Anda di halaman 1dari 10

Hakikat Evaluasi Pendidikan Islam

Dosen pengampuh
Agus Ismail Yakub, S.Fil, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Rizki Darul Padli
Mulyadi

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam

Universitas Islam Al Ihya Kuningan


2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan seseorang dalam proses pembelajaran dan
merupakan tanggung jawab untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan kehidupan peserta didik, agar ia memiliki makna dan tujuan hidup yang hakiki.
Sementara proses pendidikan bertujuan untuk menimbulkan perubahan- perubahan yang
diinginkan pada setiap peserta didik.
Dalam pendidikan Islam, tujuan merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai. Dengan demikian
kurikulum telah di rancang, disusun dan diproses dengan maksimal, hal ini pendidikan Islam
mempunyai tugas yang berat. Diantara tugas itu adalah mengembangkan potensi fitrah manusia
(anak).
Untuk mengetaui kapasitas, kuwalitas, anak didik perlu diadakan evaluasi. Dalam evaluasi perlu
adanya teknik, dan sasaran untuk menuju keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Evaluasi yang baik haruslah didasarkan atas tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh seorang guru
dan kemudian benar-benar diusahakan oleh guru untuk siswa. Betapapun baiknya, evaluasi apabila
tidak didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan, tidak akan tercapai sasarannya. Maka dari
sebab itu proses evaluasi harus dilakukan oleh orang yang mampu bersikap objektif dan
profesional sehingga hasil yang didapat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan hakikat evaluasi pendidikan Islam?
2. Bagaimana kedudukan evaluasi pendidikan Islam?
3. Apasaja fungsi dan tujuan evaluasi pendidikan Islam?
4. Apasaja prinsip- prinsip dan sasaran evaluasi pendidikan Islam?
5. Apasaja syarat dan jenis- jenis evaluasi pendidikan Islam?
6. Bagaimana cara pelaksanaan evaluasi pendidikan Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan hakikat evaluasi pendidikan Islam
2. Mengetahui kedudukan evaluasi pendidikan Islam
3. Mengetahui fungsi dan tujan evaluasi pendidikan Islam
4. Mengetahui prinsip- prinsip dan sasaran evaluasi pendidikan Islam
5. Mengetahui syarat dan jenis- jenis evaluasi pendidikan Islam
6. Mengetahui cara pelaksanaan evaluasi pendidikan Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan hakikat evaluasi pendidikan Islam
Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “evalution” yang berarti penilaian atau
penafsiran. Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Ada beberapa pendapat menurut para tokoh definisi mengenai evaluasi:
a. Bloom
Evaluasi yaitu: pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam
kegiatannya terjadi perubahan dalam diri siswa, menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam
diri pribadi siswa.
b. Stuffle Beam
Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna
untuk menilai alternatif keputusan.
c. Cronbach
Didalam bukunya Designing Evalutor Of Education and Social Program, telah memberikan
uraian tentang prinsip-prinsip dasar evaluasi antara lain :
1. Evaluasi program pendidikan merupakan kegiatan yang dapat membantu pemerintah dalam
mencapai tujuannya.
2. Evaluasi seyogyanya tidak memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan khusus. Bukanlah
tugas evaluator memberikan rekomendasi tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau
tidak. Evaluator tidak dapat memberikan pertimbangan kepada pihak lain, seperti halnya seorang
pembimbing tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas evaluator hanya memberikan
alternatif.
3. Evaluasi merupakan suatu proses terus menerus, sehingga didalam proses didalamnya
memungkinkan untuk merevisi apabila dirasakan ada suatu kesalahan-kesalahan.[1]
Hakikat evaluasi pendidikan Islam dapat diartikan pula dengan penilaian pendidikan, yakni
kegiatan menilai yang terjadi dalam aktifitas pendidikan. evaluasi itu semacam pengukuran karena
dalam evaluasi digunakan alat ukur tertentu. Evaluasi digunakan mengetahui keberhasilan anak
didik dalam mengikuti mata pelajaran tertentu, baik yang sifatnya teoritis, metodologis, materi
ataupun sutansinya, yang dievaluasi adalah tiga ranah dalam tujuan pendidikan, yakni evaluasi
pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pada ranah kognitif anak diukur kemampuannya dalam menyebutkan konsep-konsep tertentu,
mendefinisikannya dam mengulangmata pelajaran yang telah disampaikan. Pada ranah afektif
anak didik diukur kemampuannya dalam menggambarkan dan menguraikan konsep tertentu bila
diukur daya analisisnya. Adapun ranah psikomotorik, kemampuan anak didik dalam menerapkan
atau mempraktikkan ilmu pengetahuan yang sifatnya aplikatif diuji. Dengan demikian, tingkat
keberhasilan atau peningkatan prestasi siswa dengan mudah diketahui.
Manfaat evaluasi bagi para pendidik adalah dapat diketahuinya tingkat keberhasilan anak didik
dalam pendidikan, diketahuinya kelebihan dan kekurangan anak didik dalam pelajaran tertentu.
Para pendidik dapat melakukan intropeksi terhadap materi dan metode pembelajaran yang
diterakan dalam kelas, demikian pula dengan anak didik dapat mengetahui kelemahannya dalam
mengetahui mata pelajaran tertentu sehingga ia akan melakukan uasaha untuk meningkatkan
prestasi belajarnya.
Bagi lembaga pendidikan, manfaat evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Diketahui perbedaan kemampuan anak didik dalam mengikuti mata pelajaran tertentu
bergantung pada dua kemungkinan, yaitu para pendidik yang bukan ahlinya di bidang yang
bersangkutan, misalnya sarjana bahasa Indonesia ditugasi mengajar matematika atau sebaliknya.
2. Para pendidik dapat melakukan perubahan metode pembelajaran sehingga memudahkan anak
didik memahami materi yang disampaikan.
3. Perubahan kurikulum dapat dilakukan apabila dipandang terlampau tinggi bagi anak didik
kelas tertentu atau terlampau rendah
4. Perubahan metode evaluasi
Dengan empat manfaat di atas, hakikat evaluasi adalah pengukuran dan penilaian yang berlaku
bagi semua unsure pendidikan. evaluasi bukan hanya untuk anak didik, melainkan untuk lembaga
pendidikan, para pendidik, kurikulum, tujuan pendidikan dan visi- misi yang dicanangkan oleh
dunia pendidikan[2].
Evaluasi pendidikan adalah teknik untuk mengetahui keberhasilan anak didik sehingga potensi
anak didik akan terus menerus di gali dan dikembangkan. Adapun cara subtansial, manfaat
evaluasi untuk lingkungan pendidikan, yaitu segala sesuatu yang terdapat disekitar lingkungan
pendidikan yang mendukung terealisasinya pendidikan.

Keberhasilan atau kegagalan anak didik dalam prestasi belajar, dipengaruhi oleh beberapa hal
yang mendasar, di antaranya:
1. Para pendidik menggunakan metode yang monoton ketika menyampaikan materi di dalam
proses pembelajaran .
2. Para anak didik kurang menyukai mata pelajaran yang disampaikan.
3. Para anak didik kurang mrnyukai pengajarnya.
4. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya akan dilakukan evaluasi.
5. soal-soal yang diujikan belum dipahami atau sama sekali belum disampaikan oleh pendidik.
6. Lingkungan kelas belum akomodatif, misalnya pengap, bising, dan panas.
7. Kondisi anak didik yang sdang sakit.
8. Tidak ada buku rujukan yang ditetapkan sebagai buku pegangan.
9. Factor eksternal yang berpengaruh kepada siswa.
10. Pengawasan ketika berlangsungnya ujian kelas memberikan pengaruh kepada tingkat
keberhasilan anak didik.
Evaluasi pendidikan Islam bukan hanya ditujukan pada evaluasi dalam arti prestasi akademik anak
didik. Evaluasi pendidikan islam ditujukan pula kepada evaluasi kehidupan anak didik dalam
hubungannya denagn Allah(Hablun minallah) dan sesama manusia(Hablun minannas) pun diuji,
Karena nilai yang diharapkan oleh pendidikan islam adalah kekuatan anak didik dalam
menghadapi ujian dari Allah SWT.
Allah SWT. Berfirmandalam surat Al-Baqarah ayat 155:
Artinya:
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada kepada orang-
orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah:155)
Ujian Allah biasa berupa kekayaan, kemiskinan, kebahagiaan, ketakutan, kepedihan, dan
sebagainya. Keberhasilan akan diperoleh oleh anak didik apabila tetap dalam iman dan taqwa saat
menghadapi ujian dari Allah.
Dengan demikian, dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari
pendidikan islam, yaitu membentuk pribadi anak didik yang beriman, bertaqwa, cerdas, berakhlaq
mulia, kuat menghadapi evaluasi sekolah dan evaluasi Tuhan atas dirinya. Jika berhasil dalam
prestasi akademik, anak didik diharapkan brhasil dalam prestasi kehidupan religiusnya.[3]
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam Secara rasional filosofis,
pendidikan Islam bertugas untuk membentuk al-Insan al-Kamil atau manusia paripurna. Karena
itu evaluasi pendidikan Islam, hendaknya diarahkan pada dua dimensi, yaitu: dimensi dialektikal
horizontal dan dimensi ketundukan vertikal. Tujuan evaluasi pendidikan adalah mengetahui kadar
pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik
untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi bertujuan
mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga naik tingkat, kelas
maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik,
yaitu sejauh mana pendidik bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi ditekankan pada penguasaan sikap, keterampilan dan
pengetahuan-pemahaman yang berorientasi pada pencapaian al-insan al-kamil. Penekanan ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara garis besar meliputi empat hal,
yaitu:
1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya;
2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat;
3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitar;
4. Sikap dan pandangan terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah Swt., anggota masyarakat
serta khalifah-Nya. Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa
klasifikasi kemampuan teknis,yaitu:
1. Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah Swt. dengan indikasi-indikasi lahiriah
berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan pada allah
swt.
.

2. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup
bermasyarakat, seperti akhlak yang mulia dan disiplin;
3. Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan
alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat
dimana ia berada; dan
4. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah Swt. dalam
menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
.
Secara filosofis fungsi evaluasi selain menilai dan mengukur juga memotivasi serta memacu
peserta didik agar lebih bersungguh-sungguh dan sukses dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan Islam.
Secara praktis fungsi evaluasi ialah:
(a) secara psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi belajarnya, sehingga ia merasakan
kepuasan dan ketenangan.
(b) secara sosiologis, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah cukup mampu untuk terjun ke
masyarakat. Mampu dalam arti dapat berkomunikasi dan beradaptasi dengan seluruh lapisan
masyarakat dengan segala karakteristiknya.
(c) secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam menempatkan peserta
didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya masing-masing.
(d) untuk mengetahui kedudukan peserta didik di antara teman-temannya, apakah ia termasuk
anak yang pandai, sedang atau kurang.
(e) untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program pendidikannya,
(f) untuk membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam rangka
menentukan jenis pendidikan, jurusan maupun kenaikan tingkat/kelas.
(g) secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan peserta
didik kepada pemerintah, pimpinan/kepala sekolah, guru/instruktur,termasuk peserta didik itu
sendiri.

C. Prinsip dan sasaran evaluasi pendidikan Islam


Evaluasi adalah penilaian tentang suatu aspek yang dihubungkan dengan situasi aspek lainya,
sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh dari beberapa segi. Dalam pelaksanaan evaluasi
harus diperhatikan prinsip- prinsip sebagai berikut.
a. Prinsip kesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi tak hanya dilakukan setahun sekali, atau persemester, tetapi dilakukan secara terus-
menerus, mulai proses pembelajaran sambil memperhatikan keadaan peserta didiknya, hinggga
peserta didik tersebut tamat dari sekolah. Dalam ajaran Islam sangat diperhatikan prinsip
kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang
menjadi valid dan stabil (QS. Fushshilat; 30), serta menghasilkan suatu tindakan yang
menguntungkan (QS. Al- Ahqaf; 13-14).
b. Prinsip menyeluruh (komprehensif)
Prinsip yang melihat semua aspek meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman,
ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan sebagainya. Setiap masing-masing
bidang diberikan penilaian secara khusus, sehingga peserta didik mengetahui kelebihannya
dibanding dengan teman- temannya. Hal itu diasumsikan bahwa tidak semua peserta didik
menguasai beberapa pengetahuan atau keterampilan secara utuh. Dalam kondisi inilah maka setiap
individu yang berprestasi dapat penghargaan, sekalipun pada beberapa bagian ia tertinggal dengan
teman-temannya.
c. Prinsip objektivitas
Dalam mengevaluasi harus berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh
hal- hal yang bersifat emosional dan irasional. Allah SWT menitahkan agar sesorang berlaku adil
dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi
yang dilakukan (QS. Al- Maidah; 8) Nabi Muhammad SAW bersabda, “Andaikan Fathima binti
Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan- segan memotong kedua tangannya.” Prinsip ini
dapat diterapkan bila penyelenggara pendidikan sifat- sifat utama, misalnya sifat sidiq ( benar atau
jujur), ikhlas, amanah, ramah dan sebagainya.[4]
d. Prinsip sistematis
Yakni proses evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan teratur. Sistem penilaian yang
digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sehingga proses evaluasi dapat berjalan
dengan baik dan tidak membingungkan antara dua belah pihak. Proses evaluasi yang sistematis
juga akan mempermudah bagi guru karena semua kegiatan evaluasi sudah terstruktur dan
terencana.[5]
Sasaran evaluasi pendidikan islam merupakan objek yang akan dijadikan titik acuan dalam
pengadaan evaluasi. Langkah yang harus ditempuh seorang guru dalam mengadakan evaluasi ialah
menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi ini penting diketahui
supaya memudahkan guru dalam menyusun alat-alat evaluasinya.
Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yakni;
1. Segi tingkah laku, artinya segi- segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan
murid sebagai akibat dari proses pembelajaran.
2. Segi pendidikan, artinya penguasaan, pemahaman materi pelajaran yang diberikan oleh guru
dalam proses pembelajaran.
3. Segi yang menyangkut proses pembelajaran dan mengajar itu sendiri, yaitu bahwa proses
pembelajaran perlu diberi penilaian secara objektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses
pembelajaran akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid.[6]
Sasaran- sasaran evaluasi pendidikan islam secara garis besarnya melihat empat kemampuan
peserta didik, yaitu:
(1) Sikap dan pengalamanya terhadap hubungan pribadinya dengan tuhanya.
(2) Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
(3) Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupanya dengan alam sekitarnya.
(4) Sikap dan pandanganya terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat, serta
selaku khalifahnya di muka bumi. Keempat kemampuan dasar tersebut dijabarkan dalam
klasifikasi kemampuan tehnik menjadi masing masing sebagai berikut:[7]
a. Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah swt. Dengan indikasi indikasi lahiriah
berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Ynag
tertuang dalam bentuk ibadah seperti sholat, puasa, dan haji.
b. Sejauh mana ia dapat menerapkan nilai nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat,
seperti akhlak yang mulia, disiplin, kepedulian, dan tanggung jawab sosial.
c. Bagaimana ia berusaha mengelola dan memelihara serta menyesuaikan diri dengan alam
sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupan alam semesta.
d. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam
menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku, dan agama.
D. Syarat dan jenis evaluasi pendidikan Islam
Jenis jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan islam ada 4 macam, yaitu:
1. Evaluasi formatif
Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah ia
menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu. Jenis ini
diterapkan berdasarkan asumsi bahwa manusia memiliki banyak kelemahan (QS. An-Nisa’: 28),
dan pada mulanya tidak mengetahui apa-apa (QS. An-Nahl : 78), sehingga pengetahuan,
keterampilan, dan sikap itu tida dibiasakan. Untuk itu, Allah menganjurkan agar manusia
berkonsentrasi pada suatu informasi yang didalami sampai tuntas, mulai proses pencarian (belajar
mengajar) sampai pada tahap pengevaluasian. Setelah informasi itu telah dikuasai dengan
sempurna, ia dapat beralih pada informasi yang lain (QS. Al-Insyirah : 7-8).
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam
satu catur wulan, satu semester, atau akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya (QS. Al-
Insyiqaq : 19, al-Qamar : 49)
3. Evaluasi penempatan
Evaluasi yang dilakukan sebelum anak mengikuti proses belajar mengajar untuk kepentingan
penempatan pada jurusan atau fakultas yang di inginkan.
4. Evaluasi diagnosis
Evaluasi terhadap hasil penganalisisan tentang keadaan belajar peserta didik, baik merupakan
kesulitan-kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.[8]
Syarat-syarat yang dapat dipenuhi dalam proses evaluasi pendidikan islam adalah sebagai
berikut:
1. Validity.
Tes harus dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi, yang meliputi selurug bidang
tertentu yang diinginkan dan diselidiki, sehingga tidak hanya mencakup satu bidang saja. Soal-soal
tes harus member gambaran keseluruhan (representatif) dari kesanggupan anak dalam bidang itu.

2. Reliable.
Tes yang dapat dipercaya yang memberikan keterangan tentang kesanggupan peserta didik yang
sesungguhnya. Soal yang ditampilkan tidak membawa tafsiran yang macam-macam.
3. Efisiensi.
Tes yang mudah dalam administrasi, penilaian, dan interpretasinya. Allah berfirman: “Maka dia
akan dievaluasi dengan pengevaluasian yang mudah” (QS. Al-Insyiqaq: 8).[9]
E. Cara pelaksanaan evaluasi pendidikan Islam
Evaluasi pendidikan islam dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu evaluasi terhadap diri sendiri
(self-evaluation) dan terhadap kegiatan orang lain (peserta didik).[10]
a. Evaluasi Terhadap Diri Sendiri
Seorang muslim, termasuk peserta didik, yang sadar dan baik adalah mereka yang sering
melakukan evaluasi diri dengan cara muhasabah dengan menghitung baik buruknya, menulis
autobiografi dan inventarisasi diri (self-inventory), baik mengenai kelebihan yang harus di
pertahankan maupun kekurangan dan kelemahan yang perlu di benahi. Evaluasi terhadap diri
sendiri yang sesungguhnya akan mampu menggambarkan keadaan yang sesungguhnya, karena
yang mengetahui perilaku individu adlah individu itu sendiri. Firman Allah SWT. Dalam QS.
Adz-Dzariyat ayat 21: dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memerhatikan.
Kelemahan evaluasi diri sendiri adalah cenderung subjektif apabila yang bersangkutan tidak
memiliki kesadaran untuk perbaikan dan peningkatan diri, sebab ia ingin terlihat sukses, tanpa
cacat, dan ingin di depan.[11]
Umar bin al-Khattab berkata: Hasibu qabla ‘an tuhasabu’’ (Evaluasi dirimu sebelum engkau di
evaluasi oleh orang lain) dengan begitu, individu dituntut waspada dalam melakukan sesuatu
tindakan, karena semua tindakan itu tidak terlepas dari evaluasi dari Allah SWT. (QS. Al-
Baqaroh:115) serta dua malaikat sebagai supervisornya, yaitu Raqib dan Atid (QS. Qaf: 18).
b. Evaluasi terhadap Orang Lain
Evaluasi terhadap perilaku orang lain harus di sertai dengan amr ma’ruf nahi munkar (mengajar
yang baik dan mencegah yang mungkar). Tujuanya adalah memperbaiki tindakan orang lain,
bukan untuk mencari aib atau kelemahan seseorang. Dengan niatan ini maka evaluasi pendidikan
islam dapat terlaksana (QS. al- Ashr: 3). Dengan dorongan hawa nafsu dan bisikan setan, individu
terkadang melakukan kesalahan dan perilaku yang buruk. Ia tidak merasakan bahwa tindakannya
itu merugikan di kemudian hari. Dalam kondisi ini, perlu ada evaluasi dari orang lain, agar ia
dapat dapt kembali ke fitrah aslinya yang cenderung baik. Evaluasi dari orang lain cenderung
objektif, karena tidak di pengaruhi hasrat primitifnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian evaluasi menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “evalution” yang
berarti penilaian atau penafsiran. Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan
kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan
instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Hakikat evaluasi pendidikan Islam dapat diartikan pula dengan penilaian pendidikan, yakni
kegiatan menilai yang terjadi dalam aktifitas pendidikan. evaluasi itu semacam pengukuran karena
dalam evaluasi digunakan alat ukur tertentu.
Tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran,
melatih keberanian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah di
berikan. Fungsi evaluasi adalah membantu peserta didik agar ia dapat mengubah atau
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan padanya cara meraih
sesuatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Sedangkan terkait dengan sasaran evaluasi
ialah mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Adapun prinsip evaluasi ialah prinsip kesinambungan, menyeluruh, objektifitas, dan sistematis.
Jenis- jenis evaluasi ialah evaluasi formatif, sumatif penempatan dan diagnostik. Syarat evaluasi
ialah harus valid, reliabel dan efisien. Sedangkan pelaksanaan evaluasi itu sendiri terbagi menjadi
dua yaitu evaluasi diri sendiri dan orang lain.

Daftar pustaka
Arifin HM.1991. Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tujuan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Bumi
Aksara.
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Setia.
Hamalik, Oemar. 1989. Evaluasi Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. 1982. Dedaktik Asas- Asas Mengajar. Bandung: Jemmars.
Nata Abidin. 1999. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Rusyan, Tabrani, dkk. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia.
Suyanto, dkk. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Syarif, Ismed, dkk. 1984. Komponen Evaluasi dalam Pengajaran Suatu Sistem. Jakarta:
R.Pengetahuan.
Yulis, Rama. 1990. Metode Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Zaini, Syahminan, dkk. 1991. Belajar Sebagai Sarana Pengembangan Fitrah Manusia. Jakarta:
Kalam Mulia.
http://islammakalah.blogspot.com/p/evaluasi-pendidikan-islam_9.html
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/hakekat-evaluasi-pendidikan-islam.html

[1] http://islammakalah.blogspot.com/p/evaluasi-pendidikan-islam_9.html
[2] http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/hakekat-evaluasi-pendidikan-islam.html

[3] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009), hlm 142-144
[4] Suyanto,dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (jakarta; kencana, 2008), hal 213-215
[5] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (jakarta; logos wacana ilmu, 1999), 140-141
[6] Ibid., hal 143
[7] Arifin HM, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991), hal 239-240
[8] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm.
268-270
[9] Nasution, Dedaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1982), hlm. 167
[10] Syahminan zaini dan muhaimin, Belajar sebagai sarana pengembangan fitrah
manusia, (Jakarta: Kalam Mulia, 1991), hal. 59-64.
[11] Ibid., 215-216

Anda mungkin juga menyukai