Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

EVALUASI PENDIDIKAN

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah : Study Al Qur’an dan Hadist Perspektif Pendidikan Islam
Dosen : Dr. Muhammad Hori, M. Ag.

Disusun Oleh:
Fathur Rahman

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYAH
KENCONG JEMBER
2022

1
ABSTRAK

Dalam proses pendidikan Islam, tujuan adalah merupakan sasaran ideal yang
hendak dicapai. Seperti yang kita ketahui, tujuan dari pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Agar terwujudnya tujuan pendidikan nasional tersebut, pendidikan di Indonesia
telah berupaya dengan memperhatikan kekhususan tugas pendidikan Islam meletakkan
faktor pengembangan fitrah peserta didik, di mana nilai-nilai agama dijadikan landasan
kepribadian peserta didik yang dibentuk melalui proses itu, maka idealitas Islami yang
telah terbentuk dan menjiwai pribadi peserta tidak akan dapat diketahui oleh pendidik
muslim, tanpa melalui proses evaluasi.
Rangkaian akhir dari suatu proses kependidikan Islam adalah evaluasi atau
penilaian. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat
dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap output yang dihasilkan. Jika hasilnya sesuai
dengan apa yang telah digariskan dalam tujuan pendidikan Islam maka usaha pendidikan
itu dapat dinilai berhasil tetapi jika sebaliknya, maka ia dinilai gagal. Dari sisi ini dapat
dipahami betapa pentingnya evaluasi dalam proses pendidikan.

Kata kunci: Evaluasi, Pendidikan

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2

1.3 Tujuan.............................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4

2.1 Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an..............................5

2.2 Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Hadist..................................10

BAB III PENUTUP................................................................................................................22

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama islam merupakan agama sempurna yang didalamnya mengandung berbagai
tuntunan dan aturan yang sesuai dengan karakteristik manusia dan tepat dengan kebutuhan
mereka dalam menjalani kehidupan didunia. Semua aturan tersebut bisa kita ambil telaahnya
dan dijadikan sebagai pedoman hidup baik dari ayat-ayat didalam Al-Qur’an maupun hadis-
hadis Rasullah SAW (Ali, 2017). Pelaksanaan pendidikan yang dilakukan atas dasar pola
pandangan dalam Islam biasa disebut juga dengan pendidikan islam. Sebab apapun yang
diajarkan oleh islaam ialah mengacu pada pedoman Al-Qur’an, sunnah dan berbagai
anggapan para ulama muslim serta warisan sejarah. Maka dari itu, sudah seharusnya
pendidikan dalam islam juga berdasarkan atas Al-Qur’an, sunnah dan anggapan para ulama
muslim serta warisan sejarah (Rahmat, 2016). Jika dilihat dari sudut pandang epistemologi,
bahasan Pendidikan Islam di Indonesia mengenai sebuah perancangan, perumusan,
pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan sehingga pendidikan yang dilaksanakan bisa seimbang
dengan konsep pendidikan Islam yang telah ditentukan dengan tepat dan ilmiah. Dalam
pelaksanaan pendidikan selain dilakukan atas dasar pengalaman sebaiknya juga harus disertai
dengan kajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai sistem pendidikan Islam modern.
Pola pendidikan merupakan kegiatan yang sangat berarti dalam membentuk anak bangsa
yang cerdas, maka pelaksanaan pendidikan islam diindonesia harus mengacu pada pedoman
dan mekanisme pendidikan yang menjadi ujung tombak atas keberhasilam suatu pelaksanaan
pendidikan islam.
Pendidikan adalah upaya sadar dan tanggungjawab untuk memelihara, membimbing
dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan peserta didik agar ia memiliki
makna dan tujuan hidup yang hakiki. Sementara proses pendidikan bertujuan untuk
menimbulkan perubahan perubahan yang diinginkan pada setiap peserta didik.1 Adapun
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam
sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits serta dalam pemikiran para ulama dan
dalam praktik sejarah umat Islam.2

1
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009. Hlm 73

1
Sebuah pendidikan sudah pasti memiliki tujuan dalam pendidikan islaam yaitu untuk
mewujudkan insan yang kamil atau disebut dengan manusia paripurna. Pendidikan ini
bertujuan sebagai bagian dari inti semua kegiatan pendidikan. Sehingga tujuan pendidikan
juga harus disesuaikan oleh seluruh aspek-aspek pendidikn Islam diantaranya ada metode,
ada kegiatan yang sedang berjalan, dan ada kurikulumnya (Fitriani, 2019). Dengan demikian,
pendidikan Islam memiliki tanggung jawab yang besar, salah satunya yaitu membangun
potensi secara lahir dari manusia. Terkait dengan hal itu maka diperlukan evaluasi untuk
melihat suatu tujuankegiatan tersebut apakah sudah tercapai atau belum tercapai (Respati,
2020). Dengan evaluasi, maka suatu proses kegiatan bisa dilihat dari taraf perkembangannya.
Didalam evaluasi sangat diperlukan adanya langkah-langkah serta sasaran untuk mencapai
kesuksesan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh dalam pendidikan. Sejatinya jika
ingin melaksanakan sebuah evaluasi sebaiknya dilakukan berdasarkan tujuan yang
sebelumnya sudah direncanakan lalu selanjutnya barulah pendidik dan peserta didik
bertanggung jawab untuk mengusahakannya untuk mencapai tujuan tersebut (Supian, 2017).
Dengan begitu sangat diperlukannya evaluasi untuk mengetahui kapasitas, kualitas, peserta
didik tersebut.
Suatu pendidikan islam dapat dikatakan berhasil atau tidak dalam pencapain
tujuannya maka dapat diketahui setelah dilakukannya evaluasi kepada hasil output-output.
Evaluasi dalam pandangan pendidikan islam termasuk kedalam bagian struktur pendidikan
Islam yang berfungsi sebagai langkah untuk mengetahui berhasil atau tidaknya tujuan yang
diharapkan dalam kegiatan pembelajaran pendidikan islam (Miftakhul, 2019). Uraian diatas
juga dikatakan oleh Abdul Mujib dan kawan-kawan bahwasannya melalui evaluasi maka
suatu pencapaian tujuan pembelajaran atau kemampuan yang diinginkan oleh siswa dapat
diketahui.3 Dengan begitu evaluasi merupakan alat untuk menentukan tercapai atau tidaknya
suatu tujuan pendidikan, atau bisa juga untuk mengukur sejauhmana sudah tercapainya tujuan
pendidikan yang dihasilkan dari belajar peserta didik tersebut.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan evaluasi dalam pendidikan juga
merupakan suatu kegiatan yang penting untuk dilakukan. Namun tetap dalam pelaksanaan
2
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, hlm 37

3
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008, hlm 29

2
harus mengikuti beberapa aspek dalam evaluasi tersebut. Evaluasi yang diharapkan bisa
menambah kualitas dalam pendidikan. Berkaitan dengan hal ini maka penulis mengangkat
tema dalam artikel ini dengan judul “Konsep Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an
dan Hadist”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat dirumusakan masalah yaitu:
1. Bagaimanakah Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an?
2. Bagaimanakah Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Hadist?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah dapat dituliskan tujuan yaitu:
1. Untuk menganalisis Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an
2. Untuk menganalisis Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Hadist

BAB II
PEMBAHASAN

Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang berarti


penilaian, penaksiran, atau evaluasi. Atau berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai.4
4
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia.

3
Nilai dalam bahasa Arab disebut al-qimat. Dalam bahasa Arab, juga dijumpai
istilah imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari
proses kegiatan.

Istilah nilai pada mulanya dipopulerkan oleh Plato. Pembahasan ‘nilai’ secara
khusus diperdalam dalam diskursus filsafat, terutama pada aspek aksiologinya. Begitu
pentingnya kedudukan nilai dalam filsafat, sehingga para filosof meletakan nilai sebagai
muara bagi epistemologi dan ontologi filsafat. Kata nilai kemudian tidak hanya popular
dalam bidang filsafat saja, tetapi sampai pada bidang ekonomi, sosial, pendidikan, dsb.
Dalam ekonomi istilah nilai ditautkan dengan harga. Sedangkan jika diaplikasikan dalam
pendidikan, kata nilai dipahami sebagai memberikan muatan nilai dalam ontologi dan
epistemologi pendidikan, serta mengarakan prosesnya agar tetap mengacu pada nilai.

Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya sama hanya
berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses
penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan
pendidikan.5 Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Suharsimi membedakan
antara istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Menurutnya, pengukuran adalah
membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif. Penilaian
adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara
kualitatif. Sedangkan evaluasi, mencakup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif.6

Kata evaluasi dalam wacana keislaman tidak dapat ditemukan padanan yang pasti,
namun terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Diantaranya
adalah al-Hisab yang memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung (QS. Al
Baqarah: 284), al-Bala’ yang bermakna cobaan atau ujian (QS. Al Mulk: 2), al-Hukm yang
bermakna putusan atau vonis (QS. An Naml: 78), al-Qadha yang bermakna putusan (QS.
Thaha: 72), An-Nazhr yang berarti melihat (An-Naml: 27), musibah (ujian) (QS. Ali Imran:

5
Oemar Hamalik, Kurilculum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 200l), hlm 161- 163

6
Arikunto, Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1990,
hlm 127-128

4
165, Al Baqarah: 156, An Nisa: 62 dan 79, Ar Rum: 48, Luqman: 17, Al Hadiid: 22, At
Taghabun: 11), dan fitnah yang berarti cobaan ujian atau bencana (QS. Al Anfal: 25, Al
Furqon: 20, Al Anbiya: 35).7

Beberapa term diatas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara langsung ataupun
hanya sekedar alat atau proses didalam evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa Al Quran
dan Hadist merupakan asas-asas atau prinsip-prinsip umum pendidikan, sementara
operasionalnya diserahkan penuh kepada para ijtihat umatnya. Term evaluasi pada taraf
berikutnya lebih diorientasikan pada ‘penafsiran atau memberi putusan terhadap
kependidikan’. Setiap tindakan didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat, dan lingkungan
kependidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka peran penilaian dibutuhkan guna
mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan tercapai.

Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan
sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-
masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak
hanya menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum,
metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya. Selain istilah evaluasi, terdapat pula
istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian. Sementara orang lebih
cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama, sehingga
dalam memaknainya tergantung dari kata mana yang siap diucapkan.

Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu suatu proses
dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan
dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun
penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Jadi dengan evaluasi
diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita
dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya. Jadi evaluasi
pendidikan Islam yaitu kegiatan penilaian terhadap tingkah laku peserta didik dari
keseluruhan aspek mental-psikologis dan spiritual religius dalam pendidikan Islam, dalam hal
ini tentunya yang menjadi tolak ukur adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan pelaksanaan
evaluasi ini bukan hanya pendidik juga keseluruhan aspek/unsur pendidikan Islam.

7
Yusuf, Kadar M, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al Quran tentang Pendidikan, Jakarta: Amzah,
2013, hlm 23

5
2.1 Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an
Seperti telah diuraikan bahwa evaluasi itu tidak lain adalah suatu proses yang sangat
penting dalam pengajaran dan menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam
proses pendidikan. Dalam Pembahasan ini diarahkan pada bagaimana sistem evaluasi itu
menurut Qur'an, dengan fokus yaitu; (1) Kedudukan evaluasi pendidikan, (2) Tujuan evaluasi
(materi, proses, kelulusan dan penempatan), (3) Prinsip evaluasi, (4) Sasaran evaluasi
(kognitif, affektif dan psikomotor), dan (5) Alat-alat evaluasi (kalimat pertanyaan dan
peragaan).
Dalam Qur'an ada beberapa isyarat yang menunjukkan tentang kedudukan evaluasi
pendidikan yaitu Q.S. Al-Baqarah, 2: 31-32. Berdasarkan ayat tersebut menurut Nata,
Abuddin8 menjelaskan bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan
suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh
pendidik. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa dari ayat tersebut ada empat hal yang dapat
diketahui. Pertama, Allah SWT. Dalam ayat tersebut telah bertindak sebagai guru yang
memberikan pelajaran kepada Nabi Adam AS. Kedua para malaikat karena tidak memperoleh
pengajaran sebagaimana yang diterima Nabi Adam, mereka tidak dapat menyebutkan nama-
nania benda (ajaran) yang pernah diberikan kepada Nabi Adam. Ketiga, Allah SWf. Telah
meminta kepada Nabi Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang diterimanya di hadapan
para malaikat. Keempat, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa materi evaluasi atau materi
yang diujikan, haruslah materi yang pernah diajarkannya. Pendapat yang berbeda
dikemukakan oleh Nizar (2002:80- 81) bahwa ayat di atas juga mengukur daya kognisi,
hafalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya.9
Demikian pula Nabi Sulaiman pemah mengevaluasi kejujuran seekor burung Hud-
Hud yang memberitahukan tentang adanya kerajaan yang diperintah oleh seorang wanita
cantik, yang dikisahkan dalam ayat berikut. Berkata Sulaiman: "Akan kami lihat (evaluasi)
apakah kamu benar ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta." (QS.Al-Naml,
27:27).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut-dapat dikatakan bahwa evaluasi pendidikan memiliki
kedudukan yang amat strategis dan sebagai pelaksana evaluasi adalah Tuhan sebagai
pendidik alam dan Nabi sebagai Rasul Allah SWT. Hanya bedanya pelaku evaluasi yang
dilakukan Tuhan dalam ayat tersebut dilaksanakan sendiri oleh Tuhan, sedangkan pelaku

8
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm 134-135
9
Ibid 80-81

6
evaluasi yang dilaksanakan Nabi (Sulaiman as) melibatkan manusia, karena menggunakan
kata dhamir nahnu (nandhuru).
Ruang lingkup pembahasan tujuan evaluasi berkaitan dengan; materi atau tujuan
evaluasi, proses evaiuasi, kelulusan dan penempatan. Penjelasan secara terperinci dari
masing-masing tersebut sebagai berikut.
1) Materi atau Tujuan Evaluasi
Dalam Qur'an tujuan evaluasi dapat dipahami dari QS. AlAnkabut, 29: 2-3 sebagai
berikut. Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan:
"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji (dievaluasi) lagi? Dan sesungguhnya
Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orangorang yang benar, dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang
dusta.
Tujuan evaluasi (melalui berbagai cobaan) menurut ayat tersebut adalah untuk
menguji kualitas keimanan seseorang. Dengan demikian dapat diketahui siapa yang benar-
benar kuat imannya dan siapa yang lemah imannya. Tujuan evaluasi juga dapat diketahui
dari QS. AshShaffat, 37: 102-107) yaitu; Allah SWT. Telah menguji keimanan Nabi
Ibrahim as. dengan menyuruh menyembelih puteranya dengan tangannya sendiri. Karena
Ibrahim kuat imannya, maka ujian tersebut dapat dilaksanakan Ibrahim dengan sempurna.
Nata A. menambahkan bahwa tujuan evaluasi menurut Qur'an adalah, (1) untuk menguji
daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang
dialaminya, (2) untuk mengetahui sampai dimana atau sejauh mana hasil pendidikan
wahyu yang telah ditetapkan Rasulullah SAW. terhadap umatnya, dan (3) untuk
menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan manusia,
sehingga diketahui manusia yang paling mulia disisi Allah, yaitu yang paling bertakwa
kepada-Nya, manusia yang sedang dalam iman dan ketakwaannya dan manusia yang
ingkat kepada ajaran Islam. 10
Materi evaluasi dapat ditemukan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 155, dan QS. Al-Anbiya,
21:35. Materi evaluasi secara rinci _menurut ayat tersebut aclalah; ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, kematian, kurang bahan makanan, keburukan dan kebaikan. Bahan atau
materi evaluasi clalam ayat yang lain yaitu; Al-Qur'an (QS. Thaha, : 3, QS. Al-Haqqah, 9:
48, QS. Al-Muddasttsir, 74:54), api (QS. Waqi'ah, 56:73), peristiwa air bah (QS. Al-
Haqqah, 9:12), ayat-ayat Qur'an, (QS. 76: 29) dan ajaran Tuhan (QS.Abasa, 80:11).

10
Ibid 138

7
Berclasarkan ayat tersebut dapat diketahui bahwa materi evaluasi menurut Qur'an itu
sangat esensial dan harus dijadikan bahan kurikulum yang diajarkan kepada peserta didik.

2) Proses Evaluasi (hasil belajar)


Proses evaluasi dalam pendidikan Islam secara esensial berlaku bagi setiap muslim.
Demikian halnya dengan peserta didik yang sadar dan baik, adalah mereka yang sering
mengevaluasi diri sendiri, baik mengenai kelebihan yang hendaknya dipertahankan
maupun kekurangan dan kelemahan yang perlu dibenahi karena evaluasi itu sendiri
henclaknya dilakukan secara objektif (QS. Adz-Dzariyat/51: 21). Bahkan dalam konteks
evaluasi diri itu Umar lbn Khattab pemah berkata: «Evaluasilah dirimu sebelum engkau
dievaluasi orang lain." Hal ini mutlak diperlukan, sebab Allah senantiasa mengawasi dan
mengevalusi tindakan manusia (QS. 42: 6, QS. 50: 22, QS al-Baqarah/ 2:115, dan QS.
Muhammacl/47: 4) dengan cara menugaskan malaikat (QS. Qaaf/50: 18).
Evaluasi juga dilaksanakan untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem
pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi hasil belajar dan hasil
belajar menunjuk pada prestasi belajar siswa, sedangkan prestasi belajar itu merupakan
indikator adanya dan clerajat perubahan tingkah laku siswa. Menurut Djamarah dan Zain
menjelaskan bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar
tersebut clapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar berdasarkan
tujuan dan ruang lingkupnya dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian tes formatif, tes
subsumatif dan tes sumatif.
Lebih lanjut Djamarah dan Zain menjelaskan bahwa tes formatif digunakan untuk
mengukur satu atau geberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang daya serap siswa. Tes subsumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran
tertentu yang telah diajarkan clalam waktu tertentu, bertujuan untuk memperoleh
gambaran daya serap siswa utnuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Tes sumatif
diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang
telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran, bertujuan untuk
menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa clalam suatu periode belajar
tertentu.11

11
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Aswan, Strategi Be/ajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2002), hlm 120-121

8
3) Kelulusan
Siswa dikatakan lulus apabila telah mengilruti ujian atau evaluasi. Masalah yang
dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) upan yang telah dicapai. Tingkat
kelulusan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, dikatakan istimewa/ maksimal, apabila
seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa. Kedua, dikatakan
baik sekali/ optimal, apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang
diajarkan dapat dikuasai oleh siswa. Ketiga, dikatakan baik/minimal apabila bahan
pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75% saja dikuasai oleh siswa. Keeempat,
dikatakan kurang apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh
siswa.
Dalam konteks ini Qur'an mengisyaratkan adanya tingkat kelulusan yang dicapai
oleh Nabi Adam, AS pada posisi istimewa. Dikatakan demikian, karena Allah SWT.
memerintahkan kepada Malaikat supaya bersujud (memberikan penghormatan) kepada
Nabi Adam, AS (lihat Qur'an, 2: 34).

4) Penilaian Penempatan (placement test)


Asumsi yang mendasari penilaian penempatan bahwa manusia (peserta didik)
memiliki perbedaan-perbedaan khusus. Masing-masing perbedaan itu harus ditempatkan
sebagaimana seharusnya, sehingga kelebihan individu dapat berkembang dan
kelemahannya dapat diperbaiki. Allah SWT. Berfirman: Katakanlah tiap-tiap orang
berbuat menurut keadaannya masingmasing (Q.S. al-Isra':84). Fungsi penilaian
penempatan adalah untuk mengetahui keadaan anak sepintas lalu termasuk keadaan
seluruh pribadinya agar anak tersebut dapat ditempatkan pada posisinya. Tujuan penilaian
penempatan yaitu untuk menempatkan anak didik pada tempat yang sebenarnya
berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan serta keadaan diri anak sehingga
anak tidak mengalami hambatan dalam mengikuti pelajaran atau setiap program/bahan
yang disajikan guru. Aspek-aspek yang dinilai meliputi keadaan fisik dan psikis, bakat,
minat, kemampuan, pengetahuan, pengalaman keterampilan, sikap, dan aspek-aspek lain
yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan anak selanjutnya.
Prinsip-prinsip evaluasi sebagai dasar pelaksanaan penilaian. yaitu sebagai berikut.
Pertama, evaluasi hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif. Yaitu

9
pengukuran yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kedua, evaluasi harus
dibedakan antara penskoran dengan angka dan penilaian kategori. Penskoran berkenaan
dengan aspek kuantitatif (dapat dihitung), dan penilaian berkenaan dengan aspek kualitatif
(mutu). Ketiga, dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan dua macam penilaian,
yaitu penilaian berkenaan dengan hasil belajar, dan penilaian yang berkenaan dengan
penempatan. Keempat, pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses
belajar mengajar. Kelima, penilaian hendaknya bersifat komparabel yaitu dapat dibandingkan
antara satu tahap penilaian dengan tahap penilaian lainnya. Keenam, sistem penilaian yang
dipergunkan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri, sehingga tidak
membingungkan.
Berdasarkan gagasan pokok dalam beberapa istilah evaluasi menurut Qur'an
ditemukan adanya sasaran evaluasi yakni; pertama, ranah kognitif
(pengetahuan/pemahaman). Untuk menilai pengetahuan dapat dipergunakan pengujian
sebagai berikut. (1) sasaran penilaian aspek pengenalan (recognition), caranya dengan
memberikan pertanyaanpertanyaan bentuk pilihan berganda, yang menuntut siswa agar
melakukan identifikasi tentang fakta, definisi, contoh-contoh yang betul. (2) sasaran penilaian
mengingat kembali (recall), caranya dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka tertutup langsung
untuk mengungkapkan jawaban-jawaban yang unik. (3) sasaran penilaian aspek pemahaman
(Comprehension), caranya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut
identifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yang betul, dan klasifikasi.
Kedua, ranah afektif (sikap dan nilai) meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (1)
aspek penerimaan, (2) aspek sambutan, (3) aspek penilaian, (4) aspek organisasi, dan (5)
aspek karakteristik diri dengan suatu nilai atau kompleks nilai, ialah menginternalisasikn nilai
ke dalam sistem nilai dalam diri individu, yang berperilaku konsisten dengan sistem nilai
tersebut.
Ketiga, ranah keterampilan (psikomotor), sasaran evaluasi yaitu (1) aspek
keterampilan kognitif, (2) aspek keterampilan psikomotorik dengan tes tindakan, (3) aspek
keterampilan reaktif, dilaksanakan secara langsung dengan pengamatan objektif, (4) aspek
keterampilan reaktif. Seiring dengan itu Nata A menjelaskan bahwa pertama, evaluasi dari
segi tingkah laku, yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai
akibat dari proses belajar-mengajar. Kedua, segi pendidikan, yaitu penguasaan materi
pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar-mengajar. Ketiga, segi-segi yang
menyangkut proses belajar-mengajar dan mengajar itu sendiri, yaitu bahwa proses
pembelajaran perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru.

10
Tes merupakan alat evaluasi yang penting. Jenis-jenis alat-alat evaluasi antara lain;
benar-salah dan pilihan ganda (multiplechoice), menjodohkan (matching), melengkapi
(completion) dan essay. Benarsalah (B-S) dan pilihan ganda aclalah bagian dari tes objektif,
tetapi bila bentuk tes ini anak cenderung melakukan tindkakan spekulasi, pengambilan sikap
untung-untungan ketimbang tidak berisi. Alat tes clalam bentuk essay dapat mengurangi
sikap dan tindakan spekulasi pada anak didik. Sebab alat tes ini hanya bisa dijawab oleh anak
betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak
didik tidak dapat menjawabnya clengan baik dan benar. Alat tes dalam bentuk essay biasanya
clalam bentuk kalimat pertanyaan. Alat tes yang lain adalah melalui peragaan

2.2 Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan Islam Perspektif Hadist


1. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Menurut M. Arifin, ada tiga tujuan pedagogis dari sistem evaluasi Tuhan terhadap
perbuatan manusia12, yaitu
a. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema
kehidupan yang dialaminya.
b. Untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah diterapkan
Rasulullah SAW terhadap umatnya.
c. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan
manusia, sehingga diketahui manusia yang paling mulia di sisi Allah SWT yaitu paling
bertaqwa kepada-Nya, manusia yang sedang dalam iman atau ketakwaannya, manusia
yang ingkar kepada ajaran Islam.

Hal tersebut sesuai dengan hadist yang menceritakan bahwa Rasulullah sedang
menguji sahabatnya dengan mengajukan sebuah pertanyaan sebagai berikut:

‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬,‫ عن ابى عمر قال‬,‫ عن عبدهللا بن دينار‬,‫ جدثنا اسماعيل بن جعفر‬,‫حدثنا قتيبة‬

‫ فحدثونى ماهى؟ فوقع الناس فى شجرة اليوادى قال‬,‫ وإنها مثل المسلم‬,‫ان من شجر شجرة ال يسقط ورقها‬

‫رواه البخارى‬. ‫ هي النخلة‬,‫ قال‬.‫ حدثنا ماهي يارسول هللا‬,‫ ثم قالوا‬.‫ فاستحييت‬,‫ ووقع فى نفسى أنها النخلة‬,‫عبدهللا‬

12
Arifin, M, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, hlm 240

11
Artinya: Menceritakan kepada kami Qutaibat, menceritakan kepada kami Ismail ibn
Ja’far, dari Abdullah Ibn Dinar, dari Ibn Umar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya diantara pepohonan ada satu pohon yang daunnya tidak jatuh ke tanah
(secara berguguran). Pohon itu bagaikan seorang muslim. Jelaskanlah kepadaku pohon apa
itu?. Orang-orang mengatakan pohon itu terdapat di pedalaman. ‘Abdullah Berkata, dalam
benakku terbetik pikiran bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma. Akan tetapi aku malu
menjawabnya. Orang-orang barkata beritahukanlah kepada kami, pohon apakah itu wahai
Rasulullah? Beliau menjawab Pohon kurma.” (HR. Bukhari No. 59).

Rasulullah SAW, juga menguji kemampuan saat pada waktu akan berangkat perang
sebagaimana riwayat berikut.

‫ عرضنى رسول هللا صلى هللا‬,‫ عن ابى عمرقال‬,‫ عن نافع‬,‫ جدثنا عبد هللا‬,‫ حدثنا أبى‬,‫حدثنا محمد بن عبد هللا بن نمير‬

‫ وانا بن خمس عشرة سنة‬,‫ وعرضني يوم الخندق‬. ‫ فام يجوني‬,‫ وأنا ابن أربع عشرة‬,‫عليه وسلم يوم أحد فى القتال‬

‫ رواه البخاري‬.‫فأجزانى‬

Artinya : menceritakan kepada Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair, menceritakan


kepada kami ayahku, menceritakan kepada kami ‘Abdullah, dari Nafi’, dari ibn Imar
berkata, “Rasulullah SAW menguji kemampuanku berperang pada hari perang uhud, ketika
aku berusia empat belas tahun, lalu beliau tidak mengizinkanku, dan beliau mengujiku
kembali pada hari perang khandaq ketika aku berusia lima belas tahun, lalu beliau
mengizinkanku. (HR. Muslim No. 3473).

Tuhan memberikan contoh sistem evaluasi seperti difirmankan dalam kitab suci-
Nya,  yang sasaranya untuk mengetahui dan menilai sejauhmana kadar iman, takwa,
ketahanan mental, keteguhan hati, dan kesediaan untuk menerima ajakan Tuhan mentaati
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Kemudian setelah dinilai, Tuhan menetapkan kriteria-
kriteria derajat kemuliaan hamba-Nya. Bagi yang berderajat mulia di sisi-Nya, Dia akan
memberi ‘hadiah’ atau pahala sesuai kehendak-Nya yang berpuncak pada pahala tertinggi
yaitu surga.

Menurut Abdul Mujib dkk, tujuan evaluasi adalah13:

13
Ibid 43

12
a. Mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih
keberanian, dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah
diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan perilakunya.
b. Mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang
lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya.
c. Mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan
pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang telah dicapai untuk kemudian
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
d. Mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, dan proses peyampaian materi pelajaran.
e. Mengetahui penguasaan peserta didik dalam kompitensi/subkompitensi tertentu setelah
mengikuti proses pembelajaran, untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik
(diagnostic test) dan untuk memberikan arah dan lingkup pengembangan evaluasi
selanjutnya.

Dengan beberapa tujuan diatas, evaluasi berfungsi sebagai feedback (umpan balik)


terhadap kegiatan pembelajaran. umpan balik ini berguna untuk hal-hal berikut:

a. Ishlah
Yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk perbaikan perilaku,
wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
b. Tazkiyah
Yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan. Artinya, melihat kembali
program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program tersebut penting atau tidak
dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program yang harus dihilangkan, maka
harus dicari format yang cocok dengan program semula.
c. Tajdid
Yaitu modernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak relevan untuk
kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan dicarikan penggantinya yang lbih
baik. Dengan kegiatan ini, pendidikan dapat dimobilisasi dan didinamisasikan untuk lebih
maju dan relevan dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman.
d. Al Dakhil
Yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa raport, ijazah, piagam,
dsb.

13
Senada dengan Novan Ardi Wijaya, Ramayulis juga menggunakan fungsi evaluasi
sebagai berikut14:

a. Untuk mengetahui peserta didik yang terpandai dan terkurang di kelasnya.


b. Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki peserta didik atau
belum.
c. Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik.
d. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami
pendidikan dan pengajaran.
e. Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai
penyesuaian dalam kelas.
f. Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport, ijazah, piagam dan
sebagainya.

Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai:

a. Mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran pokok dari kurikulum secara
komprehensif;
b. Penetapan bagi tingkah laku apa yang harus direalisasikan oleh siswa;
c. Menyeleksi atau membentuk instrumen-instrumen yang valid, terpercaya dan praktis
untuk menilai sasaran-sasaran utama proses kependidikan atau ciri-ciri khusus dari
perkembangan dan pertumbuhan manusia didik.

Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam, diantaranya:

a. Dari segi pendidik, yaitu untuk membantu seorang pendidik mengetahui sejauhmana hasil
yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya.
b. Dari segi peserta didik, yaitu membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.
c. Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, untuk membantu para pemikir pendidikan Islam
mengetahui kelemahan teori-teori pendidikan Islam dan membantu mereka dalam
merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika
zaman yang senantiasa berubah.

14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2008., hlm 39

14
d. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam, untuk membantu mereka dalam
membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan
dalam sistem pendidikan nasional (Islam).

Pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta didik, pendidik
ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus memperhatikan prinsip-prisip sebagai
berikut:

a. Valid
Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes yang
terpercaya dan shahih. Artinya ada kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran dan
sasaran pengukuran.
a. Berorientasi kepada kompetensi
Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan
dapat diketahui secara jelas dan terarah.
b. Berkelanjutan/Berkesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui
secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta
didik dapat dipantau melalui penilaian. Dalam ajaran Islam sangatlah diperhatikan
kontinuitas, karena dengan berpegang prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang
menjadi valid dan stabil serta menghasilkan suatu tindakan yang menguntungkan.
e. Menyeluruh (Komprehensif)
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan,
pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan sebagainya, atau
dalam taksonomi Benjamin S. Bloom lebih dikenal dengan aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.
f. Adil dan objektif
Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektif
berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang
bersifat emosional dan irasional. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan
evaluasi.
g. Bermakna
Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu
evaluasi hendaknya mudah difahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.

15
h. Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan
tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada
rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.
i. Ikhlas
Evaluasi dilakukan dengan niat dan yang bersih, dalam rangka efisiensi tercapainya tujuan
pendidikan dan bai kepentingan peserta didik.
j. Praktis
Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa
indikator, yaitu: a) hemat waktu, biaya dan tenaga; b) mudah diadministrasikan; c) mudah
menskor dan mengolahnya; dan d) mudah ditafsirkan.
k. Dicatat dan akurat
Hasil dari setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara sistematis dan komprehensif
dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan.

Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan ajaran Islam, karena prinsip-prinsip tersebut


dalam ajaran Islam termasuk ke dalam akhlak yang mulia. Dalam akhlak yang mulia
seseorang harus bersifat obyektif, jujur, mengatakan sesuatu sesuai dengan apa adanya.
Orang yang menilai demikian dalam agama Islam dikenal dengan istilah shidiq. Dalam al-
Quran dijelaskan sebagai berikut:

َّ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو ُكونُوا َم َع ال‬
  َ‫صا ِدقِين‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119)

َ‫ِإل‬ ‫يهدي‬ ‫البر‬ ‫وإن‬ ‫البر‬ ‫ِإلَى‬ ‫يهدي‬ ‫الصدق‬ ‫إن‬ ‫قال‬ ‫سلَّم‬
َ ‫ َو‬ ‫ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫صلَّى‬
َ  ‫النبي‬  ْ‫عَن‬ ُ‫ َع ْنه‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫ض َي‬
ِ ‫ َر‬ ‫مسعود‬ ‫ابن‬  ْ‫عَن‬
‫الجنة‬ ‫ى‬

Artinya: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu


membawa kepada surga” (HR. Muslim No. 4720).

Sejalan dengan sikap obyektif dan jujur tersebut, maka seorang yang melakukan
penilaian harus benar-benar yakin terhadap hasil penilaiannya itu. Ia tidak boleh menilai
sesuatu yang belum diketahui dengan pasti atau masih meragukan. Hal ini sejalan dengan
hadits Nabi yang artinya: “Tinggalkan apa yang kau ragu-ragu, kepada apa yang tidak engkau

16
ragu-ragu. Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada ketenangan, dan dusta itu
membawa kepada keragu-raguan.” (HR. Tirmudzi).

Hadits lainnya yang menggambarkan tentang evaluasi pendidikan:

َ ‫ي َأنَّ النَّبِ َّي‬


‫ص•لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي• ِه‬ ِّ ‫اع ِد‬
ِ •‫الس‬ َّ ‫•ر َوةَ عَنْ َأبِي• ِه عَنْ َأبِي ُح َم ْي• ٍد‬ ْ •‫ش•ا ُم بْنُ ُع‬ َ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ٌد َأ ْخبَ َرنَا َع ْب• َدةُ َح• َّدثَنَا ِه‬
‫سبَهُ قَ••ا َل َه • َذا الَّ ِذي لَ ُك ْم‬ َ ‫سلَّ َم َو َحا‬َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ُ ‫سلَ ْي ٍم فَلَ َّما َجا َء ِإلَى َر‬
ُ ‫ت بَنِي‬ ِ ‫ص َدقَا‬ َ ‫ستَ ْع َم َل ابْنَ اُأْلتَبِيَّ ِة َعلَى‬ ْ ‫سلَّ َم ا‬
َ ‫َو‬
َ‫ت ُأ ِّم َك َحتَّى تَْأتِيَكَ َه• ِديَّتُكَ ِإنْ ُك ْنت‬ ِ ‫ت َأبِي َك َوبَ ْي‬ ِ ‫سلَّ َم فَ َهاَّل َجلَسْتَ فِي بَ ْي‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫َو َه ِذ ِه َه ِديَّةٌ ُأ ْه ِديَتْ لِي فَقَا َل َر‬
‫س•تَ ْع ِم ُل ِر َج• ااًل ِم ْن ُك ْم‬ ْ ‫اس َو َح ِم َد هَّللا َ َوَأ ْثنَى َعلَ ْي ِه ثُ َّم قَا َل َأ َّما بَ ْع ُد فَِإنِّي َأ‬
َ َّ‫سلَّ َم فَ َخطَ َب الن‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫صا ِدقًا ثُ َّم قَا َم َر‬ َ
ُ‫ت ُأ ِّم ِه َحتَّى تَْأتِيَ •ه‬
ِ ‫ت َأبِي • ِه َوبَ ْي‬ ِ ‫س فِي بَ ْي‬ َ َ‫َعلَى ُأ ُمو ٍر ِم َّما َواَّل نِي هَّللا ُ فَيَْأتِي َأ َح ُد ُك ْم فَيَقُو ُل َه َذا لَ ُك ْم َو َه ِذ ِه َه ِديَّةٌ ُأ ْه• ِديَتْ لِي فَ َهاَّل َجل‬
‫•و َم ا ْلقِيَا َم• ِة َأاَل فََأَل ْع• ِرفَنَّ َم••ا‬ َ ‫صا ِدقًا فَ َوهَّللا ِ اَل يَْأ ُخ ُذ َأ َح ُد ُك ْم ِم ْن َها‬
ْ •َ‫ش ْيًئا قَا َل ِهشَا ٌم بِ َغ ْي• ِر َحقِّ ِه ِإاَّل َج• ا َء هَّللا َ يَ ْح ِملُ•هُ ي‬ َ َ‫َه ِديَّتُهُ ِإنْ َكان‬
ُ‫اض ِإ ْبطَ ْي ِه َأاَل َه ْل بَلَّ ْغت‬
َ َ‫َجا َء هَّللا َ َر ُج ٌل بِبَ ِعي ٍر لَهُ ُر َغا ٌء َأ ْو بِبَقَ َر ٍة لَ َها ُخ َوا ٌر َأ ْو شَا ٍة تَ ْي َع ُر ثُ َّم َرفَ َع يَ َد ْي ِه َحتَّى َرَأيْتُ بَي‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah mengabarkan kepada


kami 'Abdah, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Abu
humaid as Sa'idi, bahwa Nabi SAW pernah mempekerjakan Ibnul Atabiyah untuk
menghimpun sedekah bani Sulaim. Tatkala ia mendatangi Rasulullah SAW dan Rasulullah
mengevaluasinya, ia mengatakan: “Ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku.” Spontan
Rasulullah SAW bersabda: "tidakkah jika engkau duduk saja di rumah ayahmu dan rumah
ibumu, maka apakah akan datang hadiahmu kepadamu jika memang engkau jujur.
"kemudian Rasulullah SAW berdiri dan berpidato kepada manusia, beliau memuja dan
memuji Allah, kemudian mengatakan Amma ba'du. Sesungguhnya saya mempekerjakan
beberapa orang diantara kalian untuk urusan yang Allah menguasakannya kepada saya,
lantas salah seorang diantara kalian mengatakan ini bagian untukmu dan ini hadiah
untukku. tidakkah jika dia duduk saja di rumah ayahnya dan rumah ibunya, maka apakah
akan datang hadiahnya kepadanya jika memang dia jujur. Demi Allah, tidaklah salah
seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap
Allah dengan memikul barang yang diambilnya, ketahuilah, aku tahu ada seseorang yang
menghadap Allah dengan memikul untanya yang mendengus, ada yang memikul sapinya
yang melenguh, ada yang memikul kambingnya yang mengembik," kemudian beliau
mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat putih kedua ketiaknya. (HR. Bukhari No.
6658)

‫ اِنَّ هللاَ الَ يَ ْنظُ••• ُر اِلَى‬:‫م‬.‫ ق•••ال رس•••ول هللا ص‬:‫ض••• َي هللاُ َع ْن•••هُ قَ•••ا َل‬
ِ ‫•••رةَ َر‬
َ ‫عَنْ اَبِ ْي ه َُر ْي‬
َ ‫اَ ْج‬
‫سا ِم ُك ْم‬

)‫ص َو ِر ُك ْم َو ٰل ِكنْ يَ ْنظُ َر اِلَى قُلُ ْو بِ َك ْم َواَ ْع َما لِ ُك ْم (رواه مسلم‬


ُ ‫َوالَ اِلَى‬

17
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, beliau berkata: Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak memandang dan menilai dari tubuh dan gambarmu (kuantitas),
akan tetapi Allah memandang dan menilai dari hati dan amalmu” (H.R. Muslim).

Ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Allah terhadap makhluknya tidak akan
menyalahi aturan yang ditetapkan sehingga tidak ada orang yang teraniaya atau dirugikan.
Kesalahan hanya dihitung sesuai dengan jumlah kesalahan (dosa), tetapi kebaikan dihitung
berlipat ganda, kebaikan satu diberi nilai 10 sampai 700.

 ‫حدثنا حفص بن عمر عن شعبة عن أبي عون عن الحارث بن عمرو بن المغيرة بن شعبة عن أناس من أه••ل‬
‫حمص من أصحاب معاذ بن جبل أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال كيف تقض••ي إذا‬
‫عرض لك قضاء قال أقضي بكتاب هللا فإن لم تجد في كتاب هللا قال فبسنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال ف••إن لم تج••د‬
)‫في سنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وال في كتاب هللا قال أجتهد برأيي وال آلو (رواه أبو داود‬

Artinya: ‘Menceritakan kepada kami Hafs ibn umar dari Syu’bah dan Abi ‘Aun dari
Harith ibn ‘Amr ibn Mughirah ibn Syu’bah dari Anas dari Ahli Himsh dari sahabat-sahabat
Mu’adz bahwasanya Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’adz ke yaman bersabda:
“bagaimana engkau akan  menghukum apabila datang kepadamu satu perkara?, ia (Mu’adz)
menjawab:”saya akan menghukum dengan kitabullah”, sabda beliau:”bagaimana bila tidak
terdapat di kitabullah?” ia menjawab:”saya akan menghukum dengan sunnah Rasulullah,”
beliau bersabda:”bagaimana jika tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah SAW? Ia
menjawab: ”saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur”.(HR. Abu Daud).

Hadis diatas menerangkan bahwa untuk mengadili suatu perkara harus merujuk pada
al-Qur’an, jika tidak ditemukan dalam al-Qur’an maka rujuk pada sunnah Rasulullah SAW,
jika tidak ditemukan maka boleh berijtihad dengan akal yang sehat. Dan bisa juga
menggabungkan keduanya antar al-Qur’an dan al-Hadis, karena fungsi hadis menjelaskan al-
Qur’an sehingga lebih akurat alasannya15. Hadis diatas terlihat Rasulullah baru akan
menyerahkan tugas kepada Mu’adz ketika terlebih dahulu mengetahui bahwa Mu’adz
memiliki ilmu tentang persoalan tugas yang akan diembannya.

Prinsip-prinsip diatas jika ditelaah dalam konsep pendidikan Islam, juga sejalan
dengan prinsip pendidikan islam itu sendiri yaitu keseimbangan (tawazun) dan komprehensif
(tasyamul). Bentuk keseimbangan tersebut meliputi keseimbangan antara aspek materil dan
15
As-Sijistani, Imam Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Beirut: Maktab ad-Dirasat wa Al-Buhuts fi
Dar Al Fikr.

18
spiritual maupun antara jasmani dan rohani, dan juga antara individu dan sosial. Prinsip ini
berimplikasi pada prinsip komprehensif yang memberikan kerangka dasar bahwa pendidikan
Islam meliputi seluruh dimensi potensi manusia, yaitu akal, intelektual, jiwa, spiritual,
maupun jasmani. Kedua prinsip itu merupakan dasar pendidikan Islam untuk membimbing
peserta didik menjadi insan kamil.

Dalam pelaksanaan pendidikan yang dilakukan Nabi kepada para sahabatnya, ketika
dilihat dari cara penyampaian materi hadits kepada para sahabatnya adalah dengan cara yang
sederhana dan praktis, namun ketika dianalisis lebih lanjut bahwa praktek kependidikan yang
dijalankan oleh Nabi sudah memuat beberapa aspek pendidikan yaitu pendidik, anak didik,
metode, sarana dan media, materi, bahkan sampai evaluasinyapun. Karena Nabi sendiri
merupakan evaluator pertama dan utama dalam menilai kemampuan, kecerdasan sahabat
sampai kepada sikap, tingkah laku, dan tindakan sahabat, sehingga ketika sahabat melanggar
atau tidak mengerjakan perintah dari Nabi, maka Nabi akan mengingatkannya, atau sahabat
tidak melakukan kewajiban dan aturan yang yang ada maka Nabi sendiripun yang akan
mengingatkannya. Inilah uniknya evaluasi pendidikan yang dilakukan Nabi secara
menyeluuh, baik itu di majlis taklim, masjid, musholla, lapangan, sampai dijalan atau
dimasyarakat, Nabi selalu mengevaluasi semua kegiatan dan tindakan sahabat, karena sahabat
yang prilakunya baik akan kelihatan dengan sendirinya dan sahabat yang prilakunya buruk
juga akan terlihat juga, karena Rasulullah disamping mengetahui aspek lahir juga dibantu
Allah untuk untuk mengetahui aspek batin, karena Allah menilai seseorang bukan dari aspek
lahir namun dari aspek batin.

Jika kita bandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pasal 64 ayat 3, prinsip-prinsip tersebut telah diatur didalamnya. Dalam
peraturan tersebut disebutkan penilaian hasil belajar mata pelajaran agama, dan akhlak mulia
serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui dua cara,
yaitu:

1. Pengamatan terhadap perubahan-perubahan perilaku dan sikap untuk menilai


perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.
2. Ujian, ulangan dan atau penugasan untuk mengukur hasil aspek kognitif peserta didik.

Sekilas PP tersebut memang hanya menyebutkan aspek kognitif dan afektif saja
tanpa melibatkan aspek psikomotorik, tetapi jika kita cermati dalam rumusan standar isi

19
(rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar) mata pelajaran PAI, baik SD, SMP,
SMA/SMK, dan juga madrasah, maka aspek psikomotorik akan kita temukan.

Abudin Nata membagi dalam empat macam/jenis evaluasi, yaitu: evaluasi formatif,


sumatif, placement atau penempatan, dan diagnosis.16

a. Evaluasi Formatif, ditujukan untuk mengetahui hasil kegiatan belajar mengajar yang telah
dilakukan oleh pendidik dan dicapai oleh peserta didik. Hal ini dilakukan karena dasarnya
manusia itu mempunyai kelemahan.
b. Evaluasi Sumatif, dilakukan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta didik
setelah mengikuti kegiatan belajar dalam satu semester atau akhir tahun dalam rangka
menentukan jenjang berikutnya. Asumsi evaluasi ini adalah bahwa segala sesuatu
(termasuk peserta didik) diciptakan mengikuti hokum bertahap. Hal ini sesuai dengan QS.
Al Insyiqaq ayat 19 yang artinya, “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat
(dalam kehidupan).”
c. Evaluasi Placement atau  penempatan, untuk mengetahui kemampuan peserta didik
sebelum mengikuti pelajaran, serta menetukan bidang studi atau jurusan yang akan
dipilihnya. Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa setiap manusia (peserta
didik) memiliki perbedaan-perbedaan dan potensi khusus. Hal ini disebutkan dalam QS.
Al Isra ayat 84 yang artinya, “Tiap-tiap orang berbuat menurut kedaannya.”
Evaluasi Diagnosis, untuk mengetahui dan menganalisis keadaan-keadaan peserta
didik, baik yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi, maupun hambatan
yang dijumpai dalam kegiatan belajar mengajar. Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah
bahwa pengalaman pahit masa lalu dapat dijadikan ‘guru’ untuk memperbaiki masa depan.
Setiap proses pembelajaran tidak terlepas dari kesulitan. Jika dapat menyelesaikan dan
memecahkan hambatan dan kesulitan yang dihadapi, iakan memperoleh kemudahan dalam
kegiatan berikutnya. Hal ini senada dengan QS. Al Insyirah ayat 5-7, yang artinya “Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (uirusan) lainnya.”
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan untuk melakukan evaluasi. Untuk
evaluasi pendidikan yang termasuk di dalamnya evaluasi terhadap program pendidikan suatu
lembaga, tujuan, sarana, efektifitas, kurikulum dan lain-lainnya, bisa dilakukan dengan teknik
evaluasi program salah satunya.
16
Abudin Nata, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002 hlm 102

20
Sedangkan untuk evaluasi pembelajaran ada dua teknik yang sering digunakan untuk
mengukur hasil belajar yaitu dengan tes dan non-tes. Sebagai salah satu alat untuk
mengkuantifikasi sampel perilaku, maka para ahli memberikan berbagai macam klasifikasi
tes yang berbeda tergantung perspektif sang ahli tersebut. Klasifikasi tes yang lengkap
disampaikan oleh Anas Sudijono yang mengklasifikasikan tes berdasarkan perspektif
tertentu. Jika tes digolongkan berdasarkan fungsi sebagai alat ukur perkembangan, maka ada
enam jenis tes yaitu : tes seleksi, tes awal, tes akhir, tes diagnostik, tes formatif dan tess
umatif.
Berdasarkan aspek psikis yang ingin dinilai, tes dibedakan menjadi tes intelegensi,
tes kemampuan, tes sikap, tes kepribadian dan tes hasil belajar. Berdasarkan banyaknya orang
yang mengikuti maka tes dibedakan menjadi tes individu dan tes kelompok. Jika digolongkan
berdasarkan waktu yang disediakan, maka akan ada dua jenis tes yaitu: power test dan speed
test. Ditinjau dari segi respon tes dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu tes verbal dan tes
non-verbal. Dan jika ditinjau dari cara mengajukan pertanyaan, akan ada dua tes yaitu te
stertulis dan tes lisan.
Teknik yang bisa digunakan dalamtes adalah tes lisan, tes unjuk kerja, tes tertulis
dan portofolio. Tes tertulis bisa dalam bentuk pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan,
jawaban singkat, dan uraian bebas. Sedangkan teknik non tes meliputi skala bertingkat,
kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup.
Jika diperjelas, maka teknik evaluasi dalam pendidikan dapat dibagi beberapa
langkah diantaranya :
a. Perencanaan
Dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu program belajar
mengajar didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai.
a. Pengumpulan data
Dengan cara menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, artinya untuk memperoleh bahan
informasi yang cukup tentang anak didik dengan diadakan evaluasi yang dapat ditempuh
dengan langkah yaitu: pelaksanaan evaluasi, pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan
pemberian kode atau skor.
b. Verifikasi data
Dengan menentukan metode evaluasi yang akan digunakan aspek yang akan dinilai.
Misalnya : untuk menilai sikap dipergunakan checklist.
d. Analisis data

21
Dengan cara memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan berupa tes
maupun bukan tes (non tes).
e. Penafsiran data
Dengan menentukan kriteria yang dipergunakan untuk menentukan frekuensi evaluasi
dengan menyusun bahan pelajaran.
Secara umum, proses pengembangan penyajian dan pemanfaatan evaluasi belajar
dapat digambarkan dalam langkah-langkah berikut:
a. PenentuanTujuanEvaluasi
b. Penyusunan Kisi-kisi soal
c. Telaah atau review dan revisi soal
d. Uji Coba (try out)
e. Penyusunan soal
f. Penyajian tes
g. Scoresing
h. Pengolahan hasil tes
i. Pelaporan hasil tes
j. Pemanfaatan hasil tes

Sasaran evaluasi merupakan tindakan yang harus ditempuh oleh pendidik dalam
mengadakan evaluasi. Sasaran itu sangat penting dalam menentukan pemyusunan alat-alat
evaluasi yang akan dipakai oleh pendidik. Menurut Abudin Nata, yang menjadi pokok
sasaran evaluasi yaitu untuk mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi pendidikan, proses
penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan materi
pendidikan. Karena antara satu komponen pendidikan dan komponen pendidikan lainnya
saling berkaitan.

Sasaran-sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besarnya melihat empat


kemampuan peserta didik yaitu:

a. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.


b. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
c. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.
d. Sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri selaku hamba Allah SWT anggota
masyarakat serta selaku khalifah-Nya di muka bumi.

22
Keempat sasaran tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh. Artinya, jangan
hanya dinilai dari segi penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus dinilai dari segi
perubahan tingkah laku dalam proses belajar mengajar.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang berarti
penilaian, penaksiran, atau evaluasi. Atau berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai.
Dalam al-Quran maupun hadis kata evaluasi tidak dapat ditemukan padanan yang pasti,
namun terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Diantaranya
adalah al-Hisab yang memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung, al-Bala’ yang
bermakna cobaan atau ujian), al-Hukm yang bermakna putusan atau vonis, al-Qadha yang
bermakna putusan, dan An-Nazhr yang berarti melihat musibah (ujian) dan fitnah yang berarti
cobaan ujian atau bencana.
Berdasarkan gagasan pokok tentang istilah evaluasi dalam Qur'an ditemukan
sistem evaluasi yaitu; Kedudukan evaluasi pendidikan, tujuan evaluasi (materi, proses,
kelulusan dan penempatan), prinsip evaluasi, sasaran evaluasi (kognitif, affektif dan
psikomotor), dan alat-alat evaluasi (kalimat pertanyaan dan peragaan).
Tujuan evaluasi untuk mengetahui kadar pemahaman peserta didik, mengetahui
siapa diantara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, mengumpulkan informasi yang
dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap
hasil pendidikan yang telah dicapai, mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, proses
peyampaian materi pelajaran, mengetahui kesulitan belajar peserta didik (diagnostic test) dan
untuk memberikan arah dan lingkup pengembangan evaluasi selanjutnya.Prinsip-prinsip
evaluasi valid,berorientasi kepada kompetensi, berkelanjutan/berkesinambungan
(kontinuitas), menyeluruh (komprehensif), adil dan objektif, bermakna, terbuka, praktis, dan
dicatat serta akurat. Jenisnya ada empat: evaluasi formatif, sumatif, placement atau
penempatan, dan diagnosis. Sasarannya meliputi mengevaluasi peserta didik, pendidik,
materi pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang
berkaitan dengan materi pendidikan

23
DAFTAR PUSTAKA

                        , Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)

_________, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

____________, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.

____________, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di


Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2008.

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 140-141.

Adalah keseluruhan kegiatan pengukuraii (pengumpulan data dan informasi), pengolahan,


penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil
belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. (Lihat Oemar Hamalik,
Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), h. 159

Al Syaibani, Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj.


Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan


Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2005.

Arifin, M, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan


Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Arikunto, Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,


1990.

As-Sijistani, Imam Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Beirut: Maktab ad-Dirasat wa Al-Buhuts
fi Dar Al Fikr.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Aswan, Strategi Be/ajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002), h. 120-121

Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia.

Falah, Ahmad, Hadits Tarbawi, Kudus: Nora Media Enterprise, 2010.

24
Hamalik, Oemar, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni, 1982.

Hamami, Tasman, Pemikiran Pendidikan Islam: Transformasi Kurikulum Pendidikan Agama


Islam di Sekolah Umum, Yogyakarta: Pustaka Book Publizer, 2008.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.

Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Oemar Hamalik, Kurilculum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 200l), h. 161- 163

Penilaian penempatan (placement test) adalah evaluasi yang dilakukan sebelum peserta didik
mengikuti proses belajar mengajar untuk kepentingan penempatan pada jurusan
atau fakultas yang diingini atau dimampui. Lihat Ramayulis, I/mu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 207 – 208.

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2008.

Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012.

Siregar, Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter


Menghadapi Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016.

Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi PAI, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan


UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001), h. 173.

Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar Ruzz Media,
2012.

Yusuf, Kadar M, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al Quran tentang Pendidikan, Jakarta:


Amzah, 2013.

25

Anda mungkin juga menyukai