Anda di halaman 1dari 22

HADITS TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU : RUSIDA ARIANI, S.Pd., M.Pd

MATA KULIAH : HADITS TARBAWI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2

HAMSIAH : 210101090900

MAULIDA : 210101090326

MUHAMMAD DZAKY AZHARI : 210101090178

SELMA NOR RAHIMAH : 210101090662

ZANNATUL MUNNA : 210101090365

PROGRAM STUDI TADRIS KIMIA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

JUNI 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah SWT. Dan syukur bagi-Nya yang
telah memberikan kenikmatan sehingga penulis bisa merasakan kehidupan sampai
saat ini. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Yang telah diutus oleh Allah SWT. Sebagai rahmatan lil
„alamiin bagi seluruh umat manusia.

Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan tema


“Evaluasi Pendidikan” untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Tarbawi.

Pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada Ibu mata kuliah
Hadits Tarbawi atas bimbingan dan dukungan dalam penyusunan makalah.
Mengingat kemampuan penulis yang sangat terbatas, maka penulis menyadari
dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik supaya dapat
membuat makalah yang lebih sempurna di masa yang akan datang dan bermanfaat
untuk kita semua. Aamiin.

Banjarmasin, 07 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................................. 1


B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 2
C. TUJUAN PENULISAN .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EVALUASI PENDIDIKAN ............................................... 3
B. TUJUAN DAN FUNGSI DAN PRINSIP-PRINSIP EVALUASI
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF HADITS ....................................... 5
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah upaya sadar dan tanggungjawab untuk memelihara,


membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan
peserta didik agar ia memiliki makna dan tujuan hidup yang hakiki. Sementara
proses pendidikan bertujuan untuk menimbulkan perubahan perubahan yang
diinginkan pada setiap peserta didik. Adapun Pendidikan Islam merupakan
pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam sebagaimana
tercantum dalam al-Qur‟an dan al-Hadits serta dalam pemikiran para ulama
dan dalam praktik sejarah umat Islam.

Menurut Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, perubahan-


perubahan yang diinginkan pada peserta didik meliputi tiga bidang asasi, yaitu
(1) tujuan personal yang berkaitan dengan individu-individu yang sedang
belajar untuk terjadinya perubahan yang diinginkan, baik perubahan tingkah
laku, aktifitas, dan pencapaiannya, serta pertumbuhan yang diinginkan pada
pribadi peserta didik; (2) tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat sebagai unit sosial berikut dengan dinamika masyarakat umumnya;
(3) tujuan-tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai ilmu, seni, dan profesi.

Untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan, maka dibutuhkan evaluasi.


Evaluasi yang merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan Islam
harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur
keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan Islam dan
proses pembelajaran

Dalam sejarah umat Islam, evaluasi sudah dicontohkan oleh Rasulullah


SAW. Beliau selalu mengevaluasi kemampuan para sahabat dalam memahami
ajaran agama atau dalam menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran

1
yang dilaksanakan, Rasulullah SAW sering mengevaluasi hafalan para sahabat
dengan cara menyuruh mereka membacakan ayat-ayat al-Qur‟an
dihadapannya, kemudian beliau membetulkan hafalan dan bacaan mereka yang
keliru.

Dalam makalah ini akan penulis sajikan hal-hal yang menyangkut


evaluasi pendidikan Islam, dari mulai pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip,
sasaran, dan jenisnya

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian evaluasi pendidikan Islam?
2. Bagaimana tujuan, fungsi dan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan menurut
perspektif hadits ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian evaluasi pendidikan Islam.
2. Mengetahui tujuan, fungsi dan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan menurut
perspektif hadits.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Pendidikan

Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang


berarti penilaian, penaksiran, atau evaluasi. Atau berasal dari kata to evaluate
yang berarti menilai. Nilai dalam bahasa Arab disebut al-qimat. Dalam bahasa
Arab, juga dijumpai istilah imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang
berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan.

Istilah nilai pada mulanya dipopulerkan oleh Plato. Pembahasan „nilai‟


secara khusus diperdalam dalam diskursus filsafat, terutama pada aspek
aksiologinya.[7] Begitu pentingnya kedudukan nilai dalam filsafat, sehingga
para filosof meletakan nilai sebagai muara bagi epistemologi dan ontologi
filsafat. Kata nilai kemudian tidak hanya popular dalam bidang filsafat saja,
tetapi sampai pada bidang ekonomi, sosial, pendidikan, dsb. Dalam ekonomi
istilah nilai ditautkan dengan harga. Sedangkan jika diaplikasikan dalam
pendidikan, kata nilai dipahami sebagai memberikan muatan nilai dalam
ontologi dan epistemologi pendidikan, serta mengarakan prosesnya agar tetap
mengacu pada nilai.

Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya


sama hanya berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan
evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan. Menurut Suharsimi
Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Suharsimi
membedakan antara istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Menurutnya,
pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran
ini bersifat kuantitatif. Penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap

3
sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara kualitatif. Sedangkan evaluasi,
mencakup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif.

Kata evaluasi dalam wacana keislaman tidak dapat ditemukan padanan


yang pasti, namun terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna
evaluasi. Diantaranya adalah al-Hisab yang memiliki makna mengira,
menafsirkan, dan menghitung (QS. Al Baqarah: 284), al-Bala‟ yang bermakna
cobaan atau ujian (QS. Al Mulk: 2), al-Hukm yang bermakna putusan atau
vonis (QS. An Naml: 78), al-Qadha yang bermakna putusan (QS. Thaha: 72),
An-Nazhr yang berarti melihat (An-Naml: 27), musibah (ujian) (QS. Ali Imran:
165, Al Baqarah: 156, An Nisa: 62 dan 79, Ar Rum: 48, Luqman: 17, Al
Hadiid: 22, At Taghabun: 11), dan fitnah yang berarti cobaan ujian atau
bencana (QS. Al Anfal: 25, Al Furqon: 20, Al Anbiya: 35).

Beberapa term diatas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara


langsung ataupun hanya sekedar alat atau proses didalam evaluasi. Hal ini
didasarkan asumsi bahwa Al Quran dan Hadist merupakan asas-asas atau
prinsip-prinsip umum pendidikan, sementara operasionalnya diserahkan penuh
kepada para ijtihat umatnya. Term evaluasi pada taraf berikutnya lebih
diorientasikan pada „penafsiran atau memberi putusan terhadap kependidikan‟.
Setiap tindakan didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat, dan lingkungan
kependidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka peran penilaian
dibutuhkan guna mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan tercapai.

Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat


diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria
tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk
itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar
siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum, metode, sarana
prasarana, lingkungan dan sebagainya. Selain istilah evaluasi, terdapat pula
istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian.
Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai

4
suatu pengertian yang sama, sehingga dalam memaknainya tergantung dari
kata mana yang siap diucapkan.

Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu


suatu proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi
tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap
tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan
dasar untuk membuat keputusan. Jadi dengan evaluasi diperoleh informasi dan
kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita dapat
menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya. Jadi evaluasi
pendidikan Islam yaitu kegiatan penilaian terhadap tingkah laku peserta didik
dari keseluruhan aspek mental-psikologis dan spiritual religius dalam
pendidikan Islam, dalam hal ini tentunya yang menjadi tolak ukur adalah al-
Qur‟an dan al-Hadits. Dengan pelaksanaan evaluasi ini bukan hanya pendidik
juga keseluruhan aspek/unsur pendidikan Islam.

B. Tujuan dan Fungsi dan Prinsip-Prinsip Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif


Hadits
1. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Menurut M. Arifin, ada tiga tujuan pedagogis dari sistem evaluasi
Tuhan terhadap perbuatan manusia, yaitu:
a. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai
macam problema kehidupan yang dialaminya.
b. Untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah
diterapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
c. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau
keimanan manusia, sehingga diketahui manusia yang paling mulia di sisi
Allah SWT yaitu paling bertaqwa kepada-Nya, manusia yang sedang
dalam iman atau ketakwaannya, manusia yang ingkar kepada ajaran
Islam.

5
Hal tersebut sesuai dengan hadist yang menceritakan bahwa
Rasulullah sedang menguji sahabatnya dengan mengajukan sebuah
pertanyaan sebagai berikut:

‫ قال رسول‬,‫ عن اىب عمر قال‬,‫ عن عبدهللا بن دينار‬,‫ جدثنا امساعيل بن جعفر‬,‫حدثنا قتيبة‬
‫ فحدثوىن ماىى؟ فوقع‬,‫ وإهنا مثل ادلسلم‬,‫ ان من شجر شجرة ال يسقط ورقها‬,‫هللا ملسو هيلع هللا ىلص‬
,‫ مث قالوا‬.‫ فاستحييت‬,‫ ووقع ىف نفسى أهنا النخلة‬,‫ عبدهللا‬,‫ قال‬,‫الناس ىف شجرة اليوادى‬
‫ (رواه البخارى‬.‫ ىي النخلة‬,‫ قال‬.‫حدثنا ماىي ايرسول هللا‬

Artinya:

Menceritakan kepada kami Qutaibat, menceritakan kepada kami Ismail ibn


Ja‟far, dari Abdullah Ibn Dinar, dari Ibn Umar, ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda,“Sesungguhnya diantara pepohonan ada satu pohon yang
daunnya tidak jatuh ke tanah (secara berguguran). Pohon itu bagaikan
seorang muslim. Jelaskanlah kepadaku pohon apa itu?. Orang-orang
mengatakan pohon itu terdapat di pedalaman. „Abdullah Berkata, dalam
benakku terbetik pikiran bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma. Akan
tetapi aku malu menjawabnya. Orang-orang barkata beritahukanlah
kepada kami, pohon apakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab Pohon
kurma.” (HR. Bukhari No. 59).

Rasulullah SAW, juga menguji kemampuan saat pada waktu akan berangkat
perang sebagaimana riwayat berikut.

,‫ عن اىب عمرقال‬,‫ عن عففع‬,‫ جدثنا عبد هللا‬,‫ حدثنا أىب‬,‫حدثنا دمحم بن عبد هللا بن منًن‬
‫ وعرضين يوم‬. ‫ فام جيوين‬,‫ وأعف ابن أربع عشرة‬,‫عرضىن رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص يوم أحد ىف القتال‬
‫ (رواه البخاري‬.‫ فأجزاىن‬,‫ واعف بن مخس عشرة سنة‬,‫(اخلندق‬

Artinya :

Menceritakan kepada Muhammad ibn „Abdullah ibn Numair, menceritakan


kepada kami ayahku, menceritakan kepada kami „Abdullah, dari Nafi‟, dari

6
ibn Imar berkata, “Rasulullah SAW menguji kemampuanku berperang pada
hari perang uhud, ketika aku berusia empat belas tahun, lalu beliau tidak
mengizinkanku, dan beliau mengujiku kembali pada hari perang khandaq
ketika aku berusia lima belas tahun, lalu beliau mengizinkanku. (HR.
Muslim No. 3473).

Tuhan memberikan contoh sistem evaluasi seperti difirmankan dalam


kitab suci-Nya,[18] yang sasaranya untuk mengetahui dan menilai
sejauhmana kadar iman, takwa, ketahanan mental, keteguhan hati, dan
kesediaan untuk menerima ajakan Tuhan mentaati perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Kemudian setelah dinilai, Tuhan menetapkan kriteria-kriteria
derajat kemuliaan hamba-Nya. Bagi yang berderajat mulia di sisi-Nya, Dia
akan memberi „hadiah‟ atau pahala sesuai kehendak-Nya yang berpuncak
pada pahala tertinggi yaitu surga.

Menurut Abdul Mujib dkk, tujuan evaluasi adalah:

a. Mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran,


melatih keberanian, dan mengajak peserta didik untuk mengingat
kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan
perilakunya.
b. Mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan yang lemah,
sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar
kekurangannya.
c. Mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang
telah dicapai untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
d. Mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, dan proses peyampaian
materi pelajaran.

7
e. Mengetahui penguasaan peserta didik dalam kompitensi/subkompitensi
tertentu setelah mengikuti proses pembelajaran, untuk mengetahui
kesulitan belajar peserta didik (diagnostic test) dan untuk memberikan
arah dan lingkup pengembangan evaluasi selanjutnya.

Dengan beberapa tujuan diatas, evaluasi berfungsi sebagai feedback


(umpan balik) terhadap kegiatan pembelajaran. umpan balik ini berguna
untuk hal-hal berikut:
a. Ishlah
Yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk
perbaikan perilaku, wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
b. Tazkiyah
Yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan. Artinya, melihat
kembali program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program
tersebut penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila
terdapat program yang harus dihilangkan, maka harus dicari format yang
cocok dengan program semula.
c. Tajdid
Yaitu modernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak
relevan untuk kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan
dicarikan penggantinya yang lbih baik. Dengan kegiatan ini, pendidikan
dapat dimobilisasi dan didinamisasikan untuk lebih maju dan relevan
dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman.
d. Al Dakhil
Yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa
raport, ijazah, piagam, dsb.

Senada dengan Novan Ardi Wijaya, Ramayulis juga mengumakan


fungsi evaluasi sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui peserta didik yang terpandai dan terkurang di
kelasnya.

8
b. Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki
peserta didik atau belum.
c. Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik.
d. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah
mengalami pendidikan dan pengajaran.
e. Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan
berbagai penyesuaian dalam kelas.
f. Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport,
ijazah, piagam dan sebagainya.

Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai:


a. Mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran pokok dari
kurikulum secara komprehensif;
b. Penetapan bagi tingkah laku apa yang harus direalisasikan oleh siswa;
c. Menyeleksi atau membentuk instrumen-instrumen yang valid, terpercaya
dan praktis untuk menilai sasaran-sasaran utama proses kependidikan
atau ciri-ciri khusus dari perkembangan dan pertumbuhan manusia didik.

Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam,


diantaranya:
a. Dari segi pendidik, yaitu untuk membantu seorang pendidik mengetahui
sejauhmana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya.
b. Dari segi peserta didik, yaitu membantu peserta didik untuk dapat
mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah
yang lebih baik.
c. Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, untuk membantu para pemikir
pendidikan Islam mengetahui kelemahan teori-teori pendidikan Islam dan
membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan
Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa
berubah.

9
d. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam, untuk membantu
mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan
kebijakan yang akan diterapkan dalam sistem pendidikan nasional
(Islam).

2. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta
didik, pendidik ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus
memperhatikan prinsip-prisip sebagai berikut:
a. Valid
Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan
jenis tes yang terpercaya dan shahih. Artinya ada kesesuaian alat ukur
dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran.
b. Berorientasi kepada kompetensi
Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran keberhasilan
pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
c. Berkelanjutan/Berkesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu
untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik,
sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui
penilaian. Dalam ajaran Islam sangatlah diperhatikan kontinuitas, karena
dengan berpegang prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang
menjadi valid dan stabil serta menghasilkan suatu tindakan yang
menguntungkan.
d. Menyeluruh (Komprehensif)
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kepribadian,
ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama,
tanggung jawab, dan sebagainya, atau dalam taksonomi Benjamin S.
Bloom lebih dikenal dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
e. Adil dan objektik

10
Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan
objektif berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi
oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Jangan karena
kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi.
f. Bermakna
Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua
pihak. Untuk itu evaluasi hendaknya mudah difahami dan dapat
ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
g. Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan
sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-
pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi
yang dapat merugikan semua pihak.
h. Ikhlas
Evaluasi dilakukan dengan niat dan yang bersih, dalam rangka efisiensi
tercapainya tujuan pendidikan dan bai kepentingan peserta didik.
i. Praktis
Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan
beberapa indikator, yaitu: a) hemat waktu, biaya dan tenaga; b) mudah
diadministrasikan; c) mudah menskor dan mengolahnya; dan d) mudah
ditafsirkan.
j. Dicatat dan akurat
Hasil dari setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara sistematis
dan komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat
dipergunakan.

Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan ajaran Islam, karena prinsip-


prinsip tersebut dalam ajaran Islam termasuk ke dalam akhlak yang mulia.
Dalam akhlak yang mulia seseorang harus bersifat obyektif, jujur,
mengatakan sesuatu sesuai dengan apa adanya. Orang yang menilai

11
demikian dalam agama Islam dikenal dengan istilah shidiq. Dalam al-Quran
dijelaskan sebagai berikut:

ِ ِ َّ ‫اَّلل وُكونُوا مع‬ ِ َّ


‫ٌن‬
َ ‫الصادق‬ َ َ َ ََّ ‫ين َآمنُوا اتَّ ُقوا‬
َ ‫َاي أَيُّ َها الذ‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119)

‫اَّللُ َعلَْي ِو َو َسلَّم قال إن الصدق يهدي إِ ََل الرب‬


َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫َع ْن ابن مسعود َر ِض َي‬
َ ‫اَّللُ َعْنوُ َع ْن النيب‬
‫وإن الرب يهدي إِ ََل اجلنة‬

Artinya: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan


kebaikan itu membawa kepada surga” (HR. Muslim No. 4720).

Sejalan dengan sikap obyektif dan jujur tersebut, maka seorang yang
melakukan penilaian harus benar-benar yakin terhadap hasil penilaiannya
itu. Ia tidak boleh menilai sesuatu yang belum diketahui dengan pasti atau
masih meragukan. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi yang artinya:
“Tinggalkan apa yang kau ragu-ragu, kepada apa yang tidak engkau ragu-
ragu. Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada ketenangan, dan dusta
itu membawa kepada keragu-raguan.” (HR. Tirmudzi).

Hadits lainnya yang menggambarkan tentang evaluasi pendidikan:

ِ ِ َّ ‫حدَّثَنا ُُم َّم ٌد أَخب رعف عبدةُ حدَّثَنا ِىشام بن عروةَ عن أَبِ ِيو عن أَِِب ُُحي ٍد‬
‫َّيب‬ ِّ ‫الساعد‬
َّ ‫ي أ‬
َّ ِ‫َن الن‬ َْ َْ ْ َ َ ُْ ُ ْ ُ َ َ َ َ َْ َ َ َ ْ َ َ َ
َِّ ‫ول‬ ِ
ِ ‫ات ب ِين سلَي ٍم فَلَ َّما جاء إِ ََل رس‬ ِ ِ َّ ‫صلَّى‬
‫اَّلل‬ َُ َ َ ْ ُ َ َ‫ص َدق‬ َ ‫استَ ْع َم َل ابْ َن ْاْلُتَبِيَّة َعلَى‬
ْ ‫اَّللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم‬ َ
َِّ ‫ول‬ ِ ِ ِِ ِ ِ َّ ‫صلَّى‬
‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ ْ َ‫ال َى َذا الَّذي لَ ُك ْم َوَىذه َىديَّةٌ أ ُْىدي‬
َ ‫ت ِِل فَ َق‬ َ ‫اَّللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َو َح‬
َ َ‫اسبَوُ ق‬ َ
ِ ‫ت أ ُِمك ح ََّّت َتْتِي‬ ِ ‫اَّلل علَي ِو وسلَّم فَه ََّّل جلَست ِِف ب ي‬
َ ‫ك إِ ْن ُكْن‬
‫ت‬ َ َ َ َ َ ّ ِ ‫يك َوبَْي‬
َ ُ‫ك َىديَّت‬ َ ِ‫ت أَب‬ َْ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َُّ ‫صلَّى‬ َ
َ َ‫اَّللَ َوأَثْ َىن َعلَْي ِو ُمثَّ ق‬ َِ ‫اَّلل علَي ِو وسلَّم فَخطَب النَّاس و‬ َِّ ‫ول‬ُ ‫ص ِادقًا ُمثَّ قَ َام َر ُس‬
‫ال أ ََّما‬ َّ ‫ُح َد‬ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َُّ ‫صلَّى‬ َ ‫اَّلل‬ َ

12
‫ول َى َذا لَ ُك ْم َوَى ِذ ِه‬ َّ ‫َستَ ْع ِم ُل ِر َج ًاال ِمْن ُك ْم َعلَى أ ُُموٍر ِِمَّا َوَّالِين‬
َ ‫اَّللُ فَيَأِِْت أ‬
ُ ‫َح ُد ُك ْم فَيَ ُق‬ ْ ‫بَ ْع ُد فَِإِّين أ‬
ِ‫اَّلل‬
َّ ‫ص ِادقًا فَ َو‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ْ َ‫َى ِديَّةٌ أ ُْى ِدي‬
َ ‫س ِِف بَْيت أَبيو َوبَْيت أ ُّمو َح ََّّت ََتْتيَوُ َىديَّتُوُ إِ ْن َكا َن‬
َ َ‫ت ِل فَ َهَّل َجل‬
‫اَّللَ ََْي ِملُوُ يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة أََال فَ ََل َْع ِرفَ َّن‬
َّ َ‫ال ِى َش ٌام بِغَ ًِْن َح ِّق ِو إَِّال َجاء‬
َ َ‫َح ُد ُك ْم ِمْن َها َشْي ئًا ق‬
َ ‫َال ََيْ ُخ ُذ أ‬
ِ ٍ ِ
َ ‫ا‬ ُ ْ‫اَّللَ َر ُج ٌل بِبَع ًٍن لَوُ ُر َغاءٌ أ َْو بِبَ َقَرٍة َذلَا ُخ َو ٌار أ َْو َشاة تَْي َع ُر ُمثَّ َرفَ َع يَ َديْو َح ََّّت َرأَي‬
َ َ‫ت بَي‬ َّ َ‫َما َجاء‬
ِ
ُ ‫إِبْطَْيو أََال َى ْل بَلَّ ْغ‬
‫ت‬

Artinya:

“ Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah mengabarkan kepada


kami 'Abdah, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah dari
ayahnya dari Abu humaid as Sa'idi, bahwa Nabi SAW pernah
mempekerjakan Ibnul Atabiyah untuk menghimpun sedekah bani Sulaim.
Tatkala ia mendatangi Rasulullah SAW dan Rasulullah mengevaluasinya, ia
mengatakan: “Ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku.” Spontan
Rasulullah SAW bersabda: "tidakkah jika engkau duduk saja di rumah
ayahmu dan rumah ibumu, maka apakah akan datang hadiahmu kepadamu
jika memang engkau jujur. "kemudian Rasulullah SAW berdiri dan
berpidato kepada manusia, beliau memuja dan memuji Allah, kemudian
mengatakan Amma ba'du. Sesungguhnya saya mempekerjakan beberapa
orang diantara kalian untuk urusan yang Allah menguasakannya kepada
saya, lantas salah seorang diantara kalian mengatakan ini bagian untukmu
dan ini hadiah untukku. tidakkah jika dia duduk saja di rumah ayahnya dan
rumah ibunya, maka apakah akan datang hadiahnya kepadanya jika
memang dia jujur. Demi Allah, tidaklah salah seorang diantara kalian
mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap Allah
dengan memikul barang yang diambilnya, ketahuilah, aku tahu ada
seseorang yang menghadap Allah dengan memikul untanya yang
mendengus, ada yang memikul sapinya yang melenguh, ada yang memikul

13
kambingnya yang mengembik," kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya sehingga terlihat putih kedua ketiaknya. (HR. Bukhari No. 6658

‫ اِ َّن هللاَ الَ يَْنظُُر اِ ََل اَ ْج َس ِام ُك ْم‬:‫م‬.‫ قال رسول هللا ص‬:‫ال‬
َ َ‫َع ْن اَِ ِْب ُىَريْ َرَة َر ِض َي هللاُ َعْنوُ ق‬

‫مسلم‬ ‫ص َوِرُك ْم َوٰل ِك ْن يَْنظَُر اِ ََل قُلُ ْو بِ َك ْم َواَ ْع َما لِ ُك ْم (رواه‬ ِ


ُ ‫) َوالَ ا ََل‬

Artinya:

“Dari Abu Hurairah RA, beliau berkata: Rasulullah bersabda:


“Sesungguhnya Allah tidak memandang dan menilai dari tubuh dan
gambarmu (kuantitas), akan tetapi Allah memandang dan menilai dari hati
dan amalmu” (H.R. Muslim).

Ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Allah terhadap makhluknya


tidak akan menyalahi aturan yang ditetapkan sehingga tidak ada orang yang
teraniaya atau dirugikan. Kesalahan hanya dihitung sesuai dengan jumlah
kesalahan (dosa), tetapi kebaikan dihitung berlipat ganda, kebaikan satu
diberi nilai 10 sampai 700.

‫حدثنا حفص بن عمر عن شعبة عن أِب عون عن احلارث بن عمرو بن ادلغًنة بن شعبة عن‬

‫أعفس من أىل ُحص من أصحاب معاذ بن جبل أن رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص دلا أراد أن يبعث معاذا‬

‫إَل اليمن قال كيف تقضي إذا عر َ لك قضاء قال أقضي بكتاب هللا فإن مل جتد ِف كتاب‬

‫هللا قال فبسنة رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص قال فإن مل جتد ِف سنة رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص وال ِف كتاب هللا قال‬

‫داود‬ ‫)أجتهد برأيي وال آلو (رواه أبو‬

Artinya:

“Menceritakan kepada kami Hafs ibn umar dari Syu‟bah dan Abi „Aun dari
Harith ibn „Amr ibn Mughirah ibn Syu‟bah dari Anas dari Ahli Himsh dari

14
sahabat-sahabat Mu‟adz bahwasanya Rasulullah SAW ketika mengutus
Mu‟adz ke yaman bersabda: “bagaimana engkau akan menghukum apabila
datang kepadamu satu perkara?, ia (Mu‟adz) menjawab:”saya akan
menghukum dengan kitabullah”, sabda beliau:”bagaimana bila tidak
terdapat di kitabullah?” ia menjawab:”saya akan menghukum dengan
sunnah Rasulullah,” beliau bersabda:”bagaimana jika tidak terdapat
dalam sunnah Rasulullah SAW? Ia menjawab:”saya berijtihad dengan
pikiran saya dan tidak akan mundur”.(HR. Abu Daud).[30]

Hadis diatas menerangkan bahwa untuk mengadili suatu perkara harus


merujuk pada al-Qur‟an, jika tidak ditemukan dalam al-Qur‟an maka rujuk
pada sunnah Rasulullah SAW, jika tidak ditemukan maka boleh berijtihad
dengan akal yang sehat. Dan bisa juga menggabungkan keduanya antar al-
Qur‟an dan al-Hadis, karena fungsi hadis menjelaskan al-Qur‟an sehingga
lebih akurat alasannya. Hadis diatas terlihat Rasulullah baru akan
menyerahkan tugas kepada Mu‟adz ketika terlebih dahulu mengetahui
bahwa Mu‟adz memiliki ilmu tentang persoalan tugas yang akan
diembannya.

Prinsip-prinsip diatas jika ditelaah dalam konsep pendidikan Islam,


juga sejalan dengan prinsip pendidikan islam itu sendiri yaitu keseimbangan
(tawazun) dan komprehensif (tasyamul). Bentuk keseimbangan tersebut
meliputi keseimbangan antara aspek materil dan spiritual maupun antara
jasmani dan rohani, dan juga antara individu dan sosial. Prinsip ini
berimplikasi pada prinsip komprehensif yang memberikan kerangka dasar
bahwa pendidikan Islam meliputi seluruh dimensi potensi manusia, yaitu
akal, intelektual, jiwa, spiritual, maupun jasmani. Kedua prinsip itu
merupakan dasar pendidikan Islam untuk membimbing peserta didik
menjadi insan kamil.

Dalam pelaksanaan pendidikan yang dilakukan Nabi kepada para


sahabatnya, ketika dilihat dari cara penyampaian materi hadits kepada para

15
sahabatnya adalah dengan cara yang sederhana dan praktis, namun ketika
dianalisis lebih lanjut bahwa praktek kependidikan yang dijalankan oleh
Nabi sudah memuat beberapa aspek pendidikan yaitu pendidik, anak didik,
metode, sarana dan media, materi, bahkan sampai evaluasinyapun. Karena
Nabi sendiri merupakan evaluator pertama dan utama dalam menilai
kemampuan, kecerdasan sahabat sampai kepada sikap, tingkah laku, dan
tindakan sahabat, sehingga ketika sahabat melanggar atau tidak
mengerjakan perintah dari Nabi, maka Nabi akan mengingatkannya, atau
sahabat tidak melakukan kewajiban dan aturan yang yang ada maka Nabi
sendiripun yang akan mengingatkannya. Inilah uniknya evaluasi pendidikan
yang dilakukan Nabi secara menyeluuh, baik itu di majlis taklim, masjid,
musholla, lapangan, sampai dijalan atau dimasyarakat, Nabi selalu
mengevaluasi semua kegiatan dan tindakan sahabat, karena sahabat yang
prilakunya baik akan kelihatan dengan sendirinya dan sahabat yang
prilakunya buruk juga akan terlihat juga, karena Rasulullah disamping
mengetahui aspek lahir juga dibantu Allah untuk untuk mengetahui aspek
batin, karena Allah menilai seseorang bukan dari aspek lahir namun dari
aspek batin.

Jika kita bandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005


tentang Standar Nasional Pasal 64 ayat 3, prinsip-prinsip tersebut telah
diatur didalamnya. Dalam peraturan tersebut disebutkan penilaian hasil
belajar mata pelajaran agama, dan akhlak mulia serta kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui dua cara,
yaitu:

1. Pengamatan terhadap perubahan-perubahan perilaku dan sikap untuk


menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.
2. Ujian, ulangan dan atau penugasan untuk mengukur hasil aspek kognitif
peserta didik.
Sekilas PP tersebut memang hanya menyebutkan aspek kognitif dan
afektif saja tanpa melibatkan aspek psikomotorik, tetapi jika kita cermati

16
dalam rumusan standar isi (rumusan standar kompetensi dan kompetensi
dasar) mata pelajaran PAI, baik SD, SMP, SMA/SMK, dan juga madrasah,
maka aspek psikomotorik akan kita temukan.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang


berarti penilaian, penaksiran, atau evaluasi. Atau berasal dari kata to evaluate
yang berarti menilai. Dalam al-Quran maupun hadis kata evaluasi tidak dapat
ditemukan padanan yang pasti, namun terdapat term-term tertentu yang
mengarah pada makna evaluasi. Diantaranya adalah al-Hisab yang memiliki
makna mengira, menafsirkan, dan menghitung, al-Bala‟ yang bermakna cobaan
atau ujian), al-Hukm yang bermakna putusan atau vonis, al-Qadha yang
bermakna putusan, dan An-Nazhr yang berarti melihat musibah (ujian) dan
fitnah yang berarti cobaan ujian atau bencana.

Tujuan evaluasi untuk mengetahui kadar pemahaman peserta didik,


mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan yang lemah,
mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang telah
dicapai, mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, proses peyampaian materi
pelajaran, mengetahui kesulitan belajar peserta didik (diagnostic test) dan
untuk memberikan arah dan lingkup pengembangan evaluasi selanjutnya.

Prinsip-prinsip evaluasi: valid, berorientasi kepada kompetensi,


berkelanjutan/berkesinambungan (kontinuitas), menyeluruh (komprehensif),
adil dan objektif, bermakna, terbuka, praktis, dan dicatat serta akurat. Jenisnya
ada empat: evaluasi formatif, sumatif, placement atau penempatan, dan
diagnosis. Sasarannya meliputi mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi
pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya
yang berkaitan dengan materi pendidikan

18
DAFTAR PUSTAKA

Al Syaibani, Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan


Islam, terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan


Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2005.

Arifin, M, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan


Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Arikunto, Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi


Aksara, 1990.

As-Sijistani, Imam Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Beirut: Maktab ad-Dirasat
wa Al-Buhuts fi Dar Al Fikr.

Falah, Ahmad, Hadits Tarbawi, Kudus: Nora Media Enterprise, 2010.

Hamalik, Oemar, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni, 1982.

Hamami, Tasman, Pemikiran Pendidikan Islam: Transformasi Kurikulum


Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Yogyakarta: Pustaka Book Publizer,
2008.

19

Anda mungkin juga menyukai