Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN DAN KESETARAAN GENDER

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan Islam
Dosen : Dr. Dyah Nawangsari, M. Ag.

Disusun Oleh:

Fathur Rahman
NIM 2244990077

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS AGAMA ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYAH
KENCONG - JEMBER
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul
"Pendidikan dan Kesetaraan Gender” dengan tepat waktu. Shalawat dan salam
senantiasa kita ucapkan kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan kaum
muslimin muslimat. Semoga kita senantiasa tetap istiqomah dalam menjalankan ajaran-
ajarannya
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan
Islam. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan dan memberi manfaat bagi
pembaca.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Dyah Nawangsari,
M. Ag. selaku dosen mata kuliah Sosiologi Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan
Agama Islam Program Pascasarjana Universitas Agama Islam Al-Falah As-Sunniyah.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik
dari segi bahasa, pembahasan dan pemikiran. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 17 Juni 2023

Penulis

i
ABSTRAK

Pendidikan merupakan istilah proses pembelajaran serta sarana untuk menambah


pengetahuan dan keterampilan bagi manusia. Pendidikan hadir agar seseorang bisa
memiliki kecerdasan, kepribadian, akhlak yang mulia, kekuatan spiritual, serta
keterlampilan yang bermanfaat.
Salah satu tuntutan terhadap dunia pendidikan saat ini adalah keadilan dan
kesetaraan gender, baik pada aspek akses, mutu dan relevansi maupun pada aspek
manajemen pendidikan. Kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara
laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Diskriminasi
berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan.
Kesetaraan gender dalam pendidikan dapat dicapai melalui tiga hal, yaitu hak untuk
mendapatkan pendidikan (right to education), hak dalam proses pendidikan di dalam
lingkungan yang mendukung kesetaraan gender (right within education), dan hak akan
hasil pendidikan yang mendukung pencapaian berkeadilan (rights trough education).
Untuk mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan, diperlukan kesempatan yang
sama untuk laki-laki maupun perempuan dan perlakuan yang setara dan adil.
Kata kunci: kesetaraan gender, konsep kesetaraan gender dalam pendidikan,
pendidikan

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
ABSTRAK........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Tujuan.....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
A. Definisi Pendidikan................................................................................................4
B. Definisi Gender......................................................................................................5
C. Definisi dan Konsep Kesetaraan Gender...............................................................6
D. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan....................................................................7
BAB III PENUTUP.........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan istilah proses pembelajaran serta sarana untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan bagi manusia. Pendidikan hadir agar
seseorang bisa memiliki kecerdasan, kepribadian, akhlak yang mulia, kekuatan
spiritual, serta keterampilan yang bermanfaat. Salah satu tuntutan terhadap dunia
pendidikan saat ini adalah keadilan dan kesetaraan gender, baik pada aspek akses,
mutu dan relevansi maupun pada aspek manajemen pendidikan.
Pendidikan nasional Indonesia sebagai wahana dan wadah pengembangan
kualitas sumber daya manusia indonesia perlu berwawasan gender dalam artian
tidak boleh mendiskriminasikan jenis kelamin tertentu atau bias gender, melainkan
harus ada unsur keadilan, keterbukaan dan keseimbangan gender. Hal ini sesuai
dengan komitmen internasional maupun nasional yang telah menyepakati untuk
menghapus kesenjangan gender dalam berbagai kehidupan, termasuk bidang
pendidikan.1
Dalam proses pendidikan di Indonesia ketimpangan gender masih sering
terjadi. Pada umumnya masyarakat masih menganut paham perempuan merupakan
kelompok kelas dua, dan posisinya terdapat di bawah laki-laki. 2 Dampak dari
pemahaman ini adalah pendidikan lebih diutamakan untuk diberikan kepada laki-
laki daripada perempuan.
Pandangan seperti ini pun tidak lepas dari pandangan agama masyarakat yang
melekat selama ini. Dalam doktrin agama Islam yang berkembang di Indonesia
sangat memandang kedudukan perempuan di bawah laki-laki. Dalil umum yang
sering dipakai untuk membenarkan pandangan ini adalah QS. An-Nisâ [4]: 34
yaitu:

‫ْض َوبِ َما‬ َ ‫ض َل هَّللا ُ بَ ْع‬


ٍ ‫ضهُ ْم َعلَ ٰى بَع‬ َّ َ‫ون َعلَى النِّ َسا ِء بِ َما ف‬
َ ‫الرِّجا ُل قَ َّوا ُم‬
َ
‫َأ ْنفَقُوا ِم ْن َأ ْم َوالِ ِه ْم‬

1
Ismanto, “Evaluasi Pembelajaran Perspektif Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Nasional”, Jurnal
Studi Gender, 8(2), 2015: 440-441.
2
Hesri Setiawan, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia (Jakarta: Graha Budaya dan
Kalyanamitra, 1999), 38.

1
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka...”.
Terdapat beberapa pembenaran dengan menggunakan ayat tersebut yang turut
berdampak pada pemahaman aspek sosial. Dengan kata lain, masyarakat meyakini
bahwa laki-laki harus memiliki posisi yang lebih unggul daripada perempuan
hingga pada akhirnya aktivitas dan aspek perkembangan bagi perempuan menjadi
terbatas, termasuk dalam dunia pendidikan.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa ketimpangan gender antara laki-laki dan
perempuan masih sering terjadi. Ketimpangan gender merupakan masalah sosial
yang harus diselesaikan secara integratif holistik dengan menganalisis berbagai
faktor dan indikator penyebab dari hal terbeut, termasuk faktor hukum dan
pendidikan yang kerapkali mendapat justifikasi agama. Dengan demikian agar tidak
terjadi ketimpangan dalam dunia pendidikan, maka konsep kesetaraan gender
dalam kehidupan sosial perlu diprioritaskan.
Konsep kesetaraan gender memang merupakan suatu konsep yang sangat
rumit dan mengundang kontroversial. Hingga saat ini belum ada konsensus
mengenai pengertian dari kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ada yang
mengatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud adalah kesamaan hak dan kewajiban
yang tentunya masih belum jelas. Kemudian ada pula yang mengartikannya dengan
konsep mitra kesejajaran antara laki-laki dan perempuan, yang juga masih belum
jelas artinya. Sering juga diartikan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki
hak yang sama dalam melakukan aktualisasi diri, namun harus sesuai dengan
kodratnya masing-masing. Keadilan gender merupakan suatu proses dan perlakuan
adil terhadap kaum laki-laki dan perempuan. Dengan keadilan gender bearti tidak
ada lagi pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi dan kekerasan
terhadap perempuan maupun laki-laki.
Konsep kesetaraan gender yang muncul pada abad modern saat ini,
memberikan angin segar bagi laju pendidikan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga
di dunia. Setidaknya, konsep ini dapat membuka perspektif masyarakat tentang
pentingnya perempuan untuk berkiprah dalam wilayah pendidikan. Dunia
pendidikan tidak hanya diperuntukan bagi laki-laki saja, tetapi setiap perempuan
memiliki hak yang sama atas hal tersebut.

2
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis ingin memaparkan
pembahasan terkait pendidikan dan kesetaraan gender, khusunya dalam persektif
Islam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
dikemukakan yaitu sebagai berikut:
1) Apa definisi pendidikan?
2) Apa definisi gender?
3) Apa definisi dan konsep kesetaraan gender?
4) Bagaimana kesetaraan gender dalam pendidikan?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui definisi
pendidikan dan gender, definisi dan konsep kesetaraan gender secara umum serta
dalam dunia pendidikan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender

Kata “Gender” berasal dari bahasa Inggris, gender, berarti “jenis kelamin”.1 Dalam Webster’s
New World Dictionary, Gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.2 Didalam Women’s Studies Encylopedia
dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural yang serupa membuat perbedaan
dalam hal peran, prilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat.3 Hillary M. Lips dalam bukunya yang
terkenal Sex dan Gender: An Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan
budaya terhadap laki-laki dan perempuan. (Culture expectation for women and men).4
Misalnya sejalan dengan apa yang dikatakan Mansour Fakih bahwa perempuan dikenal dengan
lemah lembut, cantik, Emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
jantan dan perkasa.5
Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang
lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dan sifat itu
dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ketempat lain.6 Demikian pula Ahmad
Baidowi mengutip pendapat Ann Oskley, yang berpendapat bahwa gender adalah sifat laki-laki
dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural, sehingga tidak identik dengan
seks.7 Pendapat ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperti Linda L. Linsey,
yang menganggap semua ketetapan masyarakat prihal penentuan seseorang sebagai laki-laki
atau perempuan adalah termasuk dalam bidang kajian gender. H.T. Wilson dalam sex dan
gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan
laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya
mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari
sekedar perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial-budaya. Ia
menekankannya sebagai konsep analisis (An analytic concept) yang dapat digunakan untuk
menjelaskan sesuatu. Sedangkan Nasaruddin Umar dkk, gender diartikan semata-mata
merujuk pada karakteristik-karakteristik sosial, seperti perbedaan dalam gaya rambut, pola
pakaian, jenis pakaian dan aktifitas lain yang secara kultural dipelajari.8
Meskipun kata gender belum masuk dalam pembedaharaan kamus besar Bahasa
Indonesia, istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya dikantor Menteri Negara
Urusan Wanita dengan ejaan “Jender”. Jender diartikannya sebagai “Interpretasi mental

4
dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan”. Gender
biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi
laki-laki dan perempuan. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gender
adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki
dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya yang dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman dengan demikian gender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki
dan perempuan dari sudut non-biologis.
B. Definisi Pendidikan
Pada dasarnya pengertian pendidikan (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003)
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’
dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses
atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan
menurut Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara
menjelaskan bahwa pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-
anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan dan budaya ada bersama dan saling
memajukan.3
Al-Qur’an berkali-kali menjelaskan pentingnya pengetahuan. Tanpa
pengetahuan, niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Al-Qur’an
memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan sebagaimana firman
Allah dalam QS at-Taubah [9]:122 disebutkan:

3
Abd Rahman BP, dkk., “Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-Unsur Pendidikan”, Jurnal
Kajian Pendidikan Islam, 2(1), 2022: 3

5
 

  ‫طاِئفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا‬
َ ‫ون لِيَ ْنفِرُوا َكافَّةً ۚ فَلَ ْواَل نَفَ َر ِم ْن ُكلِّ فِرْ قَ ٍة ِم ْنهُ ْم‬َ ُ‫ان ْال ُمْؤ ِمن‬َ ‫َو َما َك‬
َ ‫ِّين َولِيُ ْن ِذرُوا قَ ْو َمهُ ْم ِإ َذا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذر‬
‫ُون‬ ِ ‫فِي الد‬
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Dari sini dapat dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi
kelangsungan hidup manusia. Dengan pengetahuan, manusia akan mengetahui apa
yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan
yang membawa madarat.
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan
pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk
mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola
hidup pribadi dan sosial yang memuaskan, pendidikan bukan semata-mata sebagai
sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk kehidupan anak
sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ketingkat kedewasaannya.
Pendidikan adalah proses pembelajaran yang didapat oleh setiap manusia (peserta
didik) untuk dapat membuat manusia (peserta didik) itu mengerti, paham, dan lebih
dewasa serta mampu membuat manusia (peserta didik) lebih kritis dalam berpikir.
C. Definisi Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Menurut
Ensiklopedia Feminisme, gender diartikan sebagai kelompok atribut dan perilaku
yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki atau perempuan. 4 Sedangkan
H. T. Wilson mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan
sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang
sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan.5
Pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk,
kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau

4
Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme. (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), 177- 178.
5
H. T. Wilson, Sex and Gender: Making Cultural Man and Women (Laiden: E.J. Brill, 1982), 2.

6
kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah
menjadi kodrat laki-laki dan perempuan.6
Gender cenderung merujuk pada peran sosial dan budaya dari perempuan
dan laki-laki dalam masyarakat tertentu. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai
perangkat operasional dalam melakukan pengukuran terhadap persoalan laki-laki
dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat
yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya ditujukan
kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki. Hanya saja, yang dianggap
mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka
perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan
gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama
di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan
kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan
sosial.
D. Definisi dan Konsep Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan
perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Konsep kesetaraan gender adalah
suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi,
seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil
antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus
memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan
perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal. Jadi konsep kesetaraan
adalah konsep filosofis yang bersifat kualitatif, tidak selalu bermakna kuantitatif.7
Kesetaraan gender berarti bahwa semua orang dari segala umur dan jenis
kelamin harus memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil dalam hidup. Ini
berarti bahwa semua manusia harus memiliki akses dan kontrol terhadap sumber
daya dan manfaat yang setara, dengan kata lain secara adil sehingga semua orang
dapat mengambil manfaat dan berpartisipasi dalam pembangunan.
Perspektif gender dalam Al-Qur’an tidak sekedar mengatur keserasian relasi
gender, hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, tetapi lebih dari itu
Al-Qur’an juga mengatur keserasian pola relasi antara mikrokosmos (manusia),

6
Mufidah Ch. Paradigma Gender. (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), 4-6
7
Herien Puspitawati, “Pengenalan Konsep Gender, Kesetaraan dan Keadilan Gender”, Makalah. (Bogor:
Institut Pertanian Bogor, 2012), 16.

7
makrokosmos (alam) dan Tuhan. Secara umum, Al-Qur’an mengakui adanya
perbedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan tersebut
bukanlah perbedaan (discrimination) yang menguntungkan satu pihak dan
merugikan yang lainnya. Perbedaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung obsesi
Al-Qur’an, yaitu tercapainya hubungan harmonis atas dasar rasa kasih sayang
(mawaddah wa rahmah) di lingkungan keluarga (Q.S. Ar-Rum:21). Menurut
Sulistyowati (2020), adapun dalil-dalil Al-Qur’an yang mengatur mengenai
kesetaraan gender yaitu sebagai berikut:
1) Tentang hakikan penciptaan laki-laki dan perempuan
Surat ar-Rum ayat 21, surat an-Nisa’ ayat 1, surat al-Hujarat ayat 13 yang
menyebutkan bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-
pasangan yaitu laki-laki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan
tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar
lahir dan menyebar banyak laki-laki dan perempuan serta agar mereka saling
mengenal. Ayat-ayat diatas menunjukkan adanya hubungan yang saling timbal
balik antara laki-laki dan perempuan, dan tidak ada satupun yang
mengindikasikan superioritas antara satu dengan lainnya.
2) Tentang kedudukan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
Surat Ali-Imran ayat 195, surat an-Nisa’ ayat 124, surat an-Nahl ayat 9, surat
at-Taubah ayat 71-72, surat al-Ahzab ayat 355. Ayat-ayat tersebut memuat
bahwa Allah SWT juga memberikan peran dan tanggung jawab yang sama
antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan kehidupan spritualnya. Dan
Allah-pun memberikan sanksi yang sama terhadap perempuan dan laki-laki
untuk segala kesalahan yang dilakukannya. Jadi intinya, laki-laki dan
perempuan mempunyai kedudukan derajat yang sama dimata Allah SWT dan
yang membedakannya hanyalah keimanan dan ketaqwaannya.
Munculnya ketimpangan gender dengan dalih agama disebabkan karena
adanya implementasi yang keliru dari ajaran agama itu sendiri, yang disebabkan
oleh pengaruh faktor sejarah, lingkungan, budaya dan tradisi yang patriarki di
kalangan masyarakat, sehingga menimbulkan sikap dan perilaku individual yang
secara turun temurun memunculkan ketimpangan gender tersebut. Hal inilah yang
kemudian melahirkan mitos-mitos yang disebararkan melalui nilai-nilai dan tafsir-
tafsir ajaran agama yang keliru mengenai keunggulan kaum laki-laki dan
melemahkan kaum perempuan.

8
E. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat, terjadi pula dalam dunia pendidikan. Bahkan, institusi pendidikan
dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestarikan nilai-nilai dan
cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam
masyarakat. Secara garis besar, fenomena kesenjangan gender dalam pendidikan
dapat diklasifikasi dalam beberapa dimensi, antara lain; (i) Kurangnya partisipasi.
Dalam hal partisipasi hampir perempuan di seluruh dunia menghadapi masalah
yang sama. Dibandingkan dengan laki-laki partisipasi perempuan dalam pendidikan
formal jauh lebih rendah. Jumlah murid perempuan umumnya hanya separuh atau
sepertiga jumlah murid laki-laki; (ii) Kurangnya keterwakilan perempuan sebagai
tenaga pengajar ataupun pimpinan lembaga pendidikan formal menunjukkan
kecenderungan bahwa dominasi laki-laki dalam hal tersebut lebih tinggi daripada
perempuan; (iii) Perlakukan tidak adil. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas
seringkali bersifat merugikan murid perempuan. Guru secara tidak sadar cenderung
menaruh harapan dan perhatian lebih besar kepada murid laki-laki daripada murid
perempuan. Para guru terkadang masih berpikiran perempuan tidak perlu
mendapatkan pendidikan tinggi.8
Masalah ketidaksetaraan gender dalam dunia pendidikan terkait erat dengan
diskriminasi. Diskriminasi tersebut terbagi menjadi dua jenis, yaitu diskriminasi de
jure dan diskriminasi de facto. Diskriminasi secara de jure merupakan diskriminasi
secara aturan. Di dalam aturan tersebut laki-laki dan perempuan benar-benar
dibedakan. Padahal, dalam dunia pendidikan tidak ada Undang-Undang yang
membedakan antara keduanya. Justru keduanya diberikan hak yang sama dalam
memperoleh pendidikan. Dengan kata lain, secara de jure sejatinya tidak ada
diskriminasi. Namun secara de facto masih terdapat persepsi yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan. Bahkan muncul pandangan bahwa perempuan
merupakan warga kelas dua yang berada di bawah laki-laki. Karenanya, mereka
tidak berhak memiliki pendidikan yang sama dengan laki-laki.9
Kesenjangan gender dalam dunia pendidikan tentu perlu diatasi, jika tidak
selamanya perempuan akan termarjinalkan dalam ranah tersebut. Dengan kata lain,

8
Amasari, Laporan Penelitian Pendidikan Berwawasan Gender (Banjarmasin: IAIN Antasari, 2005), 31
9
Niken Savitri, “Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan”, dalam Buletin Sancaya, Vol. 3, No, 2,
Maret-April, 2015.

9
kesetaraan gender dalam dunia pendidikan mutlak diperlukan agar perempuan
memiliki kesempatan sama dengan laki-laki dalam memajukan dunia pendidikan.
Dalam upaya memenuhi kesetaraan gender, pendidikan perlu memenuhi
dasar yang dimilikinya, yakni menghantarkan setiap individu atau masyarakat
mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut pendidikan berbasis kesetaraan.
Adapun ciri-ciri kesetaraan gender dalam pendidikan adalah sebagai berikut:10
(i) Perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis
kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografis
publik. Dalam konteks ini sistem pendidikan, tidak boleh melakukan tebang
pilih terhadap kondisi masyarakat, terutama dari segi jenis manusia, yaitu laki-
laki dan perempuan;
(ii) Adanya pemerataan pendidikan yang tidak mengalami bias gender. Dunia
pendidikan, sistem dan SDM di dalamnya harus memiliki kesadaran bahwa
semua manusia layak mendapatkan pendidikan, baik laki-laki maupun
perempuan. Dengan bagitu, maka hal-hal yang bersifat bias gender dapat
diminimalisasikan;
(iii) Memberikan materi pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap
individu. Para pengambil kebijakan di dunia pendidikan perlu memiliki
kesadaran bahwa setiap individu memiliki minat dan bakat yang berbeda. Oleh
karena itu, setiap pendidik perlu menyediakan model dan pembelajaran yang
sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki oleh setiap peserta didik, baik
laki-laki maupun perempuan;
(iv) Pendidikan harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman.
Dalam konteks ini pendidikan yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai
dengan kebutuhan di masa yang akan datang. Tujuannya agar kiprah peserta
didik di masa depan dapat teraktualisasikan. Apabila peserta didik laki-laki dan
perempuan diberikan pendidikan dengan konsep tersebut, maka keduanya
memiliki kesempatan untuk mengaktulisasikan diri di masa depan sesuai
dengan potensi yang dimilikinya dan kebutuhan zaman.
Kesetaraan gender dalam pendidikan dapat dicapai melalui tiga hal, yaitu hak
untuk mendapatkan pendidikan (right to education), hak dalam proses pendidikan
di dalam lingkungan yang mendukung kesetaraan gender (right within education),
dan hak akan hasil pendidikan yang mendukung pencapaian berkeadilan (rights
10
Eni Purwati & Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam (Surabaya: Alpha, 2005), 30.

10
trough education) (UNESCO- EFA Global Monitoring Report 2003/2004). Untuk
mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan, diperlukan kesempatan yang sama
untuk laki-laki maupun perempuan dan perlakuan yang setara dan adil.

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan penjelasan dalam pembahasan di atas, maka terdapat beberapa


kesimpulan sebagai berikut:
1) Pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan dan budaya ada
bersama dan saling memajukan.
2) Pentingnya kesadaran bahwa pendidikan itu sangat penting tidak memandang
gender, wanita berhak mempunyai pendidikan yang tinggi untuk masa depan yang
lebih baik sama halnya seperti laki-laki, tidak adanya perbedaan antara satu sama
lain. Kesetaraan gender sangat penting untuk menghapuskan pandangan orang-
orang yang ada di masyarakat mengenai perempuan  tidak perlu memiliki
pendidikan yang tinggi.
3) Konsep kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial
perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat
terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki.
4) Dalam upaya memenuhi kesetaraan gender, pendidikan perlu memenuhi dasar yang
dimilikinya, yakni menghantarkan setiap individu atau masyarakat mendapatkan
pendidikan sehingga bisa disebut pendidikan berbasis kesetaraan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abd Rahman BP, et al. (2022). Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-
Unsur Pendidikan. Jurnal Kajian Pendidikan Islam, 2(1), 1-8.
https://doi.org/10.55933/jpd.v8i1.261
Amasari (2005). Laporan Penelitian Pendidikan Berujatuasan Gender. Banjarmasin:
IAIN Antasari.
Ch, Mufidah (2003). Paradigma Gender. Malang: Bayumedia Publishing.
Humm, Maggie (2002). Ensiklopedia Feminisme. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Ismanto (2015). Evaluasi Pembelajaran Perspektif Kesetaraan Gender dalam Sistem
Pendidikan Nasional, 8(2), 439-458.
Prawiro, M (2023). Pengertian Pendidikan: Definisi, Tujuan, Fungsi, dan Jenis
Pendidikan. https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-pendidikan.html
(Diakses pada 5 Juni 2023)
Purwati, E. & Asrohah, H. (2005). Bias Gender dalam Pendidikan Islam. Surabaya:
Alpha.
Puspitawati, Herien (2012). “Pengenalan Konsep Gender, Kesetaraan dan Keadilan
Gender”, Makalah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Riska (2022). Pentingnya Kesetaraan Gender dalam Pendidikan.
https://www.kompasiana.com/riska17341/637cfa8708a8b5039a3dbfc2/pentingnya
-kesetaraan-gender-dalam-pendidikan. (Diakses pada 4 Juni 2023)
Saeful, Achmad (2019). Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan, 1, 17-30.
Savitri, Niken (2015). “Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan”. Buletin Sancaya,
3(2).
Setiawan, Hesri (1999). Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Jakarta: Graha
Budaya dan Kalyanamitra.
Sulistyowati, Yuni (2020). Kesetaraan Gender dalam Lingkup Pendidikan dan Tata
Sosial, 1(2), 1-14. https://doi.org/10.21154/ijougs.v1i2.2317
UNESCO (2003). EFA Global Monitoring Report 2003/04: Gender and Education for
All - The Leap to Equality. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000132513
Wilson, H. T. (1982). Sex and Gender: Making Cultural Man and Women. Laiden: E.J.
Brill.
Zen, Satia (2022). Kesetaraan Gender dalam Pendidikan.
https://mediaindonesia.com/opini/476069/kesetaraan-gender-dalam-pendidikan.
(Diakses pada 6 Juni 2023)

12

Anda mungkin juga menyukai