Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

HADITS TARBAWI
MATERI KE-9
“EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM”

DOSEN PENGAMPUH:
IDA LUTHFIYAH JAMILAH, M.Pd.I

DISUSUN OLEH:
KAFIYATUN NAJIYAH
RINI ISMIYAH
ROUDLOTUN NAFISAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM QOMARUDDIN GRESIK
TAHUN AKADEMIK
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwr.wb
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmatnya yang di
limpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dengan penuh keyakinan
serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran
positif bagi kita semua.
Selanjutnya, kami juga ucapkan Terimakasih kepada ibu dosen Ida Luthfiyah Jamilah,
M,Pdi mata kuliah haditstarbawiyang telah memberikan tugas makalah ini kepada kami.
Sehingga kami dapat memacu motivasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali
ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Evaluasi Pendidikan Islam” sehingga kami dapat
menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terakhir kali sebagai manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam
penyelesaian makalah ini, tetapi tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh
khilaf dan salah. Oleh karena itu, segenap saran kami harapkan dari semua pihak guna
perbaikan tugas-tugas serupa dimasa mendatang.

Wassalamu’alaikumwr.wb

Gresik, 11 Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah upaya sadar dan tanggungjawab untuk memelihara, membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan peserta didik agar ia memiliki
makna dan tujuan hidup yang hakiki. Sementara proses pendidikan bertujuan untuk
menimbulkan perubahan perubahan yang diinginkan pada setiap peserta didik. [1] Adapun
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam
sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits serta dalam pemikiran para ulama dan
dalam praktik sejarah umat Islam.[2]

Menurut Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, perubahan-perubahan yang


diinginkan pada peserta didik meliputi tiga bidang asasi, yaitu (1) tujuan personal yang
berkaitan dengan individu-individu yang sedang belajar untuk terjadinya perubahan yang
diinginkan, baik perubahan tingkah laku, aktifitas, dan pencapaiannya, serta pertumbuhan
yang diinginkan pada pribadi peserta didik; (2) tujuan sosial yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat sebagai unit sosial berikut dengan dinamika masyarakat umumnya; (3)
tujuan-tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu,
seni, dan profesi.[3]

Untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan, maka dibutuhkan evaluasi. Evaluasi yang
merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan Islam harus dilakukan secara
sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan
dicapai dalam proses pendidikan Islam dan proses pembelajaran.[4]

Dalam sejarah umat Islam, evaluasi sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau
selalu mengevaluasi kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam
menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rasulullah SAW
sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh mereka membacakan ayat-
ayat al-Qur’an dihadapannya, kemudian beliau membetulkan hafalan dan bacaan mereka
yang keliru.

1
Dalam makalah ini akan penulis sajikan hal-hal yang menyangkut evaluasi pendidikan
Islam, dari mulai pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip, sasaran, dan jenisnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian evaluasi pendidikan Islam?
2. Bagaimana tujuan, fungsi, prinsip-prinsip, sasaran, dan jenis evaluasi pendidikan Islam
menurut perspektif hadits?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian evaluasi pendidikan Islam.
2. Mengetahui tujuan, fungsi, prinsip-prinsip, sasaran, dan jenis evaluasi pendidikan Islam
menurut perspektif hadits. 

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam.


Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang berarti
penilaian, penaksiran, atau evaluasi.[5] Atau berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai.
Nilai dalam bahasa Arab disebut al-qimat. Dalam bahasa Arab, juga dijumpai
istilah imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari
proses kegiatan.[6]

Istilah nilai pada mulanya dipopulerkan oleh Plato. Pembahasan ‘nilai’ secara khusus
diperdalam dalam diskursus filsafat, terutama pada aspek aksiologinya. [7] Begitu pentingnya
kedudukan nilai dalam filsafat, sehingga para filosof meletakan nilai sebagai muara bagi
epistemologi dan ontologi filsafat. Kata nilai kemudian tidak hanya popular dalam bidang
filsafat saja, tetapi sampai pada bidang ekonomi, sosial, pendidikan, dsb. Dalam ekonomi
istilah nilai ditautkan dengan harga. Sedangkan jika diaplikasikan dalam pendidikan, kata
nilai dipahami sebagai memberikan muatan nilai dalam ontologi dan epistemologi
pendidikan, serta mengarakan prosesnya agar tetap mengacu pada nilai.

Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya sama hanya
berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses
penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan
pendidikan.[8] Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. [9] Suharsimi membedakan
antara istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Menurutnya, pengukuran adalah
membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif. Penilaian
adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara
kualitatif. Sedangkan evaluasi, mencakup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif.[10]

Kata evaluasi dalam wacana keislaman tidak dapat ditemukan padanan yang pasti,
namun terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Diantaranya
adalah al-Hisab yang memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung (QS. Al
Baqarah: 284), al-Bala’ yang bermakna cobaan atau ujian (QS. Al Mulk: 2)[11], al-Hukm yang

3
bermakna putusan atau vonis (QS. An Naml: 78), al-Qadha yang bermakna putusan (QS.
Thaha: 72), An-Nazhr yang berarti melihat (An-Naml: 27),[12] musibah (ujian) (QS. Ali Imran:
165, Al Baqarah: 156, An Nisa: 62 dan 79, Ar Rum: 48, Luqman: 17, Al Hadiid: 22, At
Taghabun: 11), dan fitnah[13] yang berarti cobaan ujian atau bencana (QS. Al Anfal: 25, Al
Furqon: 20, Al Anbiya: 35).[14]  

Beberapa term diatas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara langsung ataupun
hanya sekedar alat atau proses didalam evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa Al Quran
dan Hadist merupakan asas-asas atau prinsip-prinsip umum pendidikan, sementara
operasionalnya diserahkan penuh kepada para ijtihat umatnya. Term evaluasi pada taraf
berikutnya lebih diorientasikan pada ‘penafsiran atau memberi putusan terhadap
kependidikan’. Setiap tindakan didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat, dan lingkungan
kependidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka peran penilaian dibutuhkan guna
mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan tercapai.

Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan sebagai
proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah
yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya
menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum,
metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya.[15] Selain istilah evaluasi, terdapat pula
istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian. Sementara orang lebih
cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama, sehingga
dalam memaknainya tergantung dari kata mana yang siap diucapkan.[16]

Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu suatu proses dan
tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan
perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun
penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Jadi dengan evaluasi
diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita
dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya. Jadi evaluasi
pendidikan Islam yaitu kegiatan penilaian terhadap tingkah laku peserta didik dari
keseluruhan aspek mental-psikologis dan spiritual religius dalam pendidikan Islam, dalam hal
ini tentunya yang menjadi tolak ukur adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan pelaksanaan
evaluasi ini bukan hanya pendidik juga keseluruhan aspek/unsur pendidikan Islam.

4
B. Tujuan dan Fungsi, Prinsip-Prinsip, Jenis, Tehnik, dan Sasaran Evaluasi
Prndidikan Islam dalam Perspektif Hadits
1. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Menurut  M. Arifin, ada tiga tujuan pedagogis dari sistem evaluasi Tuhan terhadap
perbuatan manusia, yaitu:[17]

a. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam


problema kehidupan yang dialaminya.
b. Untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah diterapkan
Rasulullah SAW terhadap umatnya.
c. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan
manusia, sehingga diketahui manusia yang paling mulia di sisi Allah SWT yaitu
paling bertaqwa kepada-Nya, manusia yang sedang dalam iman atau
ketakwaannya, manusia yang ingkar kepada ajaran Islam.
Hal tersebut sesuai dengan hadist yang menceritakan bahwa Rasulullah sedang
menguji sahabatnya dengan mengajukan sebuah pertanyaan sebagai berikut:

‫ ان‬,‫لم‬::‫ه وس‬::‫لى هللا علي‬::‫ول هللا ص‬::‫ال رس‬::‫ ق‬,‫ عن ابى عمر قال‬,‫ عن عبدهللا بن دينار‬,‫ جدثنا اسماعيل بن جعفر‬,‫حدثنا قتيبة‬
‫ع‬::‫ ووق‬,‫ عبدهللا‬,‫ال‬::‫ ق‬,‫ فحدثونى ماهى؟ فوقع الناس فى شجرة اليوادى‬,‫ وإنها مثل المسلم‬,‫من شجر شجرة ال يسقط ورقها‬
(‫ (رواه البخارى‬.‫ هي النخلة‬,‫ قال‬.‫ حدثنا ماهي يارسول هللا‬,‫ ثم قالوا‬.‫ فاستحييت‬,‫فى نفسى أنها النخلة‬

Artinya: Menceritakan kepada kami Qutaibat, menceritakan kepada kami Ismail ibn Ja’far,
dari Abdullah Ibn Dinar, dari Ibn Umar, ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda,“Sesungguhnya diantara pepohonan ada satu pohon yang daunnya tidak jatuh ke
tanah (secara berguguran). Pohon itu bagaikan seorang muslim. Jelaskanlah kepadaku
pohon apa itu?. Orang-orang mengatakan pohon itu terdapat di pedalaman. ‘Abdullah
Berkata, dalam benakku terbetik pikiran bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma. Akan
tetapi aku malu menjawabnya. Orang-orang barkata beritahukanlah kepada kami, pohon
apakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab Pohon kurma.” (HR. Bukhari No. 59).

Rasulullah SAW, juga menguji kemampuan saat pada waktu akan berangkat perang
sebagaimana riwayat berikut.

5
‫ عرضنى رسول هللا صلى هللا عليه‬,‫ عن ابى عمرقال‬,‫ عن نافع‬,‫ جدثنا عبد هللا‬,‫ حدثنا أبى‬,‫حدثنا محمد بن عبد هللا بن نمير‬
.‫أجزانى‬::‫ ف‬,‫ وانا بن خمس عشرة سنة‬,‫ وعرضني يوم الخندق‬. ‫ فام يجوني‬,‫ وأنا ابن أربع عشرة‬,‫وسلم يوم أحد فى القتال‬
(‫(رواه البخاري‬

Artinya : menceritakan kepada Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair, menceritakan kepada
kami ayahku, menceritakan kepada kami ‘Abdullah, dari Nafi’, dari ibn Imar berkata,
“Rasulullah SAW menguji kemampuanku berperang pada hari perang uhud, ketika aku
berusia empat belas tahun, lalu beliau tidak mengizinkanku, dan beliau mengujiku kembali
pada hari perang khandaq ketika aku berusia lima belas tahun, lalu beliau mengizinkanku.
(HR. Muslim  No. 3473).

Tuhan memberikan contoh sistem evaluasi seperti difirmankan dalam kitab suci-Nya,
[18]
 yang sasaranya untuk mengetahui dan menilai sejauhmana kadar iman, takwa, ketahanan
mental, keteguhan hati, dan kesediaan untuk menerima ajakan Tuhan mentaati perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Kemudian setelah dinilai, Tuhan menetapkan kriteria-kriteria derajat
kemuliaan hamba-Nya. Bagi yang berderajat mulia di sisi-Nya, Dia akan memberi ‘hadiah’
atau pahala sesuai kehendak-Nya yang berpuncak pada pahala tertinggi yaitu surga.

Menurut Abdul Mujib dkk, tujuan evaluasi adalah:[19]

a. Mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih


keberanian, dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang
telah diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan perilakunya.
b. Mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga
yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya.[20]
c. Mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang telah
dicapai untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
d. Mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, dan proses peyampaian materi
pelajaran.
e. Mengetahui penguasaan peserta didik dalam kompitensi/subkompitensi tertentu
setelah mengikuti proses pembelajaran, untuk mengetahui kesulitan belajar

6
peserta didik (diagnostic test) dan untuk memberikan arah dan lingkup
pengembangan evaluasi selanjutnya.
Dengan beberapa tujuan diatas, evaluasi berfungsi sebagai feedback (umpan balik)
terhadap kegiatan pembelajaran. umpan balik ini berguna untuk hal-hal berikut:[21]

a. Ishlah
Yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk perbaikan
perilaku, wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.

b. Tazkiyah
Yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan. Artinya, melihat kembali
program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program tersebut penting
atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program yang harus
dihilangkan, maka harus dicari format yang cocok dengan program semula.

c. Tajdid
Yaitu modernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak relevan untuk
kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan dicarikan penggantinya
yang lbih baik. Dengan kegiatan ini, pendidikan dapat dimobilisasi dan
didinamisasikan untuk lebih maju dan relevan dengan kebutuhan peserta didik dan
perkembangan zaman.

d. Al Dakhil
Yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa raport, ijazah,
piagam, dsb.

Senada dengan Novan Ardi Wijaya, Ramayulis juga mengumakan fungsi evaluasi
sebagai berikut:[22]

a. Untuk mengetahui peserta didik yang terpandai dan terkurang di kelasnya.


b. Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki peserta didik
atau belum.
c. Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik.
d. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami
pendidikan dan pengajaran.
e. Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai
penyesuaian dalam kelas.

7
f. Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport, ijazah,
piagam dan sebagainya.
Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai:[23]

a. Mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran pokok dari kurikulum


secara komprehensif;
b. Penetapan bagi tingkah laku apa yang harus direalisasikan oleh siswa;
c. Menyeleksi atau membentuk instrumen-instrumen yang valid, terpercaya dan
praktis untuk menilai sasaran-sasaran utama proses kependidikan atau ciri-ciri
khusus dari perkembangan dan pertumbuhan manusia didik.
Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam, diantaranya:[24]

a. Dari segi pendidik, yaitu untuk membantu seorang pendidik mengetahui


sejauhmana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya.
b. Dari segi peserta didik, yaitu membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.
c. Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, untuk membantu para pemikir pendidikan
Islam mengetahui kelemahan teori-teori pendidikan Islam dan membantu mereka
dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus
dinamika zaman yang senantiasa berubah.
d. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam, untuk membantu mereka
dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akan
diterapkan dalam sistem pendidikan nasional (Islam).

2. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta didik, pendidik
ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus memperhatikan prinsip-prisip sebagai
berikut:[25]

a. Valid
Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes
yang terpercaya dan shahih. Artinya ada kesesuaian alat ukur dengan fungsi
pengukuran dan sasaran pengukuran.

b. Berorientasi kepada kompetensi

8
Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran keberhasilan
pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.

c. Berkelanjutan/Berkesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk
mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan
unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian. Dalam ajaran Islam
sangatlah diperhatikan kontinuitas, karena dengan berpegang prinsip ini, keputusan
yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil serta menghasilkan suatu
tindakan yang menguntungkan.

d. Menyeluruh (Komprehensif)
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kepribadian, ketajaman
hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan
sebagainya, atau dalam taksonomi Benjamin S. Bloom lebih dikenal dengan aspek
kognitif[26], afektif[27] dan psikomotorik.[28]

e. Adil dan objektif


Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektif
berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang
bersifat emosional dan irasional. Jangan karena kebencian menjadikan
ketidak objektifan evaluasi.[29]

f. Bermakna
Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk
itu evaluasi hendaknya mudah difahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak
yang berkepentingan.

g. Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan sehingga
keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan
semua pihak.

h. Ikhlas
Evaluasi dilakukan dengan niat dan yang bersih, dalam rangka efisiensi
tercapainya tujuan pendidikan dan bai kepentingan peserta didik.

9
i. Praktis
Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa
indikator, yaitu: a) hemat waktu, biaya dan tenaga; b) mudah diadministrasikan; c)
mudah menskor dan mengolahnya; dan d) mudah ditafsirkan.

j. Dicatat dan akurat


Hasil dari setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara sistematis dan
komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan.

Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan ajaran Islam, karena prinsip-prinsip tersebut


dalam ajaran Islam termasuk ke dalam akhlak yang mulia. Dalam akhlak yang mulia
seseorang harus bersifat obyektif, jujur, mengatakan sesuatu sesuai dengan apa adanya.
Orang yang menilai demikian dalam agama Islam dikenal dengan istilah shidiq. Dalam al-
Quran dijelaskan sebagai berikut:

َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو ُكونُوا َم َع ال‬
  َ‫صا ِدقِين‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119)

‫الجنة‬ ‫إِلَى‬ ‫يهدي‬ ‫البر‬ ‫وإن‬ ‫البر‬ ‫إِلَى‬ ‫يهدي‬ ‫الصدق‬ ‫إن‬ ‫قال‬ ‫سلَّم‬
َ ‫ َو‬ ‫ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫صلَّى‬
َ  ‫النبي‬  ْ‫عَن‬ ُ‫ َع ْنه‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫ض َي‬
ِ ‫ َر‬ ‫مسعود‬ ‫ابن‬  ْ‫عَن‬

Artinya: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu


membawa kepada surga” (HR. Muslim No. 4720).

Sejalan dengan sikap obyektif dan jujur tersebut, maka seorang yang melakukan
penilaian harus benar-benar yakin terhadap hasil penilaiannya itu. Ia tidak boleh menilai
sesuatu yang belum diketahui dengan pasti atau masih meragukan. Hal ini sejalan dengan
hadits Nabi yang artinya: “Tinggalkan apa yang kau ragu-ragu, kepada apa yang tidak engkau

10
ragu-ragu. Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada ketenangan, dan dusta itu
membawa kepada keragu-raguan.” (HR. Tirmudzi).

Hadits lainnya yang menggambarkan tentang evaluasi pendidikan:

ْ ‫لَّ َم‬:‫س‬
‫تَ ْع َم َل‬:‫اس‬ َ ‫ي أَنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫ ِه َو‬:‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬:‫ص‬ َّ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ٌد أَ ْخبَ َرنَا َع ْب َدةُ َح َّدثَنَا ِهشَا ُم بْنُ ع ُْر َوةَ عَنْ أَبِي ِه عَنْ أَبِي ُح َم ْي ٍد‬
ِّ ‫ا ِع ِد‬:‫الس‬
ٌ‫ ِذ ِه َه ِديَّة‬:‫ َذا الَّ ِذي لَ ُك ْم َو َه‬:‫ا َل َه‬::َ‫بَهُ ق‬:‫اس‬
َ ‫لَّ َم َو َح‬:‫س‬َ ‫ ِه َو‬:‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬:‫ص‬ ُ ‫سلَ ْي ٍم فَلَ َّما َجا َء إِلَى َر‬
َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ُ ‫ت بَنِي‬ َ ‫ابْنَ اأْل ُتَبِيَّ ِة َعلَى‬
ِ ‫ص َدقَا‬
َ َ‫ ِديَّتُ َك إِنْ ُك ْنت‬:‫ َك َه‬:َ‫ت أُ ِّمكَ َحتَّى تَأْتِي‬
‫ا ِدقًا ثُ َّم‬:‫ص‬ ِ ‫ َك َوبَ ْي‬:‫ت أَبِي‬ ِ ‫سلَّ َم فَ َهاَّل َجلَسْتَ فِي بَ ْي‬َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫أُ ْه ِديَتْ لِي فَقَا َل َر‬
‫ستَ ْع ِم ُل ِر َجااًل ِم ْن ُك ْم َعلَى أُ ُمو ٍر‬
ْ َ‫اس َو َح ِم َد هَّللا َ َوأَ ْثنَى َعلَ ْي ِه ثُ َّم قَا َل أَ َّما بَ ْع ُد فَإِنِّي أ‬
َ َّ‫سلَّ َم فَ َخطَ َب الن‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫قَا َم َر‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ْ‫هُ إِن‬:ُ‫هُ َه ِديَّت‬:َ‫ت أُ ِّم ِه َحتَّى تَأْتِي‬
ِ ‫ ِه َوبَ ْي‬:‫ت أَبِي‬ ِ ‫س ِفي بَ ْي‬ َ َ‫ ِديَتْ لِي فَ َهاَّل َجل‬:‫ ِذ ِه َه ِديَّةٌ أُ ْه‬:‫ِم َّما َواَّل نِي هَّللا ُ فَيَأْتِي أَ َح ُد ُك ْم َفيَقُو ُل َه َذا لَ ُك ْم َو َه‬
َ ‫صا ِدقًا فَ َوهَّللا ِ اَل يَأْ ُخ ُذ أَ َح ُد ُك ْم ِم ْن َها‬
‫ ٌل‬:‫ش ْيئًا قَا َل ِهشَا ٌم بِ َغ ْي ِر َحقِّ ِه إِاَّل َجا َء هَّللا َ َي ْح ِملُهُ َي ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة أَاَل َفأَل َ ْع ِرفَنَّ َما َجا َء هَّللا َ َر ُج‬ َ َ‫َكان‬
ُ‫اض إِ ْبطَ ْي ِه أَاَل َه ْل بَلَّ ْغت‬
َ َ‫بِبَ ِعي ٍر لَهُ ُر َغا ٌء أَ ْو بِبَقَ َر ٍة لَ َها ُخ َوا ٌر أَ ْو شَا ٍة تَ ْي َع ُر ثُ َّم َرفَ َع يَ َد ْي ِه َحتَّى َرأَيْتُ بَي‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah mengabarkan kepada kami
'Abdah, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Abu humaid
as Sa'idi, bahwa Nabi SAW pernah mempekerjakan Ibnul Atabiyah untuk menghimpun
sedekah bani Sulaim. Tatkala ia mendatangi Rasulullah SAW dan Rasulullah
mengevaluasinya, ia mengatakan: “Ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku.” Spontan
Rasulullah SAW bersabda: "tidakkah jika engkau duduk saja di rumah ayahmu dan rumah
ibumu, maka apakah akan datang hadiahmu kepadamu jika memang engkau jujur.
"kemudian Rasulullah SAW berdiri dan berpidato kepada manusia, beliau memuja dan
memuji Allah, kemudian mengatakan Amma ba'du. Sesungguhnya saya mempekerjakan
beberapa orang diantara kalian untuk urusan yang Allah menguasakannya kepada saya,
lantas salah seorang diantara kalian mengatakan ini bagian untukmu dan ini hadiah
untukku. tidakkah jika dia duduk saja di rumah ayahnya dan rumah ibunya, maka apakah
akan datang hadiahnya kepadanya jika memang dia jujur. Demi Allah, tidaklah salah
seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap
Allah dengan memikul barang yang diambilnya, ketahuilah, aku tahu ada seseorang yang
menghadap Allah dengan memikul untanya yang mendengus, ada yang memikul sapinya
yang melenguh, ada yang memikul kambingnya yang mengembik," kemudian beliau

11
mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat putih kedua ketiaknya. (HR. Bukhari No.
6658)

َ ‫ اِنَّ هللاَ الَ يَ ْنظُ ُر اِلَى اَ ْج‬:‫م‬.‫ قال رسول هللا ص‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
‫سا ِم ُك ْم‬ ِ ‫عَنْ اَبِ ْي ه َُر ْي َرةَ َر‬

)‫ص َو ِر ُك ْم َو ٰل ِكنْ يَ ْنظُ َر اِلَى قُلُ ْو بِ َك ْم َواَ ْع َما لِ ُك ْم (رواه مسلم‬


ُ ‫َوالَ اِلَى‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, beliau berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya


Allah tidak memandang dan menilai dari tubuh dan gambarmu (kuantitas), akan tetapi Allah
memandang dan menilai dari hati dan amalmu” (H.R. Muslim).

Ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Allah terhadap makhluknya tidak akan
menyalahi aturan yang ditetapkan sehingga tidak ada orang yang teraniaya atau dirugikan.
Kesalahan hanya dihitung sesuai dengan jumlah kesalahan (dosa), tetapi kebaikan dihitung
berlipat ganda, kebaikan satu diberi nilai 10 sampai 700.

 ‫حدثنا حفص بن عمر عن شعبة عن أبي عون عن الحارث بن عمرو بن المغيرة بن شعبة عن أناس من أهل حمص من‬
‫أصحاب معاذ بن جبل أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال كيف تقضي إذا عرض لك‬
‫قضاء قال أقضي بكتاب هللا فإن لم تجد في كتاب هللا قال فبسنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال فإن لم تجد في سنة‬
)‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وال في كتاب هللا قال أجتهد برأيي وال آلو (رواه أبو داود‬

Artinya: ‘Menceritakan kepada kami Hafs ibn umar dari Syu’bah dan Abi ‘Aun dari Harith
ibn ‘Amr ibn Mughirah ibn Syu’bah dari Anas dari Ahli Himsh dari sahabat-sahabat Mu’adz
bahwasanya Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’adz ke yaman bersabda: “bagaimana
engkau akan  menghukum apabila datang kepadamu satu perkara?, ia (Mu’adz)
menjawab:”saya akan menghukum dengan kitabullah”, sabda beliau:”bagaimana bila tidak
terdapat di kitabullah?” ia menjawab:”saya akan menghukum dengan sunnah Rasulullah,”
beliau bersabda:”bagaimana jika tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah SAW? Ia
menjawab:”saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur”.(HR. Abu Daud).[30]

Hadis diatas menerangkan bahwa untuk mengadili suatu perkara harus merujuk pada al-
Qur’an, jika tidak ditemukan dalam al-Qur’an maka rujuk pada sunnah Rasulullah SAW, jika

12
tidak ditemukan maka boleh berijtihad dengan akal yang sehat. Dan bisa juga
menggabungkan keduanya antar al-Qur’an dan al-Hadis, karena fungsi hadis menjelaskan al-
Qur’an sehingga lebih akurat alasannya. Hadis diatas terlihat Rasulullah baru akan
menyerahkan tugas kepada Mu’adz ketika terlebih dahulu mengetahui bahwa Mu’adz
memiliki ilmu tentang persoalan tugas yang akan diembannya.

Prinsip-prinsip diatas jika ditelaah dalam konsep pendidikan Islam, juga sejalan dengan
prinsip pendidikan islam itu sendiri yaitu keseimbangan (tawazun) dan komprehensif
(tasyamul). Bentuk keseimbangan tersebut meliputi keseimbangan antara aspek materil dan
spiritual maupun antara jasmani dan rohani, dan juga antara individu dan sosial. Prinsip ini
berimplikasi pada prinsip komprehensif yang memberikan kerangka dasar bahwa pendidikan
Islam meliputi seluruh dimensi potensi manusia, yaitu akal, intelektual, jiwa, spiritual,
maupun jasmani. Kedua prinsip itu merupakan dasar pendidikan Islam untuk membimbing
peserta didik menjadi insan kamil.[31]

Dalam pelaksanaan pendidikan yang dilakukan Nabi kepada para sahabatnya, ketika
dilihat dari cara penyampaian materi hadits kepada para sahabatnya adalah dengan cara yang
sederhana dan praktis, namun ketika dianalisis lebih lanjut bahwa praktek kependidikan yang
dijalankan oleh Nabi sudah memuat beberapa aspek pendidikan yaitu pendidik, anak didik,
metode, sarana dan media, materi, bahkan sampai evaluasinyapun. Karena Nabi sendiri
merupakan evaluator pertama dan utama dalam menilai kemampuan, kecerdasan sahabat
sampai kepada sikap, tingkah laku, dan tindakan sahabat, sehingga ketika sahabat melanggar
atau tidak mengerjakan perintah  dari Nabi, maka Nabi akan mengingatkannya, atau sahabat
tidak melakukan kewajiban dan aturan yang yang ada maka Nabi sendiripun yang akan
mengingatkannya. Inilah uniknya evaluasi pendidikan yang dilakukan Nabi secara
menyeluuh, baik itu di majlis taklim, masjid, musholla, lapangan, sampai dijalan atau
dimasyarakat, Nabi selalu mengevaluasi semua kegiatan dan tindakan sahabat, karena sahabat
yang prilakunya baik akan kelihatan dengan sendirinya dan sahabat yang prilakunya buruk
juga akan terlihat juga, karena Rasulullah disamping mengetahui aspek lahir juga dibantu
Allah untuk untuk mengetahui aspek batin, karena Allah menilai seseorang bukan dari aspek
lahir namun dari aspek batin.[32]

Jika kita bandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pasal 64 ayat 3, prinsip-prinsip tersebut telah diatur didalamnya. Dalam peraturan
tersebut disebutkan penilaian hasil belajar mata pelajaran agama, dan akhlak mulia serta

13
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui dua cara,
yaitu:

1. Pengamatan terhadap perubahan-perubahan perilaku dan sikap untuk menilai


perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.
2. Ujian, ulangan dan atau penugasan untuk mengukur hasil aspek kognitif peserta
didik.Sekilas PP tersebut memang hanya menyebutkan aspek kognitif dan afektif saja
tanpa melibatkan aspek psikomotorik, tetapi jika kita cermati dalam rumusan standar
isi (rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar) mata pelajaran PAI, baik SD,
SMP, SMA/SMK, dan juga madrasah, maka aspek psikomotorik akan kita temukan.
[33]

3. Jenis Evaluasi
Abudin Nata membagi dalam empat macam/jenis evaluasi, yaitu: evaluasi
formatif, sumatif, placement atau penempatan, dan diagnosis.[34]

a. Evaluasi Formatif, ditujukan untuk mengetahui hasil kegiatan belajar mengajar


yang telah dilakukan oleh pendidik dan dicapai oleh peserta didik. Hal ini
dilakukan karena dasarnya manusia itu mempunyai kelemahan.
b. Evaluasi Sumatif, dilakukan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta
didik setelah mengikuti kegiatan belajar dalam satu semester atau akhir tahun
dalam rangka menentukan jenjang berikutnya. Asumsi evaluasi ini adalah bahwa
segala sesuatu (termasuk peserta didik) diciptakan mengikuti hokum bertahap. Hal
ini sesuai dengan QS. Al Insyiqaq ayat 19 yang artinya, “Sesungguhnya kamu
melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).”
c. Evaluasi Placement atau  penempatan, untuk mengetahui kemampuan peserta
didik sebelum mengikuti pelajaran, serta menetukan bidang studi atau jurusan
yang akan dipilihnya. Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa setiap
manusia (peserta didik) memiliki perbedaan-perbedaan dan potensi khusus. Hal
ini disebutkan dalam QS. Al Isra ayat 84 yang artinya, “Tiap-tiap orang berbuat
menurut kedaannya.”
d. Evaluasi Diagnosis, untuk mengetahui dan menganalisis keadaan-keadaan peserta
didik, baik yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi, maupun
hambatan yang dijumpai dalam kegiatan belajar mengajar. Asumsi yang
mendasari evaluasi ini adalah bahwa pengalaman pahit masa lalu dapat dijadikan
‘guru’ untuk memperbaiki masa depan. Setiap proses pembelajaran tidak terlepas

14
dari kesulitan. Jika dapat menyelesaikan dan memecahkan hambatan dan kesulitan
yang dihadapi, iakan memperoleh kemudahan dalam kegiatan berikutnya. Hal ini
senada dengan QS. Al Insyirah ayat 5-7, yang artinya “Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (uirusan) lainnya.”

4. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan untuk melakukan evaluasi. Untuk
evaluasi pendidikan yang termasuk di dalamnya evaluasi terhadap program pendidikan
suatu lembaga, tujuan, sarana, efektifitas, kurikulum dan lain-lainnya, bisa dilakukan
dengan teknik evaluasi program salah satunya.

Sedangkan untuk evaluasi pembelajaran ada dua teknik yang sering digunakan untuk
mengukur hasil belajar yaitu dengan tes dan non-tes. Sebagai salah satu alat untuk
mengkuantifikasi sampel perilaku,  maka para ahli memberikan berbagai macam
klasifikasi tes yang berbeda tergantung perspektif sang ahli tersebut. Klasifikasi tes yang
lengkap disampaikan oleh Anas Sudijono yang mengklasifikasikan tes berdasarkan
perspektif tertentu. Jika tes digolongkan berdasarkan fungsi sebagai alat ukur
perkembangan, maka ada enam jenis tes yaitu : tes seleksi, tes awal, tes akhir, tes
diagnostik, tes formatif dan tess umatif.

Berdasarkan aspek psikis yang ingin dinilai, tes dibedakan menjadi tes intelegensi, tes
kemampuan, tes sikap, tes kepribadian dan tes hasil belajar. Berdasarkan banyaknya
orang yang mengikuti maka tes dibedakan menjadi tes individu dan tes kelompok. Jika
digolongkan berdasarkan waktu yang disediakan, maka akan ada dua jenis tes
yaitu: power test dan speed test. Ditinjau dari segi respon tes dapat dibedakan menjadi
dua bentuk yaitu tes verbal dan tes non verbal. Dan jika ditinjau dari cara mengajukan
pertanyaan, akan ada dua tes yaitu te stertulis dan tes lisan.

Teknik yang bisa digunakan dalamtes adalah tes lisan, tes unjuk kerja, tes tertulis dan
portofolio. Tes tertulis bisa dalam bentuk pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan,
jawaban singkat, dan uraian bebas. Sedangkan teknik non tes meliputi skala bertingkat,
kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup.

15
Jika diperjelas, maka teknik evaluasi dalam pendidikan dapat dibagi beberapa langkah
diantaranya :

a. Perencanaan
Dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu program
belajar mengajar didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai.

b. Pengumpulan data
Dengan cara menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, artinya untuk
memperoleh bahan informasi yang cukup tentang anak didik dengan diadakan
evaluasi yang dapat ditempuh dengan langkah yaitu: pelaksanaan evaluasi,
pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan pemberian kode atau skor.

c. Verifikasi data
Dengan menentukan metode evaluasi yang akan digunakan aspek yang akan
dinilai. Misalnya : untuk menilai sikap dipergunakan checklist.

d. Analisis data
Dengan cara memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan
dipergunakan berupa tes maupun bukan tes (non tes).

e. Penafsiran data
Dengan menentukan kriteria yang dipergunakan untuk menentukan frekuensi
evaluasi dengan menyusun bahan pelajaran.

Secara umum, proses pengembangan penyajian dan pemanfaatan evaluasi belajar


dapat digambarkan dalam langkah-langkah berikut:

a. PenentuanTujuanEvaluasi
b. Penyusunan Kisi-kisi soal
c. Telaah atau review dan revisi soal
d. Uji Coba (try out)
e. Penyusunan soal
f. Penyajian tes
g. Scoresing

16
h. Pengolahan hasil tes
i. Pelaporan hasil tes
j. Pemanfaatan hasil tes

5. Sasaran Evaluasi
Sasaran evaluasi merupakan tindakan yang harus ditempuh oleh pendidik dalam
mengadakan evaluasi. Sasaran itu sangat penting dalam menentukan pemyusunan alat-
alat evaluasi yang akan dipakai oleh pendidik. Menurut Abudin Nata, yang menjadi
pokok sasaran evaluasi yaitu untuk mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi
pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang
berkaitan dengan materi pendidikan.[35] Karena antara satu komponen pendidikan dan
komponen pendidikan lainnya saling berkaitan.

Sasaran-sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besarnya melihat empat


kemampuan peserta didik yaitu:[36]

a. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.


b. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
c. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam
sekitarnya.
d. Sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri selaku hamba Allah SWT anggota
masyarakat serta selaku khalifah-Nya di muka bumi.
Keempat sasaran tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh. Artinya, jangan hanya
dinilai dari segi penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus dinilai dari segi perubahan
tingkah laku dalam proses belajar mengajar.

17
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang berarti


penilaian, penaksiran, atau evaluasi. Atau berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai.
Dalam al-Quran maupun hadis kata evaluasi tidak dapat ditemukan padanan yang pasti,
namun terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Diantaranya
adalah al-Hisab yang memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung, al-Bala’ yang
bermakna cobaan atau ujian), al-Hukm yang bermakna putusan atau vonis, al-Qadha yang
bermakna putusan, dan An-Nazhr yang berarti melihat musibah (ujian) dan fitnah yang berarti
cobaan ujian atau bencana.

Tujuan evaluasi untuk mengetahui kadar pemahaman peserta didik, mengetahui siapa


diantara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, mengumpulkan informasi yang dapat
dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil
pendidikan yang telah dicapai, mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, proses peyampaian
materi pelajaran, mengetahui kesulitan belajar peserta didik (diagnostic test) dan untuk
memberikan arah dan lingkup pengembangan evaluasi selanjutnya.

Prinsip-prinsip evaluasi: valid, berorientasi kepada kompetensi,


berkelanjutan/berkesinambungan (kontinuitas), menyeluruh (komprehensif), adil dan
objektif, bermakna, terbuka, praktis, dan dicatat serta akurat. Jenisnya ada empat: evaluasi
formatif, sumatif, placement atau penempatan, dan diagnosis. Sasarannya meliputi
mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi pendidikan, proses penyampaian materi
pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan materi pendidikan

18
DAFTAR PUSTAKA

Al Syaibani, Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan


Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta:


Ciputat Press, 2005.

Arifin, M, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan


Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Arikunto, Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

As-Sijistani, Imam Abu Dawud,  Sunan Abu Dawud, Beirut: Maktab ad-Dirasat wa Al-Buhuts fi
Dar Al Fikr.

Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia.

Falah, Ahmad, Hadits Tarbawi, Kudus: Nora Media Enterprise, 2010.

Hamalik, Oemar, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni, 1982.

Hamami, Tasman, Pemikiran Pendidikan Islam: Transformasi Kurikulum Pendidikan Agama


Islam di Sekolah Umum, Yogyakarta: Pustaka Book Publizer, 2008.

Lidwa 9 imam, (Aplikasi Hadist).

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.

Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

____________, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.

____________, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di


Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2008.

                        , Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2008.

19
_________, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012.

Siregar, Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi


Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016.

Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi PAI, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.

Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2012.

Yusuf, Kadar M, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al Quran tentang Pendidikan, Jakarta: Amzah,
2013.

[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan
dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 233.

[2] Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di


Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 173.

[3]Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan


Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 339.

[4] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), hlm. 220.

[5] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT.


Gramedia), hlm. 161.

[6] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,


2005), hlm. 183.

[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam…, hlm. 221.

20
[8] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,  (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 106.

[9] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,


1990). hlm. 3.

[10]Contohnya tentang pelaksanaan sholat. Seseorang yang sholat dapat diukur dan
dinilai. Pengukuran shalat dilakukan pada aktifitas yang berkaitan dengan pelaksanaan
syarat-syarat dan rukunnya. Bila hal tersebut terpenuhi maka shalatnya dianggap sah.
Sementara penilaian shalat adalah yang berkaitan dengan adab-adab, seperti keikhlasan,
kekhusu’an, dsb. Walaupun hal ini sangat sulit dilakukan, karena menyangkut urusan batin
dan wewenang Tuhan. Lihat Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 242.

[11]Kata ini terulang 38 kali dalam al-Quran dengan berbagai sighat (bentuk kata).
Secara etimologi kata ini setara dengan ikhtabara dan imtahana yang berarti menguji atau
mencoba.

[12] Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan


Islam…, hlm. 243-244.

[13]Kata ini berasal dari kata fatana yang semakna dengan a’jaba yang berarti


membingungkan atau mengherankan. Kata fatana diulang sampai 60 kali dalam al-Quran.
Luis Ma’luf mengartikan kata fatana dengan adhabahu bi al-butaqah liyubayyin al-jayyida
min al-radi’I (mencairkan sesuatu pada bejana agar dapat dibedakan antara yang baik dengan
yang jelek). Hal tersebut sejalan dengan Al Isfihani yang  mengartikan dengan memasukan
emas kedalam api agar jelas perbedaan mana emas yang baik dan mana yang buruk. Lihat
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al Quran tentang Pendidikan, (Jakarta:
Amzah, 2013), hlm. 141.

[14] Maragustam Siregar, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter


Menghadapi Arus Global, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016), hlm. 229-232.

[15] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),


hlm. 131

[16] Ibid., hal. 132

[17] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan


Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 240.

21
[18] Misalnya QS. Al Baqarah: 155 yang menjelaskan tentang sikap manusia
menghadapi kesulitan hidup, QS. An Naml: 40 tentang bersyukur atau kufur, QS. An Naml:
27 tentang evaluasi kejujuran burung Hud yang memberika kabar kepada Nabi Sulaiman
kerajaan yang diperintah oleh seorang wanita cantik, dan As Shaffat: 103, 106, 107 tentang
ujian Nabi Ibrahim yang berat untuk menyembelih putranya.

[19] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2008), hlm. 221.

[20] Menurut Abudin Nata dalam Ilmu Pendidikan Islam, dengan evaluasi ini, maka


suatu kegiatan dapat diketahui atau ditentukan tarap kemajuannya, serta diketahui pula
tingkat keberhasilan seorang pendidikdalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan
kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas, sarana dan
prasarana, lingkungan, dsb. Serta diketahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi
pelajaran, melatih keberanian, dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi
yang telah diberikan, dan mengetahui pula tingkat perubahan tingkah lakunya.

[21] Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar Ruzz


Media, 2012), hlm. 234.

[22]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam…, hlm. 224.

[23]M. Arifin, Ilmun Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan


Pendekatan Interdisipliner…, hlm. 245.

[24]Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan


Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 77-78.

[25] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam…, hlm.213-217.

[26] Aspek kognitif adalah aspek yang mengarah pada ilmu pengetahuan yang
sasarannya yaitu cara berfikir seseorang dalam setiap perbuatan. Metode ini bisa dilakukan
secara langsung dan tidak langsung. Seperti dalam QS. Al-Baqarah: 31-32. Dalam ayat ini
Allah SWT menguji pengetahuan dan pemahaman Adam  tentang dunia ini dan
penciptaannya.

[27] Aspek afektif adalah aspek yang mengarah pada perasaan atau jiwa dari peserta
didik  yang sasarannya adalah cara bersikap dalam perbuatan. Dalam aspek ini bisa dilakukan
dengan dua cara, Observasi (pengamatan) dan Ujian tertulis dan atau lisan.

22
[28] Aspek psikomotorik adalah aspek yang mengarah pada keterampilan ataupun
kemahiran peserta didik. Metode yang digunakan dalam aspek ini adalah observasi dan tugas.

[29] Abudin Nata menjelaskan prinsip-prinsip evaluasi ada tiga, yakni prinsip


kesinambungan (kontinuitas), menyeluruh (komperehensif) dan objektif. Lihat Abudin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam…, hlm. 311,

[30] Imam Abu Dawud as-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Maktab ad-Dirasat wa


Al-Buhuts fi Dar Al Fikr), Nomor. 3592 dan 3593.

[31] Tasman Hamami, Pemikiran Pendidikan Islam: Transformasi Kurikulum


Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, (Yogyakarta: Pustaka Book Publizer, 2008),
hlm. 305.

[32] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010), hlm. 149-


151.

[33]Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi PAI, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah


dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), hlm. 51.

[34] Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam…,  hlm. 310-311; Ramayulis, Metodologi


Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia), hlm. 338. Bandingkan dengan M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner…, hlm. 245-246. Menurut M Arifin, Evaluasi Formatif, untuk menetapkan
tingkat penguasaan peserta didik dan menentukan bagian bagian tugas yang belum dikuasai
dengan tepat; Evaluasi Sumatif, penilaian secara umum tentang dasil dari proses belajar
mengajar yang dilakukan setiap akhir periode belajar-mengajar secara terpadu; Evaluasi
Diagnosik, yakni penilaia yang dipusatkan pada proses belajar-mengajar pada lokalisasi titik
yang cocok pada peserta didik, misal, bakat, minat, keterampilan, latar belakang,
keccerdasan, dll; Evaluasi Placement atau Penempatan, menitik beratkan pada penilaian ilmu
pengetahuan dan keterampilan murid di awal proses KBM, minat dan perhatian siswa dalam
proses belajar-mengajar di kelas, misal belajar kelompok dan sebagainya.

[35]Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam…, hlm. 308.

[36]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan


Pendekatan Interdisipliner…, hlm. 239.

23
24

Anda mungkin juga menyukai