Anda di halaman 1dari 32

EVALUASI PENDIDIKAN PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN

HADIST

MAKALAH
Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits
Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Dr. H. Aminullah, M.Ag

Oleh :

MUTMAINAH : 223206030043
MUHAMMAD ABQORIY : 223206030030
MUHAMMAD ULUL AZMIY : 223206030035
FARAH FITRIYATUZ ZAKIYAH : 223206030041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
NOVEMBER 2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-
Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Baginda Agung Nabi Muhammad SAW yang selalu kita
rindukan dan harapkan syafa’atnya kelak.
Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menjadi tambahan
pengetahuan dalam mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits pendidikan agama
islam bagi pembaca.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Aminullah,
M.Ag, selaku dosen mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits Pendidikan Agama
Islam. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Wassalamu’alaikum wr. Wb

Jember, 20 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.....................................................................................1
B. Rumusan masalah................................................................................2
C. Tujuan penulisan.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi Pendidikan..........................................................3
B. Pentingnya Evaluasi Pendidikan.........................................................4
C. Konsep Evaluasi Pendidikan...............................................................6
D. Bentuk Evaluasi Pendidikan................................................................20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................26
B. Saran....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu rekayasa sosial (social engineering) yang
dirancang sebagai upaya sadar dan tanggung jawab untuk memelihara,
membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
agar ia memiliki makna dan tujuan hidup yang hakiki. Proses pendidikan
dirancang dengan tujuan tertentu untuk mencapai perubahan-perubahan yang
diinginkan pada setiap peserta didik.1 Pendidikan Islam dapat dipahami sebagai
pendidikan yang berpijak pada nilai-nilai ajaran Islam sebagaimana tercantum
dalam al-Qur’an dan al-Hadits serta dalam pemikiran para ulama dan dalam
praktik historis umat Islam.
Untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan dalam pendidikan, maka
dibutuhkan evaluasi. Evaluasi yang merupakan salah satu komponen dari
sistem pendidikan Islam harus dilakukan secara sistematis dan terencana
sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam
proses pendidikan Islam dan proses pembelajaran.2
Dalam bahasa Arab istilah evaluasi dikenal dengan nama imtihan yang
artinya ujian, dan dikenal juga dengan istilah khataman sebagai cara menilai
hasil akhir dari proses penculikan. Istilah evaluasi dalam bahasa Arab dikenal
juga dengan yukhomminu, yoqoyyimu, yuqaddiru, tastmin, taqyim dan taqdir.3
Dalam sejarah umat Islam, evaluasi telah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW. Ia selalu mengevaluasi kemampuan sahabat dalam memahami ajaran
agama atau dalam menjalankan tugasnya. Melihat hasil pengajaran yang
dilakukan, Rasulullah SAW sering mengevaluasi hafalan para sahabatnya
dengan meminta mereka membacakan ayat-ayat Al-Qur'an di hadapannya,
kemudian mengoreksi hafalan dan bacaan mereka yang salah.4
1
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) hal 233
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008) hal 220
3
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal 131
4
Khairiah, Khairiah. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Hadits Rasulullah SAW (Afektif dan
Psikomotorik)." Al-Aulia: Jurnal Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Keislaman 7.1 (2021): 53-74.

1
Dalam makalah ini penyusun menyajikan dan membahas mengenai
evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an dan Hadist, mulai dari pengertian,
konsep, tujuan, fungsi, dan bentuknya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an dan Hadist ?
2. Apa saja konsep evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an dan Hadist ?
3. Bagaimana pentingnya evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an dan
Hadist ?
4. Bagaimana bentuk evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an dan Hadist ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an
dan Hadist.
2. Untuk mendeskripsikan konsep evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an
dan Hadist.
3. Untuk menjelaskan pentingnya evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an
dan Hadist.
4. Untuk mendeskripsikan bentuk evaluasi pendidikan perspektif Al-Qur’an
dan Hadist.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Pendidikan

2
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris Evaluation yang artinya
penilaian, penilaian atau evaluasi. Atau berasal dari kata to evaluate yang
berarti menilai. Nilai dalam bahasa Arab disebut al-qimat. Dalam bahasa Arab
juga ditemukan istilah imtihan yang berarti ujian, dan khataman yang berarti
cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan.5
Mehrens dan Lehmann menjelaskan pengertian evaluasi secara luas adalah
proses memperoleh, merencanakan, dan menyediakan informasi yang
diperlukan untuk membuat alternatif keputusan. Oemar Hamalik
mendefinisikan evaluasi sebagai proses menilai kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan siswa untuk tujuan pendidikan.6
Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan
informasi tentang cara kerja sesuatu, yang kemudian digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam pengambilan keputusan. Suharsimi
membedakan antara istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Menurutnya,
pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran
ini bersifat kuantitatif. Penilaian adalah membuat keputusan tentang sesuatu
secara kualitatif baik dan buruk. Sedangkan evaluasi meliputi pengukuran dan
penilaian kuantitatif.7
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa setiap kegiatan evaluasi atau
penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk
memperoleh informasi atau data yang akan menjadi pedoman dalam
mengambil keputusan.
Kata evaluasi dalam wacana keislaman tidak dapat ditemukan padanan
yang pasti, akan tetapi terdapat istilah-istilah tertentu yang mengarah pada
makna evaluasi. Diantaranya adalah al-Hisab yang berarti mengira,
menafsirkan, dan menghitung (QS. Al Baqarah: 284), al-Bala' yang berarti
cobaan atau ujian (QS. Al Mulk: 2), al-Hukm yang berarti keputusan atau
putusan ( QS. An Naml: 78), al-Qadha yang artinya penghakiman (QS. Thaha:

5
Khairiah, Khairiah. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Hadits Rasulullah SAW (Afektif dan
Psikomotorik)." Al-Aulia: Jurnal Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Keislaman 7.1 (2021): 53-74.
6
Ibid
7
Ibid

3
72), An-Nazhr yang artinya melihat (An-Naml: 27), musibah (ujian) (QS. Ali
Imran: 165, Al Baqarah : 156, An Nisa: 62 dan 79, Ar Rum: 48, Luqman: 17,
AlHadiid: 22, At Taghabun: 11), dan fitnah yang berarti cobaan atau bencana
(QS. Al Anfal: 25, Al Furqon: 20, Al Anbiya: 35) (Margustam Seregar, 2016:
129-232).8
Beberapa istilah di atas dapat dijadikan pedoman dalam arti evaluasi
secara langsung atau sekedar alat atau proses dalam evaluasi. Hal ini
didasarkan pada anggapan bahwa Al-Quran dan Hadits merupakan asas atau
prinsip umum pendidikan, sedangkan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya
kepada ijtihad umat. Istilah evaluasi pada tingkat selanjutnya lebih berorientasi
pada memaknai atau mengambil keputusan tentang pendidikan. Setiap tindakan
didasarkan pada rencana pendidikan tertentu, tujuan, bahan, alat, dan
lingkungan. Berdasarkan komponen ini, peran evaluasi sangat diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan yang dicapai.9
Dalam menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat atau derajat
penguasaan para sahabat terhadap materi pelajaran, Nabi SAW juga
mengevaluasi para sahabatnya, sehingga Nabi mengetahui kemampuan sahabat
dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan tugasnya. Untuk
melihat hasil pengajaran yang dilakukan, Rasulullah SAW sering mengevaluasi
hafalan para sahabatnya dengan meminta para sahabatnya untuk membacakan
ayat-ayat Al-Qur'an di hadapannya dengan mengoreksi hafalan dan bacaan
mereka yang salah.10

B. Tujuan dan Pentingnya Evaluasi Pendidikan


Menurut Abdul Mujib dkk, tujuan evaluasi adalah:

a. Mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran,


melatih keberanian, dan mengajak siswa mengingat kembali materi yang
telah diberikan, serta mengetahui tingkat perubahan perilaku.

8
Khairiah, Khairiah. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Hadits,,,, hal 55
9
Ibid
10
Ibid

4
b. Mengetahui siswa mana yang pintar dan lemah, sehingga yang lemah
diberi perhatian khusus agar bisa mengejar kekurangannya.
c. Mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan pengecekan secara sistematis terhadap hasil pendidikan yang
telah dicapai untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
d. Mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, dan proses penyampaian
materi pelajaran.
e. Mengetahui penguasaan siswa pada kompetensi/subkompetensi tertentu
setelah mengikuti proses pembelajaran, mengetahui kesulitan belajar
siswa (tes diagnostik) dan memberikan arah dan ruang lingkup
pengembangan evaluasi selanjutnya.11

Namun terdapat pula kaitannya dalam Al-Qur'an ada beberapa isyarat yang
menunjukkan tentang kedudukan atau pentingnya melaksanakan evaluasi
pendidikan yaitu Q.S. Al-Baqarah, 2: 31, yang artinya sebagai berikut :

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang benar orang-orang yang benar!”
Berdasarkan ayat tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan evaluasi terhadap
manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses
pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidik. Lebih lanjut beliau
menjelaskan bahwa dari ayat tersebut ada empat hal yang dapat diketahui.
Pertama, Allah SWT. Dalam ayat tersebut telah bertindak sebagai guru yang
memberikan pelajaran kepada Nabi Adam AS. Kedua para malaikat karena
tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang diterima Nabi Adam, mereka
tidak dapat menyebutkan nama-nania benda (ajaran) yang pernah diberikan
kepada Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT. Telah meminta kepada Nabi Adam
agar mendemonstrasikan ajaran yang diterimanya di hadapan para malaikan.

11
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group 2008).

5
Keempat, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa materi evaluasi atau materi yang
diujikan, haruslah materi yang pernah diajarkannya.

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Nizar bahwa ayat di atas juga
mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan
kepadanya. Demikian pula Nabi Sulaiman pemah mengevaluasi kejujuran
seekor burung Hud-Hud yang memberitahukan tentang adanya kerajaan yang
diperintah oleh seorang wanita cantik, yang dikisahkan dalam ayat berikut.
Berkata Sulaiman: "Akan kami lihat (evaluasi) apakah kamu benar ataukah
kamu termasuk orang-orang yang berdusta." (QS.Al-Naml, 27:27).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut-dapat dikatakan bahwa evaluasi pendidikan
memiliki kedudukan yang amat strategis dan sebagai pelaksana evaluasi adalah
Tuhan sebagai pendidik alam dan Nabi sebagai Rasul Allah SWT. Hanya
bedanya pelaku evaluasi yang dilakukan Tuhan dalam ayat tersebut
dilaksanakan sendiri oleh Tuhan, sedangkan pelaku evaluasi yang dilaksanakan
Nabi (Sulaiman as) melibatkan manusia, karena menggunakan kata dhomir
nahnu.12

C. Konsep Evaluasi Pendidikan


Ada beberapa term atau konsep tertentu yang mengarah pada makna
evaluasi. Ketentuan/term tersebut antara lain:
1. Al-Hisab
Kata hisab/ hisaban disebutkan da1am Al-Qur'an sebanyak 29 kali,
yang tersebar da1am 14 surat. Memiliki makna mengira, menafsirkan dan
menghitung. Hal ini terdapat pada firman Allah SWT, qs. Al-Baqarah ayat
284.
‫ ُر‬Mِ‫ ِه هّٰللا ُ ۗ فَيَ ْغف‬Mِ‫ ْب ُك ْم ب‬M‫اس‬
ِ ‫ض ۗ َواِ ْن تُ ْب ُدوْ ا َما فِ ْٓي اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَوْ تُ ْخفُوْ هُ ي َُح‬
ِ ْ‫ت َو َما فِى ااْل َر‬
ِ ‫هلِل ِ َما فِى السَّمٰ ٰو‬
)٢٨٤(‫ٌلِ َم ْن يَّ َش ۤا ُء َويُ َع ِّذبُ َم ْن يَّ َش ۤا ُء ۗ َوهّٰللا ُ ع َٰلى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِديْر‬

“Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika
kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu

12
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008).,
18

6
sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan
itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan
mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu.”

Kata hisab juga digunakan - al-Qur'an untuk menjelaskan makna


teknis seperti sariul hisab (hisab cepat) dalam konteks (1) orang yang
mendapatkan bagian dari apa yang mereka usahakan, (2) kafir pada ayat-
ayat Allah, (3 ) ahli kitab yang beriman, (4) berburu binatang, (5)
ketetapan Allah, (6) pembalasan Allah kepada manusia sesuai dengan yang
diharapkan, (j) perhitungan amal orang-orang kafir, dan (8) Hari
Kebangkitan. Dengan penjelasan ini dapat dipahami bahwa Allah SWT.
memberikan hasil yang baik, yaitu hasil evaluasi yang diberikan
didasarkan pada hasil pekerjaannya. Jika pekerjaannya baik, maka ia akan
mendapatkan hasil yang membahagiakan yaitu surga. Namun jika hasil
evaluasinya buruk, karena pekerjaannya buruk, maka ia akan mendapatkan
hasil yang mengecewakan berupa siksaan neraka. Demikian pula
pengertian teknis lainnya, yaitu hisab su'ul (hisab buruk) dalam konteks
orang yang tidak menunaikan panggilan Allah. Begitu pula dengan kata
hisab bighairi (tanpa hisab) dalam konteks (1) memberi rezeki kepada
yang diinginkan, (2) pahala yang cukup bagi orang yang sabar, dan (3)
memberi rezeki kepada penghuni surga.13
Al-hisab adalah asas penilaian yang berlaku umum, termasuk teknik
dan tata cara penilaian makhluk Allah. Dari segi evaluasi pendidikan,
pengertian hisab menunjukkan pertama, hasil evaluasi tergantung dari
keseriusan siswa dalam menyelesaikan soal-soal ujian. Oleh karena itu,
tugas pendidik adalah memotivasi siswa agar benar-benar belajar dan
bersungguh-sungguh dalam menjawab soal-soal ujian. Kedua, di akhirat
perhitungan hasil evaluasi manusia akan dilakukan dengan sangat cepat.
Evaluasi dilakukan oleh Allah terhadap makhluk-Nya pada hari menerima
hasil evaluasi (ujian di akhirat), kemudian manusia itu sendiri diminta
13
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005):
245-268.

7
untuk membaca atau memberikan penilaian atas hasil perbuatannya di
dunia ini. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Isra': 14 berbunyi:
َ ‫اِ ْق َرْأ ِكتَابَ ۗكَ َك ٰفى بِنَ ْف ِسكَ ْاليَوْ َم َعلَ ْي‬
‫ك َح ِس ْيب ًۗا‬
 “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai
penghitung atas dirimu.”

‫حاسبوا أنفسكم قبل أن بحاسبوا ونوا أعمالكم قبل أن توزن‬

Rasulullah saw. bersabda “Periksalah dirimu sebelum memeriksa


orang lain. Lihatlah terlebih dahulu atas kerjamu sebelum melihat
kerja orang lain.”

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, berarti konsep self-evaluation


(evaluasi diri) telah lama dikenal dalam Qur'an. Dari sudut evaluasi
pendidikan, evaluasi diri biasanya sering digunakan oleh para guru untuk
melihat sejauhmana pembelajaran telah dilaksanakan. 14
2. Al-Hafidh
Kata hafidh disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 8 kali dan tersebar
dalam 6 surat dan kata hafidhan disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 3
kali dan tersebar dalam 3 surat. Menurut Shihab, kata hafidh diambil dari
akar kata yang terdiri dari tiga huruf hafizha yang artinya menjaga dan
mengawasi. Dari makna inilah lahir makna menghafal, karena orang yang
menghafal menjaga ingatannya dengan baik. Juga jangan lengah, karena
sikap ini mengarah pada keterpeliharaan dan penjagaan, karena penjagaan
adalah bagian dari pemeliharaan atau pengawasan. Kata hafidh/hafidhan
juga digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan kekuasaan Tuhan
dalam mengawasi perbuatan manusia yang durhaka. Kekuasaan Tuhan
berkaitan dengan sikap dan perilaku manusia yang selalu mengingkari
nikmat Tuhan, musyrik, manusia yang berpaling dari ketaatan kepada
Allah SWT, mengambil pelindung selain Allah dan kekuatan setan. Hal ini
dapat dilihat dari firman Allah SWT dalam surat Al-An’am ayat 14:
‫ص َر فَلِنَ ْف ِس ٖ ۚه َو َم ْن َع ِم َي فَ َعلَ ْيهَ ۗا َو َمٓا اَن َ۠ا َعلَ ْي ُك ْم بِ َحفِ ْي ٍظ‬
َ ‫ص ۤا ِٕى ُر ِم ْن َّربِّ ُك ۚ ْم فَ َم ْن اَ ْب‬
َ َ‫قَ ْد َج ۤا َء ُك ْم ب‬

14
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005):
245-268.

8
“Sungguh, bukti-bukti yang nyata telah datang dari Tuhanmu.
Barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya
sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka
dialah yang rugi. Dan aku (Muhammad) bukanlah penjaga-(mu).”

Kata hafidh/hafidhan juga digunakan dalam Al-Qur'an untuk


menjelaskan peran manusia sebagai pengawas. Peran ini terkait dengan
hamba yang selalu kembali kepada Allah SWT (QS. Qaf, 50:22), serta
mengawasi sesama manusia (QS. Yusuf, 12:55). Dari keterangan tersebut,
bila dihubungkan dengan evaluasi pendidikan, berarti pertama, siswa yang
memiliki masalah serius terkait dengan sikap dan perilaku negatif harus
ditangani oleh pengawas atau guru yang memiliki otoritas lebih tinggi atau
lebih senior, dan kedua, siswa yang memiliki sikap dan perilaku positif,
dapat diawasi oleh guru junior. Mengapa demikian? Karena guru senior
atau pendidik memiliki pengalaman dan ilmu untuk membimbing siswa
yang bermasalah seperti yang tersirat dalam ayat-ayat di atas.15
3. Tazkirah
Menurut Shihab, kata tazkirah diambil dari kata dzakara yang biasa
diartikan mengingat atau menyebut. Dzikir pada hakekatnya adalah adanya
suatu makna dalam pikiran seseorang. Menurut ahli bahasa, dzikir tidak
selalu berkaitan dengan sesuatu yang dilupakan, yang kemudian diingat.
Dengan demikian kata mengingat tidak harus melibatkan sesuatu yang
sebelumnya dilupakan. Dari segi linguistik dapat disimpulkan bahwa
secara umum kata yang terbentuk dari akar kata dzikir menggambarkan
hal-hal yang baik dan bermanfaat, salah satunya adalah sesuatu yang kuat.
Al-Qur'an adalah dzikir dan tadzkirah (QS. Thaha 20, 3 dan al-Haqqah 69,
48). Atas dasar itu, dipahami bahwa ayat di atas mengecam orang-orang
yang berpaling dari petunjuk Al-Qur'an yang pada hakekatnya adalah
sesuatu yang dapat menghadirkan hal-hal yang pada akhirnya memberikan
kebaikan dan manfaat bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Lebih lanjut
Shihab menjelaskan bahwa kata tazkirah pada mulanya dipahami dalam

15
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005):
245-268.

9
artian sesuatu yang terlupakan dalam pikiran. Bisa juga berupa peringatan
yang mengandung ancaman bagi mereka yang lupa atau mengabaikan
bahaya yang bisa menimpanya.
Konteks yang terkait dengan kata tazkirah menunjukkan pada bahan
atau materi ujian berupa al-Qur'an (QS. 20:3, QS. 9: 48, dan QS.74: 54, ),
api/IPA (QS. 56:73), peristiwa air bah/sejarah/IPA (QS. 69: 12), peristiwa
hari kiamat (QS. 73: 19), ayat-ayat al-Qur'an (QS. 76: 29) dan ajaran
Tuhan (QS. 80: 29).

Makna tazkirah hubungannya dengan manusia sebagaimana firman Allah:

‫اِاَّل ت َْذ ِك َرةً لِّ َم ْن ي َّْخ ٰشى‬


“,,melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada
Allah)”(QS. Toha, ayat: 3)

Allah SWT tidak menurunkan Al-Qur’an kepada manusia melainkan


sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah dan ikhlas menaati
ajaran dan perintah-Nya.
ٌ‫لِنَجْ َعلَهَا لَ ُك ْم ت َْذ ِك َرةً َّوتَ ِعيَهَٓا اُ ُذ ٌن وَّا ِعيَة‬

“Agar Kami jadikan (peristiwa itu) sebagai peringatan bagi kamu dan
agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.” (QS. Al-Haqqah,
ayat: 12)
َ‫َواِنَّهٗ لَت َْذ ِك َرةٌ لِّ ْل ُمتَّقِ ْين‬

“Dan sungguh, (Al-Qur'an) itu pelajaran bagi orang-orang yang


bertakwa.” (QS. Al-Haqqah, ayat: 48)

Dari beberapa ayat diatas bisa dipahami bahwa sasaran tazkirah adalah
orang yang takut kepada Allah, manusia, dan orang yang bertaqwa.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sasaran tazkirah adalah manusia
pada umumnya, dan manusia yang lebih khusus yaitu orang yang
bertakwa. Allah berfirman:
‫َكٓاَّل اِنَّهٗ ت َْذ ِك َرةٌ ۚفَ َم ْن َش ۤا َء َذ َك َر ٗۗه‬
"Sekali-kali tidak, sesungguhnya al-Qur'an itu adalah suatu pengajaran
(peringatan). Maka barang siapa yang menghendaki, dia memperoleh
pengajarannya.” (QS. Al-Mudassir, ayat: 54-55)

10
Ayat ini mengingatkan bahwa fungsi utama al-Qur'an adalah petunjuk
dan bukannya menjadi mukzijat yang melahirkan hal-hal yang bersifat luar
biasa. Ayat di atas menegaskan bahwa siapapun yang berkeinginan untuk
mempelajari Qur'an, niscaya ia akan memperoleh pelajaran clan
bimbingan darinya.16
4. Al-Fitnah
Kata al-Fitnah, secara etimologi berarti cobaan, dan ujian. Pendapat
yang sama dikemukakan oleh Al-Azhari dan yang lainnya mengartikan
kata al-fitnah itu berarti cobaan dan ujian. Menurut Shihab kata fitnah
terambil dari akar kata fatana yang pada mulanya berarti membakar emas
untuk mengetahui kadar kualitasnya. Kata fitnah juga digunakan berdasar
pemakaian asal di atas dalam arti menguji, dan godaan baik ujian/godaan
itu berupa nikmat/kebaikan maupun kesulitan/keburukan. Oleh karena itu
jangan sampai lemah menghadapi cobaan atau ujian. Muhammad R.Q, dan
Hamid Sh. Q. mengatakan kata fitnah berarti cobaan dan ujian.
Muhammad, 'A menerangkan kata alfitnah berarti cobaan yang
menggambarkan keadaan manusia dari kebaikan dan kejelekan.
Muhammad 'Abd. Rauf kata al-fitnah berarti ujian, yakni perlakuan yang
menerangkan sesuatu yang batin (tersembunyi), yakni sesuatu yang berat
hati untuk melakukannya, meninggalkan, menerima atau menolaknya.
Berdasarkan pandangan ini dapat dipahami bahwa kata fitnah mempunyai
makna ujian, cobaan dan godaan.17
Ibnu al-'Arabi, mengatakan babwa fitnah itu ada1ah cobaan, harta,
anak-anak, kekafiran, perbedaan pendapat, dan kedhaliman, dan sesuatu
yang menyimpang dari kebenaran. Kata fitnah juga digunakan al-Qur'an
menjelaskan keadaan psikologis manusia yang menyalahi perintah Rasul
dengan perasaan takut, orang yang lemah imannya menganggap fitnah itu
sebagai azab.18
16
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005):
245-268.
17
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005):
245-268.
18
Ibid

11
Fitnah bisa terjadi pada keyakinan, perkataan, perbuatan clan apa saja.
Dan Allah pun memberi ujian atau fitnah ini kepada siapa saja, orang
mukmin, kafir, shadiq, maupun munafiq, lalu memberi balasan kepada
mereka masing-masing sesuai perbuatan yang dilakukannya setelah
mendapat ujian tersebut, apakah tetap berpegang pada kebenaran atau
justru kebatilan, tetapkah melakukan kebaikan ataukah tetap dalam
kejahatan. Firman Allah SWT. dalam Qur'an:
ِ ۗ ْ‫س َذ ۤا ِٕىقَةُ ْال َمو‬
َ‫ت َونَ ْبلُوْ ُك ْم بِال َّش ِّر َو ْال َخي ِْر فِ ْتنَةً ۗ َواِلَ ْينَا تُرْ َجعُوْ ن‬ ٍ ‫ُكلُّ نَ ْف‬
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu
akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’, ayat: 35)

Ayat di atas, mengisyaratkan bahwa hidup manusia tidak pernah luput


dari ujian, karena hidup hanya berkisar pada baik Dan buruk. Ujian dengan
kebaikan biasanya lebih sulit daripada ujian dengan malapetaka. Karena
manusia biasa lupa daratan di kala dia senang, sedang bila dalam kesulitan,
dia lebih cenderung butuh sehingga dorongan untuk mengingat Allah
menjadi lebih kuat.
Lafadz fitnah yang berarti ujian, juga menunjukkan nama bahan ujian
yang tercakup di dalamnya beberapa materi ujian, karena Allah selalu
menyebutkan nama-namanya yang terinci lalu menjelaskan bahwa itu
adalah fitnah atau bahan ujian. Dari sudut pandang evaluasi pendidikan,
fitnah ini banyak: terkait dengan psiko-test, disebabkan ada kecendrungan
hati dan yang tersembunyi dan berat dalam menentukan sikap.19
5. Al-Bala’
Bala', secara etimologi berarti ujian dan ia merupakan cobaan. Bala'
terjadi pada kebaikan dan keburukan, dan Allah SWT. menguji hambanya
dengan bala' yang baik dan bala' yang buruk, oleh karena itu ia menerima
cobaan dengan bersabar dan dengan bersyukur. Pandangan ini diperkuat
oleh al-Ju'dy tentang al-bala' adalah cobaan. Kata ibtala berarti menguji
dan mencoba. Pendapat senada dikemukakan oleh Zamakhsyary bahwa
19
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005): hal
252

12
Cobaan itu merupakan ujian dengan nikmat dan ujian secara bersama-
sama. Muhamkmad 'Abd. Rauf menjelaskan bahwa al-bala' aclalah
kecemasan yang berkaitan dengan diri manusia, dan bala' adalah cobaan.
Kondisi panas sebagai bala' karena keadaannya menyebabkan tubuh
menjadi kering atau usang. Sebagai contoh kata tersebut clalam Qur'an,
firman Allah:
ۤ
‫ت َما فِ ْي ِه بَ ٰلـٌؤ ا ُّمبِي ٌْن‬
ِ ‫َو ٰاتَ ْي ٰنهُ ْم ِّمنَ ااْل ٰ ٰي‬
“Dan telah Kami berikan kepada mereka di antara tanda-tanda
(kebesaran Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang
nyata.” (QS. Ad-Dukhan, ayat: 33)

ّ ٰ ‫ت َوبَ ِّش ِر ال‬


َ‫صبِ ِر ْين‬ ِ ۗ ‫س َوالثَّ َم ٰر‬ ٍ ‫ع َونَ ْق‬
ِ ُ‫ص ِّمنَ ااْل َ ْم َوا ِل َوااْل َ ْنف‬ ْ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِّمنَ ْالخَ و‬
ِ ْ‫ف َوالجُو‬
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS.
Al-Baqarah, ayat: 155)

Ayat di atas menjelaskan bahan ujian (materi evaluasi) yaitu terdiri


dari: ketakukan, kelaparan, kekurangan harta, kematian, kurang bahan
makanan dan sebagainya. Maka hanya orang-orang yang sabar, yang
mampu keluar dari kesulitan dengan tidak menggadaikan imannya tetapi
lulus dalam ujian untuk memantapkan imannya. Ciri-cirinya dapat dilihat,
yakni dia tidak bergembira berlebih-lebihan dengan kesenangan yang
diperolehnya tetapi bersyukur dan mengeluarkan sebahagian yang wajib
dikeluarkan atau bersedekah dan tidak pula bersedih yang menjadikan
putus asa karena penderitaan yang dialaminya. Bila dikaitkan dengan
pendidikan maka nilai buruk yang diperolehnya tidak menjadikan dia
lengah dan nilai buruk yang diperolehnya, karena dia sabar atau tabah
dalam menghadapi kesulitan.20 Allah berfirman:

‫هّٰللا‬
ِ ‫َواِ ْذ قَا َل ُموْ ٰسى لِقَوْ ِم ِه ْاذ ُكرُوْ ا نِ ْع َمةَ ِ َعلَ ْي ُك ْم ِا ْذ اَ ْن ٰجى ُك ْم ِّم ْن ٰا ِل فِرْ عَوْ نَ يَسُوْ ُموْ نَ ُك ْم س ُۤوْ َء ْال َع َذا‬
‫ب‬
ِ ‫َويُ َذبِّحُوْ نَ اَ ْبن َۤا َء ُك ْم َويَ ْستَحْ يُوْ نَ نِ َس ۤا َء ُك ْم ۗ َوفِ ْي ٰذلِ ُك ْم بَاَل ۤ ٌء ِّم ْن َّربِّ ُك ْم ع‬
‫َظ ْي ٌم‬

20
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005): hal
253

13
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Ingatlah
nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-
pengikut Fir‘aun; mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih,
dan menyembelih anak-anakmu yang laki-laki, dan membiarkan hidup
anak-anak perempuanmu; pada yang demikian itu suatu cobaan yang
besar dari Tuhanmu.” (QS. Ibrahim, ayat: 6)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa cobaan tidak hanya terbatas pada hal-
hal yang merugikan atau yang dinilai negatif oleh seseorang, tetapi juga
bisa berupa nikmat. Jika yang pertama menuntut kesabaran, maka yang
kedua menuntut rasa syukur. Biasanya hal-hal yang menuntut rasa syukur
lebih sulit ditanggung dari pada yang menuntut kesabaran, karena
seringkali berpotensi menggiring seseorang untuk mengingat Allah,
sedangkan nikmat berpotensi membuat manusia lupa diri dan melupakan
Allah. Kata bala' banyak digunakan oleh Allah dalam menyatakan bentuk
ujian yang disebutkan, nama materi ujian atau dalam istilah pendidikan
yaitu; mata kuliah, bidang studi atau mata pelajaran. Sehingga dalam
penggunaan kata ini dalam Al-Qur'an selalu menyebutkan nama-nama
yang diujikan.21
6. Al-Inba
Pengungkapan kata al-inba' dalam Qur'an seperti yang ada pada ayat
berikut:
ۤ
ٰ ‫ال اَ ۢ ْنبِـُٔوْ نِ ْي بِا َ ْس َم ۤا ِء ٰهُٓؤاَل ۤ ِء اِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
َ‫ص ِدقِ ْين‬ َ ‫َو َعلَّ َم ٰا َد َم ااْل َ ْس َم ۤا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬
َ َ‫ضهُ ْم َعلَى ْال َم ٰل ِٕى َك ِة فَق‬
“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya,
kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman,
“Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang
benar!” (QS. Al-Baqarah, ayat: 31)

‫ك اَ ْنتَ ْال َعلِ ْي ُم ْال َح ِك ْي ُم‬


َ َّ‫ك اَل ِع ْل َم لَنَٓا اِاَّل َما عَلَّ ْمتَنَا ۗاِن‬
َ َ‫قَالُوْ ا ُسب ْٰحن‬
“Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh,
Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-
Baqarah, ayat: 32)

21
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005): hal
254

14
َ ‫ال ٰيٓ ٰا َد ُم اَ ۢ ْنبِْئهُ ْم بِا َ ْس َم ۤا ِٕى ِه ْم ۚ فَلَ َّمٓا اَ ۢ ْنبَاَهُ ْم بِا َ ْس َم ۤا ِٕى ِه ۙ ْم قَا َل اَلَ ْم اَقُلْ لَّ ُك ْم اِنِّ ْٓي اَ ْعلَ ُم َغي‬
ِ ‫ْب السَّمٰ ٰو‬
‫ت‬ َ َ‫ق‬
َ‫ض َواَ ْعلَ ُم َما تُ ْب ُدوْ نَ َو َما ُك ْنتُ ْم تَ ْكتُ ُموْ ن‬ ِ ۙ ْ‫َوااْل َر‬
“Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada
mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-
namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu,
bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui
apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-
Baqarah, ayat: 33)

Berdasarkan penjelasan di atas, AI-Inba' berarti evaluasi berupa dialog


atau tes lisan yang memerlukan pengembangan jawaban. Ini dimiliki oleh
manusia (Adam) tetapi tidak dimiliki oleh Malaikat. Kemudian Allah
mengarahkan evaluasi kepada Adam untuk menguji kemampuannya
terhadap ilmu yang telah diajarkan kepadanya dan ternyata Adan mampu
menjawab dan menjelaskan pertanyaan tersebut dengan lancar. Karena
kesanggupan Adam untuk menyelesaikan semua soal evaluasi, Allah
mengganjarnya dengan memerintahkan para Malaikat untuk bersujud
(bersujud) kepada Adam. Tes ini sama dengan tes penempatan, atau tes
untuk menentukan penempatan siswa di kelas A atau kelas B dan
seterusnya. Dikenal juga dengan fit and proper test atau due diligence,
yaitu tes yang biasanya dilakukan terhadap pejabat yang akan menduduki
jabatan penting di pemerintahan dan sebagainya. Berdasarkan informasi
tersebut, tradisi pemberian beasiswa atau piagam penghargaan kepada
mahasiswa berprestasi merupakan tindakan yang mencontohkan perbuatan
Tuhan. Artinya tradisi ini perlu dipertahankan, bahkan perlu ditingkatkan
lagi.22
7. Al-Nadzar
AI-Nadzar berarti pencarian makna dengan hati dari arah ingatan yang
dapat diraba dan dilihat dengan mata. Dan pertama yang menjadi sasaran
mata atas gambar dengan penglihatan. Sanandhura berasal dari an-
Nadharu yang berarti perenungan dan pengkajian. Berdasarkan pengertian
al-nadhara berarti kegiatan pencarian makna dengan tahap-tahap kegiatan
22
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005): hal
255

15
observasi, eksperimen dan analisis yang menghasilkan abstraksi sesuatu,
kemudian diuji coba lagi.
Pengungkapan tersebut terdapat pada firman Allah SWT
ٰۤ
َ‫ض ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ِه ْم ِلنَ ْنظُ َر َك ْيفَ تَ ْع َملُوْ ن‬
ِ ْ‫ثُ َّم َج َع ْل ٰن ُك ْم خَل ِٕىفَ فِى ااْل َر‬
“Kemudian Kami jadikan kamu sebagai pengganti-pengganti
(mereka) di bumi setelah mereka, untuk Kami lihat bagaimana kamu
berbuat.” (QS. Yunus, ayat: 14)

َ‫ص َد ْقتَ اَ ْم ُك ْنتَ ِمنَ ْال ٰك ِذبِ ْين‬


َ َ‫ال َسنَ ْنظُ ُر ا‬
َ َ‫ق‬

“Dia (Sulaiman) berkata, Akan kami lihat apa kamu benar atau
termasuk yang berdusta.” (QS. Yunus, ayat: 27)

‫ن‬Mَ ْ‫ي اَ ْم تَ ُكوْ نُ ِمنَ الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ْهتَ ُدو‬


ْٓ ‫ال نَ ِّكرُوْ ا لَهَا َعرْ َشهَا نَ ْنظُرْ اَتَ ْهتَ ِد‬
َ َ‫ق‬

“Dia (Sulaiman) berkata, “Ubahlah untuknya singgasananya; kita


akan melihat apakah dia (Balqis) mengenal atau tidak mengenalnya
lagi.” (QS. Yunus, ayat: 41)

Dari ayat tersebut terlihat bahwa pertama yang bertindak sebagai


evaluator adalah Tuhan sebagai pendidik alam dan manusia serta
dilakukan secara kolektif dengan menggunakan kata dhomir na atau
nahnu. Kedua, ketika menganalisis ayat-ayat yang menggunakan ungkapan
nadzara, maka evaluasi adalah sesuatu yang didemonstrasikan atau
dipraktikkan oleh orang yang dievaluasi. Karena alat evaluasi yang
digunakan adalah panca indera yaitu mata. Dalam dunia pendidikan,
teknik inipun sering digunakan terutama dalam menilai sesuatu yang
membutuhkan kebenaran dalam gerak atau memerlukan observasi yang
cermat dari seorang evaluator, seperti Tes Potensi Akademik (TPA).
Ketiga, dapat dilihat ketelitian dan tingkat kecerdasan sang ratu, serta
ketepatan jawabannya. Juga kekuatan mentalnya karena telah menjawab
dengan benar dalam situasi seperti itu.23
8. Al-Wazn

23
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005): hal
256

16
AI-Wazn artinya timbangan atau tolok ukur yang digunakan. Jamak
dari kata al-waznu adalah mawazin yang mengisyaratkan bahwa setiap
amal ditimbang atau mempunyai tolok ukur masing-tnasing, sehingga
semua amal benar-benar menghasilkan ketepatan timbangan.24

Terdapat pada firman Allah SWT:


ٰۤ ُ
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫از ْينُهٗ فَا‬
ِ ‫ت َم َو‬ ُّ ۚ ‫ذ ِْۨال َح‬Mِ ‫َو ْال َو ْزنُ يَوْ َم ِٕى‬
ْ َ‫ق فَ َم ْن ثَقُل‬
“Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka
barangsiapa berat timbangan (kebaikan)nya, mereka itulah orang yang
beruntung.” (QS. Al-A’raf, ayat: 8)

َ ‫ َوال َّس َم ۤا َء َرفَ َعهَا َو َو‬. ‫َط َغوْ ا فِى ْال ِم ْي َزا ِن‬
َ‫ض َع ْال ِميْزَ ۙان‬ ْ ‫اَاَّل ت‬. َ‫َواَقِ ْي ُموا ْال َو ْزنَ بِ ْالقِ ْس ِط َواَل تُ ْخ ِسرُوا ْال ِميْزَ ان‬

"Langit ditinggikan-Nya dan neraca (keadilan) diletakkannya. Supaya


kamu jangan melampaui batas pacla neraca itu. Dan tegakkanlah
timbangan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu."
(QS. Ar-Rahman, ayat: 7-9)

Shihab menjelaskan kata mizan berarti alat menimbang. Kata ini juga
biasa dipahami dalam arti keadilan, baik clalam arti menempatkanm
sesuatu pada tempatnya maupun dalam arti keseimbangan. Thahir Ibn
'Asyur memahami kata mizan pada ayat ini clalam arti keadilan.
Maksuclnya Allah menurunkan dan menetapkan adanya keadilan agar
manusia dalam melakukan aneka aktivitasnya selalu didasari oleh keadilan
baik terhadap dirinya maupun pihak lain. Jadi keseimbagan berarti
manusia dituntun Allah agar melakukan keseimbangan dalam segala
aktivitasnya. Dan laksanakanlah timbanganmu dengan adil (QS.42: 17).
Maksudnya Allah menyuruh melaksanakan keadilan clalam keputusan dan
pemberian sebagaimana janji Allah bagi yang meninggalkannya. Allah
telah menghancurkan bangsa karena mereka mengabaikan takaran dan
keadilan.25
Thabathaba'i berpendapat bahwa nalar mengharuskan kita berkata
bahwa ada sesuatu sebagai tolok ukur yang digunakan mengukur atau
24
Ibid
25
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005): hal
257

17
menimbang amal-amal dan beratnya. Jadi timbangan itu mempunyai bobot
atau berat. adalah bobot adalah mempunyai keutamaan dan amal shaleh
yang banyak sehingga berada dalam kehidupan yang sangat
menyenangkan. Adapun orang yang kadar atau bobotnya ringan atau nihil,
maka jika ditimbang maka bobotnya tidak akan naik. Hal ini karena
amalnya jelek, berbuat maksiat, merusak di bumi dan hanya sedikit
melakukan kebaikan. Bila menggunakan perspektif pendidikan maka
pertama, bila seseorang tidak mengerjakan tugas atau soal dengan baik,
maka nilai yang akan diterima tentu bobotoya kecil, tetapi bila dapat
mengerjakan tugas dan jawaban dengan baik, maka bobotoya tentu lebih
banyak dan mendapat hasil yang memuaskan. Jadi bila amalan baiknya
banyak, maka mizannya berbobot atau hasil evaluasinya menggembirakan,
tapi sebaliknya bila amalan jeleknya yang banyak maka mizannya tidak
berbobot atau hasil evaluasinya mengecewakan. Kedua, Allah SWf.
memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi, jangan karena
kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-
Maidah, ayat: 8).26
9. At-Taqdir
At-Taqdir, berarti ketentuan. Maksudnya ketentuan tiap-tiap makhluk
sesuai ketentuan yang berkaitan dengan kebaikan, keburukan,
kemanfaatan, kemudharatan dan lainnya. Shihab menjelaskan kata taqdir
digunakan dalam arti menjadikan sesuatu memiliki kadar serta sistem
tertentu dan teliti. Ia juga berarti menetapkan kadar sesuatu, baik yang
berkaitan dengan materi maupun waktu.
Seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Furqan, ayat: 2.
‫ق ُك َّل َش ْي ٍء‬ ِ ‫ك فِى ْال ُم ْل‬
َ َ‫ك َو َخل‬ ٌ ‫ض َولَ ْم يَتَّ ِخ ْذ َولَدًا َّولَ ْم يَ ُك ْن لَّهٗ َش ِر ْي‬
ِ ْ‫ت َوااْل َر‬ ُ ‫الَّ ِذيْ لَهٗ ُم ْل‬
ِ ‫ك السَّمٰ ٰو‬
‫فَقَ َّد َر ٗه تَ ْق ِد ْيرًا‬
“Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak,
tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(-Nya), dan Dia

26
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005): hal
258

18
menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya
dengan tepat.”

Kata yang digunakan ayat di atas, mencakup kedua makna tersebut.


Penggunaan kata taqdir oleh ayat ini menunjukkan bahwa dalam bahasa
Qur'an kata taqdir digunakan dalam konteks uraian tentang hukum-hukum
Allah yang berlaku di alam raya, disamping hukum-hukumNya yang
berlaku bagi manusia. Faqaddarahu yang akar katanya qaf, dal dan ra' yang
makna dasamya adalah batas terakhir dari sesuatu. Bila anda berkata:
kadar sesuatu sedemikian, maka ini berarti anda telah menjelaskan batas
akhir dari mutu dan kuantitasnya. Kata qaddara antara lain berarti
mengukur, memberi kadar/ukuran, sehinga pengertian ayat ini adalah
memberi kadar/ukuran/batas-batas tertentu dalam diri, sifat, ciri-ciri
kemampuan maksimal, bagi setiap makhluk-Nya. Semua makhluk telah
ditetapkan oleh Tuhan kadamya dalam hal-hal tersebut. Mereka tidak
dapat melampui batas ketetapan itu.27
Jika dilihat dari teori taksonomi Benjamin S Bloom, 'Tiaka jelaslah
bahwa yang dijadikan sasaran evaluasi Tuhan clan Nabi aclalah sebagai
berikut. Pertama, Evaluasi Tuhan lebih menitikberatkan pacla sikap,
perasaan dan pengetahuan manusia seperti iman, dan kekafiran, ketaqwaan
clan kefajiran (kognitif-afektif). Keclua, Evaluasi Nabi sebagai pelaksana
perintah Tuhan sesuai wahyu yang diturunkan kepacla beliau lebih
menitikberatkan pacla kemampuan clan kesediaan manusia mengamalkan
ajaran-Nya, dimana faktor psikomotorik menjadi penggeraknya.
Disamping itu faktor konatif (kemauan) juga dijadikan sasarannya
(konatif-psikomotorik). 28
Keputusan hasil evaluasi sepenuhnya adalah hak evaluator, misalnya
guru, berdasarkan proses dan hasil evaluasi gurulah yang berhak
menentukan peserta didik naik atau tinggal kelas seperti ayat di atas Allah

27
Muhtifah, Lailial. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an." Al Qalam 22.2 (2005): hal
259
28
Ibid

19
lah yang berhak menentukan takdir hambanya apakah akan dibinasakan
atau diampuni.29
D. Bentuk Evaluasi Pendidikan
Secara garis besar ada dua macam bentuk evaluasi dalam pendidikan
yaitu bentuk tes subjektif dan bentuk tes objektif. Berikut akan dijabarkan
mengenai bentuk evaluasi dalam pendidikan.
1. Tes Subjektif
Tes subjektif biasa disebut dengan tes esai/uraian. Menurut sejarah,
tes yang lebih dahulu digunakan untuk penilaian adalah tes esai/uraian.
Tes esai merupakan bentuk penilaian yang berbentuk pertanyaan, yang
jawabannya merupakan karangan (essay).30 Bentuk tes esai digunakan
untuk mengukur kegiatan belajar yang sulit diukur oleh bentuk tes
objektif. Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk
menguraikan, mengorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan
kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu
dengan lainnya.31
Soal-soal esai menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat
mengorgansir dan menghubungkan pengertian-pengertian yang telah
dimiliki. Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya tes esai menuntut
siswa untuk mengingat kembali dan mengenal kembali serta melatih
daya kreativitas peserta didik dalam menginterpretasikannya dalam
susunan kalimat-kalimat.32 Di lihat dari luas dan sempitnya materi yang
ditanyakan, maka tes bentuk esai dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu
uraian terbatas (restricted response items) dan uraian bebas (extended
response items).33 Berikut akan dijelaskan mengenai jenis-jenis tes
dilihat dari luas dan sempitnya materi yang ditanyakan:

29
Ulfa, Maria. "Konsep Evaluasi Pendidikan Perspektif Al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan (Pendekatan Tafsir Tematik)." Suhuf 28.2 (2016): 118-142.
30
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengaajaran (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), 35.
31
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 125.
32
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2009), 162.
33
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, 306.

20
a. Uaraian Terbatas (restricted response items)
Adapun uraian terbatas (restricted response items) yang mana
peserta didik diberikan kebebasan dalam menjawab pertanyaan,
namun pertanyaan yang diberikan mempunyai jawaban yang
terbatas sehingga kebebasan jawaban menjadi terarah.34 Contohnya:
adalah sebagai berikut:

1) Apa pengertian wudlu?

2) Jelaskan rukun-rukun dalam berwudlu!

b. Uraian Bebas (extended response items)a

Adapun uraian bebas (extended response items) yang mana


butir soal/pertanyaan hanya menyangkut masalah utama yang
dibicarakan tanpa memberikan arahan tertentu dalam
menjawabnya.35 Contohnya adalah sebagai berikut:

1) Mencontek, tidak taat pada peraturan sekolah dan bullying


adalah beberapa contoh sikap tercela. Bagaimana cara kita
sebagai seorang pelajar untuk menghindari perbuatan
tersebut?

2) Allah telah memberikan kita nimat yang sangat banyak,


misalnya kita bisa bersekolah dengan nyaman dan aman serta
diberikan sehat lahir dan batin dalam belajar. Bagaimana
sikap kita dalam mensyukuri nikmat Allah tersebut?

2. Tes Objektif
Tes objektif (dichotomously scored item) adalah tes yang tersusun
dimana setiap pertanyaan tes disediakan alternative jawaban yang
dapat dipilih atau tes tulis yang mana itemnya sudah tersedia. Tes
objektif dibentuk seperti apapun dan dinilai oleh siapapun akan

34
Chabib Toha, Teknik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 57.
35
Chabib Toha, Teknik Evaluasi Pendidikan, 57.

21
menghasilkan skor yang sama.36 Adapun kelebihan tes objektif antara
lain: 1) Dapat digunakan untuk menilai pelajaran yang banyak, 2)
Dapat dinilai secara objektif, 3) Menuntun siswa untuk menjawab
pertanyaan dengan baik dan benar tanpa ada spekulasi dalam
jawabannya, 4) Pemberian nilai dapat dilakukan secara cepat dan
mudah. Sedangkan kelemahan dalam tes objektif antara lain: 1)
Kurang member kesempatan untuk menyatakan isi hati kecakapan, 2)
Memungkinkan adanya kesempatan coba-coba dalam menjawab, 3)
Menyusun tes tidak mudah serta memerlukan waktu yang agak lama
dan ketelitian dalam pembuatannya, 4) Kurang ekonomis, karena
memerlukan kertas yang banyak.37

Adapun jenis-jenis tes objektif terbagi menjadi empat yaitu tes


benar salah, tes pilihan ganda, tes menjodohkan, dan tes melengkapi
jawaban. Berikut akan dijelaskan mengenai jenis-jenis tersebut.

a. Tes Benar-Salah (True-False)

Tes benar-salah adalah jenis tes obejktif yang mana butir soal berupa
pertanyaan yang jawabannya menggunakan pilihan pernyataan benar
atau salah. Contohnya sebagai berikut:

- Benar-Salah
- Baik-Tidak Baik
- Setuju-Tidak Setuju

Petunjuk: Bacalah masing-masing soal dibawah ini. Kalau


pertanyaan benar maka lingkari huruf B dan jika pernyataan salah,
maka lingkari huruf S.

1. B-S : Puasa pada bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap


umat muslim.
2. B-S : Surah al-Fatihah termasuk dalam surat Makkiyah.
36
Chabib Toha, Teknik Evaluasi Pendidikan, 55.
37
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengaajaran, 39.

22
b. Tes Pilihan Ganda (multiple choice)

Tes pilihan ganda (multiple choice) adalah tes pilihan ganda


merupakan tes obyektif dimana masing-masing item disediakan lebih
dari dua kemungkinan jawaban, dan hanya satu dari pilihan-pilihan
tersebut yang benar atau yang paling benar. Adapun tes pilihan ganda
(multiple choice) adalah 1) Materi yang diujikan mencakup sebagian
besar materi yang diajarkan, 2) Jawaban peserta didik dapat koreksi
dengan mudah dan cepat dengan menggunakan kunci jawaban, 3)
Jawaban bersifat objektif (hanya ada dua yaitu benar atau salah).
Sedangkan kelemahannya adalah 1) Spekulatif (tebak-tebakan) yang
dilakukan peserta didik cukup besar, 2) Proses berpikir siswa tidak
dapat dilihat dengan nyata. Contohnya sebagai berikut:

Pilihlah salah satu jawaban a,b,c dan d dibawah ini dengan


benar!

1. Dibawah ini yang termasuk sahabat Nabi Muhammad saw


yang diberikan gelar Khulafaur Rasyidin adalah ...

a. Zaid bin Haritsah c. Abdullah bin Ubay

b. Siti Khodijah binti Khuwailid d. Usman bin Affan

c. Tes Melengkapi (Completion Test)

Tes melengkapi (completion test) adalah merupakan salah satu


bentuk tes jawaban bebas, dimana tes isian terdiri dari kalimat yang
dihilangkan (diberi titik-titik). Pada bagian yang dihilangkan inilah
peserta didik diminta untuk melengkapi dengan sebuah jawaban yang
benar. Adapun keunggulan menggunakan tes melengkapi (completion

23
Test) yaitu 1) sangat mudah dalam penyusunannya, 2) lebih ekonomis
karena menghemat tempat di kertas, 3) Digunakan untuk mengukur
berbagai taraf kompetensi tidak hanya fokus pada hafalan saja.
Sedangkan kelemahannya adalah 1) Diperlukan ketelitian dalam
menyusun, 2) Memerlukan waktu yang relatif agak lama. Contohnya
sebagai berikut:

Isilah kata rumpang dibawah ini secara tepat!

1) ... adalah salah satu cara menyucikan anggota tubuh dengan air.
2) Secara bahasa, Wudhu berasal dari kata bahasa arab yaitu ... yang
artinya hasan (baik, bagus) dan bahjah (indah, elok).
d. Tes Menjodohkan (Matching test)

Tes menjodohkan (Matching test) adalah tes yang terdiri atas


kelompok soal dan kelompok jawaban yang mana peserta didik harus
memilih pasangan soal dan jawaban yang tepat. Tes menjodohkan
terdiri atas satu seri pertanyaan/soal dan satu seri jawaban. Masing-
masing pertanyaan/soal mempunyai jawabnya yang tercaantum
dalam seri jawaban. Contohnya sebagai berikut:

Pasangkanlah dengan cara menghubungkan garis pertanyaan


yang ada pada lajur kiri dengan yang ada pada lajur kanan dengan
cara menempatkan huruf yang terdapat di pertanyaan pada lajur kiri
pada titik-titik yang disediakan pada lajur kanan!

No Pertanyaan Jawaban

1. Malaikat yang bertugas menyampaikan a. Malaikat Izroil


wahyu adalah ....

2. Malaikat yang bertugas mencabut b. Malaikat Isrofil


nyawa manusia adalah ....

24
3. Malaikat yang bertugas membagi rezeki c. Malaikat Jibril
adalah ....

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris Evaluation yang
artinya penilaian, penilaian atau evaluasi. Atau berasal dari kata to
evaluate yang berarti menilai. Nilai dalam bahasa Arab disebut al-qimat.

25
Dalam bahasa Arab juga ditemukan istilah imtihan yang berarti ujian, dan
khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan.
2. Pentingnya Evaluasi Pendidikan
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 31, dapat
dikatakan bahwa evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang amat
strategis dan sebagai pelaksana evaluasi adalah Tuhan sebagai pendidik
alam dan Nabi sebagai Rasul Allah SWT. Hanya bedanya pelaku evaluasi
yang dilakukan Tuhan dalam ayat tersebut dilaksanakan sendiri oleh
Tuhan.
3. Konsep Evaluasi Pendidikan
Istilah-istilah atau konsep-konsep evaluasi dalam al-Qur'an termuat
dalam konsep; hisab, hajidh, tazkirah, aljitnah, bala ', al-inba: alnadhar, al-
waznu dan al-taqdir. Dari sudut evaluasi pendidikan pertama, makna hisab
menunjukkan hasil evaluasi tergantung dari kesungguhan peserta didik
dalam menyelesaikan soal-soal ujian, tugas pendidik memotivasi dan
dikenal istilah self-evaluation, clan ketiga, teknik evaluasi. Kedua, konsep
hafidh/ hafzdhan hubungannya dengan evaluasi pendidikan adalah adanya
otoritas Tuhan sebagai pendidik alam dan manusia sebagai pendidik,
peserta didik yang memiliki problem serius yang berkaitan dengan sikap
clan perilaku mereka yang negatif diberikan bimbingan oleh guru yang
senior, demikian pula sebaliknya.
Ketiga, konsep tazkirah terkait pada bahan atau materi ujian.
Keempat, konsep al-fitnah, terkait dengan psiko-test, disebabkan acla
kecendrungan hati clan tersembunyi dan berat dalam menentukan sikap.
Kelima, konsep bala ', terkait clengan mata kuliah, bidang stucli atau mata
pelajaran, sehingga dalam penggunaan kata ini dalam Qur'an selalu
menyebutkan nama-nama yang diujikan. Keenam, konsep al-inba: terkait
dengan evaluasi dalam bentuk dialog atau tes lisan yang membutuhkan
pengembangan jawaban, serta memberikan hadiah atau penghargaan
kepacla peserta didik yang berprestasi. Ketujuh, konsep alnadhar terkait
dengan evaluasi pendidikan yang memerlukan perenungan clan pengkajian

26
yang lebih menclalam melalui proses observasi, eksperimen dan analisis
yang menghasilkan abstraksi-abstraksi yang valid.
Kedelapan, konsep, al-wanu terkait dengan alat ukur yang valid,
pembobotan dan objektifitas. Kesembilan, konsep al-taqdir terkait dengan
pembobotan dan validitas hasil belajar.
4. Bentuk-bentuk Evaluasi Pendidikan
Secara garis besar ada dua macam bentuk evaluasi dalam
pendidikan yaitu bentuk tes subjektif dan bentuk tes objektif. Berikut akan
dijabarkan mengenai bentuk evaluasi dalam pendidikan.
1. Tes Subjektif
Tes Subjketif biasa disebut dengan tes esai/uraian. Menurut sejarah,
tes yang lebih dahulu digunakan untuk penilaian adalah tes
esai/uraian. Tes esai merupakan bentuk penilaian yang berbentuk
pertanyaan, yang jawabannya merupakan karangan (essay) . Tes
subjektif ini terdiri dari Uraian terbatas dan Uraian bebas.
2. Tes Objektif.
Tes objektif (dichotomously scored item) adalah tes yang tersusun
dimana setiap pertanyaan tes disediakan alternative jawaban yang
dapat dipilih atau tes tulis yang mana itemnya sudah tersedia. Tes
objektif dibentuk seperti apapun dan dinilai oleh siapapun akan
menghasilkan skor yang sama. Adapun jenis-jenis tes objektif terbagi
menjadi empat yaitu tes benar salah, tes pilihan ganda, tes
menjodohkan, dan tes melengkapi jawaban.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran . Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

27
Mujid, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, 2008. Ilmu Pendidikan Islam.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Muhtifah, Lailial. 2005. "Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Al-

Qur'an." Al Qalam 22.2

M. Ngalim Purwanto. 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi

Pengaajaran Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam. 1997. Jakarta: Logos

Wacana Ilmu.

Ramayulis dan Samsul Nizar,. 2009. Filsafat Pendidikan Islam:

Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta: Kalam

Mulia.

Salim, Moh. Haitami & Syamsul Kurniawan. 2012. Studi Ilmu

Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

Syar’i, Ahmad. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka

Firdaus.

Suharsimi, Arikunto, 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi

Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Toha, Chabib. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

28
Ulfa, Maria. "Konsep Evaluasi Pendidikan Perspektif Al-Qur’an dan

Implikasinya Terhadap Pendidikan (Pendekatan Tafsir Tematik)."

29

Anda mungkin juga menyukai