Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

EVALUASI PENDIDIKAN DALAM AYAT DAN HADIST TARBAWI

Disusun untuk memenuhi persyaratan


Mata kuliah Tafsir Hadist
Dosen Pembimbing: Rafani M.Pd.

Disusun Oleh:

Nurul Noprida S

Putri Rahmadani

Rafika Putri

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah Swt. atas segala
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Evaluasi Pendidikan dalam Al-Qur‟an pada Ayat Tarbawi dan Hadist.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu mata kuliah Tafsir dan Hadist
Tarbawi pada Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.Penulis dengan
segala kemampuan yang dimiliki telah berusaha untuk menyajikan dengan sebaik-
baiknya dalam menyusun makalah ini dengan bimbingan dan petunjuk dari dosen
pengampu mata kuliah Tafsir dan Hadist Tarbawi, Bapak Rafani, Ungkapan
terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman dan pihak lain yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini masih ada kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima Kasih

Pekanbaru, 14 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam ......................................................... 3
B. Hadist Tentang Evaluasi Pendidikan ........................................................... 8
C. Tujuan dan Fungsi, Prinsip-Prinsip, Jenis, Teknik, dan Sasaran Evaluasi
Pendidikan Islam dalam Perspektif Hadits ........................................................ 11
BAB III.................................................................................................................. 27
PENUTUP ............................................................................................................. 27
A. Kesimpulan ................................................................................................ 27
B. Saran........................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur‟an memandang bahwa pendidikan merupakan persoalan
pertama dan utama dalam membangun dan memperbaiki kondisi umat
manusia di muka bumi ini. Ajaran yang terkandung didalamnya berupa
akidah tauhid, akhlak mulia, dan aturan-aturan mengenai hubungan vertical
dan horizontal ditanamkannya melalui pendidikan tersebut. Hal itu ditandai
dengan gagasan awal al-Qur‟an mengenai pendobrakannya terhadap takdir
kebodohan dan keterbelakangan melalui perintah membaca, dimana membaca
itu merupakan aktivitas belajar yag tentu saja bagian dari kegiatan
pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan kata kunci untuk kemajuan bangsa,
pendidikan yang ditawarkan al-Qur‟an memperlihatkan perbedaan itu terlihat
jelas pada prinsip dasar bangunan pendidikan tersebut, pendekatan belajar,
orientasi penyelenggaraannya, dan juga evaluasi terhadap sesuatu pendidikan,
yang mana disini kami akan menjabarkan bagaiman evaluasi pendidikan yang
terdapat dalam al-Qur‟an, evaluasi merupakan komponen yang penting dalam
pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada aktifitas pencarian dan
transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertujuan agar terjadi
perubahan pada diri siswa dalam bentuk penembahan ilmu pengetahuan dan
perubahan prilaku, maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur
penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Didalam pendidikan evaluasi merupakan suatu hal yang sangat penting
untuk mengetahui sampai sejauh manakemajuan yang telah pesserta didik
capai, agar sebagai seorang pendidik bisa mengetahui apa yang harus
dilakukan dan metode apa yang seharusnya di berikan kepada anak didik
tersebut. Bagaimanabisa seorang murid disebut cerdas atau pintar tanpa ada
tes atau ujian yang diberikan. Begitu pula dalam ajaran Islam, evaluasi
merupakan pemahaman yang tidak baru lagi.Artinya evaluasi merupakan
suatu ajaran yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam baik individu

1
maupun kelompok.Namun kaitannya dengan aplikasi terasa memang sangat
jauh dari harapan sehingga perlu mewacanakan lagi hadits Rasulullah SAW,
sebagai landasan berfikir dan pijakan dalam tindakan. Begitu banyak hadits
Shahih yang mengindikasikan tentang Evaluasi, akan tetapi penulis
mencukupkan pada beberapa hadits saja untuk dibahas dan di analisis dari
beberapa aspek tinjauan tanpa mengurangi entitas makna dan maksud hadits
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi pendidikan islam?
2. Apakah selaras antara evaluasi pendidikan dengan al-qur‟an dan hadist?
3. Bagaimana tujuan, fungsi, prinsip-prinsip, sasaran, dan jenis evaluasi
pendidikan Islam menurut perspektif hadits?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian evaluasi pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui keselarasan evaluasi pendidikan dengan al-qur‟an dan
hadist.
3. Untuk Mengetahui tujuan, fungsi, prinsip-prinsip, sasaran, dan jenis
evaluasi pendidikan Islam menurut perspektif hadits.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam


Evaluasi berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai. Nilai dalam
bahasa arab di sebut al-Qiyamah. istilah nilai ini mulanya di populerkan oleh
para filsuf. dalam hal ini, plato merupakan filsuf yang pertama kali
mengemukakannya. Pembahasan ‟‟nilai‟‟ secara khusus di perdalam
dalam kajian filsafat. Kata nilai menurut filsuf adalah idea of worth,
selanjutnya, kata nilai menjadi populer. Secara harfiah evaluasi berasal dari
bahasa Inggris evaluation, yang berarti penilaian, penaksiran, atau evaluasi.
Atau berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai. Nilai dalam bahasa
Arab disebut al-qimat. Dalam bahasa Arab, juga dijumpai istilah imtihan,
yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari
proses kegiatan.

Istilah nilai pada mulanya dipopulerkan oleh Plato. Pembahasan „nilai‟


secara khusus diperdalam dalam diskursus filsafat, terutama pada aspek
aksiologinya. Begitu pentingnya kedudukan nilai dalam filsafat, sehingga
para filosof meletakan nilai sebagai muara bagi epistemologi dan ontologi
filsafat. Kata nilai kemudian tidak hanya popular dalam bidang filsafat saja,
tetapi sampai pada bidang ekonomi, sosial, pendidikan, dsb. Dalam ekonomi
istilah nilai ditautkan dengan harga. Sedangkan jika diaplikasikan dalam
pendidikan, kata nilai dipahami sebagai memberikan muatan nilai dalam
ontologi dan epistemologi pendidikan, serta mengarakan prosesnya agar tetap
mengacu pada nilai.1
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya
sama hanya berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan
evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan,
dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan. Menurut Suharsimi
Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang

1 Yusuf,Kadar M, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al Quran tentang Pendidikan (Jakarta:


Amzah, 2013).

3
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Suharsimi
membedakan antara istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Menurutnya,
pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran.
Pengukuran ini bersifat kuantitatif. Penilaian adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara kualitatif.
Sedangkan evaluasi, mencakup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif.2
Kata evaluasi dalam wacana keislaman tidak dapat ditemukan padanan
yang pasti, namun terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna
evaluasi. Diantaranya adalah al-Hisab yang memiliki makna mengira,
menafsirkan, dan menghitung (QS. Al Baqarah: 284), al-Bala‟ yang
bermakna cobaan atau ujian (QS. Al Mulk: 2), al-Hukm yang bermakna
putusan atau vonis (QS. An Naml: 78), al-Qadha yang bermakna putusan
(QS. Thaha: 72), An-Nazhr yang berarti melihat (An-Naml: 27), musibah
(ujian) (QS. Ali Imran: 165, Al Baqarah: 156, An Nisa: 62 dan 79, Ar Rum:
48, Luqman: 17, Al Hadiid: 22, At Taghabun: 11), dan fitnah yang berarti
cobaan ujian atau bencana (QS. Al Anfal: 25, Al Furqon: 20, Al Anbiya:
35).3
Beberapa term diatas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara
langsung ataupun hanya sekedar alat atau proses didalam evaluasi. Hal ini
didasarkan asumsi bahwa Al Quran dan Hadist merupakan asas-asas atau
prinsip-prinsip umum pendidikan, sementara operasionalnya diserahkan
penuh kepada para ijtihat umatnya. Term evaluasi pada taraf berikutnya lebih
diorientasikan pada „penafsiran atau memberi putusan terhadap
kependidikan‟. Setiap tindakan didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat,
dan lingkungan kependidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka
peran penilaian dibutuhkan guna mengetahui sejauh mana keberhasilan
pendidikan tercapai.

2 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1990).


3 Moh Hitami salam,Kurniawan Syamsul, Study Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana,
2010).

4
Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat
diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria
tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk
itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar
siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum, metode, sarana
prasarana, lingkungan dan sebagainya. Selain istilah evaluasi, terdapat pula
istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian.
Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai
suatu pengertian yang sama, sehingga dalam memaknainya tergantung dari
kata mana yang siap diucapkan. 4
Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu
suatu proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi
tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap
tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat
dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Jadi dengan evaluasi diperoleh
informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian
kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya.
Jadi evaluasi pendidikan Islam yaitu kegiatan penilaian terhadap tingkah laku
peserta didik dari keseluruhan aspek mental-psikologis dan spiritual religius
dalam pendidikan Islam, dalam hal ini tentunya yang menjadi tolak ukur
adalah al-Qur‟an dan al-Hadits. Dengan pelaksanaan evaluasi ini bukan hanya
pendidik juga keseluruhan aspek/unsur pendidikan Islam.
Dengan demikian secara harfiayah, evaluasi pendidikan al-Qiyamah
dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang pendidikan. Ada pula
pendapat tentang makna evaluasi dalam wacana keislaman sebagaimana yang
terdapat didalam al-qur‟an diantaranya;
1. Al-Hisab; Memiliki makna mengira, menafsirkan menghitung, dan
menganggap, misalnya dalam Al-Quran:

4 Nizar Samsul, Hadits Tarbawi (Jakarta: Kalam Mulia, 2011).

5
               

               

Artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam
hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa
yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Q.S
Al-Baqarah: 284).

2. Al-Bala; memiliki makna cobaan ujian. Misalnya dalam Al-quran: Surat


Al-Mulk ayat 2.

            

Artinya; “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun”(Q.S Al-Mulk:2).

3. Al-Hukm; memiliki makna putusan atau vonis misalnya dalam al-quran


Surat An-Naml ayat 78.

         

Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara antara


mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui" (Q.S An-Naml: 78).

4. Al- Qodo; memiliki arti putusan misalnya dalam al-quran Surat Toha ayat
72.

6
               

     

Artinya: “Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan


kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang
kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka
putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya
akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja” (Q.S Toha:
72).

5. An-Nadhor; memilki makna melihat misalnya dalam al-Quran surat An-


Naml ayat 27.

        

Artinya: Berkata Sulaiman: "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah
kamu termasuk orang-orang yang berdusta” (Q.S An-Naml: 27).

Objek evaluasi pendidikan Islam dalam arti yang umumnya adalah


peserta didik, atau dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu yang
terdapat pada peserta didik. Evaluasi pendidikan Islam dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu evaluasi diri sendiri (self evaluation/ instropeksi) dan
evaluasi terhadap orang lain (peserta didik).5
Evaluasi terhadap diri sendiri adalah dengan menggalakkan instropeksi
atau penghitungan diri sendiri dengan tujuan meningkatkan kreatifitas dan
produktivitas (amal saleh) pribadi. Apabila dalam proses evaluasi tersebut
ditemukan beberapa keberhasilan, maka keberhasilan itu hendaknya
dipertahankan atau ditingkatkan, tetapi apabila ditemukan beberapa

5 Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.

7
kelemahan dan kegagalan, maka hendaknya hal itu segera diperbaiki dengan
cara meningkatkan ilmu, iman dan amal.Umar bin Khattab berkata;

‫ب قَا َه َحا ِصبُ٘ا أ َ ّْفُ َض ُن ٌْ قَ ْب َو أ َ ُْ ح ُ َحا َصب ُ٘ا‬ َّ ‫َع ِْ عُ ََ َش ب ِِْ ْاى َخ‬
ِ ‫طا‬

Artinya:“Dari Umar bin Khattab berkata evaluasilah dirimu sebelum engkau


dievaluasi”.

Statemen ini berkaitan dengan kegiatan evaluasi terhadap diri


sendiri.Asumsi yang mendasar statement tersebut adalah bahwa Allah SWT
mengutus dua malaikat Raqib dan Atid sebagai pengawas terhadap manusia.
Karena itulah manusia dituntut selalu waspada dan memperhitungkan segala
tindakannya, agar kehidupannya kelak tidak merugi.
Evaluasi terhadap diri orang lain (peserta didik) merupakan bagian dari
kegiatan pendidikan Islam. Kegiatan ini tidak sekedar boleh, tetapi bahkan
dihaurskan.Keharusan di sini tentunya berdasarkan niat amar ma‟ruf nahi
munkar, yang bertujuan untuk perbaikan perbuatan sesama umat Islam.Syarat
penilaian ini adalah haruslah bersifat segera dan tidak dibiarkan berlarut-larut,
sehingga anak didik tidak tenggelam dalam kebimbangan, kebodohan,
kezaliman, dan agar dapat melangkah lebih baik dari perilaku yang
sebelumnya.

B. Hadist Tentang Evaluasi Pendidikan


Dalam pendidikan islam, evaluasi akan objektif apabila didasarkan
dengan tolak ukur Al-Qur‟an atau Hadits. Didalam hadist, evaluasi dapat
dilakukan dengan cararosulullah menguji sahabat tentang suatu masalah.
Sebagaimana terdapat dalam riwayat berikut ini.6

6 Ahmad Falah, Falah, Ahmad, Hadits Tarbawi, Kudus: Nora Media Enterprise, 2010.
(Kudus: Nora Media Enterprise, 2010).

8
‫ قاه سص٘ه هللا‬,‫ عَش قاه‬ٚ‫ عِ اب‬,‫ْاس‬ٝ‫ عِ عبذهللا بِ د‬,‫و بِ جعفش‬ٞ‫ جذثْا اصَاع‬,‫بت‬ٞ‫حذثْا قخ‬
‫ شجشة‬ٚ‫؟ ف٘قع اىْاس ف‬ٕٚ‫ ٍا‬ّٚ٘‫ فحذث‬,ٌ‫ ٗإّٖا ٍثو اىَضي‬,‫ضقظ ٗسقٖا‬ٝ ‫ "اُ ٍِ شجش شجشة ال‬,‫ملسو هيلع هللا ىلص‬
".‫اسص٘ه هللا‬ٝ ٜٕ‫ " حذثْا ٍا‬,‫ ثٌ قاى٘ا‬.‫ج‬ٞٞ ‫ فاصخح‬,‫ أّٖا اىْخيت‬ٚ‫ ّفض‬ٚ‫ ٗٗقع ف‬,‫ عبذهللا‬,‫ قاه‬,ٙ‫٘اد‬ٞ‫اى‬
(ٙ‫" (سٗآ اىبخاس‬.‫ اىْخيت‬ٜٕ " ,‫قاه‬

Artinya : Menceritakan kepada kami Qutaibat, menceritakan kepada


kami Ismail ibn Ja‟far, dari Abdullah Ibn Dinar, dari Ibn Umar, ia berkata,
Rasulullah SAW Bersabda, “Sesungguhnya diantara pepohonan ada satu
pohon yang daunnya tidak jatuh ke tanah (secara berguguran). Pohon itu
bagaikan seorang muslim. Jelaskanlah kepadaku pohon apa itu?“ orang-
orang mengatakan pohon itu terdapat di pedalaman. „Abdullah Berkata,
“dalam benakku terbetik pikiran bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma.
Akan tetapi aku malu menjawabnya.“ Orang-orang barkata “beritahukanlah
kepada kami, pohon apakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab Pohon
kurma.” (HR. Bukhari).
Disamping menguji pemahaman sahabat, tentang ajaran agama,
rasulullah juga di evaluasi oleh allah melalui malaikat jibril. Sebagaimana
kisah kedatangan malaikat jibril kepada nabi Muhammad SAW. Ketika beliau
sedang mengajar sahabat di suatu majlis. Malaikat jibril menguji dengan
pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pengetahuan beliau tentang iman,
islam dan ihsan.7

ٌَ ‫ ِٔ َٗ َص َّي‬ْٞ َ‫ هللاُ َعي‬َّٚ‫صي‬َ ‫هللا‬


ِ ‫ص ْ٘ ِه‬ ُ ‫س ِع ْْذَ َس‬ ٌ ْ٘ ُ‫َْ ََا َّ ْحُِ ُجي‬ْٞ ‫ َب‬:‫ْضا ً قَا َه‬َٝ‫ع ُْْٔ أ‬ َ ُ‫ هللا‬ٜ َ ‫ض‬ِ ‫ع ََ َش َس‬ ُ ِْ ‫َع‬
َ‫ َٗال‬،‫ ِٔ أَث َ ُش اى َّضف َِش‬ْٞ َ‫ َعي‬ٙ‫ َُش‬ٝ َ‫ ال‬،‫ذ ُ َص َ٘ا ِد اى َّش ْع ِش‬ْٝ ‫ب َش ِذ‬ ِ ‫َا‬ّٞ ‫اض اى ِث‬ َ ْ‫َ ْ٘ ًٍ إِر‬ٝ ‫اث‬
ِ ََٞ‫ذ ُ ب‬ْٝ ‫َْا َس ُج ٌو َش ِذ‬ْٞ َ‫طيَ َع َعي‬ َ َ‫ر‬
ِٔ َّْٞ‫ض َع َمف‬ َ َٗ َٗ ِٔ َْٞ‫ ُس ْمبَخ‬َٚ‫ْ ِٔ إِى‬َٞ‫ ِٔ َٗ َصيَّ ٌَ فَأ َ ْصَْذَ ُس ْمبَخ‬ْٞ َ‫ هللاُ َعي‬َّٚ‫صي‬ ّ ِ‫ اىَّْب‬َٚ‫ش إِى‬
َ ِٜ َ َ‫ َجي‬َّٚ‫ َحخ‬،ٌ ‫َ ْع ِشفُُٔ ٍَِّْا أ َ َحذ‬ٝ
ُْ َ ‫ اْ ِإل ِصالَ ًُ أ‬:ٌَ َّ‫ ِٔ َٗ َصي‬ْٞ َ‫ هللا ُ َعي‬َّٚ‫صي‬ َ ِّٜ‫َا ٍُ َح ََّذ أ َ ْخبِ ْش‬ٝ :‫ ِٔ َٗقَا َه‬ْٝ َ‫ فَ ِخز‬َٚ‫َعي‬
ُ ‫ فَقَا َه َس‬،ًِ َ‫ع ِِ اْ ِإل ْصال‬
َ ِ‫ص ْ٘ ُه هللا‬
‫ضا َُ َٗح َ ُح َّج‬ َ ٍَ ‫ص ْ٘ ًَ َس‬ َّ ٜ
ُ َ ‫اىزماَة َ َٗح‬ َ ِ‫صالَة َ َٗحُؤْ ح‬ ُ ‫ح َ ْش َٖذَ أ َ ُْ الَ ِإىََٔ ِإالَّ هللاُ َٗأ َ َُّ ٍُ َح ََّذًا َس‬
َّ ‫ ٌَْ اى‬ٞ‫ص ْ٘ ُه هللاِ َٗح ُ ِق‬
ُِ ‫ ََا‬ْٝ ‫ َع ِِ اْ ِإل‬ِّٜ‫ فَأ َ ْخ ِب ْش‬:‫اه‬ َ َُٝٗ ُُٔ‫ ْضأَى‬َٝ َُٔ‫ فَ َع ِج ْبَْا ى‬،‫ج‬
َ َ‫ ق‬،ُُٔ‫ص ِذّق‬ َ ‫صذَ ْق‬
َ : ‫الً قَا َه‬ْٞ ‫ ِٔ َص ِب‬ْٞ َ‫ج ِإى‬ َ ‫ط ْع‬ َ َ ‫ْج ِإ ُِ ا ْصخ‬ َ ٞ‫ْاى َب‬
َ ‫صذَ ْق‬
،‫ج‬ َ َ‫ ق‬.ِٓ‫ ِْش ِٓ َٗش ِ َّش‬ٞ‫خ ِش َٗحُؤْ ٍَِِ بِ ْاىقَذَ ِس َخ‬ٟ‫ا‬
َ ‫اه‬ ِ ًِ ْ٘ َٞ‫ص ِي ِٔ َٗ ْاى‬
ُ ‫ أ َ ُْ حُؤْ ٍَِِ بِاهللِ َٗ ٍَالَئِ َنخِ ِٔ َٗ ُمخُبِ ِٔ َٗ ُس‬: ‫قَا َه‬

7 Azra Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru
(Jakarta: PT Logis, 1999).

9
ِّٜ‫ فَأ َ ْخبِ ْش‬:‫اه‬ َ َ‫ ق‬.‫اك‬ َ ‫َ َش‬ٝ َُِّّٔ‫ أ َ ُْ ح َ ْعبُذَ هللاَ َمأََّّ َل ح ََشآُ فَئ ِ ُْ ىَ ٌْ ح َ ُن ِْ ح ََشآُ فَئ‬:‫ قَا َه‬،ُ‫ا‬
ِ ‫ض‬َ ‫ َع ِِ اْ ِإل ْح‬ِّٜ‫اه فَأ َ ْخبِ ْش‬
َ َ‫ق‬
َ ٍَ َ ‫ َع ِْ أ‬ِّٜ‫ قَا َه فَأ َ ْخبِ ْش‬.‫ ٍَا ْاى ََ ْض ُؤ ْٗ ُه َع ْْ َٖا بِأ َ ْعيَ ٌَ ٍَِِ اىضَّائِ ِو‬:‫ قَا َه‬،‫َع ِِ اىضَّا َع ِت‬
ُ ‫ قَا َه أ َ ُْ ح َ ِيذَ اْأل َ ٍَت‬،‫اساحِ َٖا‬
ٌَّ ُ ‫ ث‬،‫اا‬ٞ‫طيَقَ فَيَبِثْجُ ٍَ ِي‬ َ ّْ ‫ ث ُ ٌَّ ا‬،ُ‫ا‬ِ َْْٞ ُ‫ ْاىب‬ِٜ‫ط َاٗىُ َُْ٘ ف‬ ِ ‫ ْاى ُحفَاة َ ْاىعُ َشاة َ ْاىعَاىَتَ ِس َعا َء اى َّش‬ٙ‫َسبَّخ َ َٖا َٗأ َ ُْ ح ََش‬
َ َ ‫َخ‬ٝ ‫اء‬
. ٌْ ‫َْ ُن‬ْٝ ‫ُ َع ِيّ َُ ُن ٌْ ِد‬ٝ ٌْ ‫ ُو أَحـَا ُم‬ْٝ ‫اه فَئَُِّّٔ ِجب ِْش‬ ُ ‫ هللاُ َٗ َس‬: ُ‫ ٍَ ِِ اىضَّائِ ِو ؟ قُ ْيج‬ٛ‫ع ََ َش أَحَذ ِْس‬
َ َ‫ ق‬. ٌَ َ‫ص ْ٘ىُُٔ أ َ ْعي‬ ُ ‫َا‬ٝ : ‫قَا َه‬
] ٌ‫[ سٗآ ٍضي‬

Artinya:” Dari Umar radhiyallahu `anhu juga dia berkata : Ketika kami
duduk-duduk disisi Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam suatu hari tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh
dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya
kepada kepada lututnya (Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam) seraya
berkata, “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, Maka
bersabdalah Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam: “ Islam adalah engkau
bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian
dia berkata, “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula
yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang
Iman “. Lalu beliau bersabda, “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau
beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia
berkata, “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku
tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya
maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku
tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda,“ Yang ditanya
tidak lebih tahu dari yang bertanya ". Dia berkata,“ Beritahukan aku tentang
tanda-tandanya “, beliau bersabda, “ Jika seorang hamba melahirkan

10
tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin
lagi penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan
bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.
Kemudian beliau (Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam) bertanya,“Tahukah
engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata,“ Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui “. Beliau bersabda,“Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian
(bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim)

Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena


didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Kemudian hadits ini juga mengandung makna yang sangat agung karena
berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya,
yaitu: Amiinussamaa‟ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul
Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah shallallahu`alaihi wa
sallam ).

Dengan demikian evaluasi yang diterapkan pada masa rasulullah SAW


adalah secara langsung melihat tingkah laku para sahabat,mendengarkan
bacaan sahabat tentang ayat-ayat al-qur‟an, tanpa menggunakan buku catatan
sebagaimana sekarang ini. Bila belum sampai kepada ukuran yang
diharapkan, Rasulullah SAW memberikan penekanan dan penambahan
materi, berupa nasihat, arahan dan sebagainya.

C. Tujuan dan Fungsi, Prinsip-Prinsip, Jenis, Teknik, dan Sasaran Evaluasi


Pendidikan Islam dalam Perspektif Hadits
1. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Menurut M. Arifin, ada tiga tujuan pedagogis dari sistem
evaluasi Tuhan terhadap perbuatan manusia, yaitu:
a. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap
berbagai macam problema kehidupan yang dialaminya.

11
b. Untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah
diterapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
c. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman
atau keimanan manusia, sehingga diketahui manusia yang paling
mulia di sisi Allah SWT yaitu paling bertaqwa kepada-Nya, manusia
yang sedang dalam iman atau ketakwaannya, manusia yang ingkar
kepada ajaran Islam.8

Tuhan memberikan contoh sistem evaluasi seperti difirmankan


dalam kitab suci-Nya, yang sasaranya untuk mengetahui dan menilai
sejauhmana kadar iman, takwa, ketahanan mental, keteguhan hati, dan
kesediaan untuk menerima ajakan Tuhan mentaati perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Kemudian setelah dinilai, Tuhan menetapkan
kriteria-kriteria derajat kemuliaan hamba-Nya. Bagi yang berderajat
mulia di sisi-Nya, Dia akan memberi „hadiah‟ atau pahala sesuai
kehendak-Nya yang berpuncak pada pahala tertinggi yaitu surga.
Menurut Abdul Mujib dkk, tujuan evaluasi adalah:
a. Mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi
pelajaran, melatih keberanian, dan mengajak peserta didik untuk
mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui
tingkat perubahan perilakunya.
b. Mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan yang
lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat
mengejar kekurangannya.
c. Mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar
untuk mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil
pendidikan yang telah dicapai untuk kemudian dibandingkan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

8 Arifin M, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).

12
d. Mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, dan proses peyampaian
materi pelajaran.
e. Mengetahui penguasaan peserta didik dalam
kompitensi/subkompitensi tertentu setelah mengikuti proses
pembelajaran, untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik
(diagnostic test) dan untuk memberikan arah dan lingkup
pengembangan evaluasi selanjutnya.

Dengan beberapa tujuan diatas, evaluasi berfungsi


sebagai feedback (umpan balik) terhadap kegiatan pembelajaran. umpan
balik ini berguna untuk hal-hal berikut:
a. Ishlah; Yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan,
termasuk perbaikan perilaku, wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan
peserta didik.
b. Tazkiyah; Yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan.
Artinya, melihat kembali program-program pendidikan yang
dilakukan, apakah program tersebut penting atau tidak dalam
kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program yang harus
dihilangkan, maka harus dicari format yang cocok dengan program
semula.
c. Tajdid; Yaitu modernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan
yang tidak relevan untuk kepentingan internal maupun eksternal
perlu diubah dan dicarikan penggantinya yang lbih baik. Dengan
kegiatan ini, pendidikan dapat dimobilisasi dan didinamisasikan
untuk lebih maju dan relevan dengan kebutuhan peserta didik dan
perkembangan zaman.
d. Al Dakhil; Yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta
didik berupa raport, ijazah, piagam, dsb.

13
Senada dengan Novan Ardi Wijaya, Ramayulis juga mengumakan
fungsi evaluasi sebagai berikut:9
a. Untuk mengetahui peserta didik yang terpandai dan terkurang di
kelasnya.
b. Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah
dimiliki peserta didik atau belum.
c. Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta
didik.
d. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik
setelah mengalami pendidikan dan pengajaran.
e. Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan,
metode, dan berbagai penyesuaian dalam kelas.
f. Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk
raport, ijazah, piagam dan sebagainya.

Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi


sebagai: 10
a. Mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran
pokok dari kurikulum secara komprehensif;
b. Penetapan bagi tingkah laku apa yang harus direalisasikan oleh
siswa;
c. Menyeleksi atau membentuk instrumen-instrumen yang valid,
terpercaya dan praktis untuk menilai sasaran-sasaran utama proses
kependidikan atau ciri-ciri khusus dari perkembangan dan
pertumbuhan manusia didik.

Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan


Islam, diantaranya:11

9 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2010).


10 Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi PAI, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta, 2010).

14
a. Dari segi pendidik, yaitu untuk membantu seorang pendidik
mengetahui sejauhmana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
tugasnya.
b. Dari segi peserta didik, yaitu membantu peserta didik untuk dapat
mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke
arah yang lebih baik.
c. Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, untuk membantu para pemikir
pendidikan Islam mengetahui kelemahan teori-teori pendidikan
Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-
teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman
yang senantiasa berubah.
d. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam, untuk
membantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan
mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan dalam sistem
pendidikan nasional (Islam).

2. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta
didik, pendidik ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus
memperhatikan prinsip-prisip sebagai berikut:12
a. Valid
Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan
menggunakan jenis tes yang terpercaya dan shahih. Artinya ada
kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran
pengukuran.
b. Berorientasi kepada kompetensi

11 Maragustam Siregar, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter


Menghadapi Arus Global (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016).
12 Moh Salim,Haitami,Syamsul Syamsul, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-
ruzz Media, 2012).

15
Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran
keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan
terarah.
c. Berkelanjutan/Berkesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu
untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik,
sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau
melalui penilaian. Dalam ajaran Islam sangatlah diperhatikan
kontinuitas, karena dengan berpegang prinsip ini, keputusan yang
diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil serta menghasilkan
suatu tindakan yang menguntungkan.
d. Menyeluruh (Komprehensif)
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kepribadian,
ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja
sama, tanggung jawab, dan sebagainya, atau dalam taksonomi
Benjamin S. Bloom lebih dikenal dengan aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik.
e. Adil dan objektif
Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik
dan objektif berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh
dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional.
Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi.
f. Bermakna
Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi
semua pihak. Untuk itu evaluasi hendaknya mudah difahami dan
dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
g. Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai
kalangan sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik
jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa
atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.

16
h. Ikhlas
Evaluasi dilakukan dengan niat dan yang bersih, dalam rangka
efisiensi tercapainya tujuan pendidikan dan bai kepentingan peserta
didik.
i. Praktis
Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan
dengan beberapa indikator, yaitu: a) hemat waktu, biaya dan
tenaga; b) mudah diadministrasikan; c) mudah menskor dan
mengolahnya; dan d) mudah ditafsirkan.
j. Dicatat dan akurat
Hasil dari setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara
sistematis dan komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga
sewaktu-waktu dapat dipergunakan.

Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan ajaran Islam, karena


prinsip-prinsip tersebut dalam ajaran Islam termasuk ke dalam akhlak
yang mulia. Dalam akhlak yang mulia seseorang harus bersifat obyektif,
jujur, mengatakan sesuatu sesuai dengan apa adanya. Orang yang menilai
demikian dalam agama Islam dikenal dengan istilah shidiq. Dalam al-
Quran dijelaskan sebagai berikut:

  
  
 
  
      
   
       
 
       

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan


hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah:
119)

‫سهّى قبل إٌ انظذق ٌٓذي إِنَى ان‬


َ َٔ ِّْ ٍْ َ‫عه‬ ّْ ‫طهّى‬
َ ُ‫َللا‬ ْْ ‫ع ُْ ُّْ ع‬
َ ً‫ٍَ انُج‬ َ ُ‫َللا‬
ّْ ً ْْ ‫ع‬
َْ ‫ٍَ اثٍ يسعٕد َس ِض‬
‫ثش ٔإٌ انجش ٌٓذي إِنَى انجُخ‬

17
Artinya: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan
kebaikan itu membawa kepada surga” (HR. Muslim No. 4720).

Sejalan dengan sikap obyektif dan jujur tersebut, maka seorang


yang melakukan penilaian harus benar-benar yakin terhadap hasil
penilaiannya itu. Ia tidak boleh menilai sesuatu yang belum diketahui
dengan pasti atau masih meragukan. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi
yang artinya: “Tinggalkan apa yang kau ragu-ragu, kepada apa yang
tidak engkau ragu-ragu. Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada
ketenangan, dan dusta itu membawa kepada keragu-raguan.” (HR.
Tirmudzi).

Hadits lainnya yang menggambarkan tentang evaluasi pendidikan:

ْ ٌَّ‫ِي ِ ْأ‬ ّ ‫خجَ َشََبْ َع ْج َذحُ ْ َح ّذصََُبْ ِْشَب ُو ْ ْثٍُ ْع ُْش َٔحَ ْع ٍَْ ْأ َ ِثٍ ِّ ْع ٍَْ ْأ َ ِثً ْ ُح ًَ ٍْ ٍذ ْان‬
ّ ‫سب ِعذ‬ ْْ َ ‫َح ّذصََُب ْ ُي َح ًّ ٌذ ْأ‬
ِْ‫َْللا‬
ّْ ‫سٕ ِل‬ ُ ‫سهَ ٍْ ٍى ْفَهَ ًّبْ َجب َء ْ ِإنَىْ َس‬
ُ ًَُِْ‫د ْث‬ ِ ‫ط َذقَب‬ َ ْ‫عهَى‬ َ ْ ‫ْاْلُر َ ِجٍّ ِخ‬ ْ ‫سهّ َى ْا‬
ْ ٍَ‫سزَعْ ًَ َم ْا ْث‬ َ ِّ ٍْ َ‫عه‬
َ ْٔ ّ ْ ‫طهّى‬
َ ْ ُ‫َللا‬ َ ْ ًّ ‫انُّ ِج‬
ّ ّ‫طه‬
ُْ‫ىَْللا‬ َْ ْ ‫َْللا‬
ِ ّ ‫سٕ ُل‬ ُ ‫ْس‬َ ‫ْٔ َْ ِزِِْ َْ ِذ ٌّخٌْأ ُ ْْ ِذ ٌَذْ ْ ِنًْ َفقَب َل‬
َ ‫س َجُّْقَب َل ْ َْزَاْانّزِيْنَكُ ْى‬ َ ‫ْٔ َحب‬َ ‫سهّ َى‬ َ َْٔ ِّ ٍْ َ‫عه‬ ّ ْ ‫طهّى‬
َ ُْ‫َللا‬ َ
ْ‫سٕ ُل‬
ُ ‫ْس‬ َْ ْ َ‫ذْأ ُ ِ ّيكَ ْ َحزّىْرَأْرٍَِكَ ْ َْ ِذٌّز ُكَ ْإِ ٌْْ ُك ُْذ‬
َ ‫طب ِدقًبْص ُ ّى ْقَب َو‬ َ َ‫ذْأ َ ِثٍك‬
ِ ٍْ َ‫ْٔث‬ ْ َ‫سهّ َىْفَ َٓ َّّل ْ َجه‬
ِ ٍْ ‫سذَ ْفًِْ َث‬ َ ِّ ٍْ َ‫عه‬
َ ْٔ َ
ْ َ ‫عهَ ٍْ ِّ ْص ُ ّىْقَب َلْأ َ ّيبْثَ ْعذُْفَِْإًَِّْأ‬
ًْ‫سز َ ْع ًِ ُم ِْس َج ًب‬ َ ْ‫ْٔأَصَُْى‬َ ‫ََْللا‬
َ ّ ‫ْٔ َح ًِذ‬ َ ‫بس‬ َ ُّ‫سهّ َىْفَ َخ َط َتْان‬ َ ِّ ٍْ ‫ع َه‬
َ ْٔ ُ ّ ّ‫طه‬
َ ْ‫ىَْللا‬ َ ْ‫َللا‬ِّ
ًِْ‫سْف‬ َ َ‫ْٔ َْ ِزِِْ َْ ِذٌّخٌْأ ُ ْْ ِذٌَذْ ْ ِنًْفَ َٓ َّّلْ َجه‬ َ ‫ًَْللاُْفٍََأْرًِْأَ َح ُذ ُك ْىْفٍََ ْقُٕ ُلْ َْزَاْنَ ُك ْى‬
ّ ًَِّ ْٔ‫ب‬ َ ًّ ‫ْي‬
ِ ‫ٕس‬ ٍ ‫عهَىْأ ُ ُي‬
َ ْ‫ِي ُْ ُك ْى‬
ْ‫ش ٍْئ ًبْقَب َل ْ ِْشَب ٌو‬ ِ ‫َللا ًَْ ٌَْأ ْ ُخزُ ْأ َ َح ُذ ُك ْى‬
َ ْ ‫ْي ُْ َٓب‬ َ ْ ٌَ‫ذ ْأ ُ ِ ّي ِّ ْ َحزّىْرَأْرٍَُِّ ْ َْ ِذٌّزُُّ ْ ِإ ٌْ ْكَب‬
ِ ّ َٕ ‫طب ِدقًبْ َف‬ َ ِّ ٍ‫ذ ْأ َ ِث‬
ِ ٍْ َ‫ْٔث‬ ِ ٍْ َ‫ث‬
ٍْ‫غب ٌء ْأ َ ْٔ ْ ِث َجقَ َشح‬
َ ‫ْس‬
ُ َُّ‫ٍش ْن‬
ٍ ‫ْس ُج ٌم ْ ِث َج ِع‬
َ ‫َْللا‬ َ َ َ‫َْللا ْ ٌَ ْح ًِهُُّ ْ ٌَ ْٕ َو ْا ْن ِق ٍَب َي ِخ ْأ َ ًَ ْف‬
َ ّ ‫َلع ِْش َفٍّ ْ َيبْ َجب َء‬ َّْ ‫ِثغَ ٍْ ِش ْ َح ِقّ ِّ ْ ِإ ًّ ْ َجب َء‬
ُْ‫بعْإِ ْث َط ٍْ ِّْأ َ ًَْ َْمْْثَهّ ْغذ‬
َ ٍََ‫ىْسأٌَْذُ ْث‬
َ ّ ‫ْسفَ َعٌَْ َذ ٌْ ِّْ َحز‬
َ ‫اسْأ َ ْْٔشَبحٍْر َ ٍْعَ ُشْص ُ ّى‬
ٌ َٕ ‫نَ َٓبْ ُخ‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah


mengabarkan kepada kami 'Abdah, telah menceritakan kepada kami
Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Abu humaid as Sa'idi, bahwa Nabi
SAW pernah mempekerjakan Ibnul Atabiyah untuk menghimpun sedekah
bani Sulaim. Tatkala ia mendatangi Rasulullah SAW dan Rasulullah
mengevaluasinya, ia mengatakan: “Ini bagian untukmu dan ini hadiah
untukku.” Spontan Rasulullah SAW bersabda: "tidakkah jika engkau

18
duduk saja di rumah ayahmu dan rumah ibumu, maka apakah akan
datang hadiahmu kepadamu jika memang engkau jujur. "kemudian
Rasulullah SAW berdiri dan berpidato kepada manusia, beliau memuja
dan memuji Allah, kemudian mengatakan Amma ba'du. Sesungguhnya
saya mempekerjakan beberapa orang diantara kalian untuk urusan yang
Allah menguasakannya kepada saya, lantas salah seorang diantara
kalian mengatakan ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku. tidakkah
jika dia duduk saja di rumah ayahnya dan rumah ibunya, maka apakah
akan datang hadiahnya kepadanya jika memang dia jujur. Demi Allah,
tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan
haknya, melainkan ia menghadap Allah dengan memikul barang yang
diambilnya, ketahuilah, aku tahu ada seseorang yang menghadap Allah
dengan memikul untanya yang mendengus, ada yang memikul sapinya
yang melenguh, ada yang memikul kambingnya yang mengembik,"
kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat putih
kedua ketiaknya. (HR. Bukhari No. 6658)

ْ‫بي ُك ْى‬
ِ ‫س‬ ُ ُْ ًٌَََْْ‫ْاٌِّ ْهللا‬:‫و‬.‫ْقبلْسسٕلْهللاْص‬:‫ع ُُّْْقَب َل‬
َ ‫ظ ُشْاِ َنىْا َ ْج‬ َ ُْ‫ْس ِض ًَْهللا‬ َ َ‫ع ٍَْْاَثِ ًُْْْ َش ٌْ َشح‬
)‫ْٔا َ ْع ًَبْ ِن ُك ْىْ(سٔاِْيسهى‬ ُ ُْ ٌٍَْْ ‫ْٔ ٰن ِك‬
َ ‫ظ َشْاِ َنىْقُهُ ْْٕثِ َك ْى‬ ُ ْ‫ًََْٔاِنَى‬
َ ‫ط َٕ ِس ُك ْى‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, beliau berkata: Rasulullah bersabda:


“Sesungguhnya Allah tidak memandang dan menilai dari tubuh dan
gambarmu (kuantitas), akan tetapi Allah memandang dan menilai dari
hati dan amalmu” (H.R. Muslim).

Ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Allah terhadap


makhluknya tidak akan menyalahi aturan yang ditetapkan sehingga tidak
ada orang yang teraniaya atau dirugikan. Kesalahan hanya dihitung
sesuai dengan jumlah kesalahan (dosa), tetapi kebaikan dihitung berlipat
ganda, kebaikan satu diberi nilai 10 sampai 700.

19
ٍْ‫حذصُبْحفضْثٍْعًشْعٍْشعجخْعٍْأثًْعٌْٕعٍْانحبسسْثٍْعًشْٔثٍْانًغٍشحْث‬
ْ‫شعجخْعٍْأَبسْيٍْأْمْحًضْيٍْأطحبةْيعبرْثٍْججمْأٌْسسٕلْهللا ْملسو هيلع هللا ىلصْنًبْأسادْأٌٌْجعش‬
ْ‫يعبراْإنىْانًٍٍْقبلْكٍفْرقضًْإراْعشعْنكْقضبءْقبلْأقضًْثكزبةْهللاْفإٌْنىْرجذْفًْكزبة‬
ْ‫هللاْقبلْفجسُخْسسٕلْهللا ْملسو هيلع هللا ىلصْقبلْفإٌْنىْرجذْفًْسُخْسسٕلْهللا ْملسو هيلع هللا ىلصًْْٔفًْكزبةْهللاْقبلْأجزٓذ‬
)‫ثشأًًٌْْٔآنْٕ(سٔاِْأثْٕدأد‬

Artinya: “ Menceritakan kepada kami Hafs ibn umar dari Syu‟bah dan
Abi „Aun dari Harith ibn „Amr ibn Mughirah ibn Syu‟bah dari Anas dari
Ahli Himsh dari sahabat-sahabat Mu‟adz bahwasanya Rasulullah SAW
ketika mengutus Mu‟adz ke yaman bersabda: “bagaimana engkau akan
menghukum apabila datang kepadamu satu perkara?, ia (Mu‟adz)
menjawab:”saya akan menghukum dengan kitabullah”, sabda
beliau:”bagaimana bila tidak terdapat di kitabullah?” ia
menjawab:”saya akan menghukum dengan sunnah Rasulullah,” beliau
bersabda:”bagaimana jika tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah
SAW? Ia menjawab:”saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan
mundur”(HR. Abu Daud).

Hadis diatas menerangkan bahwa untuk mengadili suatu perkara


harus merujuk pada al-Qur‟an, jika tidak ditemukan dalam al-Qur‟an
maka rujuk pada sunnah Rasulullah SAW, jika tidak ditemukan maka
boleh berijtihad dengan akal yang sehat. Dan bisa juga menggabungkan
keduanya antar al-Qur‟an dan al-Hadis, karena fungsi hadis menjelaskan
al-Qur‟an sehingga lebih akurat alasannya. Hadis diatas terlihat
Rasulullah baru akan menyerahkan tugas kepada Mu‟adz ketika terlebih
dahulu mengetahui bahwa Mu‟adz memiliki ilmu tentang persoalan tugas
yang akan diembannya.
Prinsip-prinsip diatas jika ditelaah dalam konsep pendidikan Islam,
juga sejalan dengan prinsip pendidikan islam itu sendiri yaitu
keseimbangan (tawazun) dan komprehensif (tasyamul). Bentuk
keseimbangan tersebut meliputi keseimbangan antara aspek materil dan

20
spiritual maupun antara jasmani dan rohani, dan juga antara individu dan
sosial. Prinsip ini berimplikasi pada prinsip komprehensif yang
memberikan kerangka dasar bahwa pendidikan Islam meliputi seluruh
dimensi potensi manusia, yaitu akal, intelektual, jiwa, spiritual, maupun
jasmani. Kedua prinsip itu merupakan dasar pendidikan Islam untuk
membimbing peserta didik menjadi insan kamil.13
Dalam pelaksanaan pendidikan yang dilakukan Nabi kepada para
sahabatnya, ketika dilihat dari cara penyampaian materi hadits kepada
para sahabatnya adalah dengan cara yang sederhana dan praktis, namun
ketika dianalisis lebih lanjut bahwa praktek kependidikan yang
dijalankan oleh Nabi sudah memuat beberapa aspek pendidikan yaitu
pendidik, anak didik, metode, sarana dan media, materi, bahkan sampai
evaluasinya pun. Karena Nabi sendiri merupakan evaluator pertama dan
utama dalam menilai kemampuan, kecerdasan sahabat sampai kepada
sikap, tingkah laku, dan tindakan sahabat, sehingga ketika sahabat
melanggar atau tidak mengerjakan perintah dari Nabi, maka Nabi akan
mengingatkannya, atau sahabat tidak melakukan kewajiban dan aturan
yang yang ada maka Nabi sendiripun yang akan mengingatkannya. Inilah
uniknya evaluasi pendidikan yang dilakukan Nabi secara menyeluuh,
baik itu di majlis taklim, masjid, musholla, lapangan, sampai dijalan atau
dimasyarakat, Nabi selalu mengevaluasi semua kegiatan dan tindakan
sahabat, karena sahabat yang prilakunya baik akan kelihatan dengan
sendirinya dan sahabat yang prilakunya buruk juga akan terlihat juga,
karena Rasulullah disamping mengetahui aspek lahir juga dibantu Allah
untuk untuk mengetahui aspek batin, karena Allah menilai seseorang
bukan dari aspek lahir namun dari aspek batin.

3. Jenis Evaluasi
Abudin Nata membagi dalam empat macam/jenis evaluasi, yaitu:
evaluasi formatif, sumatif, placement atau penempatan, dan diagnosis.

13 Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru.

21
a. Evaluasi Formatif, ditujukan untuk mengetahui hasil kegiatan belajar
mengajar yang telah dilakukan oleh pendidik dan dicapai oleh
peserta didik. Hal ini dilakukan karena dasarnya manusia itu
mempunyai kelemahan.
b. Evaluasi Sumatif, dilakukan untuk mengetahui hasil belajar yang
dicapai peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar dalam satu
semester atau akhir tahun dalam rangka menentukan jenjang
berikutnya. Asumsi evaluasi ini adalah bahwa segala sesuatu
(termasuk peserta didik) diciptakan mengikuti hokum bertahap. Hal
ini sesuai dengan QS. Al Insyiqaq ayat 19 yang
artinya, “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam
kehidupan).”
c. Evaluasi Placement atau penempatan, untuk mengetahui
kemampuan peserta didik sebelum mengikuti pelajaran, serta
menetukan bidang studi atau jurusan yang akan dipilihnya. Asumsi
yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa setiap manusia (peserta
didik) memiliki perbedaan-perbedaan dan potensi khusus. Hal ini
disebutkan dalam QS. Al Isra ayat 84 yang artinya, “Tiap-tiap orang
berbuat menurut kedaannya.”
d. Evaluasi Diagnosis, untuk mengetahui dan menganalisis keadaan-
keadaan peserta didik, baik yang berkenaan dengan kesulitan-
kesulitan yang dihadapi, maupun hambatan yang dijumpai dalam
kegiatan belajar mengajar. Asumsi yang mendasari evaluasi ini
adalah bahwa pengalaman pahit masa lalu dapat dijadikan „guru‟
untuk memperbaiki masa depan. Setiap proses pembelajaran tidak
terlepas dari kesulitan. Jika dapat menyelesaikan dan memecahkan
hambatan dan kesulitan yang dihadapi, iakan memperoleh
kemudahan dalam kegiatan berikutnya. Hal ini senada dengan QS.
Al Insyirah ayat 5-7, yang artinya “Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu

22
ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (uirusan) lainnya.”

4. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan untuk melakukan
evaluasi. Untuk evaluasi pendidikan yang termasuk di dalamnya evaluasi
terhadap program pendidikan suatu lembaga, tujuan, sarana, efektifitas,
kurikulum dan lain-lainnya, bisa dilakukan dengan teknik evaluasi
program salah satunya.
Sedangkan untuk evaluasi pembelajaran ada dua teknik yang sering
digunakan untuk mengukur hasil belajar yaitu dengan tes dan non-tes.
Sebagai salah satu alat untuk mengkuantifikasi sampel perilaku, maka
para ahli memberikan berbagai macam klasifikasi tes yang berbeda
tergantung perspektif sang ahli tersebut. Klasifikasi tes yang lengkap
disampaikan oleh Anas Sudijono yang mengklasifikasikan tes
berdasarkan perspektif tertentu. Jika tes digolongkan berdasarkan fungsi
sebagai alat ukur perkembangan, maka ada enam jenis tes yaitu : tes
seleksi, tes awal, tes akhir, tes diagnostik, tes formatif dan tess umatif.
Berdasarkan aspek psikis yang ingin dinilai, tes dibedakan menjadi
tes intelegensi, tes kemampuan, tes sikap, tes kepribadian dan tes hasil
belajar. Berdasarkan banyaknya orang yang mengikuti maka tes
dibedakan menjadi tes individu dan tes kelompok. Jika digolongkan
berdasarkan waktu yang disediakan, maka akan ada dua jenis tes
yaitu: power test dan speed test. Ditinjau dari segi respon tes dapat
dibedakan menjadi dua bentuk yaitu tes verbal dan tes non verbal. Dan
jika ditinjau dari cara mengajukan pertanyaan, akan ada dua tes yaitu te
stertulis dan tes lisan.14
Teknik yang bisa digunakan dalamtes adalah tes lisan, tes unjuk
kerja, tes tertulis dan portofolio. Tes tertulis bisa dalam bentuk pilihan

14 Novan Wiyani, Ardy,Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-ruzz Media,


2012).

23
ganda, benar-salah, menjodohkan, jawaban singkat, dan uraian bebas.
Sedangkan teknik non tes meliputi skala bertingkat, kuesioner, daftar
cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup.
Jika diperjelas, maka teknik evaluasi dalam pendidikan dapat
dibagi beberapa langkah diantaranya :
a. Perencanaan
Dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu
program belajar mengajar didasarkan atas tujuan yang hendak
dicapai.
b. Pengumpulan data
Dengan cara menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, artinya
untuk memperoleh bahan informasi yang cukup tentang anak didik
dengan diadakan evaluasi yang dapat ditempuh dengan langkah
yaitu: pelaksanaan evaluasi, pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan
pemberian kode atau skor.
c. Verifikasi data
Dengan menentukan metode evaluasi yang akan digunakan aspek
yang akan dinilai. Misalnya : untuk menilai sikap dipergunakan
checklist.
d. Analisis data
Dengan cara memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan
dipergunakan berupa tes maupun bukan tes (non tes).
e. Penafsiran data
Dengan menentukan kriteria yang dipergunakan untuk menentukan
frekuensi evaluasi dengan menyusun bahan pelajaran.

Secara umum, proses pengembangan penyajian dan pemanfaatan


evaluasi belajar dapat digambarkan dalam langkah-langkah berikut:
a. PenentuanTujuanEvaluasi
b. Penyusunan Kisi-kisi soal
c. Telaah atau review dan revisi soal

24
d. Uji Coba (try out)
e. Penyusunan soal
f. Penyajian tes
g. Scoresing
h. Pengolahan hasil tes
i. Pelaporan hasil tes
j. Pemanfaatan hasil tes

5. Sasaran Evaluasi
Sasaran evaluasi merupakan tindakan yang harus ditempuh oleh
pendidik dalam mengadakan evaluasi. Sasaran itu sangat penting dalam
menentukan pemyusunan alat-alat evaluasi yang akan dipakai oleh
pendidik. Menurut Abudin Nata, yang menjadi pokok sasaran evaluasi
yaitu untuk mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi pendidikan,
proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang
berkaitan dengan materi pendidikan. Karena antara satu komponen
pendidikan dan komponen pendidikan lainnya saling berkaitan.
Sasaran-sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besarnya
melihat empat kemampuan peserta didik yaitu:
a. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan
Tuhannya.
b. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan
masyarakat.
c. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan
alam sekitarnya.
d. Sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri selaku hamba Allah
SWT anggota masyarakat serta selaku khalifah-Nya di muka bumi.

Keempat sasaran tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh.


Artinya, jangan hanya dinilai dari segi penguasaan materi semata-mata,

25
tetapi juga harus dinilai dari segi perubahan tingkah laku dalam proses
belajar mengajar.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau
nilai berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah
proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan
tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan
pengalaman belajarnya. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan
dalam bentuk hasil belajar. Oleh karena itu tindakan atau kegiatan
tersebut dinamakan hasil belajar.
2. Adapun sistem penilaian yang digunakan nabi sendiri tidak menggunakan
sistem laboratorial seperti dalam dunia ilmu pengetahuan modern
sekarang. Namun prinsip-prinsipnya menunjukkan bahwa
sistem penilaian juga terdapat dalam hadits nabi. Nabi
melakukan penilaian terhadap prilaku manusia dengan memberikan
penjelasan tentang tanda-tanda seseorang yang beriman.

B. Saran

Demikian makalah yang kami susun. Semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Apabila dalam penulisan dan penyampaian makalah ini terdapat kekurangan,
kami mohon kritik dan sarannya untuk perbaikan kedepannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan


Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Arikunto, Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 1990.
Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milennium Baru. Jakarta: PT Logis.
Falah, Ahmad, Hadits Tarbawi, Kudus: Nora Media Enterprise, 2010.
Moh, Haitami Salim & Syamsul Kurniawan. 2010 . Study Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Kencana.
Ramayulis. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Samsul Nizar. 2011, Cetakan ke-2. Hadits Tarbawi. Jakarta: Kalam Mulia.
Siregar, Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter
Menghadapi Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016.
Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi PAI, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar Ruzz
Media, 2012.
Yusuf, Kadar M, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al Quran tentang Pendidikan,
Jakarta: Amzah, 2013.

28

Anda mungkin juga menyukai