Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS FILOSOFIS TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH

Disusun Oleh

PIJA NAPITUPULU

NIM. 23 501 00029

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Zainal Efendi Hasibuan., MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
2023

1
ii
iii
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah Subhaanahu wa ta’ala, karena
berkat limpahan Rahmat dan Ridho-nya, sehingga penulis dapat menyusun makalah ini.
Salawat dan salam dihaturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas
perjuangan beliau, penulis dapat menikmati pencerahan iman dan islam dalam mengarungi
samudera kehidupan ini. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai Analisis
Filosofis Tentang Tujuan Pendidikan Islam dalam rangka memenuhi tugas Filsafat
Pendidikan Islam.

Tak lupa, penulis ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Zainal Efendi Hasibuan.,
MA, selaku dosen pengampuh mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam juga kepada semua
teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun penulis.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Padangsidimpuan, November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................4


B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................6

A. Tujuan Pendidikan Islam...........................................................................................6


B. Tahap-Tahap Tujuan Pendidikan Islam.....................................................................7
C. Aspek-Aspek Tujuan Pendidikan Islam.....................................................................10
D. Ranah Tujuan Pendidikan Islam................................................................................16
E. Fungsi Tujuan Pendidikan Islam................................................................................18
BAB III PENUTUP..............................................................................................................22

A. Kesimpulan...............................................................................................................22
DAFTAR KEPUSTAKAAN...............................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendidikan Islam, sebagaimana pendidikan pada umumnya yang
mengusahakan suatu pembentukan kepribadian pada manusia haruslah melalui
berbagai proses yang panjang dengan kemungkinan hasilnya yang tidak dapat
diketahui dengan segera. Maka, dalam proses usaha pembentukan itu diperlukan suatu
rumusan dan perhitungan yang matang, jelas, dan tepat, yang dikenal dengan istilah
“tujuan”.
Sehubungan dengan itu, menurut Sikun Pribadi, seperti dikutip Achmadi,
tujuan Pendidikan adalah masalah inti dalam pendidikan dan bahkan saripati dari
seluruh perenungan pedagogik, bahkan filosofis. Oleh karena itu, tujuan pendidikan
adalah hal utama yang perlu dirumuskan dengan sebaik-baiknya sebelum memulai
semua kegiatan pendidikan.1
Dalam kaitan itu, tujuan dalam suatu sistem pendidikan memegang peranan
yang sangat penting. Beberapa peranan penting tersebut nampak dalam kegunaannya
dalam beberapa hal, antara lain: tujuan menjadi pedoman dan acuan dalam
merencanakan kegiatan pembelajaran, merencanakan langkah-langkah pengajaran,
hingga menilai tingkat keberhasilan pengajaran.2 Bahkan menurut Achmadi, tujuan
dapat memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan, karena pada intinya tujuan
pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dan diinternalisasikan kepada
peserta didik.3
Suatu tujuan pendidikan akan sangat ditentukan pada paradigma, pandangan
hidup, world view, serta filsafat hidup yang dianut oleh individu manusia, institusi
lembaga penyelenggara pendidikan, dan bahkan lembaga negara dimana lembaga
pendidikan itu berada. Bertitik tolak dari uraian tersebut, maka makalah ini disusun
dengan maksud hendak mengangkat isu tersebut dengan membatasi pembahasannya
pada tujuan pendidikan Islam ditinjau dari sudut filosofis.

1
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, (edisi revisi, cet. 2;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Hlm. 92.
2
Darwyn Syah, dkk, Perencanaan SIstem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (cet. 2; Jakarta: Gaung
Persada Press, 2007), Hlm. 101-102.
3
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Hlm. 93

4
B. Rumusan Masalah
1. Apakah tujuan pendidikan islam?
2. Bagaimana tahap-tahap, aspek-aspek, ranah dan fungsi tujuan pendidikan islam?

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian tujuan pendidikan islam
tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau
kegiatan selesai. Pendidikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang berproses
melalui beberapa suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, melainkan suatu
keseluruhan dan kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek
kepribadiannya.4
Menurut Hasan Langgulung sebagaimana disebutkan Abuddin Nata bahwa
tujuan pendidikan agama harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama
dari agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan akidah dan iman,
fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk di
dalamnya niali akhlak, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan
yang menghubungkan manusia dengan manusia lain serta masyarakat dengan
masyarakat yang lain sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan
seimbang.5
Dari beberapa penjelasan tentang tujuan pendidikan Islam menurut
pandangan para ahli setidaknya terdapat ciri-ciri sebagai berikut;
1. mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan
sebaik-baiknya, yakni melaksanakan tugas untuk memakmurkan dan
mengolah bumi sesuai dengan kehendak Tuhan
2. mengarahkan manusia agar dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya
tersebut dalam rangka tujuan ibadah kepada Allah
3. mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga dalam melaksanakan
tugas kekhalifahannya tidak disalahgunakan,
4. membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya, sehingga ia
memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang dapat mendukung keberhasilan
dalam mengemban tugas sebagai khalifah, dan
5. mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.6

4
Rahmat, Analisis Kebijakan Pendidikan Agama Islam Indonesia, (Malang: Literasi Nusantara Abadi),
2019Hlm. 197
5
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Hlm. 46
6
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Hlm. 53-54.

6
Dengan demikian, sangat jelas bahwa hakikat dari tujuan pendidikan Islam
tidak lain adalah membentuk manusia yang baik, manusia yang beribadah
kepada Allah serta mampu mengemban amanat dan tugasnya sebagai khalifah di
muka bumi.

B. Tahap-Tahap Tujuan Pendidikan Islam


tahap-tahap tujuan pendidikan Islam meliputi: tujuan tertinggi/terakhir,
tujuan umum, tujuan khusus, dan tujuan sementara.
1. Tujuan Tertingi/Terakhir
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku
umum, karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran
mutlak dan universal. Tujuan tertinggi tersebut dirumuskan dalam satu istilah
yang disebut “Insan kamil”(manusia paripurna) tujuan tertinggi atau tujuan
terakhir ini sesuai dengan tujuan hidup manusia, dan peranannya sebagai
makhluk ciptaaan Allah. Dengan demikian indikator insan kamil tersebut
adalah:
a. Menjadi Hamba Allah
Tujuan ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yait semata-mata
untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan hidup yang dijadikan tujuan
pendidikan itu diambil dari al-Qur’;an. Firman Allah SWT:

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِاْل ْنَس ِااَّل ِلَيْعُبُد ْو ِن‬


Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepada-Ku”. (Q.S. Az- Zariyat: 56)
b. Mengantarkan subjek didik menjadi kahlifah Allah fi alArdh, yang
mampu memakmurkan bumi dan melestarikannya dan lebih jauh lagi
mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya sesuai dengan tujuan
penciptanya, dan sebagai konsekuensi setelah menerima Islam sebagai
pedoman hidup. Firman Allah SWT:
‫ٰۤل‬
‫َو ُهَو اَّلِذ ْي َج َع َلُك ْم َخ ِٕىَف اَاْلْر ِض َو َر َفَع َبْع َض ُك ْم َفْو َق َبْع ٍض َد َر ٰج ٍت ِّلَيْبُلَو ُك ْم ِفْي َم ٓا ٰا ٰت ىُك ْۗم ِاَّن َر َّبَك َس ِر ْيُع‬
ࣖ ‫اْلِع َقاِۖب َو ِاَّنٗه َلَغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬
Artinya “Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka
bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu beberapa derajat atas sebagian
(yang lain), untuk menguji kamu atas apa yang diberikan-Nya kepadamu.

7
Sesungguhnya tuhanmu sangat cepat hukumannya. Sesungguhnya dia
maha pengampun lagi maha penyayang”. (Q.S. Al-An’am: 165).
c. Untuk memperoleh kesejahteraan kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat,
baik individu maupun masyarakat.
3. Tujuan Umum
Tujuan umum bersifat sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat
diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta
didik. Para ahli pendidikan Islam merumuskan tujuan umum pendidikan
Islam diantaranya:
a. Athiyah al-Abrasy (lima tujuan pendidikan umum pendidikan Islam): 1)
Pembentukan akhlak yang mulia, 2) Persiapan untuk kehidupan dunia
dan akhirat, 3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi
manfaat, 4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar, 5) Menyiapkan
pelajar dari segi professional, memiliki ketermapilan tertentu dalam
hidup disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.
b. Nahlawy (empat tujuan umum pendidikan Islam): 1) Pendidikan akal dan
persiapan pikiran, 2) Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal
pada anak Islam, 3) Menaruh perhatian dan kekuatan pada potensi
generasi muda dan mendidik mereka sebaik- baiknya, baik laki-laki
maupun perempuan, 4) Berusaha untuk menyumbangkan segala potensi-
potensi dan bakat-bakat manusia.
c. Al- Buthi (tujuh macam tujuan umum pendidikan Islam): 1) Mencapai
keridaan Allah, menjauhi murka dan siksa-Nya dan melaksanakan
pengabdian yang tulus ikhlas kepada-nya (induk dari segala tujuan
pendidikan Islam), 2) Mengangkat taraf akhlak dalam masyarakat
berdasar pada agama ke arah yang diridhoi-Nya, 3) Memupuk rasa cinta
tanah air berdasar pada agama untuk membimbing masyarakat kea rah
yang diridhoi-Nya, 4) Mengajar manusia kepada nilai-nilai dan akhlak
mulia, 5) Mewujudkan ketenteraman di dalam jiwa dan aqidah yang
dalam, penyerahan dan kepatuhan yang ikhlas kepada Allah, 6)
Memelihara bahasa dan ke susatraan bahasa Arab sebagai bahasa Al-
Qur’an, 7) Meneguhkan perpaduan tanah air dan menyatukan barisan,
menghilangkan perselisihan, bergabung dan kerja sama dalam rangka

8
prinsip-prinsip dan kepercayaan Islam yang terkandung di dalam Al-
Qur’an dan Sunah.
4. Tujuan Khusus
Perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama berpijak pada
kerangka tujuan tertinggi/terakhir dan umum itu. Pengkhususan tujuan
tersebut dapat didasarkan pada:
a. Kultur dan citacita bangsa,
b. Minat, bakat, dan kesanggupan subyek didik,
c. Tuntutan situasi, kondisi pada waktu tertentu

Hasan Langgulung, merumuskan tujuan khusus yang mungkin dimasukkan


di bawah penumbuhan semangat agama dan akhlak sebagai berikut:

1) Memperkenalkan kepada generasi muda akan aqidah Islam, dasar-dasarnya,


asalusul ibadat, dan cara-cara melaksanakannya dengan betul.

2) Menumbuhkan kesadaran terhadap agama termasuk prinsip-prinsip dan


dasardasar akhlak yang mulia.

3) Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam, Rasul-Rasul, kitab-


kitab dan hari kiamat berdasarkan paham kesadaran dan perasaan.

4) Menumbuhkan minat generasi muda untuk pengetahuan alam adab dan


pengetahuan keagamaan.

5) Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada AlQur’an, membacanya


dengan baik, memahaminya dan mengamalkannya.

6) Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam dan


pahlawan-pahlawannya serta mengikuti jejak mereka.

7) Menumbuhkan rasa rela, optimisme, percaya diri, tanggung jawab,


menghargai kewajiban, tolong menolong atas kewajiban dan taqwa, sabar
dan berjuang untuk kebaikan, berkorban untuk agama dan tanah air dan
bersiap untuk membelanya.

9
8) Mendidik naluri, motivasi keinginan dan menguatkan aqidah, mengatur
emosi dan membimbingnya dengan baik, adab dan sopan pada hubungan
dan pergaulan baik di rumah, di sekolah maupun dimana saja.

9) Menanamkan iman yang kuat kepada Allah pada diri mereka, perasaan
keagamaan, semangat keagamaan dan akhlak pada diri mereka dan
menyuburkan hati mereka dengan rasa cinta, zikir, taqwa dan takut kepada
Allah.

10) Membersihkan hati mereka dari rasa dengki, hasad, iri hati, benci
kekasaran, egoisme, tipuan, khianat, serta perpecahan dan perselisihan.

4. Tujuan Sementara

tujuan sementara merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik
diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum
pendidikan formal. Dalam tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola
ubudiyah sudah kelihatan meskipun Dalam bentuk sederhana, sekurang-
kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada diri anak. Tujuan
pendidikan Islam seolah merupakan lingkaran kecil pada tingkat rendah.
Semakin tinggi tingkat pendidikannya, lingkaran tersebut semakin besar.7

C. Aspek-Aspek Tujuan Pendidikan Islam


Aspek tujuan pendidikan Islam meliputi empat hal, yaitu: tujuan
jasmaniyah, tujuan rohaniyah, tujuan akal, tujuan sosial. Masing-masing
tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan Jasmani
Peran penting manusia adalah sebagai khalifah untuk mengolah,
mengatur, dan mengekplorasi sumber daya alam. Dalam pandangan umum
kemampuan untuk memainkan peran manusia di dunia diperlukan sosok
manusia yang sempurna dan kemampuan atau kekuatan yang prima.
Keunggulan kekuatan fisik memberikan indikasi salah satu kualifikasi Talut
menjadi raja.

7
Surya Bakti, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Untuk Pembangunan Negara, Jurnal: Wahana Inovasi
Volume 8 No.1 JAN-JUNI 2019, Hlm. 224-226.

10
‫َو َقاَل َلُهْم َنِبُّيُهْم ِاَّن َهّٰللا َقْد َبَع َث َلُك ْم َطاُلْو َت َم ِلًك اۗ َقاُلْٓو ا َاّٰن ى َيُك ْو ُن َلُه اْلُم ْلُك َع َلْيَنا َو َنْح ُن‬
‫َاَح ُّق ِباْلُم ْلِك ِم ْنُه َو َلْم ُيْؤ َت َسَع ًة ِّم َن اْلَم اِۗل َقاَل ِاَّن َهّٰللا اْص َطٰف ىُه َع َلْيُك ْم َو َز اَدٗه َبْس َطًة ِفى اْلِع ْلِم‬
‫َو اْلِج ْس ِم ۗ َو ُهّٰللا ُيْؤ ِتْي ُم ْلَكٗه َم ْن َّيَش ۤا ُء ۗ َو ُهّٰللا َو اِس ٌع َع ِلْيٌم‬
Artinya: “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya
Allah Telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan
tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha
Mengetahui. (Baqarah; [2]: (247)
Menurut Abdurrahman, sebagian ulama menafsirkan kalimat basthat fi
al-jisms adalah dengan kekuatan fisik atau badan yang besar. Tetapi dengan
mengandalkan kekuatan fisik saja tidak menjadi jaminan untuk memainkan
perannya dan mencapai kebahagiaan, meskipun ukuran kebahagiaan itu
sendiri abstrak. Dalam catatan sejarah tidak ada satupun Nabi atau Rasul
dengan fisik yang tidak kuat atau lemah kecuali Nabi Ayyub As, dan inipun
hanyalah merupakan I’tibar untuk dijadikan pelajaran. Salah satunya adalah
tidak sepatutnya bagi manusia dengan segala kekuarangannya tidak
berbakti kepada Allah SWT, karena apapun yang tampak diduia ini adalah
sesuatu yang semu dan fana yang terbaik adalah amal shaleh dan kehidupan
akhirat adalah yang lebih baik dan kekal.
Meskipun demikian,masalah kekuatan fisik tidak bisa dinafikan, oleh
karena itu pendidikan yang dianggap sebagai instrumen untuk
mengfungsikan fisik secara maksimal, pendidikan harus sejalan dengan
perkembangan psiko-fisik peserta didik. Perkembangan tersebut
berlangsung selama dua decade sejak anak itu lahir, yaitu pada masa anak
menginjak usia remaja antara 12 dan 13 tahun hingga 21 dan 22 tahun.
Bekal-bekal yang dibawa anak sejak lahir mengalami perkembangan secara
fisiki.
Menurut Gleitman sebagaimana dikuti poleh Muhibbin adalah: 1)
bekal kapasitas motor (jasmani); dan 2) bekal kapasitas pancaindera
(sensori). Dengan demikian, maka tujuan pendidikan juga harus diarahkan
kepada kelangsungan hidup manusia yang dibutuhkan fisik itu. Antara lain
adalah pendidikan ketrampilan hidup (life skill) yang sejalan dengan
tuntutan pangsa pasar.

11
Di era modern ini, mencari kerja gampang-gampang sulit. Gampang
bagi yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan dunia pasar
tetapi sulit bagi yang tidak berilmu apalagi tidak memiliki keahlian hidup
(life skill). Tetapi persoalannya tidak hanya sampai disini, Islam
mengajarkan bekerja yang baik dan jujur. Untuk mencapai hal itu, maka
pembelajaran harus disampaikan pesan-pesan Allah SWT akan kejujuran
dan berbuat baik, bekerja harus diniatkan untuk mencari rizki Allah dan
hasilnya digunakan sesuai dengan pesan-pesan Allah, maka pesan yang
baik agar peserta didik selalu ingat hal itu harus pertanggung jawabannya
dihadapan Allah SWT.
Disamping masalah ketrampilan hidup (life skill) diatas, hal yang tidak
kalah pentingnya adalah tujuan pendidikan itu juga diarahkan pada aspek
kebersihan dan kelangsungan hidup manusia (biologis). Dalam banyak
kasus, lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional sangat kental dengan
dalil-dalil kebersihan.
Sementara lembaga-lembaga pendidikan non muslim, melihat bersih
itu adalah sehat. Sehingga nyaris tidak ada lembaga-lembaga tersebut yang
tidak tertata rapi, bersih dan indah. Mereka melihat dari aspek kebersihan
dan realitasnya nilai-nilai kebersihan itu lebih membumi ketimbang pada
lembaga pendidikan Islam (tradisional). Terpenuhinya kebutuhan manusia
(biologis) adalah perlu bagi eksistensi manusia seperti kebutuhan akan
makan dan minum, atau eksistensinya sebagai sifat dasar manusia seperti
kebutuhan seksual yang harus dipelihara sebaik-baiknya. Untuk membantu
peserta didik menemukan kebutuhan-kebutuhan biologisnya dalam
prepektif qur`ani sebaiknya dilakukan pembentukan sikap-sikap positif di
antara kebutuhan-kebutuhan fisiki. Karena kebuhan biologis merupakan
fitrah manusia, maka pendidikan dalam aspek ini juga membantu
mengarahkan peserta didik untuk menemukan pasangannya dengan cara
yang baik dan benar jangan sampai menyalahi fitrah yang dibawa sejak
lahir, karena fitrah yang suci adalah pemberian Tuhan. Di sinilah letaknya
pernikahan dianggap sesuatu yang sacral, yang perlu dijaga dari hilir
sampai hulunya.
Tujuannya adalah untuk menjaga berlangsungnya kelestarian umat
manusia di bumi ini sesuai dengan kehendak Tuhan. Di samping itu,

12
konsep fitrah dalam Islam juga memastikan bahwa pendidikan Islam harus
bertujuan menguatkan dan mengaitkan hubungan manusia dengan Tuhan.
Apapun yang dipelajari oleh peserta didik janganlah bertentangan dengan
prinsip ini. Karena dengan fitrah ini manusia mengakui keberadaan Tuhan.
b. Tujuan Pendidikan Ruhani
Tujuan ruhani dalam pendidikan Islam di istilahkan dengan Ahdaf al
ruhiyyah. Bagiorang yang betul-betul menerima ajaran Islam, tentu akan
menerima keseluruhan cita-cita ideal yang ada di dalam Al-qur’an.
Peningkatan iman dan kekuatan jiwa seseorang mampu menunjukkan
dirinya untuk taat dan tunduk kepada Allah untuk melaksanakan moralitas
Islami yang telah diteladankan ke dalam perilaku Rasulullah SAW.
merupakan bagian tujuan pendidikan Islam. Contoh sederhana dari cita-cita
serupa, sebagaimana dibuktikan dalam Al-qur’an surah Al-Qolam ayat 4:

‫َو ِاَّنَك َلَع ٰل ى ُخ ُلٍق َع ِظ ْيٍم‬

Artinya: Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung

Ayat ini memuji Nabi SAW lantaran standar moralnya yang kukuh dan
teguh. Cita-cita inilah yang dipegang oleh para ahli didik modern ketika
pembicaraannya diarahkan kepada tujuan pendidikan agama, kepada
peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Pemurnian dan
pensucian diri secara individual dari sifat negatif serupa merupakan
perioritas paling utama. Dalam surat Al Baqarah (2) ayat 126, disebutkan
kata tazkiyyah yang ditafsirkan dengan makna purifikasi sikap disebutkan
dalam hubungan dengan ungkapan dan pernyataan ayat Allah dalam ajaran
hikmah sebagai fungsi utama bagi Nabi. Hal ini mempengaruhi bagaimana
tingginya tazkiyyah yang semakin meningkat di dalam Al-qur’an.
c. TujuanPendidikan Akal
Tujuan pendidikan akal adalah mengarahkan kepada perkembangan
intelegensi seorang manusia sebagai individu untuk dapat menemukan
kebenaran yang sebenar-benarnya. Terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah
dan penemuan-penemuan ayat-ayat-Nya membawa iman seseorang kepada
sang Sang Pencipta segala sesuatu yang ada ini.Akal mempunyaikekuatan
yang luarbiasa untuk mempelajari, mengkaji dan meneliti gejala-gejala

13
alam dan fenomena social. Menurut HarunNasution, ilmu merupakan
konsumsi otak manusia yang melahirkan akal cerdas, semakin banyak otak
mengkonsumsi ilmu maka semakin cerdas akal seseorang.
Persoalannya adalah tidak semua ilmu yang diperoleh seseorang
berangkat dari sumber ilmu atau nilai yang benar. Ilmu yang benar adalah
ilmu yang sesuai dengan kehendak Tuhan, yaitu realitas ilmu dapat
dirasakan manfaatnya, membawa peradaban manusia lebih maju dan
sebagainya bukan ilmu yang menghasilkan malapetaka atau kemunduran
peradaban manusia dan bertolak belakang dengan kemauan Tuhan.
‫َظَهَر اْلَفَس اُد ِفى اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َاْيِد ى الَّناِس ِلُيِذ ْيَقُهْم َبْع َض اَّلِذ ْي َع ِم ُلْو ا َلَع َّلُهْم َيْر ِج ُعْو َن‬
Artinya: telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena
perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (QS Al-Rum;[30]: (41).
Peran penting pendidikan disini adalah bagaimana peserta didik dapat
membaca dan meneliti fakta-fakta yang terhampar dialam semesta
inimenjadi sebuah kajian ilmu. Selanjutnya fakta-fakta yang diperoleh
merekamelalui interkasi langsung dengan obyek-obyek dianggap sebagai
haq al-yaqin, dimulai dari keyakinan peserta didik meyakini kebenaran atau
menemukan kebenaran secara langsung. Sikap empiris berkenaan dengan
tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat pada alamsemesta akan
membantukebenaranilmu dalam sistem pendidikan.
Namun sebaliknya, apabila peserta didik tidak dapat secara langsung
mencapai ayatayat Allah. Misalnya dia dapat mengamati matahai tetapi
tidak mampu menjangkau pemahaman hakikiah±fakta-fakta yang
berkenaan dengan matahari datang melalui observasinya dengan ketajaman
mata. Fakta yang ditangkap melalui observasi ini dapat dikatakan sebagai
ain Al-yaqin, sebab ain = mata memainkan peran penting dalam proses
persepsi. Apabila parapegiatilmu pengetahuan memperoleh pengertiannya
tentang sesuatu melalui sumber-sumber yang shahih, maka hasilnya dapat
disebut ilm-al-yaqin. Maka tugas lembaga adalah mengembangkan para
peserta didik untuk membaca agar dapat meningkatkan keterampilan dan

14
kebiasaan-kebiasaan, supaya dengan mudah dapat berkomunikasi dengan
yang lain baik melalui bahasa lisan maupun tulisan
d. Tujuan Pendidikan Sosial
Dalam Al-Qur`an manusia disebut dengan Al-Nas.Istilah ini digunakan
untuk memanggil manusia dari aspek sosiologis. Artinya manusia adalah
makhluk social yang memiliki dorongan atau kecenderungan untuk hidup
berkelompok dan bermasyarakat. Dalam masyarakat modern yang tersusun
dari berbagai varian (ras, etnis, budayadan agama). Setiap varian-varian itu
terdiri dari sub varian lagi dengan tradisi atau budaya yang berbeda-beda.
Dalam Islam realitas varian ini adalah sunnatullah mulai dari yang terkecil
hingga yang paling kompleks. Yaitu mulai dari lingkungan rumahtangga
hingga lingkungan yang paling luas yaitu negara. (Kahmad,2012)
Dalam konteks ini, pendidikan merupakan usaha untuk membimbing
dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar nantinya
mereka mampu berperan aktif dimasyarakat sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarakatnya. Pengetahuan yang diperoleh melalui proses
pendidikan akan memposisikan peserta didik sadar diri di masyarakat.
Pemenuhan kewajiban dan tanggungjawab terhadap hak-hakasasi yang
dimiliki, diharapkan nantinya pesertadidik mampu turut serta dalam
menciptakan suasana masyarakat yang aman dan damai serta
keterlibatannya dalam menciptakan keharmonisan masyarakat, bangsa dan
sesama umat manusia secara global.
Dengan demikian, maka tujuan pendidikan diarahkan kepada
pembentukan manusia social yang memiliki sifat taqwa sebagai dasar sikap
dan perilaku sehingga peserta didik memiliki kesadaran akan hak dan
kewajiban, tanggungjawab social, serta toleran, agar keharmonisan
hubungan antar sesame manusia dapat berjalan dengan harmonis.8
D. Ranah Tujuan Pendidikan Islam
Dalam penjabaran aspek-aspek yang hendak dicapai dalam tujuan
pendidikan, sesuai dengan tingkatan, jenis sekolah dan program pendidikan
yang diberikan melalui tahap-tahap tujuan yang telah dikemukakan di atas,
perlu diingat bahwa kegiatan pendidikan yang dilaksanakan selalu di arahkan

8
Imam Syafe’I, Tujuan Pendidikan Islam, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 6,
November 2015, Hlm. 7-13

15
pada tiga bidang/aspek /ranah tujuan yaitu : aspek kognitif (pengetahuan),
aspek afektif (perasaan dan sikap), dan aspek psikomotorik (keterampilan dan
perbuatan).
Perumusan tujuan ke arah aspek kognitif, afektif dan psikomotorik ini,
dimunculkan sejak tahun 1965, dengan terciptanya buku pertama yang berjudul
Taxonomy of Educational Objectives: Cognitive Domain (Taksonomi Tujuan
tujuan Pendidikan: Bidang Kognitif), oleh Benyamin Bloom, seorang maha
guru dari Universitas Chicago. Buku kedua: Taxonomy of Educational
Objectives Affective Domain, ditulis oleh Krathwohl cs, (1964) sedang buku
ketiga berjudul: A Taxonomy of the Psychomotor Domain, ditulis oleh: Anita
J.Harrow.
Ketiga buku inilah yang dijadikan dasar oleh dunia pendidikan sekarang
ini. Secara umum Nana Sudjana, mencantumkan rangkuman tujuan-tujuan
tersebut untuk tiap-tiap bidang atau domain.
Domain kognitif: pengetahuan yang khusus, pemahaman, penggunaan
atau aplikasi, analisa, sintesa, dan evaluasi. Domain afektif: menerima,
menjawab, menilai, mengorganisasikan, memberi sifat atau karakter.
Sedangkan Domain psikomotor: gerakan refleks, gerakan dasar dan sederhana,
kemampuan menghayati, kemampuan fisik (jasmani), gerakan yang sudah
terampil, dan komunikasi ekspresif.
Sementara, Winkel mengemukakan taksonomi atau klasifikasi sebagai
berikut: 1) Ranah kognitif (cognitive domain), menurut Bloom dan kawan-
kawan: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5)
sintesis, dan (6) evaluasi; 2) Ranah afektif (affective domain), menurut
taksonomi Kratwohl, Bloom dan kawan-kawan: (1) penerimaan, (2) partisipasi,
(3) penilaian, (4) organisasi, dan (5) pembentukan pola hidup; 3) Ranah
psikomotorik (pcychomotorik domain), menurut klasifikasi Simpson: (1)
persepsi, (2) kesiapan, (3) gerakan terbimbing, (4) gerakan yang terbiasa, (5)
gerakan yang kompleks, (6) penyesuaian, dan (7) kreativitas.
Tiga ranah ini amat terkait dengan salah satu orientasi kurikulum, yaitu
orientasi pada peserta didik, di mana orientasi ini memberikan kompas pada
kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan
bakat, minat, dan kemampuan. Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi

16
seorang pendidik/guru untuk sedapat mungkin menggunakan kata-kata
operasional dalam perumusan TIK.
Mengingat rumusan tujuan dibuat oleh guru , maka guru harus memahami
tiga hal pokok, yaitu: (1) Guru harus mempelajari kurikulum. (2) Guru harus
memahami tipe-tipe hasil belajar. (3) Memahami cara merumuskan tujuan
pembelajaran .
Ranah pendidikan Islam, lebih luas lagi, di samping kognitif, afektif, dan
psikomotorik, juga meliputi ranah konatif dan performance. Konatif,
berhubungan dengan motivasi atau dorongan dari dalam atau disebut niat,
sebagai titik tolak peserta didik untuk melakukan sesuatu. Sedangkan
performance adalah kinerja yang dilakukan bekualitas yang dapat diketahui
melalui afektif. Misalnya kinerja shalat seseorang itu khusyuk atau tidak? Hal
ini akan dapat di lihat dari hasil perbuatan shalat yang kelak mencerminkan
akhlak yang terpuji.
Tahun ajaran 2004/2005, pemerintah kita Indonesia memberlakukan
kebijakan perubahan kurikulum, dari kurikulum 1994 ke kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) secara bertahap. Kegiatan yang harus dilakukan dalam
perencanaan pengembangan silabus KBK tersebut antara lain : 1)
Mengidentifikasi dan menentukan jenis-jenis kompetensi dan tujuan setiap
bidang studi; 2) Mengembangkan kompetensi dan pokokpokok bahasan serta
mengelompokkannya sesuai dengan ranah/aspek pengetahuan, pemahaman,
kemampuan (keterampilan), nilai dan sikap; 3) Mendeskripsikan kompetensi
serta mengelompokkannya sesuai dengan ruang lingkup dan urutannya; 4)
Mengembangkan indikator untuk setiap kompetensi dan kriteria
pencapaiannya.
Dengan demikian, sekolah diharapkan dapat melakukan proses
pembelajaran yang efektif, dapat mencapai tujuan yang diharapkan, materi
yang diajarkan relevan dengan kebutuhan masyarakat, berorientasi pada hasil,
dampak, serta melakukan penilaian, pengawasan, dan pemantauan secara terus
menerus dan berkelanjutan. Kebijakan pemerintah tentang pemberlakuan KBK
di atas, telah pula melahirkan buku-buku pedoman tentang itu, baik untuk
sekolah, maupun untuk madrasah pada setiap jenjang pendidikan . Setelah
adanya KBK, maka timbullah bentuk kurikulum baru yaitu KTSP, dan
perkembangan berikutnya dari KTSP, lahirkan kurikulun tahun 2013.

17
Memperhatikan apa yang telah dipaparkan di atas, baik aspek tujuan
pendidikan Islam, dengan mengemukakan segi jasmani, rohani, akal, dan
sosial, dan hal-hal yang diharapkan dari masingmasingnya, disisi lain aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor serta hal-hal yang diharapkan, maka ini
merupakan pemikiran yang searah dan sejalan, dan tidak ada pertentangan, tapi
saling mengisi. Apa yang dikemukakan dalam Islam, sungguh sangat luar
biasa. Namun semua itupun tak berarti bila pelaksana-pelaksana pendidikan
tidak memberlakukannya sebagai sumber dan dasar pendidikan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.9
E. Fungsi Tujuan Pendidikan Islam
Fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat
memungkinkan tugas pendidikan tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Penyedian fasilitas ini mengandung arti dan tujuan bersifat struktural dan
institusional. Arti dan tujuan structural menuntut terwujudnya struktur
organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan baik dilihat dari segi
vertical maupun horizontal dimana faktor-faktor pendidikan dapat berfungsi
secara interaksional (saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain) yang
berarah tujuan kepada pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
Arti dan tujuan institusional mengandung implikasi bahwa proses
kependidikan yang terjadi di dalam struktur organisasi itu dilembagakan untuk
lebih menjamin proses pendidikan itu berjalan secara konsisten dan
berkesinambungan mengikuti kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
manusia yang cenderung kearah tingkat kemampuan yang optimal. Oleh karena
itu terwujudlah berbagai jalur dan jenis kependidikan yang formal dan non
formal dalam masyarakat, yang akomodatif terhadap kecenderungan tersebut.
Bentuk-bentuk (struktur) organisasi dan institusi kependidikan yang
pernah ada dan masih berkembang dalam masyarakat muslim, dapat kita kenali
sebagai suatu sistem pendidikan. Sistem-sistem pendidikan Islam tersebut pada
umumnya terpisah antara satu dari yang lainnya dalam pengertian kurikuler,
sebagaimana sistem pendidikan klasik non formal zaman sahabat bernama “ Al
Kuttab” di dalam mana pelajaran membaca kitab suci al-Qur-an, tidak ada
kaitan kurikuler dengan sistem kependidikan lain seperti “Halaqah dan

9
Rosniati Hakim, Khadijah, Pengembangan Pendidikan Islam Berwawasan Tujuan, Murabby: Jurnal
Pendidikan Islam Vol 3 No 2, September 2020, (194 – 214).

18
Zawiyah” yang berlangsung di masjid-masjid zaman itu. Apabila dihubungkan
dengan sistem pendidikan yang berbentuk “shalunat al Adabijjah” yang lebih
bersifat diskussif tentang masalah-masalah kebudayaan daripada mengandung
implikasi kependidikan secara sengaja kepada pesertanya.
Di Indonesia sistem pendidikan yang paling tua di antara sistem
pendidikan yang ada dan masih berkembang sampai kini ada Pondok Pesantren
dan sejenisnya seperti Dayah di Aceh, Surau di Sumetara Barat dan Rangkang
di Ceribon, dan sebagainya. Sistem ini dilihat dari segi dari segi perspktif
pendidikan modern dianggap unik, karena lembaga ini dalam melaksanakan
proses kependidikan tidak mendasarkan diri pada kurikulum; tidak terdapat
sistem jenjang.
Namun secara institusional, lembaga pendidikan Islam pada dasarnya
berfungsi utama untuk melaksanakan transmisi (perpindahan) dan transformasi
(pengoperan atau pengalihan) nilai kebudayaan Islam serta kebudayaan pada
umumnya dari generasi ke generasi, di mana di dalamnya terdapat unsur-unsur
dan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban yang secara selektif sangat
diperlukan bagi kesinambungan hidup Islam dan umat Islam di dunia ini.
Proses transmisi dan transformasi kultur tersebut hanyadapat berlangsung
secara mantap dan progressif, bilamana diarahkan melalui proses kependidikan
dalam lembaga-lembaga yang terorganisasi secara structural dan institusional
itu.
Pada hakikatnya, dilihat dari segi idealitas sosio-kultural muslim,
pendidikan adalah merupakan alat pembudayaan umat manusia yang paling
dierlukan di antara keperluaan hidupnya, meskipun pendidikan itu sendiri pada
mulanya timbul dan berkembang dari sumber kultural umat manusia itu sendiri.
Sebagai suatu alat, pendidikan adalah merupakan aplikasi dari apa yang kita
sebut kebudayaan, yang posisinya tidak netral, melainkan selalu bergantung
pada siapa dan bertujuan apa pendidikan itu dilaksanakan. Dan di sinilah
pentingnya falsafah pendidikan Islam yang harus berfungsi pengarah secara
tepat penggunaan pendidikan dalam mencapai sasarannya yang longitudinal.
Hasil yang diperoleh pendidikan bersifat lebih krusial dalam hal tidak cepat
dapat dilihat dan dinikmati serta bilamana terjadi kesalahan-kesalahan tidak
mudah diubah atau diperbaiki, tidak sama halnya dengan hasil usaha dibidang
lainnya yang bersifat teknologis dan material.

19
Pendidikan Islam sebagai alat pembudayaan Islam dalam masyarakat,
dengan demikian memiliki watak lentur terhadap perkembangan aspirasi
kehidupan manusia sepanjang zaman. Watak demikian dengan tanpa
menghilangkan prinsip-prinsip nilai yang mendasarinya. Pendidikan Islam
mampu mengakomodasikan tuntutan hidup manusia dari zaman ke zaman,
termasuk tuntutan di bidang ilmu dan teknologi.
Khusus berkaitan dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi,
pendidikan Islam, bersikap mengarahkan dan mengendalikannya, sehingga
nilai fundamentalnya yang bersumber dari iman dan taqwa kepada Allah, dapat
berfungsi dalam kehidupan manusia yang menciptakan ilmu dan teknologi itu.
Iman dan taqwanya menjiwai ilmu dan teknologi yang diciptakan, sehingga
penggunaannyapun diarahkan kepada upaya menciptakan kesejahteraan hidup
umat manusia, bukan untuk menghancurkannya. Karena iman dan taqwa
kepada Allah pada hakikatnya adalah merupakan rujukan tingkah laku manusia
yang memancarkan getaran hati nurani manusia yang berkecenderungan ke
arah perikemanusiaan. Dengan demikian, manusia muslim hasil pendidikan
Islam adalah manusia yang berkemampuan menguasai dan menciptakan ilmu
dan teknologi pada khususnya, dan sistem budaya hidupnya berdasarkan nilai-
nilai Islami yang berorientasi kepada kesejahteraan hidup di dunia untuk
meraih kebahagiaan hidup di akhirat.
Islam yang hendak diwujudkan dalam perilaku manusia melalui proses
kependidikan, bukanlah semata-semata sistem teologi saja, melainkan lebih
dari itu, yaitu termasuk peradabannya yang sempurna. Oleh karena itu Islam
berhadapan dengan segala bentuk kemajuan atau modernisasi masyarakat,
tidaklah akan mengalami “shock ideal” mengingat wataknya yang lentur dan
akomodatif terhadap segala perkembangan kebudayaan manusia. Semua bentuk
perkembangan dan kemajuan itu diserap seraya menseleksi nilai-nilainya untuk
disesuaikan dengan Islam atau diberi makna Islami.10

10
Nita Zakiyah, Hakikat, Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Islam Di Era Modern, Jurnal As-Salam Vol III,
No.1, Th 2013, Hlm. 118-121

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau
kegiatan selesai. tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah membentuk
manusia yang baik, manusia yang beribadah kepada Allah serta mampu
mengemban amanat dan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.

21
tahap-tahap tujuan pendidikan Islam meliputi: tujuan tertinggi/terakhir,
tujuan umum, tujuan khusus, dan tujuan sementara. Aspek tujuan
pendidikan Islam meliputi empat hal, yaitu: tujuan jasmaniyah, tujuan
rohaniyah, tujuan akal, tujuan sosial. Sedangkan Ranah pendidikan Islam,
lebih luas lagi, di samping kognitif, afektif, dan psikomotorik, juga meliputi
ranah konatif dan performance. Konatif, berhubungan dengan motivasi atau
dorongan dari dalam atau disebut niat, sebagai titik tolak peserta didik
untuk melakukan sesuatu. Sedangkan performance adalah kinerja yang
dilakukan bekualitas yang dapat diketahui melalui afektif.
Fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat
memungkinkan tugas pendidikan tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Penyedian fasilitas ini mengandung arti dan tujuan bersifat struktural dan
institusional.

DAFTAR PUSTKA

Achmadi, 2010, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, edisi


revisi, cet. 2; Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bakti Surya, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Untuk Pembangunan Negara, Jurnal:
Wahana Inovasi Volume 8 No.1 JAN-JUNI 2019,

Nata Abudin, 1997, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
Rahmat, 2019, Analisis Kebijakan Pendidikan Agama Islam Indonesia, Malang:
Literasi Nusantara Abadi.

22
Syah Darwyn, dkk, 2007, Perencanaan SIstem Pengajaran Pendidikan Agama Islam,
cet. 2; Jakarta: Gaung Persada Press.
Syafe’I Imam, Tujuan Pendidikan Islam, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam,
Volume 6, November 2015
Rosniati Hakim, Khadijah, Pengembangan Pendidikan Islam Berwawasan Tujuan,
Murabby: Jurnal Pendidikan Islam Vol 3 No 2, September 2020
Zakiyah Nita, Hakikat, Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Islam Di Era Modern, Jurnal
As-Salam Vol III, No.1, Th 2013

23

Anda mungkin juga menyukai