HADITS TARBAWI
MATERI KE-9
“EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM”
DOSEN PENGAMPUH:
IDA LUTHFIYAH JAMILAH, M.Pd.I
DISUSUN OLEH:
KAFIYATUN NAJIYAH
RINI ISMIYAH
ROUDLOTUN NAFISAH
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwr.wb
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmatnya yang di
limpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dengan penuh keyakinan
serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran
positif bagi kita semua.
Selanjutnya, kami juga ucapkan Terimakasih kepada ibu dosen Ida Luthfiyah Jamilah,
M,Pdi mata kuliah haditstarbawiyang telah memberikan tugas makalah ini kepada kami.
Sehingga kami dapat memacu motivasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali
ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Evaluasi Pendidikan Islam” sehingga kami dapat
menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terakhir kali sebagai manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam
penyelesaian makalah ini, tetapi tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh
khilaf dan salah. Oleh karena itu, segenap saran kami harapkan dari semua pihak guna
perbaikan tugas-tugas serupa dimasa mendatang.
Wassalamu’alaikumwr.wb
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan, maka dibutuhkan evaluasi. Evaluasi yang
merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan Islam harus dilakukan secara
sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan
dicapai dalam proses pendidikan Islam dan proses pembelajaran.[4]
Dalam sejarah umat Islam, evaluasi sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau
selalu mengevaluasi kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam
menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rasulullah SAW
sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh mereka membacakan ayat-
ayat al-Qur’an dihadapannya, kemudian beliau membetulkan hafalan dan bacaan mereka
yang keliru.
1
Dalam makalah ini akan penulis sajikan hal-hal yang menyangkut evaluasi pendidikan
Islam, dari mulai pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip, sasaran, dan jenisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian evaluasi pendidikan Islam?
2. Bagaimana tujuan, fungsi, prinsip-prinsip, sasaran, dan jenis evaluasi pendidikan Islam
menurut perspektif hadits?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian evaluasi pendidikan Islam.
2. Mengetahui tujuan, fungsi, prinsip-prinsip, sasaran, dan jenis evaluasi pendidikan Islam
menurut perspektif hadits.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah nilai pada mulanya dipopulerkan oleh Plato. Pembahasan ‘nilai’ secara khusus
diperdalam dalam diskursus filsafat, terutama pada aspek aksiologinya. [7] Begitu pentingnya
kedudukan nilai dalam filsafat, sehingga para filosof meletakan nilai sebagai muara bagi
epistemologi dan ontologi filsafat. Kata nilai kemudian tidak hanya popular dalam bidang
filsafat saja, tetapi sampai pada bidang ekonomi, sosial, pendidikan, dsb. Dalam ekonomi
istilah nilai ditautkan dengan harga. Sedangkan jika diaplikasikan dalam pendidikan, kata
nilai dipahami sebagai memberikan muatan nilai dalam ontologi dan epistemologi
pendidikan, serta mengarakan prosesnya agar tetap mengacu pada nilai.
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya sama hanya
berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses
penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan
pendidikan.[8] Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. [9] Suharsimi membedakan
antara istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Menurutnya, pengukuran adalah
membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif. Penilaian
adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara
kualitatif. Sedangkan evaluasi, mencakup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif.[10]
Kata evaluasi dalam wacana keislaman tidak dapat ditemukan padanan yang pasti,
namun terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Diantaranya
adalah al-Hisab yang memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung (QS. Al
Baqarah: 284), al-Bala’ yang bermakna cobaan atau ujian (QS. Al Mulk: 2)[11], al-Hukm yang
3
bermakna putusan atau vonis (QS. An Naml: 78), al-Qadha yang bermakna putusan (QS.
Thaha: 72), An-Nazhr yang berarti melihat (An-Naml: 27),[12] musibah (ujian) (QS. Ali Imran:
165, Al Baqarah: 156, An Nisa: 62 dan 79, Ar Rum: 48, Luqman: 17, Al Hadiid: 22, At
Taghabun: 11), dan fitnah[13] yang berarti cobaan ujian atau bencana (QS. Al Anfal: 25, Al
Furqon: 20, Al Anbiya: 35).[14]
Beberapa term diatas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara langsung ataupun
hanya sekedar alat atau proses didalam evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa Al Quran
dan Hadist merupakan asas-asas atau prinsip-prinsip umum pendidikan, sementara
operasionalnya diserahkan penuh kepada para ijtihat umatnya. Term evaluasi pada taraf
berikutnya lebih diorientasikan pada ‘penafsiran atau memberi putusan terhadap
kependidikan’. Setiap tindakan didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat, dan lingkungan
kependidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka peran penilaian dibutuhkan guna
mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan tercapai.
Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan sebagai
proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah
yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya
menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum,
metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya.[15] Selain istilah evaluasi, terdapat pula
istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian. Sementara orang lebih
cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama, sehingga
dalam memaknainya tergantung dari kata mana yang siap diucapkan.[16]
Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu suatu proses dan
tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan
perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun
penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Jadi dengan evaluasi
diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita
dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya. Jadi evaluasi
pendidikan Islam yaitu kegiatan penilaian terhadap tingkah laku peserta didik dari
keseluruhan aspek mental-psikologis dan spiritual religius dalam pendidikan Islam, dalam hal
ini tentunya yang menjadi tolak ukur adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan pelaksanaan
evaluasi ini bukan hanya pendidik juga keseluruhan aspek/unsur pendidikan Islam.
4
B. Tujuan dan Fungsi, Prinsip-Prinsip, Jenis, Tehnik, dan Sasaran Evaluasi
Prndidikan Islam dalam Perspektif Hadits
1. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Menurut M. Arifin, ada tiga tujuan pedagogis dari sistem evaluasi Tuhan terhadap
perbuatan manusia, yaitu:[17]
ان,لم::ه وس::لى هللا علي::ول هللا ص::ال رس:: ق, عن ابى عمر قال, عن عبدهللا بن دينار, جدثنا اسماعيل بن جعفر,حدثنا قتيبة
ع:: ووق, عبدهللا,ال:: ق, فحدثونى ماهى؟ فوقع الناس فى شجرة اليوادى, وإنها مثل المسلم,من شجر شجرة ال يسقط ورقها
( (رواه البخارى. هي النخلة, قال. حدثنا ماهي يارسول هللا, ثم قالوا. فاستحييت,فى نفسى أنها النخلة
Artinya: Menceritakan kepada kami Qutaibat, menceritakan kepada kami Ismail ibn Ja’far,
dari Abdullah Ibn Dinar, dari Ibn Umar, ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda,“Sesungguhnya diantara pepohonan ada satu pohon yang daunnya tidak jatuh ke
tanah (secara berguguran). Pohon itu bagaikan seorang muslim. Jelaskanlah kepadaku
pohon apa itu?. Orang-orang mengatakan pohon itu terdapat di pedalaman. ‘Abdullah
Berkata, dalam benakku terbetik pikiran bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma. Akan
tetapi aku malu menjawabnya. Orang-orang barkata beritahukanlah kepada kami, pohon
apakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab Pohon kurma.” (HR. Bukhari No. 59).
Rasulullah SAW, juga menguji kemampuan saat pada waktu akan berangkat perang
sebagaimana riwayat berikut.
5
عرضنى رسول هللا صلى هللا عليه, عن ابى عمرقال, عن نافع, جدثنا عبد هللا, حدثنا أبى,حدثنا محمد بن عبد هللا بن نمير
.أجزانى:: ف, وانا بن خمس عشرة سنة, وعرضني يوم الخندق. فام يجوني, وأنا ابن أربع عشرة,وسلم يوم أحد فى القتال
((رواه البخاري
Artinya : menceritakan kepada Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair, menceritakan kepada
kami ayahku, menceritakan kepada kami ‘Abdullah, dari Nafi’, dari ibn Imar berkata,
“Rasulullah SAW menguji kemampuanku berperang pada hari perang uhud, ketika aku
berusia empat belas tahun, lalu beliau tidak mengizinkanku, dan beliau mengujiku kembali
pada hari perang khandaq ketika aku berusia lima belas tahun, lalu beliau mengizinkanku.
(HR. Muslim No. 3473).
Tuhan memberikan contoh sistem evaluasi seperti difirmankan dalam kitab suci-Nya,
[18]
yang sasaranya untuk mengetahui dan menilai sejauhmana kadar iman, takwa, ketahanan
mental, keteguhan hati, dan kesediaan untuk menerima ajakan Tuhan mentaati perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Kemudian setelah dinilai, Tuhan menetapkan kriteria-kriteria derajat
kemuliaan hamba-Nya. Bagi yang berderajat mulia di sisi-Nya, Dia akan memberi ‘hadiah’
atau pahala sesuai kehendak-Nya yang berpuncak pada pahala tertinggi yaitu surga.
6
peserta didik (diagnostic test) dan untuk memberikan arah dan lingkup
pengembangan evaluasi selanjutnya.
Dengan beberapa tujuan diatas, evaluasi berfungsi sebagai feedback (umpan balik)
terhadap kegiatan pembelajaran. umpan balik ini berguna untuk hal-hal berikut:[21]
a. Ishlah
Yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk perbaikan
perilaku, wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
b. Tazkiyah
Yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan. Artinya, melihat kembali
program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program tersebut penting
atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program yang harus
dihilangkan, maka harus dicari format yang cocok dengan program semula.
c. Tajdid
Yaitu modernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak relevan untuk
kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan dicarikan penggantinya
yang lbih baik. Dengan kegiatan ini, pendidikan dapat dimobilisasi dan
didinamisasikan untuk lebih maju dan relevan dengan kebutuhan peserta didik dan
perkembangan zaman.
d. Al Dakhil
Yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa raport, ijazah,
piagam, dsb.
Senada dengan Novan Ardi Wijaya, Ramayulis juga mengumakan fungsi evaluasi
sebagai berikut:[22]
7
f. Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport, ijazah,
piagam dan sebagainya.
Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai:[23]
2. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta didik, pendidik
ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus memperhatikan prinsip-prisip sebagai
berikut:[25]
a. Valid
Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes
yang terpercaya dan shahih. Artinya ada kesesuaian alat ukur dengan fungsi
pengukuran dan sasaran pengukuran.
8
Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran keberhasilan
pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
c. Berkelanjutan/Berkesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk
mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan
unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian. Dalam ajaran Islam
sangatlah diperhatikan kontinuitas, karena dengan berpegang prinsip ini, keputusan
yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil serta menghasilkan suatu
tindakan yang menguntungkan.
d. Menyeluruh (Komprehensif)
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kepribadian, ketajaman
hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan
sebagainya, atau dalam taksonomi Benjamin S. Bloom lebih dikenal dengan aspek
kognitif[26], afektif[27] dan psikomotorik.[28]
f. Bermakna
Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk
itu evaluasi hendaknya mudah difahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak
yang berkepentingan.
g. Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan sehingga
keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan
semua pihak.
h. Ikhlas
Evaluasi dilakukan dengan niat dan yang bersih, dalam rangka efisiensi
tercapainya tujuan pendidikan dan bai kepentingan peserta didik.
9
i. Praktis
Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa
indikator, yaitu: a) hemat waktu, biaya dan tenaga; b) mudah diadministrasikan; c)
mudah menskor dan mengolahnya; dan d) mudah ditafsirkan.
َّ يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو ُكونُوا َم َع ال
َصا ِدقِين
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119)
الجنة إِلَى يهدي البر وإن البر إِلَى يهدي الصدق إن قال سلَّم
َ َو َعلَ ْي ِه ُ هَّللا صلَّى
َ النبي ْعَن ُ َع ْنه ُ هَّللا ض َي
ِ َر مسعود ابن ْعَن
Sejalan dengan sikap obyektif dan jujur tersebut, maka seorang yang melakukan
penilaian harus benar-benar yakin terhadap hasil penilaiannya itu. Ia tidak boleh menilai
sesuatu yang belum diketahui dengan pasti atau masih meragukan. Hal ini sejalan dengan
hadits Nabi yang artinya: “Tinggalkan apa yang kau ragu-ragu, kepada apa yang tidak engkau
10
ragu-ragu. Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada ketenangan, dan dusta itu
membawa kepada keragu-raguan.” (HR. Tirmudzi).
ْ لَّ َم:س
تَ ْع َم َل:اس َ ي أَنَّ النَّبِ َّي
َ ِه َو:لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي:ص َّ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ٌد أَ ْخبَ َرنَا َع ْب َدةُ َح َّدثَنَا ِهشَا ُم بْنُ ع ُْر َوةَ عَنْ أَبِي ِه عَنْ أَبِي ُح َم ْي ٍد
ِّ ا ِع ِد:الس
ٌ ِذ ِه َه ِديَّة: َذا الَّ ِذي لَ ُك ْم َو َه:ا َل َه::َبَهُ ق:اس
َ لَّ َم َو َح:سَ ِه َو:لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي:ص ُ سلَ ْي ٍم فَلَ َّما َجا َء إِلَى َر
َ ِ سو ِل هَّللا ُ ت بَنِي َ ابْنَ اأْل ُتَبِيَّ ِة َعلَى
ِ ص َدقَا
َ َ ِديَّتُ َك إِنْ ُك ْنت: َك َه:َت أُ ِّمكَ َحتَّى تَأْتِي
ا ِدقًا ثُ َّم:ص ِ َك َوبَ ْي:ت أَبِي ِ سلَّ َم فَ َهاَّل َجلَسْتَ فِي بَ ْيَ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِ سو ُل هَّللا ُ أُ ْه ِديَتْ لِي فَقَا َل َر
ستَ ْع ِم ُل ِر َجااًل ِم ْن ُك ْم َعلَى أُ ُمو ٍر
ْ َاس َو َح ِم َد هَّللا َ َوأَ ْثنَى َعلَ ْي ِه ثُ َّم قَا َل أَ َّما بَ ْع ُد فَإِنِّي أ
َ َّسلَّ َم فَ َخطَ َب الن َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو ُ قَا َم َر
َ ِ سو ُل هَّللا
ْهُ إِن:ُهُ َه ِديَّت:َت أُ ِّم ِه َحتَّى تَأْتِي
ِ ِه َوبَ ْي:ت أَبِي ِ س ِفي بَ ْي َ َ ِديَتْ لِي فَ َهاَّل َجل: ِذ ِه َه ِديَّةٌ أُ ْه:ِم َّما َواَّل نِي هَّللا ُ فَيَأْتِي أَ َح ُد ُك ْم َفيَقُو ُل َه َذا لَ ُك ْم َو َه
َ صا ِدقًا فَ َوهَّللا ِ اَل يَأْ ُخ ُذ أَ َح ُد ُك ْم ِم ْن َها
ٌل:ش ْيئًا قَا َل ِهشَا ٌم بِ َغ ْي ِر َحقِّ ِه إِاَّل َجا َء هَّللا َ َي ْح ِملُهُ َي ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة أَاَل َفأَل َ ْع ِرفَنَّ َما َجا َء هَّللا َ َر ُج َ ََكان
ُاض إِ ْبطَ ْي ِه أَاَل َه ْل بَلَّ ْغت
َ َبِبَ ِعي ٍر لَهُ ُر َغا ٌء أَ ْو بِبَقَ َر ٍة لَ َها ُخ َوا ٌر أَ ْو شَا ٍة تَ ْي َع ُر ثُ َّم َرفَ َع يَ َد ْي ِه َحتَّى َرأَيْتُ بَي
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah mengabarkan kepada kami
'Abdah, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Abu humaid
as Sa'idi, bahwa Nabi SAW pernah mempekerjakan Ibnul Atabiyah untuk menghimpun
sedekah bani Sulaim. Tatkala ia mendatangi Rasulullah SAW dan Rasulullah
mengevaluasinya, ia mengatakan: “Ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku.” Spontan
Rasulullah SAW bersabda: "tidakkah jika engkau duduk saja di rumah ayahmu dan rumah
ibumu, maka apakah akan datang hadiahmu kepadamu jika memang engkau jujur.
"kemudian Rasulullah SAW berdiri dan berpidato kepada manusia, beliau memuja dan
memuji Allah, kemudian mengatakan Amma ba'du. Sesungguhnya saya mempekerjakan
beberapa orang diantara kalian untuk urusan yang Allah menguasakannya kepada saya,
lantas salah seorang diantara kalian mengatakan ini bagian untukmu dan ini hadiah
untukku. tidakkah jika dia duduk saja di rumah ayahnya dan rumah ibunya, maka apakah
akan datang hadiahnya kepadanya jika memang dia jujur. Demi Allah, tidaklah salah
seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap
Allah dengan memikul barang yang diambilnya, ketahuilah, aku tahu ada seseorang yang
menghadap Allah dengan memikul untanya yang mendengus, ada yang memikul sapinya
yang melenguh, ada yang memikul kambingnya yang mengembik," kemudian beliau
11
mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat putih kedua ketiaknya. (HR. Bukhari No.
6658)
َ اِنَّ هللاَ الَ يَ ْنظُ ُر اِلَى اَ ْج:م. قال رسول هللا ص:ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل
سا ِم ُك ْم ِ عَنْ اَبِ ْي ه َُر ْي َرةَ َر
Ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Allah terhadap makhluknya tidak akan
menyalahi aturan yang ditetapkan sehingga tidak ada orang yang teraniaya atau dirugikan.
Kesalahan hanya dihitung sesuai dengan jumlah kesalahan (dosa), tetapi kebaikan dihitung
berlipat ganda, kebaikan satu diberi nilai 10 sampai 700.
حدثنا حفص بن عمر عن شعبة عن أبي عون عن الحارث بن عمرو بن المغيرة بن شعبة عن أناس من أهل حمص من
أصحاب معاذ بن جبل أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال كيف تقضي إذا عرض لك
قضاء قال أقضي بكتاب هللا فإن لم تجد في كتاب هللا قال فبسنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال فإن لم تجد في سنة
)رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وال في كتاب هللا قال أجتهد برأيي وال آلو (رواه أبو داود
Artinya: ‘Menceritakan kepada kami Hafs ibn umar dari Syu’bah dan Abi ‘Aun dari Harith
ibn ‘Amr ibn Mughirah ibn Syu’bah dari Anas dari Ahli Himsh dari sahabat-sahabat Mu’adz
bahwasanya Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’adz ke yaman bersabda: “bagaimana
engkau akan menghukum apabila datang kepadamu satu perkara?, ia (Mu’adz)
menjawab:”saya akan menghukum dengan kitabullah”, sabda beliau:”bagaimana bila tidak
terdapat di kitabullah?” ia menjawab:”saya akan menghukum dengan sunnah Rasulullah,”
beliau bersabda:”bagaimana jika tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah SAW? Ia
menjawab:”saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur”.(HR. Abu Daud).[30]
Hadis diatas menerangkan bahwa untuk mengadili suatu perkara harus merujuk pada al-
Qur’an, jika tidak ditemukan dalam al-Qur’an maka rujuk pada sunnah Rasulullah SAW, jika
12
tidak ditemukan maka boleh berijtihad dengan akal yang sehat. Dan bisa juga
menggabungkan keduanya antar al-Qur’an dan al-Hadis, karena fungsi hadis menjelaskan al-
Qur’an sehingga lebih akurat alasannya. Hadis diatas terlihat Rasulullah baru akan
menyerahkan tugas kepada Mu’adz ketika terlebih dahulu mengetahui bahwa Mu’adz
memiliki ilmu tentang persoalan tugas yang akan diembannya.
Prinsip-prinsip diatas jika ditelaah dalam konsep pendidikan Islam, juga sejalan dengan
prinsip pendidikan islam itu sendiri yaitu keseimbangan (tawazun) dan komprehensif
(tasyamul). Bentuk keseimbangan tersebut meliputi keseimbangan antara aspek materil dan
spiritual maupun antara jasmani dan rohani, dan juga antara individu dan sosial. Prinsip ini
berimplikasi pada prinsip komprehensif yang memberikan kerangka dasar bahwa pendidikan
Islam meliputi seluruh dimensi potensi manusia, yaitu akal, intelektual, jiwa, spiritual,
maupun jasmani. Kedua prinsip itu merupakan dasar pendidikan Islam untuk membimbing
peserta didik menjadi insan kamil.[31]
Dalam pelaksanaan pendidikan yang dilakukan Nabi kepada para sahabatnya, ketika
dilihat dari cara penyampaian materi hadits kepada para sahabatnya adalah dengan cara yang
sederhana dan praktis, namun ketika dianalisis lebih lanjut bahwa praktek kependidikan yang
dijalankan oleh Nabi sudah memuat beberapa aspek pendidikan yaitu pendidik, anak didik,
metode, sarana dan media, materi, bahkan sampai evaluasinyapun. Karena Nabi sendiri
merupakan evaluator pertama dan utama dalam menilai kemampuan, kecerdasan sahabat
sampai kepada sikap, tingkah laku, dan tindakan sahabat, sehingga ketika sahabat melanggar
atau tidak mengerjakan perintah dari Nabi, maka Nabi akan mengingatkannya, atau sahabat
tidak melakukan kewajiban dan aturan yang yang ada maka Nabi sendiripun yang akan
mengingatkannya. Inilah uniknya evaluasi pendidikan yang dilakukan Nabi secara
menyeluuh, baik itu di majlis taklim, masjid, musholla, lapangan, sampai dijalan atau
dimasyarakat, Nabi selalu mengevaluasi semua kegiatan dan tindakan sahabat, karena sahabat
yang prilakunya baik akan kelihatan dengan sendirinya dan sahabat yang prilakunya buruk
juga akan terlihat juga, karena Rasulullah disamping mengetahui aspek lahir juga dibantu
Allah untuk untuk mengetahui aspek batin, karena Allah menilai seseorang bukan dari aspek
lahir namun dari aspek batin.[32]
Jika kita bandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pasal 64 ayat 3, prinsip-prinsip tersebut telah diatur didalamnya. Dalam peraturan
tersebut disebutkan penilaian hasil belajar mata pelajaran agama, dan akhlak mulia serta
13
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui dua cara,
yaitu:
3. Jenis Evaluasi
Abudin Nata membagi dalam empat macam/jenis evaluasi, yaitu: evaluasi
formatif, sumatif, placement atau penempatan, dan diagnosis.[34]
14
dari kesulitan. Jika dapat menyelesaikan dan memecahkan hambatan dan kesulitan
yang dihadapi, iakan memperoleh kemudahan dalam kegiatan berikutnya. Hal ini
senada dengan QS. Al Insyirah ayat 5-7, yang artinya “Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (uirusan) lainnya.”
4. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan untuk melakukan evaluasi. Untuk
evaluasi pendidikan yang termasuk di dalamnya evaluasi terhadap program pendidikan
suatu lembaga, tujuan, sarana, efektifitas, kurikulum dan lain-lainnya, bisa dilakukan
dengan teknik evaluasi program salah satunya.
Sedangkan untuk evaluasi pembelajaran ada dua teknik yang sering digunakan untuk
mengukur hasil belajar yaitu dengan tes dan non-tes. Sebagai salah satu alat untuk
mengkuantifikasi sampel perilaku, maka para ahli memberikan berbagai macam
klasifikasi tes yang berbeda tergantung perspektif sang ahli tersebut. Klasifikasi tes yang
lengkap disampaikan oleh Anas Sudijono yang mengklasifikasikan tes berdasarkan
perspektif tertentu. Jika tes digolongkan berdasarkan fungsi sebagai alat ukur
perkembangan, maka ada enam jenis tes yaitu : tes seleksi, tes awal, tes akhir, tes
diagnostik, tes formatif dan tess umatif.
Berdasarkan aspek psikis yang ingin dinilai, tes dibedakan menjadi tes intelegensi, tes
kemampuan, tes sikap, tes kepribadian dan tes hasil belajar. Berdasarkan banyaknya
orang yang mengikuti maka tes dibedakan menjadi tes individu dan tes kelompok. Jika
digolongkan berdasarkan waktu yang disediakan, maka akan ada dua jenis tes
yaitu: power test dan speed test. Ditinjau dari segi respon tes dapat dibedakan menjadi
dua bentuk yaitu tes verbal dan tes non verbal. Dan jika ditinjau dari cara mengajukan
pertanyaan, akan ada dua tes yaitu te stertulis dan tes lisan.
Teknik yang bisa digunakan dalamtes adalah tes lisan, tes unjuk kerja, tes tertulis dan
portofolio. Tes tertulis bisa dalam bentuk pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan,
jawaban singkat, dan uraian bebas. Sedangkan teknik non tes meliputi skala bertingkat,
kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup.
15
Jika diperjelas, maka teknik evaluasi dalam pendidikan dapat dibagi beberapa langkah
diantaranya :
a. Perencanaan
Dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu program
belajar mengajar didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai.
b. Pengumpulan data
Dengan cara menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, artinya untuk
memperoleh bahan informasi yang cukup tentang anak didik dengan diadakan
evaluasi yang dapat ditempuh dengan langkah yaitu: pelaksanaan evaluasi,
pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan pemberian kode atau skor.
c. Verifikasi data
Dengan menentukan metode evaluasi yang akan digunakan aspek yang akan
dinilai. Misalnya : untuk menilai sikap dipergunakan checklist.
d. Analisis data
Dengan cara memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan
dipergunakan berupa tes maupun bukan tes (non tes).
e. Penafsiran data
Dengan menentukan kriteria yang dipergunakan untuk menentukan frekuensi
evaluasi dengan menyusun bahan pelajaran.
a. PenentuanTujuanEvaluasi
b. Penyusunan Kisi-kisi soal
c. Telaah atau review dan revisi soal
d. Uji Coba (try out)
e. Penyusunan soal
f. Penyajian tes
g. Scoresing
16
h. Pengolahan hasil tes
i. Pelaporan hasil tes
j. Pemanfaatan hasil tes
5. Sasaran Evaluasi
Sasaran evaluasi merupakan tindakan yang harus ditempuh oleh pendidik dalam
mengadakan evaluasi. Sasaran itu sangat penting dalam menentukan pemyusunan alat-
alat evaluasi yang akan dipakai oleh pendidik. Menurut Abudin Nata, yang menjadi
pokok sasaran evaluasi yaitu untuk mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi
pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang
berkaitan dengan materi pendidikan.[35] Karena antara satu komponen pendidikan dan
komponen pendidikan lainnya saling berkaitan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
As-Sijistani, Imam Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Beirut: Maktab ad-Dirasat wa Al-Buhuts fi
Dar Al Fikr.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
19
_________, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012.
Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi PAI, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2012.
Yusuf, Kadar M, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al Quran tentang Pendidikan, Jakarta: Amzah,
2013.
[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan
dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 233.
20
[8] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 106.
[10]Contohnya tentang pelaksanaan sholat. Seseorang yang sholat dapat diukur dan
dinilai. Pengukuran shalat dilakukan pada aktifitas yang berkaitan dengan pelaksanaan
syarat-syarat dan rukunnya. Bila hal tersebut terpenuhi maka shalatnya dianggap sah.
Sementara penilaian shalat adalah yang berkaitan dengan adab-adab, seperti keikhlasan,
kekhusu’an, dsb. Walaupun hal ini sangat sulit dilakukan, karena menyangkut urusan batin
dan wewenang Tuhan. Lihat Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 242.
[11]Kata ini terulang 38 kali dalam al-Quran dengan berbagai sighat (bentuk kata).
Secara etimologi kata ini setara dengan ikhtabara dan imtahana yang berarti menguji atau
mencoba.
[16] Ibid., hal. 132
21
[18] Misalnya QS. Al Baqarah: 155 yang menjelaskan tentang sikap manusia
menghadapi kesulitan hidup, QS. An Naml: 40 tentang bersyukur atau kufur, QS. An Naml:
27 tentang evaluasi kejujuran burung Hud yang memberika kabar kepada Nabi Sulaiman
kerajaan yang diperintah oleh seorang wanita cantik, dan As Shaffat: 103, 106, 107 tentang
ujian Nabi Ibrahim yang berat untuk menyembelih putranya.
[26] Aspek kognitif adalah aspek yang mengarah pada ilmu pengetahuan yang
sasarannya yaitu cara berfikir seseorang dalam setiap perbuatan. Metode ini bisa dilakukan
secara langsung dan tidak langsung. Seperti dalam QS. Al-Baqarah: 31-32. Dalam ayat ini
Allah SWT menguji pengetahuan dan pemahaman Adam tentang dunia ini dan
penciptaannya.
[27] Aspek afektif adalah aspek yang mengarah pada perasaan atau jiwa dari peserta
didik yang sasarannya adalah cara bersikap dalam perbuatan. Dalam aspek ini bisa dilakukan
dengan dua cara, Observasi (pengamatan) dan Ujian tertulis dan atau lisan.
22
[28] Aspek psikomotorik adalah aspek yang mengarah pada keterampilan ataupun
kemahiran peserta didik. Metode yang digunakan dalam aspek ini adalah observasi dan tugas.
23
24