Anda di halaman 1dari 16

TAFSIR-TAFSIR AYAT TENTANG RISALAH

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir 1

Dosen Pengampu: Drs. H. Sunardi, M.Pd

Disusun Oleh:

Marwiah

Nadila Tri Anjani

Amalina Mutia H

FAKULTAS ILMU KEISLAMAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN

Tahun Ajaran 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah yang berjudul “TAFSIR-TAFSUR AYAT TENTANG RISALAH” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Tafsir 1. Kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena
kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai
manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Kuningan, 23 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

Daftar isi

A. Tafsir ayat-ayat tentang Risalah

1. Al-Nahl, 16: 36

2. Al-Jumu’ah, 62: 2

3. Al-Hajj, 22: 75

4. Al-Hadid, 57: 25

5. Al-Fath, 48: 28

6. Saba`, 34: 28

7. Al-Anbiya`, 21: 107-108

8. Al-Ma`idah, 5: 67
A. Tafsir ayat-ayat tentang Risalah

1. QS. al-Nahl ayat 36

‫ض فَا ْنظُرُوْ ا‬ ٰ ْ َّ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِ ْي ُك ِّل اُ َّم ٍة َّرسُوْ اًل اَ ِن ا ْعبُدُوا هّٰللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوْ ۚتَ فَ ِم ْنهُ ْم َّم ْن هَدَى هّٰللا ُ َو ِم ْنهُ ْم َّم ْن َحق‬
ِ ْ‫ت َعلَ ْي ِه الضَّللَةُ ۗ فَ ِس ْيرُوْ ا فِى ااْل َر‬
َ‫َك ْيفَ َكانَ عَاقِبَةُ ْال ُم َك ِّذبِ ْين‬

Artinya : “ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada setiap umat (untuk menyerukan),
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu’. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi
petunjuk oleh Allah, dan diantara mereka ada pula orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.
Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (para rasul).”

Arti Perkata (Mufrodat) Surat An Nahl Ayat 36

berhak/pasti ‫َحقَّ ۡت‬ dan sesungguhnya ‫َولَقَ ۡد‬

kesesatan ُ‫ض ٰلَلَ ۚة‬


َّ ‫ٱل‬ Kami telah mengutus ‫بَ َع ۡثنَا‬

ْ ‫فَ ِسير‬
maka berjalanlah kamu ‫ُوا‬ sembahlah ْ ‫ٱعبُد‬
‫ُوا‬ ۡ

maka/lalu perhatikan ْ ‫ فَٱنظُر‬dan jauhilah


‫ُوا‬ ْ ‫ٱجتَنِب‬
‫ُوا‬ ۡ ‫َو‬

akibat/kesudahan ُ‫ٰ َعقِبَة‬ Tagut ۖ ‫ٱلطَّ ٰـ ُغ‬


َ‫وت‬

orang-orang yang berdusta َ‫ ۡٱل ُم َك ِّذبِين‬mendapat petunjuk

At-Thogut : setiap sesembahan selain Allah, termasuk setan, tukang tenung, berhala dan setiap orang
yang menyeru kepada kesesatan.

Di dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa mereka mencela pengutusan seluruh nabi, dan berkata,
“Sesungguhnya kami telah ditakdirkan untuk mengerjakan perbuatan kami, maka tidak ada gunanya
pengutusan mereka itu. Sekiranya Allah menghendaki agar kami beriman kepada-Nya, tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, menghalalkan apa yang Dia halalkan dan tidak
mengharamkan sesuatu pun di antara yang telah kami haramkan, tentu perkaranya akan seperti apa
yang Dia kehendaki. Akan tetapi Dia tidak menghendaki selain dari pada apa yang tengah kami lakukan,
maka apa yang dikatakan oleh para rasul itu tidak lain berasal dari diri mereka sendiri, bukan dari sisi
Allah.”

Allah menjawab apa yang mereka katakan itu adalah perkataan seperti yang pernah dilontarkan oleh
para pendusta di antara umat-umat terdahulu. Tugas para rasul hanyalah menyampaikan, bukan
membuat mereka mengikuti petunjuk. Allah tidak akan membiarkan suatu umat pun tanpa mengutus
seorang pemberi petunjuk kepada mereka, dan melarang mereka melakukan kesesatan serta
kemusyrikan. Di antara mereka ada orang yang memenuhi seruannya, ada pula yang disesatkan Allah
berdasarkan ilmu yang ada pada-Nya, sehingga mereka pasti menerima ketetapan Tuhanmu, dan
mendapat azab dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa. Kemudian Allah menyuruh mereka untuk
mengadakan perjalanan di muka bumi, agar mereka dapat melihat berkas-berkas para pendusta yang
ditimpa azab karena dosa yang mereka lakukan. Selanjutnya Allah mengingatkan rasul-Nya, bahwa
keinginannya yang besar agar mereka bisa beriman tidak akan bermanfaat apa-apa baginya, karena
Allah tidak menciptakan hidayah secara paksa terhadap orang yang memilih kesesatan bagi dirinya,
sebagaimana tidak ada seorang pun dapat menghindarkan kemurkaan dan siksaan Allah dari padanya.

Kemudian Allah menjelaskan bahwa Dia mengingkari kekufuran hamba-hambaNya yang berdusta,
dengan menurunkan siksaan kepada mereka di dunia, setelah para rasul memberi peringatan kepada
mereka. Allah selanjutnya berbicara kepada Rasulnya saw, guna menghibur beliau dari apa yang beliau
lihat, seperti pengingkaran, berpaling, dan penetapan kaumnya yang berlebihan, sedang beliau sangat
menginginkan agar mereka beriman, dan guna menjelaskan bahwa seluruh persoalannya ada dalam
kekuasaan Allah, sedang beliau tidak mempunyai urusan dalam hal itu, walau sedikitpun.[1]

[1] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 14, (Semarang:Toha Putra, 1992), hlm. 141-146.

2. Q.S Al Jumuah ayat 2

Ayat dan terjemahan:

‫۝‬۲ ‫لل ُّمبِي ٍْن‬


ٍ ‫ض‬َ ‫تب ِو ْال ِح ْك َمتَ َواِ ْن كَانُوْ ا ِم ْن قَبْلْ لَفِ ْي‬
َ ‫ث فِى االُ ِّميِّنَ َر ُسواًل ِّم ْنهُ ْم يَ ْتلُوْ ا َعلَ ْي ِه ْم ا‍ي‍تِه َويُزَ ِّك ْي ِه ْم ِويُ َعلِّ ُمهُ ْم ْال ِك‬
َ ‫هُ َوالَّ ِذيْ بَ َع‬

Artinya:

“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri,
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar datang
dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah ayat 2).

Arti Mufradat:

َ ‫ بَ َع‬yang berarti dia mengangkat berasal dari kata dasar dengan suku kata ‫ ب ع ث‬yang berkaitan
Kata ‫ث‬
dengan makna mengirim, mengutus, meyuruh, dan menyampaikan.

Kata َ‫ االُ ِّميِّن‬yang berarti berasal dari kata dasar dengan suku kata ‫ا م م‬yang berkaitan dengan makna
masyarakat, suku, rakyat, ummat, buta huruf, orang yang buta huruf, tuna aksara.

Kata ‫ يَ ْتلُو‬yang berarti membacakan berasal dari kata dasar dengan suku kata ‫ت ل و‬yang berkaitan
dengan makna mengucapkan, membaca, mengisahkan, dan menghafalkan.

Kata ‫ َويُزَ ِّك ْي ِه ْم‬yang berarti dan dia bersihkan mereka berasal dari kata dasar dengan suku kata ‫ذكي‬
yang berkaitan dengan makna memperhatikan, menjaga, memelihara.
Kata ‫ يُ َعلِّ ُمهُ ْم‬yang berarti dia ajarkan mereka berasal dari kata dasar dengan suku kata‫ ع ل م‬yang
berkaitan dengan makna mengetahui, mengajarkan, meimpin.

Kata َ‫ ْال ِح ْك َمت‬yang berarti hikah berasal dari kata dasar dengan suku kata ‫ح ك م‬yang berkaitan dengan
makna peraturan, pemerintahan, hadiah, otoritas.

Kata ‫ضل ٍل‬


َ yang berarti tambahan kesesatan berasal dari kata dasar dengan suku kata‫ ض ل ل‬yang
berkaitan dengan makna tersesat, menyesatkan, menyimpang.

Kata ‫ ُّمبِي ٍْن‬yang berarti nyata berasal dari kata dasar dengan suku kata‫ ب ي ن‬yang berkaitan dengan
makna menunjukkan, menandakan, menyatakan.

Tafsir Surah Al-Jumu’ah ayat 2:

Allah berfirman : Dialah sendiri tanpa campur tangan siapa pun yang telarh mengutus pada
masyarakat al-Ummiyin yakni orang-orang Arab seorang rasul yakni nabi Muhammad SAW yang dari
kalangan mereka yang Ummiyyin yakni yang tidak pandai membaca dan menulis. Rasul itu
membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya padahal dia adalah seorang yang ummiy. Bukan hanya
itu, dan rasul yang ummiy itu juga menyucikan mereka dari keburukan pikiran, hati dan tingkah laku
serta mengajarkan yakni menjelaskan dengan ucapan dan perbuatannya kepada mereka kitab al-
Qur’an dan hikmah yakni pemahaman agama, atau ilmu amaliah dan amal ilmiah padahal
sesungghnya mereka yang dibacakan diajar dan disucikan itu sebelumnya yakni sebelum kedatangan
rasul itu dan setelah mereka menyimpang dari ajaran nabi Ibrahim benar-benar dalam kesesatan yang
nyata. Sungguh besar bukti kerasulan nabi Muhammad SAW yang dipaparkan ayat di atas dan
sungguh besar nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada masyarakat itu.

Kata fii pada ayat di atas berfungsi menjelaskan keadaan rasul SAW ditengah mereka, yakni bahwa
beliau senantiasa berada bersama mereka, tidak pernah meninggalkan mereka, bukan juga pendatang
di antara mereka.

Kata al-Umiyyin adalah bentuk jamak dari kata ummiy dan terambil dari kata umm dalam arti seorang
yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan membaca
dan menulis sama dengan keadaanya ketika baru dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan
ibunya yang tak pandai membaca. Ini karena masyarakat Arab pada masa jahiliyah umumnya tidak
pandai membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata
ummiy terambil dari kata ummah/ umat yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-
Qur’an yang oleh rasul SAW dilukiskan dengan sabda beliau: “ Sesungguhnya kita adalah umat yang
ummiy, tidak pandai membaca dan berhitung.” Betapapun, yang dimaksud dengan al-Umiyyin adalah
masyarakat Arab.

Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menulis tentang ayat di atas lebih kurang sebagai berikut:
“Kesempurnaan manusia diperoleh dengan mengetahui kebenaran serta kebajikan dan mengamalkan
kebenaran dan kebajikan itu. Dengan kata lain, manusia memiliki potensi untuk mengetahui secara
teoritis dan mengamalkan secara praktis. Allah SWT menurunkan kitab suci dan mengutus nabi
Muhammad SAW untuk nmengantar manusia meraih kedua hal tersebut. Dari sini kalimat
membacakan ayat-ayat Allah berarti nabi Muhammad SAW “menyampaikan apa yang beliau terima
dari Allah untuk umat manusia”, sedang menyucikan mereka mengandung makna “penyempurnaan
potensi teoritis dengan memperoleh pengetahuan ilahiah’, dan mengajarkan al-Kitab merupakan
isyarat tentang pengajaran “pengetahuan tentang lahiriah dan syariat. Adapun al-Hikmah adalah
pengetahuan tentang keindahan, rahasia, motif serta manfaat-manfaat syariat.”

Adapun al-Hikmah menurut Muhammad Abduh adalah ”rahasia persoalan-persoalan (agama),


pengetahuan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan serta cara pengamalan.

Imam Syafi’i memahami arti al-Hikmah dengan as-sunnah, karena tidak ada selain al-qur’an yang
diajarkan nabi Muhammad SAW kecuali as-sunnah.

Kata minhum/ dari mereka, mengisyaratkan bahwa rasul SAW memiliki hubungan darah dengan
seluruh suku-suku Arab. Menurut sejarawan, Ibn Ishaq, hanya suku Taghlib yang tidak memiliki
hubungan darah dengan rasul SAW dan dari ajaran agama Kristen yang menjadi anutan suku tersebut.

Kata in dalam firmannya: wa in kanu berfungsi sama dengan kata inna / sesungguhnnya. Indikatornya
adalah huruf lam pada kalimat la fi dhalal mubin. Penggalan ayat di atas bermaksud menggambarkan
bahwa apa yang dilakukan rasul SAW Itu sungguh merupakan nikmat yang besar untuk masyarakat
Arab yang beliau jumpai. Beliau bukannya mengajar orang-orang yang memiliki pengetahuan atau
menambah kesucian orang yang telah hampir suci, tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat
sesat. Kita dapat membayangkan kesesatan dan kebodohan mereka antara lain jika memperhatikan
berhala-berhala yang mereka sembah. Berhala-berhala itu sama sekali tidak memiliki nilai seni dan
keindahan, tetapi adalah batu-batu biasa. Sering kali dalam perjalanan, mereka memilih empat buah
batu yang terbaik mereka sembah, dan sisanya mereka jadikan tumpu buat priuk masak mereka.
Bahkan ada yang membuat berhala dari buah kurma, lalu menyembahnya, dan ketika lapar kurma-
kurma itu mereka makan.

3. Q.S Al-Hajj 22:75

‫هّٰللَا ُ يصْ طَفي منَ ْالم ٰۤلى َكة ُر ُساًل َّومنَ النَّ ۗ هّٰللا‬
ِ َ‫اس ِا َّن َ َس ِم ْي ۢ ٌع ب‬
)٧٥ : ‫( الحج‬ ۚ ‫ص ْي ٌر‬ ِ ِ ِ ِٕ َ ِ ْ ِ َ
Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Hajj ayat 75)

Tafsir al-Jalalain

Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Allah memilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia) sebagai rasul-rasul-Nya. Ayat ini
diturunkan ketika orang-orang musyrik mengatakan, sebagaimana yang telah disitir oleh firman-
Nya, "Mengapa Alquran itu diturunkan kepadanya di antara kita?" (Q.S. Shad, 8) (sesungguhnya
Allah Maha Mendengar) ucapan-ucapan mereka (lagi Maha Melihat) utusan yang telah diangkat-
Nya, seperti malaikat Jibril, malaikat Mikail, Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad dan Rasul-rasul lainnya,
semoga selawat dan salam Allah curahkan kepada mereka semuanya.
‫هّٰللَا ُ يصْ طَفي منَ ْالم ٰۤلى َكة ُر ُساًل َّومنَ النَّ ۗ هّٰللا‬
ِ َ‫اس ِا َّن َ َس ِم ْي ۢ ٌع ب‬
75ۚ ‫ص ْي ٌر‬ ِ ِ ِ ِٕ َ ِ ْ ِ َ

⇧✓▶

Allah memilih para utusan(-Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar, Maha Melihat.

Tafsir Kemenag

Diriwayatkan bahwa Walid bin Mugirah pernah berkata, "Apakah pernah diturunkan wahyu
atasnya di antara kita?" Maka Allah menurunkan ayat ini.

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia telah memilih beberapa orang di antara para malaikat,
untuk menjadi perantara antara Dia dengan para Rasul yang diutusnya, untuk menyampaikan
wahyu, seperti malaikat jibril. Demikian pula Allah telah memilih beberapa orang rasul yang akan
menyampaikan agama-Nya kepada manusia. Hak memilih para rasul adalah hak Allah, tidak
seorang pun yang berwenang menetapkannya selain dari Dia. Allah Maha Mendengar semua yang
diucapkan oleh hamba-hamba-Nya, melihat keadaan dan mengetahui kadar kemampuan mereka,
sehingga Dia dapat menetapkan dan memilih siapa yang patut menjadi rasul atau nabi di antara
mereka.

Hadis Nabi saw, beliau bersabda:

Sesungguhnya Allah telah memilih Musa sebagai Kalimullah dan Ibrahim sebagai Khalilullah.
(Riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak dari Ibnu 'Abbas).

Sumber:
Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia

4. Q.S Al Hadid 57:25

‫اس َولِيَ ْعلَ َم هّٰللا ُ َم ْن‬ ‫ْأ‬ ْ ‫ب َو ْال ِم ْي َزانَ لِيَقُوْ َم النَّاسُ بِ ْالقِ ْس ِۚط َواَ ْن‬
ِ َّ‫زَلنَا ْال َح ِد ْي َد فِ ْي ِه بَ سٌ َشـ ِد ْي ٌد َّو َمنَــافِ ُع لِلن‬ َ ‫ت َواَ ْنزَ ْلنَا َم َعهُ ُم ْال ِك ٰت‬
ِ ‫لَقَ ْد اَرْ َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِ ْالبَيِّ ٰن‬
ٌ‫َز ْيز‬ ‫هّٰللا‬ ْ َ ْ
ِ ‫يع‬ ٌّ ‫ب اِ َّن َ قَ ِو‬ ِ ۗ ‫صر ُٗه َو ُر ُسلهٗ بِال َغ ْي‬ ُ ‫ࣖ يَّن‬

25. Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami
turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami
menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar
Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa.

• Makna ijmali :

• Pengertian istilah (mufrodat) :

ِ ‫ بِ ْال َغ ْي‬jadi ‫حال‬,dari ‫ هاء‬nya ladadz ‫صر ُٗه‬


Lafadz ‫ب‬ ُ ‫( يَّ ْن‬sumber kitab tafsir jalalain)

• asbabun nuzul :

• tafsir ayat :

ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa Dia mengutus para rasul dengan bukti
yang nyata (mukjizat), kitab yang berisi firman Allah, dan barometer untuk mengukur keadilan di
antara manusia. 

Kemudian firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

ِ ‫ص ُرهُ َو ُر ُسلَهُ بِ ْال َغ ْي‬ ‫ْأ‬


‫َزي ٌز‬ ٌّ ‫ب ِإ َّن هَّللا َ قَ ِو‬
ِ ‫يع‬ ِ َّ‫ْط َوَأ ْنزَ ْلنَا ْال َح ِدي َد فِي ِه بَ سٌ َش ِدي ٌد َو َمنَافِ ُع لِلن‬
ُ ‫اس َولِيَ ْعلَ َم هَّللا ُ َم ْن يَ ْن‬ ِ ‫َو ْال ِميزَ انَ لِيَقُو َم النَّاسُ بِ ْالقِس‬

“Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia.”

Di antara nikmat-nikmat yang Allah Subhanahu wa ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya adalah
besi. Pada besi tersebut terdapat kekuatan yang kuat yang dapat dijadikan alat tempur, tameng,
pedang, dan berbagai macam lainnya bisa diciptakan dari besi yang tentunya memiliki manfaat
yang banyak bagi manusia.
Sebagian para ulama menyebutkan bahwa ini adalah sebuah isyarat bahwa anugerah yang Allah
Subhanahu wa ta’ala berikan kepada kita harus kita gunakan untuk akhirat (kejayaan Islam). Umat
Islam seharusnya tidak menjadi umat yang terbelakang, karena meskipun Allah Subhanahu wa
ta’ala hanya menyebutkan satu nikmat yaitu berupa besi, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala
menginginkan agar kita menggunakan anugerah tersebut dalam perkara-perkara yang baik. 

5. Q.S Al-Fath, 48: 28

‫ُظ ِه َر ٗه َعلَى ال ِّد ْي ِن ُكلِّ ٖه ۗ َوك َٰفى بِاهّٰلل ِ َش ِه ْيدًا‬


ْ ‫ق لِي‬
ِّ ‫ي اَرْ َس َل َرسُوْ لَهٗ بِ ْاله ُٰدى َو ِد ْي ِن ْال َح‬
ْٓ ‫ه َُو الَّ ِذ‬

28. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar
dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.

• makna ijmali :

• pengertian istilah (mufrodat) :

• asbabunnuzul :

adalah terkait dengan peristiwa Hudaibiyyah yaitu perjanjian yang dilakukan oleh pihak kaum
Musyrikin Mekah dengan Rasulullah sekitar tahun keenam Hijriayah pada tahun 628 M. Perjanjian
ini berlangsung di lembah Hudaibiyyah, yaitu tepatnya di pinggiran kota Mekah. 

Awal mula perjanjian ini karena pada waktu itu rombongan kaum Muslimin yang dipimpin oleh
Nabi Muhammad saw. dari Madinah, akan beribadah umrah. Namun kaum musyrikin menghalangi
rombongan kaum muslimin yang hendak ke Mekah. Sehingga Rasulullah saw. pun mengajak untuk
bernegosiasi hingga mengadakan perjanjian damai. (Perjanjian Hudaibiyyah).

• tafsir ayat :

TAFSIR TAHLILI

(28) Dalam ayat ini ditegaskan kebenaran Muhammad saw sebagai rasul yang diutus Allah kepada
manusia dengan menyatakan bahwa dia adalah rasul Allah yang diutus untuk membawa petunjuk
dan agama Islam sebagai penyempurna terhadap agama-agama dan syariat yang telah dibawa oleh
para rasul sebelumnya, menyatakan kesalahan dan kekeliruan akidah-akidah agama dan
kepercayaan yang dianut manusia yang tidak berdasarkan agama, dan untuk menetapkan hukum-
hukum yang berlaku bagi manusia sesuai dengan perkembangan zaman, perbedaan keadaan dan
tempat. Hal ini juga berarti dengan datangnya agama Islam yang dibawa Muhammad saw, maka
agama-agama yang lain tidak diakui lagi sebagai agama yang sah di sisi Allah.

Pada akhir ayat ini, dinyatakan bahwa semua yang dijanjikan Allah kepada Rasulullah saw dan kaum
Muslimin itu pasti terjadi dan tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi terjadinya.

(Tafsir kemenag)

5. Q.S Saba`, 34: 28


ۤ
ِ َّ‫اس بَ ِش ْيرًا َّونَ ِذ ْيرًا و َّٰل ِك َّن اَ ْكثَ َر الن‬
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُموْ ن‬ َ ‫َو َمٓا اَرْ َس ْل ٰن‬
ِ َّ‫ك اِاَّل كَافَّةً لِّلن‬

28. Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.

• makna ijmali

• pengertian istilah (mufrudat) :

Lafadz ً‫ ك َۤافَّة‬berkedudukan jadi ‫ حال‬atau kata keterangan keadaan dari lafadz ‫ النَّاس‬yg sesudahnya.

• asbabunnuzul:

• tafsir ayat :

TAFSIR TAHLILI

(28) Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Nabi Muhammad diutus kepada seluruh manusia. Ia
bertugas sebagai pembawa berita gembira bagi orang yang mempercayai dan mengamalkan risalah
yang dibawanya dan sekaligus pembawa peringatan kepada orang yang mengingkari atau menolak
ajaran-ajarannya. Nabi Muhammad adalah nabi penutup, tidak ada lagi nabi dan rasul diutus Allah
sesudahnya. Dengan demikian, pastilah risalah yang dibawanya itu berlaku untuk seluruh manusia
sampai kiamat. Sebagai risalah yang terakhir, maka di dalamnya tercantum peraturan-peraturan
dan syariat hukum-hukum yang layak dan baik untuk dijalankan di setiap tempat dan masa.

Risalah yang dibawa Nabi Muhammad bersumber dari Allah Yang Mahabijaksana dan Maha
Mengetahui. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada pada keduanya.
Dialah yang mengatur segala apa yang ada pada keduanya. Dialah yang mengatur semuanya itu
dengan peraturan yang amat teliti sehingga semuanya berjalan dengan baik dan harmonis. Allah
yang demikian besar kekuasaan-Nya tidak mungkin akan menurunkan suatu risalah yang mencakup
seluruh umat manusia kalau peraturan dan syariat itu tidak mencakup seluruh kepentingan
manusia pada setiap masa. Dengan demikian, pastilah risalahnya itu risalah yang baik untuk
diterapkan kepada siapa dan umat yang mana pun di dunia ini. Banyak ayat di dalam Al-Qur'an
yang menegaskan bahwa Muhammad diutus kepada manusia seluruhnya.;‫ت َٰبرَكَ الَّ ِذيْ نَ َّز َل ْالفُرْ قَانَ ع َٰلى‬
‫;ۙ َع ْب ِد ٖه لِيَ ُكوْ نَ لِ ْل ٰعلَ ِم ْينَ نَ ِذ ْيرًا‬Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqān (Al-Qur'an) kepada hamba-
Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).
(al-Furqān/25: 1) ;Dan firman-Nya:; ‫ض ٓاَل اِ ٰلـ هَ اِاَّل‬ ِ ۚ ْ‫ت َوااْل َر‬ ِ ‫ك السَّمٰ ٰو‬ ُ ‫قُلْ ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّ ْي َرسُوْ ُل هّٰللا ِ اِلَ ْي ُك ْم َج ِم ْيعًا ۨالَّ ِذيْ لَهٗ ُم ْل‬
ُ ۖ ‫; هُ َو يُحْ ٖي َويُ ِمي‬Katakanlah (Muhammad),
َ‫ْت فَ ٰا ِمنُوْ ا بِاهّٰلل ِ َو َرسُوْ لِ ِه النَّبِ ِّي ااْل ُ ِّم ِّي الَّ ِذيْ يُْؤ ِمنُ بِاهّٰلل ِ َو َكلِمٰ تِـ ٖـه َواتَّبِعُـوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَـ ُدوْ ن‬
“Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan
langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang
beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu
mendapat petunjuk.”(al-A‘rāf/7: 158) ;Hal ini tidak diketahui oleh semua orang bahkan kebanyakan
manusia menolak dan menantangnya. Di antara penantang-penantang itu adalah kaum
Muhammad sendiri yaitu orang-orang kafir Mekah. ; َ‫اس َولَوْ َح َرصْ تَ بِ ُمْؤ ِمنِ ْين‬ ِ َّ‫;و َمٓا اَ ْكثَ ُر الن‬Dan َ kebanyakan
manusia tidak akan beriman walaupun engkau sangat menginginkannya. (Yūsuf/12: 103)

(Tafsir kemenag)

6. Q.S Al-Anbiya`, 21: 107-108

َ‫ك اِاَّل َرحْ َمةً لِّ ْل ٰعلَ ِم ْين‬


َ ‫َو َمٓا اَرْ َس ْل ٰن‬

107. Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
seluruh alam.

َ‫َّاح ۚ ٌد فَهَلْ اَ ْنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ ن‬


ِ ‫ي اَنَّ َمٓا اِ ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلهٌ و‬
َّ َ‫قُلْ اِنَّ َما يُوْ ٰٓحى اِل‬

108. Katakanlah (Muhammad), “Sungguh, apa yang diwahyukan kepadaku ialah bahwa Tuhanmu
adalah Tuhan Yang Esa, maka apakah kamu telah berserah diri (kepada-Nya)?”

• makna ijmali :

• pengertian istilah (mufrudat) :

• tafsir ayat :
107. Tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad yang membawa agama-Nya itu, tidak lain adalah
memberi petunjuk dan peringatan agar mereka bahagia di dunia dan di akhirat. Rahmat Allah bagi
seluruh alam meliputi perlindungan, kedamaian, kasih sayang dan sebagainya, yang diberikan Allah
terhadap makhluk-Nya. Baik yang beriman maupun yang tidak beriman, termasuk binatang dan
tumbuh-tumbuhan.

Jika dilihat sejarah manusia dan kemanusiaan, maka agama Islam adalah agama yang berusaha
sekuat tenaga menghapuskan perbudakan dan penindasan oleh manusia terhadap manusia yang
lain. Seandainya pintu perbudakan masih terbuka, itu hanyalah sekedar untuk mengimbangi
perbuatan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin. Sedangkan jalan-jalan untuk menghapuskan
perbudakan disediakan, baik dengan cara memberi imbalan yang besar bagi orang yang
memerdekakan budak maupun dengan mengaitkan kafarat/hukuman dengan pembebasan budak.
Perbaikanperbaikan tentang kedudukan perempuan yang waktu itu hampir sama dengan binatang,
dan pengakuan terhadap kedudukan anak yatim, perhatian terhadap fakir dan miskin, perintah
melakukan jihad untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan, semuanya diajarkan oleh Al-Qur'an
dan Hadis. Dengan demikian seluruh umat manusia memperoleh rahmat, baik yang langsung atau
tidak langsung dari agama yang dibawa Nabi Muhammad. Tetapi kebanyakan manusia masih
mengingkari padahal rahmat yang mereka peroleh adalah rahmat dan nikmat Allah.

108. Allah memerintahkan kepada Muhammad agar menyampaikan kepada orang kafir dan
kepada orang yang telah sampai seruan kepadanya, bahwa pokok wahyu yang disampaikan
kepadanya ialah tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Karena itu hendaklah manusia
menyembah-Nya, jangan sekali-kali mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun seperti mengakui
adanya tuhan-tuhan yang lain selain Dia, atau mempercayai bahwa selain Allah ada lagi sesuatu
yang mempunyai kekuatan gaib seperti kekuatan Allah. Dan serahkanlah dirimu kepada Allah
dengan memurnikan ketaatan dan ketundukan hanya kepada-Nya saja, dan ikutilah segala wahyu
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

(tafsir kemenag)

7. Q.S Al-Ma`idah, 5: 67

َ‫اس اِ َّن هّٰللا َ اَل يَ ْه ِدى ْالقَوْ َم ْال ٰكفِ ِر ْين‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا ال َّرسُوْ ُل بَلِّ ْغ َمٓا اُ ْن ِز َل اِلَ ْيكَ ِم ْن َّربِّكَ َۗواِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلْ فَ َما بَلَّ ْغتَ ِر ٰسلَتَهٗ َۗو ُ يَ ْع‬
ِ ۗ َّ‫ص ُمكَ ِمنَ الن‬

67. Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau
lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah
memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang kafir.

• makna ijmali :
• pengertian istilah (mufradat)

• tafsir ayat :

Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad supaya menyampaikan apa yang telah
diturunkan kepadanya tanpa menghiraukan besarnya tantangan di kalangan Ahli Kitab, orang
musyrik dan orang-orang fasik.

Ayat ini menganjurkan kepada Nabi Muhammad agar tidak perlu takut menghadapi gangguan dari
mereka dalam membentangkan rahasia dan keburukan tingkah laku mereka itu karena Allah
menjamin akan memelihara Nabi Muhammad dari gangguan, baik masa sebelum hijrah oleh kafir
Quraisy maupun sesudah hijrah oleh orang Yahudi. Apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada
Muhammad adalah amanat yang wajib disampaikan seluruhnya kepada manusia. Menyampaikan
sebagian saja dari amanat-Nya dianggap sama dengan tidak menyampaikan sama sekali.
Demikianlah kerasnya peringatan Allah kepada Muhammad. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tugas menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul. Tugas penyampaian tersebut tidak boleh
ditunda meskipun penundaan itu dilakukan untuk menunggu kesanggupan manusia untuk
menerimanya, karena masa penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian
terhadap amanat Allah.

Ancaman terhadap penyembunyian sebagian amanat Allah sama kerasnya dengan ancaman
terhadap sikap sesesorang yang beriman kepada sebagian rasul saja dan beriman kepada sebagian
ayat Al-Qur'an saja. Meskipun seorang rasul bersifat maksum yakni terpelihara dari sifat tidak
menyampaikan, namun ayat ini menegaskan bahwa tugas menyampaikan amanat adalah
kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar atau ditunda-tunda meskipun menyangkut pribadi Rasul
sendiri seperti halnya yang kemudian terjadi antara Zainab binti Jahsy dengan Nabi Muhammad
sebagaimana yang diuraikan dalam al-Ahzab/33: 37 :

"Dan (ingatlah) ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh
Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, "pertahankanlah terus istrimu dan
bertakwalah kepada Allah", sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan
dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia padahal Allah lebih berhak engkau takuti.
(al-Ahzab/33:37).

Dalam hubungan ini Aisyah dan Anas berkata, "Kalaulah kiranya Nabi Muhammad akan
menyembunyikan sesuatu dalam Al-Qur'an, tentu ayat inilah yang disembunyikannya." Dari
keterangan 'Aisyah dan Anas ini jelaslah peristiwa yang kemudian terjadi antara Zainab binti Jahsy
dengan Zaid ialah perceraian yang berkelanjutan dengan berlakunya kehendak Allah yaitu
menikahkan Zainab dengan Nabi Muhammad. Hal tersebut tidak dikemukakan oleh Nabi
Muhammad kepada Zaid ketika ia mengadukan peristiwanya kepada Nabi Muhammad pada hal
beliau sudah mengetahuinya dengan perantaraan wahyu. Nabi Muhammad saw, menyembunyikan
hal-hal yang diketahuinya sesuai dengan kesopanan disamping menghindarkan tuduhan-tuduhan
yang dilancarkan oleh golongan orang-orang munafik. Meskipun demikian Nabi Muhammad masih
juga menerima kritik Allah seperti diketahui pada ayat dalam surah al-Ahzab tersebut.

Tegasnya, ayat 67 ini mengancam orang-orang yang menyembunyikan amanat Allah sebagaimana
tersebut dalam firman-Nya:

"Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-
keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Qur'an), mereka
itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat." (al-Baqarah/2:159).

Sejalan dengan ancaman Al-Qur'an ini, Nabi Muhammad bersabda mengingatkan orang-orang yang
menyembunyikan ilmu pengetahuan:

Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu pengetahuan lalu disembunyikannya maka ia akan
dikekang pada hari Kiamat dengan kekangan dari api neraka. (Riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi dari
Abu Hurairah).

Selanjutnya akhir ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-
orang kafir yang mengganggu Nabi Muhammad dan pekerjaan mereka itu pastilah sia-sia karena
Allah tetap melindungi Nabi-Nya dan tetap akan meninggikan kalimat-Nya.

(tafsir kemenag)
Daftar Pustaka

[1] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 14, (Semarang:Toha Putra, 1992), hlm. 141-
146.

Tafsir kemenag RI

Tafsir jalalain

Anda mungkin juga menyukai