Anda di halaman 1dari 23

MEMBANGUN SIKAP SENSITIF GENDER

Disusun Oleh:

Miftahul Jannah 2130203148

Mesa Rina 2130203135

Dosen Pengampu:

Imam Santoso, M. Pd

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN


FATAH PALEM
2024
KATA PENGANTAR

‫ســــــــــــــــــ ْم هلالْ الر حمن الرح ْي ْم‬


Assalamu,alaikum
wr. wb
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan
semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan umat Islam Nabi
Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Membangun Sikap Sensitif Gender ” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan dan memahami secara mendalam tentang Membangun Sikap
Sensitif Gender bagi pembaca, pendengar dan juga penyusun.
Terimakasih kepada bapak Imam Santoso, M. Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Multikultural yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
bidang studi yang kami tekuni. Terwujudnya makalah ini tidak terlepas
bantuan dan dukungan berbagai sumber yang berasal dari internet seperti
e-book, serta jurnal. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini terdapat kekurangan dan kekhilafan
dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan saran dan kritik konstruktif yang membangun dari semua
pembaca/pendengar guna menjadi acuan untuk kesempurnaan makalah
dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan
bagi pembaca/pendengar dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.
Wassalamu’alaikum wr. Wb
Palembang, 22 Mar 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3

A. Kesadaran Akan Perbedaan Gender ............................................... 3

B. Pendidikan Tentang Ketidaksetaraan Gender ................................. 4

C. Studi Tentang Teori Gender .......................................................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................ 10

A. Kesimpulan ................................................................................. 10

B. Saran ........................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membangun sikap sensitif gender merupakan langkah


penting dalammenciptakan lingkungan yang inklusif dan adil bagi
semua individu, tidak peduli dengan jenis kelamin atau identitas
gender mereka. Latar belakang untuk membangun sikap sensitif
gender melibatkan pemahaman mendalam tentang peran gender
dalam masyarakat, serta pengakuan akan ketidaksetaraan dan
diskriminasi yang sering dialami oleh individu berdasarkan jenis
kelamin atau identitas gender mereka.
Beberapa faktor yang menjadi latar belakang dalam
membangun sikap sensitif gender meliputi: Kesadaran akan
Perbedaan Gender: Penting untuk menyadari bahwa gender
bukanlah hal yang bersifat biner ( hanya laki-laki atau perempuan
), tetapi merupakan spektrum yang mencakup berbagai identitas
gender. Ini melibatkan pengakuan terhadap variasi individu dalam
pengalaman gender, Pendidikan tentang Ketidaksetaraan Gender:
Banyak masyarakat masih mengalami ketidaksetaraan gender
dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang
pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan kehidupan sosial.
Memahami akar penyebab dan dampak dari ketidaksetaraan
gender adalah langkah awal dalam mengatasi masalah ini, Studi
tentang Teori Gender: Memahami teori-teori tentang konstruksi
sosial gender, seperti feminisme, teori queer, dan teori gender
lainnya, dapat membantu memperluas pandangan tentang peran
gender dalam masyarakat dan bagaimana ketidaksetaraan gender
dapat diperbaiki, Analisis Terhadap Budaya dan Tradisi: Budaya
dan tradisi sering kali memainkan peran dalam memperkuat

1
norma-norma gender yang merugikan. Oleh karena itu, penting
untuk mengkaji budaya dan tradisi secara kritis untuk
mengidentifikasi dan mengubah praktik yang
memperkuatketidaksetaraan gender, Pengalaman Pribadi dan
Empati: Mendengarkan pengalaman individu dan berempati
terhadap pengalaman mereka adalah langkah penting dalam
membangun sikap sensitif gender. Ini melibatkan pengakuan akan
priviledge ( hak istimewa ) yang dimiliki oleh individu tertentu
berdasarkan jenis kelamin atau identitas gender mereka, serta
keinginan untuk mendukung mereka yang mungkin mungkin
mengalami diskriminasi atau ketidaksetaraa

Dengan memperhatikan latar belakang ini, individu dan


masyarakat dapat mulai membangun sikap yang lebih sensitif
terhadap gender, yang pada gilirannya akan membantu
menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan adil bagi semua
orang

2
.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Kesadaran Akan Perbedaan Gender.


2. Bagaimanakah Pendidikan tentang Ketidaksetaraan Gender.
3. Bagaimanakah Studi Tentang Teori Gender.

C. Tujuan
1.Untuk Mengetahui Kesadaran Akan Perbedaan Gender.
2.Untuk Mengetahui Pendidikan Tentang Ketidaksetaraan Gender.
3.Untuk Mengetahui Studi Tentang Teori Gender.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesadaran Akan Perbedaan Gender

Perbedaan kesadaran metakognitif antara siswa laki-laki dan


perempuan dalam strategi membaca dapat berubah seiring dengan
perkembangan anak dan fokus akademiknya. Abu-Snoubar ( 2017
) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara siswa laki-laki dan perempuan dalam hal strategi
metakognitifnya. Penelitian lain juga menujukkan bahwa tidak
ada perbedaan signifikan antara mahasiswa laki-laki dan
perempuan dalam kesadaran metakognitif pada matematika.
perbedaan kesadaran metakognitif antara siswa laki-laki dan
perempuan dalam strategi membaca dapat mengalami perubahan
seiring dengan perkembangan anak dan fokus akademik mereka.
Kesadaran metakognitif mengacu pada pemahaman individu
tentang proses kognitif mereka sendiri, termasuk pemahaman
mereka tentang bagaimana mereka memahami, memproses, dan
menggunakan informasi. Hasil yang tidak konsisten ini
menunjukkan bahwa peran gender dalam kesadaran metakognitif
masih butuh ditelaah lebih dalam. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara
siswa laki-laki dan perempuan dalam kesadaran meta-kognitifnya
akan strategi membaca bacaan akademik. Hipotesis penelitian ini
adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa
perempuan dan laki-laki dalam hal kesadaran metakognitif akan
strategi membaca bacaan akademik.1
Kesadaran gender merupakan pemahaman akan perbedaan
peran dan hubungan antara perempuan dan laki laki. Pembagian
peran antara laki- laki dan perempuan bukan sesuatu yang rigid

4
atau kaku. Seperti yang
1
Wulansari Ardianingsih, Rose Mini Agoes Salim, Perbedaan Gender Pada
Kesadaran Metakognitif Dalam Strategi Membaca Bacaan Akademik, Jurnal:
Psikologi Teori Dan Terapan, Vol. 10, No. 1, 2019, Hal. 80

5
diungkapkan oleh ( Stromquist, 2007 ) gender dikonstruksi secara
sosial, ia juga dapat diubah secara sosial. ( Megawangi, 1999 )
menjelaskan bahwa diferensiasi peran antara laki-laki dan
perempuan ditujukan agar ada mekanisme untuk saling
melengkapi, sehingga tercipta hubungan kesatuan yang harmonis
Dengan demikian kesadaran gender merupakan keterampilan
yang hendaknya dikembangkan agar dapat mencapai
keharmonisan hidup yang ditandai dengan adanya saling
menghormati, kerjasama dan melengkapi antara feminim dan
maskulin. Agar seorang memiliki kesadaran gender maka sejak
masih anak- anak haruslah diberi pemahaman akan identitas
gender mereka.2
Menurut Stubbs, laki-laki dan perempuan secara biologis
berbeda, berarti memperlakukan mereka secara sama
menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan antara laki-laki
dan perempuan. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif
merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang
dikemudikan oleh ideologi pembuat keputusan dan tidak untuk
kepentingan perempuan. Sifat patriakal dalam ketentuan hukum
menjadi penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi
terhadap perempuan.3

B. Pendidikan Tentang Ketidaksetaraan Gender

Ketimpangan antara hak yang diperoleh oleh perempuan dan


laki- laki pada masa dewasa ini masih sering terjadi. Salah satu
upaya yang diharapkan mampu menepis adanya kesenjangan
yang terjadi antara perempuan dan laki-laki yang selama ini
tumbuh di masyarakat ialah dengan memberikan pendidikan,
mengingat adanya tuntutan dan kebutuhan perempuan dalam
mengembangkan dirinya, sehingga perempuan dapat ikut serta
dalam pembangun di berbagai bidang.

6
2
Guruh Sukma Hanggara, Dkk, Skala Kesadaran Gender Untuk Siswa Sekolah
Dasar,
Jurnal Pinus: Jurnal Penelitian inovasi Pembelajaran, Vol. 6. NO. 1, 2020, Hal. 77
3
Trianah Sofiani,Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga Berbasis Hak
Konstitusional, ( Sleman: Deepublish, 2020 ), Hal. 187

7
Melalui pendidikan ini kita dapat mengubah nilai sosial dan
budaya mengenai perbedaan gender yang tumbuh di masyarakat.
Dalam merealisasikan tujuan tersebut perlu kiranya untuk
menciptakan pendidikan yang berlandaskan pada kesetaraan serta
keadilan antara perempuan dan laki-laki agar dapat memutus dan
mengubah anggapan adanya perbedaan antara laki-laki dan
perempuan tersebut di masyarakat ( Suratna, 2017 ).
Namun dalam pelaksanaannya di masyarakat belum terbebas
dari pembedaan antara perempuan dan laki-laki, sebagai contoh
guru memandang bahwa laki-laki lebih pantas menjadi seorang
pemimpin, misalnya menjadi ketua kelas atau ketua OSIS
dibandingkan dengan siswa perempuan, sehingga seringkali ketua
kelas atau ketua OSIS dijabat oleh laki-laki. Tanpa disadari
pembedaan-pembedaan tersebut akan berdampak pada mental
yang semakin lama akan membentuk suatu tradisi dalam
kehidupan sehari-hari dari guru dan siswa. Hal ini bertentangan
dengan pendidikan Islam yang seharusnya tidak mengandung
unsur unsur ketidakadilan dengan memisahkan antara perempuan
dan laki-laki. Untuk mengubah konep adanya perbedaan antara
perempuan dan laki-laki tersebut, salah satunya dapat dilakukan
dengan pemberian kesempatan untuk memperoleh pendidikan
yang setara antara perempuan dan laki-laki, dengan begitu
perempuan juga dapat berperan besar dalam masyarakat (
Suratna, 2017 ).4
Keadilan seringkali menjadi alasan untuk menafsirkan isu
gender sebagai suatu ketimpangan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam tata sosial bermasyarakat masih seringkali
ditemukan kasus diskriminasi terhadap gender, terutama pada
kaum perempuan. Alasan utama yang kerapkali mendasari
diskriminasi tersebut adalah masih lekatnya budaya patriarki

8
dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia. Budaya patriarki
4
Inayah Cahyawati, Mugowim, Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan
Menurut Pemikiran M. Quraish Shihab, Jurnal: Agama Dan Ilmu Pengetahuan, Vol.
19, No. 2, 2022, Hal. 216

9
megajarkan bahwa kaum laki-laki sebagai pihak yang
mendominasi, melakukan operasi dan mengeksploitasi kaum
perempuan. Diskriminasi gender meluas kedalam segala lingkup
tatanan sosial, seperti keluarga, pendidikan, budaya dan politik.
Pemenuhan hak yang sama dalam bidang pendidikan sudah
banyak dilakukan oleh masyarakat. Berangkat dari persepsi
masyarakat bahwa pendidikan merupakan investasi bagi mereka
dan anak-anaknya sehingga tidak ada batasan gender untuk
memenuhi hak anak dalam bidang pendidikan baik bagi anak laki-
laki maupun anak perempuan.
Selain hak untuk mendapatkan pendidikan di Negara
Indonesia sebenarnya telah menerapkan kesetaraan gender dalam
tatanan organisasi dari mulai organisasi yang kecil hingga
pemerintahan, buktinya bahwa perempuan sekarang memiliki
peranan yang sama dalam hal ini menduduki jabatan tertentu
dalam suatu institusi antara lain mulai dari tingkat yang paling
jabatan tertinggi Presiden Republik Indonesia pernah diduduki
oleh seorang perempuan yaitu Ibu Megawati Soekarno Putri, dari
tingkat yang paling bawah pemimpin di kecamatan pernah
diduduki oleh seorang perempuan bahkan sampai pada tingkat
desa dan lurah itu pernah dipimpin oleh seorang perempuan
merupakan bukti real-nya.
Meskipun sudah banyak yang sadar akan kesetaraan gender
dalam hal pendidikan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
diskriminasi juga masih berkembang dalam lapisan masyarakat
tertentu. Masyarakat dari kalangan keluarga miskin masih
menganggap bahwa perempuan tidak pantas untuk disekolahkan
setinggi-tingginya lebih baik langsung dinikahkan, bekerja saja
sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik dan pekerjaan lain
yang tidak menuntut status pendidikan. Berbeda dengan lakilaki
yang mendapatkan perlakuan istimewa baik dalam hal pendidikan

10
dan realita kehidupan yang ada.
Proses pendidikan di Indonesia saat ini, nampaknya masih
didominasi oleh ketimpangan gender. Pada umumnya masyarakat
Indonesia, masih menganut paham perempuan merupakan
kelompok

11
kelas dua, dan posisinya terdapat di bawah laki-laki. Padahal
dalam dunia pendidikan semua manusia, laki-laki dan perempuan
memiliki hak sama untuk memperolehnya. Pendidikan yang
merupakan ranah belajar bagi laki-laki dan perempuan, justru
keberadaannya lebih digandrungi oleh laki-laki daripada
perempuan. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh pandangan patriarki,
yaitu pendapat yang berpandangan bahwa laki-laki lebih tinggi
kedudukan dan derajatnya daripada perempuan. Tidak jarang pula
pendapat tersebut dijadikan pembenaran melalui doktrin agama.
Dalam Islam salah satu doktrin agama yang terkenal perihal
tersebut adalah QS. Annisa [4]: 34. Pembenaran dengan
menggunakan argumentasi teologis tersebut, akhirnya berdampak
pada pemahaman secara sosial, yakni pandangan masyarakat yang
meyakini bahwa laki- laki memiliki posisi yang lebih unggul dari
perempuan. Akhirnya kiprah perempuan menjadi terbatasi,
termasuk ketika mereka memiliki keinginan berikiprah dalam
dunia pendidikan. Agar tidak terjadi ketimpangan dalam dunia
pendidikan, maka kesetaraan gender dalam kehidupan sosial perlu
dilestarikan.
Salah satu tuntutan terhadap dunia pendidikan saat ini adalah
masalah keadilan dan kesetaraan gender. Pendidikan yang
sejatinya ranah belajar bagi lakilaki dan perempuan, justru lebih
digandrungi oleh laki- laki daripada perempuan. Kondisi ini
bukan tanpa alasan, tetapi dilatarbelakangi oleh pandangan
patriarki pada masyarakat, yaitu pendapat yang berpandangan
bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukan dan derajatnya daripada
perempuan.5

C. Studi Tentang Teori Gender

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata budaya berasal


dari bahasa sanskerta “bodhya” yang berarti akal budi. Menurut

12
Schiffman (

5
Yuni sulistyowati, Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Pendidikan Dan Tata,
Sosial,
jurnal: Journal Of Gender Studies, Vol. 1, No. 2, 2020, Hal. 8-9

13
2008 ) budaya adalah kumpulan tentang keyakinan, nilai, adat
yang berfungsi untuk mengarahkan perilaku konsumen di anggota
masyarakat tertentu. Kotler dan Keller ( 2007 ) mengemukakan
bahwa budaya adalah penentu keinginan dan perilaku referensi,
dan perilaku manusia ditentukan yang paling mendasar. Menurut
Sarwono ( 2015:3 ) budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku
dan simbolsimbol yang dimiliki bersama oleh orang-orang dan
biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Manusia tidak lahir dengan membawa budayanya,
melainkan budaya tersebut diwariskan dari generasi ke generasi.

Studi tentang teori gender merupakan cabang ilmu yang


bertujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi perbedaan
peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
sebagai hasil konstruksi sosial. Teori ini digunakan untuk
mengurangi dan menghilangkan ketidakadilan gender yang
berasal dari banyak hal, seperti perbedaan peran kerja, nilai sifat,
status sosial, dan kegemaran.

Studi gender bertujuan untuk membahas ketidakadilan sosial


yang terjadi karena perbedaan-perbedaan gender, yang
disebabkan oleh banyak faktor, seperti budaya, budaya, dan
ajaran agama.

Suku Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa yang


besar, mempunyai pandangan hidup yang berbeda dengan
pandangan hidup suku-suku lainnya. Pandangan hidup orang
Minang tertuang dalam Adat Minangkabau. Kelompok etnis
masyarakat Minangkabau mempunyai adat istiadat dan filsafat
hidup yang kuat. Agama islam merupakan dasar dari adat dan
filsafah hidup dari masyarakat Minang, seperti yang tertuang
dalam salah satu dari prinsip hidup mereka “adat basandi syara’,

14
syara’ basandi kitabullah” (adat bersendikan hukum, hukum
bersendikan Al-Qur’an) yang berarti adat berlandaskan ajaran
islam (Mara, 2010).6

Setiap manusia dalam Islam laki-laki dan perempuan


tentunya memiliki kedudukan yang sama dalam menjalankan
hakikat dan tujuana fungsi, dan peran manusia diciptakan. Peran
gender dalam kehidupan masayarakat yang dikenal dalam ilmu
sosiologi mengacu pada sekumpulan ciri khas yang berkaitan
dengan peran identitas sosial dalam bermasyarakat, sehingga
mengenal maskulin dan feminitas dalam konteks budaya dan
pengeleompokan dalam ilmu bahasa (linguistik).

Kesetaraan masih merupakan hal yang sangat sensitif di


kalangan masyarakat, dikeranakan perempuan masih memiliki
peran/ kesempatan yang terbatas dibandingkan dengan laki-laki,
baik dalam keaktifan di sosial kemasyarakatan, diwilayah
ekonomi, sosial budaya, kelembagaan maupun di organisasi
kependidikan. Keterbatasan dalam berbagai nilai dan norma
dalam masyarakat membuat kaum perempuan memiliki
keterbatasan/ruang dibandingkan dengan yang dimiliki kaum laki-
laki.7

15
6
Dio Septiawan, Dkk, Pengaruh Gender, Budaya, Dan Faktor Lingkungan
Terhadap
Ethical Beliefs, Jurnal: Eksplorasi Akuntansi, Vol. 1, No. 1, 2019, Hal. 94- 95
7
Abdul jalil, St. Aminah, Gender Dalam Perspektif Budaya Dan Bahasa,
Jurnal: Al-Malyyah, Vol. 11, No. 2, 2018, Hal. 279- 280

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesadaran akan perbedaan gender mengacu pada pemahaman


dan pengakuan terhadap keberagaman gender, termasuk
perbedaan dalam identitas, ekspresi, peran, dan pengalaman hidup
individu. Ini melibatkan mengakui bahwa gender tidak semata-
mata biner (laki-laki dan perempuan) tetapi bisa lebih kompleks
dan beragam. Kesadaran ini juga mencakup pemahaman tentang
bagaimana norma-norma, ekspektasi, dan struktur sosial berbasis
gender dapat mempengaruhi kehidupan dan kesempatan individu
secara berbeda. Meningkatkan kesadaran ini penting untuk
mendorong kesetaraan gender, mengurangi diskriminasi, dan
mendukung inklusivitas dalam semua aspek kehidupan
masyarakat.
Pendidikan tentang ketidaksetaraan gender adalah upaya
untuk meningkatkan kesadaran tentang perbedaan perlakuan
antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan,
seperti pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Ini
melibatkan pembelajaran tentang akar penyebab, dampak, dan
cara mengatasi ketidaksetaraan gender, serta promosi kesetaraan
hak dan peluang bagi semua individu tanpa memandang jenis
kelamin.
Studi tentang teori gender mencakup analisis kritis terhadap
cara gender dibentuk, dipahami, dan dialami dalam masyarakat.
Teori gender mengeksplorasi perbedaan antara seks (biologis) dan
gender (sosial/kultural), dan bagaimana norma-norma dan
ekspektasi gender dikonstruksi serta diperkuat melalui berbagai
institusi sosial seperti keluarga, pendidikan, media, dan hukum.

17
Teori gender mengakui bahwa pengalaman gender bersifat
kompleks dan beragam, sering kali seperti ras, kelas, orientasi
seksual, dan identitas budaya.

B. Saran

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan bagi pembaca


atau pendengar dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdul jalil, St. Aminah, Gender Dalam Perspektif Budaya Dan


Bahasa,
Jurnal: Al- Malyyah, Vol. 11, No. 2, 2018, Hal. 279- 280.
Dio Septiawan, Dkk, Pengaruh Gender, Budaya, Dan Faktor
Lingkungan Terhadap Ethical Beliefs, Jurnal: Eksplorasi
Akuntansi, Vol. 1, No. 1, 2019, Hal. 94- 95.
Guruh Sukma Hanggara, Dkk, Skala Kesadaran Gender Untuk Siswa
Sekolah Dasar, Jurnal Pinus: Jurnal Penelitian inovasi
Pembelajaran, Vol. 6. NO. 1, 2020, Hal. 77.
Inayah Cahyawati, Mugowim, Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan
Menurut Pemikiran M. Quraish Shihab, Jurnal: Agama Dan Ilmu
Pengetahuan, Vol. 19, No. 2, 2022, Hal. 216.
Trianah Sofiani, 2020, Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga
Berbasis Hak Konstitusional, Sleman.
Wulansari Ardianingsih, Rose Mini Agoes Salim, Perbedaan Gender
Pada Kesadaran Metakognitif Dalam Strategi Membaca Bacaan
Akademik, Jurnal: Psikologi Teori Dan Terapan, Vol. 10, No. 1,
2019, Hal. 80.
Yuni sulistyowati, Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Pendidikan
Dan Tata, Sosial, jurnal: Journal Of Gender Studies, Vol. 1, No.
2, 2020, Hal. 8-9.

19

Anda mungkin juga menyukai