
dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
d. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda
yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan.
Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-
laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan
perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga.
Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya
perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan,
terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan,
meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.
8
D. Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan di Indonesia
9
perempuan. Islam bahkan menetapkan perempuan pada posisi yang terhormat,
mempunyai derajat, harkat, dan martabat yang sama dan setara dengan laki – laki. Islam
memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat – ayat AlQur’an.
Suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama yang
belum memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan,
dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu akibat
Page 5 of 10 dari salah memahami alasan untuk mempertahankan subordinasi,
marginalisasi, dan diskriminasi terhadap perempuan. Al-Qur an sebagai “Hudan linnasi”,
petunjuk bagi umat manusia, dan kehadiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan
sunnahnya, sebagai “Rahmatan lil alamin”, tentu saja menolak anggapan di atas. Islam
datang untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk ketidak-adilan. Sejak awal
dipromosikan, Islam adalah agama pembebasan. Islam adalah agama ketuhanan
sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan. Dalam pandangan Islam, manusia
mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai representasi Tuhan
(khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit. Islam
mengamanatkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian,
keselarasan, dan keutuhan, baik sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan
alamnya.
10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Untuk mewujudkan cita – cita demokrasi, suatu Negara harus mampu untuk
menegakkan kesetaraan gender. Gender sering disamakan pengertiannya dengan
jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis antara fisik laki – laki
dengan fisik perempuan yang dibawa sejak ia dilahirkan. Sedangkan gender
merupakan tperbedaan jenis kelamin yang diciptakan oleh social budaya yang
panjang. Pada dasarnya semua agama di Indonesia memaparkan bagaimana
Tuhan mewujudkan kasihnya terhadap manusia tanpa memandang jenis
kelamin, dari golongan mana, berapa usianya, terang kasih Tuhan tidak ada yang
mendominasi. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dibentuk sedemikian
rupa menurut rupa dan gambarnya dan Tuhan melihat bahwa ciptaannya itu
sungguh amat baik. Pada dasarnya perbedaan kodrat laki-laki dan perempuan
berkaitan dengan fungsi biologis dan perbedaan itu adalah untuk saling
melengkapi agar menjadi utuh. Dalam agama mengajarkan bahwa laki-laki
maupun perempuan memiliki kesamaan kondisi untuk memperoleh kesempatan
serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut.
B. Saran
Manusia ada untuk berpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan adanya
makalah ini penulis mempunyai saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling
menegakkan kesetaraan gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi
permasalahan dalam kehidupan bersosial.
11
DAFTAR PUSTAKA
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 9
Elsa Andriana, Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender, Kanisius,
Yogyakarta, 2006, hlm. 19.
Muhammad Anis Qosim Ja‟far, Perempuan dan Hak Kekuasaan Menelusuri hak Politik dan
Persoalan Gender Dalam Islam, Terj. Irwan Kurniawan dan Abu Muhammad, (Jakarta:
Zaman Wacana Mulia, 1998), h
12